Perkembangan Impor Gula Industri Gula Indonesia

sumber perbankan atau pemerintah. Dana talangan dikucurkan selama gula petani yang diperoleh dari penggilingan tebu di PG belum terjual. Pada musim giling 2004 harga dasar sebagai patokan besarnya dana talangan disepakati sebesar Rp 3 410 per kg. Harga gula petani tetap mengacu pada mekanisme pasar. Otoritas penjualan gula tetap berada pada petani, sedangkan pelaksanaannya dilakukan melalui mekanisme tender, dimana apabila hasil tender kurang dari harga yang disepakati Rp 3 410, maka resiko ditanggung oleh investor. Sebaliknya apabila hasil tender lebih besar dari harga yang disepakati Rp 3 410, maka kelebihannya dibagi proporsional antara petani dengan investor dengan formula profit sharing yang disepakati bersama.

2.1.3. Perkembangan Impor Gula

Kebutuhan konsumsi gula nasional terutama dipenuhi oleh produksi gula dalam negeri. Selama ini kekurangan gula untuk konsumsi diperoleh melalui impor. Dalam rangka memenuhi kebutuhan gula dalam jangka panjang, program nasional adalah melakukan swasembada pangan melalui peningkatan produksi yang diharapkan diperoleh dari kenaikan produktivitas serta melalui perluasan areal pada lahan yang produktif. Mulai tahun 1981 sampai tahun 1998, tataniaga gula dilakukan oleh Bulog, mulai dari proses pembelian produksi gula dalam negeri, distribusi gula, sampai proses impor. Peran Bulog sangat dominan sehingga dapat dianggap sebagai praktek monopoli, sehingga muncullah Letter of Intent dengan IMF yang menghasilkan keputusan yang menetapkan penghapusan monopoli Bulog. Sejak tahun 1998, tataniaga dan impor gula sudah melalui mekanisme pasar dengan tidak adanya monopoli Bulog, baik untuk pasar dalam negeri maupun sebagai importir, tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran. Pada saat harga di pasar dunia turun, maka pengaruhnya segera terasa di pasar dalam negeri disamping faktor musim giling. Harga yang rendah di pasar dunia mendorong masuknya gula impor dan bersaing dengan gula produksi dalam negeri. Tabel 4. Perkembangan Impor Gula Tahun 1997-2007 Gula Putih Pertumb. Gula Rafinasi Pertumb Gula Mentah Pertumb Tahun Ton Ton Ton 1997 598 472 577 346 679 1998 844 851 0.41 109 141 -0.81 12 139 16.87 1999 1 186 452 0.40 587 373 4.38 379 328 30.25 2000 989 298 -0.17 430 558 -0.27 118 663 -0.69 2001 1 025 980 0.04 239 801 -0.44 18 688 -0.84 2002 618 643 -0.40 304 560 0.27 47 360 1.53 2003 452 509 -0.27 467 357 0.53 77 337 0.63 2004 459 265 0.01 577 114 0.23 83 411 0.08 2005 875 427 0.91 702 412 0.22 284 455 2.41 2006 793 147 -0.09 570 376 -0.19 112 632 -0.60 2007 1 887 160 1.38 710 025 0.24 375 602 2.33 2008 1 380 225 -0.80 593 710 -0.16 44 659 -0.88 Sumber : Diolah dari Departemen Perdagangan, 2009 Keterangan : 1 Bersifat sementara Sasaran pengembangan industri gula yang sedang diprogramkan pemerintah dalam rangka mewujudkan swasembada gula meliputi 3 tahap Departemen Pertanian, 2007, yaitu: 1 sasaran jangka pendek 2006-2009 meliputi rehabilitasi dan ekspansi peningkatan kapasitas giling PG serta rehabilitasi tanaman dan perluasan ke luar Jawa, 2 sasaran jangka menengah 2010-2014 meliputi pembangunan PG baru dan pengembangan industri berbasis tebu, dan 3 sasaran jangka panjang 2015-2025 meliputi mempertahankan swasembada gula, memposisikan sebagai eksportir gula, pengembangan industri produk pendamping gula antara lain bahan bakar nabati biofuel, penyedap masakan atau MSG, pakan ternak dan lain-lain.

2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Gula