Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Perdagangan

Di negara importir, bila harga di bawah P I , konsumen akan meminta lebih banyak dari Q I . Jadi fungsi permintaan di bawah keseimbangan E I mencerminkan excess demand negara importir. Bila terjadi perdagangan antara dua negara, dengan asumsi biaya transportasi nol, maka penawaran dan permintaan di pasar dunia merupakan kurva excess supply dan excess demand kedua negara. Keseimbangan terjadi pada titik E W dengan tingkat harga P W dan volume yang diperdagangkan sebesar Q W yang diekspor = yang diimpor. Fenomena ekonomi ini berkaitan dengan banyak faktor, selain penawaran, permintaan, harga, ekspor dan impor gula. Dari ilustrasi tersebut, diperoleh bahwa jumlah impor dipengaruhi oleh harga impor P i , selain itu juga oleh pendapatan suatu negara I juga besarnya impor sebelumnya M t-1 , sehingga model impor dapat diformulasikan sebagai berikut: M = f P i , I, M t-1 …………….……………………..……………….3.29 Demikian pula dengan persamaan ekspor : E = f P e , I, E t-1 …………………………………………….……….3.30

3.1.4. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Perdagangan

Dalam perdagangan dunia, proses pembentukan harga gula dunia ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan dunia. Tetapi, setiap negara eksportir dan negara importir mempunyai kepentingan masing-masing sehingga muncullah kebijakan perlindungan atau intervensi pemerintah terhadap perdagangan gula. Intervensi pemerintah diperlukan untuk mengatur mekanisme perdagangan internasional. Pemerintah memiliki alat yang cukup kuat untuk mempengaruhi kegiatan perdagangan internasionalnya. Instrumen tersebut dapat berupa kontrol atas ekspor dan impor, misalnya berupa kurs devisa, ekspor oleh instansi pemerintah langsung, administrasi ekspor dan investasi dalam prasarana fisik. Berbagai kebijakan distortif yang dilakukan pemerintah seperti bantuan domestik, dukungan harga, tarif yang tinggi, tariff–rate quota dan subsidi ekspor terjadi pada industri dan perdagangan gula hampir semua negara produsen dan konsumen utama. Sebagai akibatnya, terjadi kegagalan pasar yang berimplikasi harga tidak lagi mencerminkan biaya produksi Krugman dan Obstfeld, 2000. Dalam perdagangan gula, sebagai net importer, Indonesia telah banyak menerapkan bermacam-macam jenis kebijakan lihat Tabel 5. Analisa tentang kebijakan perdagangan melalui intervensi pemerintah sangat diperlukan. 1. Kebijakan Peningkatan Teknologi Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan pemerintah dalam penelitian dan pengembangan research policy pertanian melalui peningkatan teknologi. Dalam menghasilkan gula agar dapat dikonsumsi, maka diperlukan suatu konversi dengan mengalikan suatu faktor rendemen yang telah diukur dan ditentukan dengan produksi tebu. Rendemen dipengaruhi oleh teknologi usahatani tebu yang diukur berdasarkan mutu tebu atau nilai nira dan teknologi pabrik gula. Hal inilah yang mendasari pemerintah dalam pencapaian swasembada pangan mematok rendemen minimal 7.2 persen pada tahun 2007. Peningkatan teknologi yang menghasilkan rendemen yang tinggi berdampak pergeseran ke kanan kurva suplai S ke S’. Dengan adanya peningkatan teknologi ini maka akan mempengaruhi biaya produksi, sehingga dapat meningkatkan produksi dan penawaran pun bertambah. Kenaikan penawaran sebesar Q 2 selanjutnya akan menurunkan harga ke P 2 . Sumber: Ellis, 1992 Gambar 7. Dampak Peningkatan Teknologi 2. Kebijakan Nilai Tukar dan Suku Bunga Pengaruh perekonomian luar negeri telah memiliki efek yang kuat pada perekonomian Indonesia, demikian pula sebaliknya. Perekonomian yang tumbuh dan jatuh ke dalam resesi membuat pemerintah melakukan pengetatan kebijakan moneter dengan melakukan stimulus menaikkanmenurunkan suku bunga yang akan mempengaruhi nilai tukar rupiah relatif terhadap mata uang lain, dan kemudian mempengaruhi daya saing, perdagangan dunia dan pendapatan negara. Nilai tukar mata uang exchange rate adalah harga valuta asing dalam nilai mata uang domestik Dornbusch, 2004. Fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh jual beli, baik secara barter maupun melalui pasar. Nilai tukar biasanya ditentukan oleh pedagang dealer, harga penjualan offer dan harga pembelian bid dimana perbedaan perbedaan antara kedua tingkat harga tersebut merupakan margin keuntungan pedagang. Semakin besar jumlah perdagangan suatu mata uang maka akan semakin kecil margin keuntungan pedagang. Kebijakan tiap negara umumnya berbeda dalam mengatur nilai mata uangnya. Pemerintah melalui bank sentral melakukan intervensi dalam membeli dan menjual valuta asing sesuai dengan kebijakan yang diambil. Dengan sistem nilai tukar tetap fixed exchange rate system, bank sentral menahan konstan harga nilai tukar asing terhadap mata uang domestik, dengan membeli dan menjual valuta asing dengan nilai tukar tetap. Sedangkan dengan sistem nilai tukar mengambang floating exchange rate system atau fleksibel, nilai tukar ditentukan oleh penawaran dan permintaan tanpa intervensi bank sentral. Nilai tukar merupakan harga dalam mata uang domestik, dimana apabila nilai tukar turun, harga mata uang domestik mengalami kenaikan, dibutuhkan uang yang lebih sedikit untuk membeli satu unit valuta asing. Dalam keadaan perekonomian yang tidak stabil, pemerintah dapat melakukan tindakan stabilisasi dengan kebijakan depresiasi atau apresiasi. Suatu mata uang mengalami depresiasi apabila nilai tukar menjadi lebih murah terhadap mata uang asing. Tindakan depresiasi akan menaikkan harga domestik, sehingga mendorong produsen meningkatkan produksinya, konsumen mengurangi pemintaan dan akan mengurangi impor. Sejak diterapkannya nilai tukar mengambang di Indonesia pada tahun 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang cukup berat sehingga terdepresiasi pada tingkat yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan pemerintah melakukan kebijakan suku bunga, dimana peningkatan suku bunga akan memperkuat nilai tukar sebagai dampak meningkatnya arus modal masuk dari luar negeri. Peningkatan suku bunga juga berdampak langsung terhadap peningkatan biaya modal yang harus dikeluarkan industri, sehingga menghambat alokasi investasi ke berbagai sektor produktif. Sebaliknya dengan kebijakan penurunan suku bunga akan berdampak negatif terhadap arus modal dalam jangka pendek. Akan tetapi bila diikuti oleh iklim investasi yang baik, diperkirakan akan berdampak positif terhadap pertumbuhan investasi dan aktivitas industri dalam jangka menengah dan panjang Oktaviani, 2008. 3. Kebijakan Tarif Impor Salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam perdagangan adalah tarif yaitu sejenis pajak yang dikenakan atas barang-barang yang diimpor. Tarif menimbulkan dampak berupa kenaikan harga atau biaya pengiriman barang produk impor ke suatu negara. Tujuan pengenaan tarif selain untuk sumber penerimaan pemerintah juga untuk melindungi sektor-sektor tertentu di dalam negeri dari tekanan persaingan produk impor. Indonesia telah menerapkan kebijakan proteksi pada komoditi gulanya pada tahun 1999, yaitu dengan menerapkan tarif impor sebesar 20 persen untuk gula mentah dan 25 persen untuk gula putih. Gambar 8 merupakan ilustrasi dampak pengenaan tarif impor gula yang terjadi di Indonesia sebagai negara importir gula, dengan asumsi tidak adanya biaya angkut, transportasi atau biaya perdagangan lain. Tanpa tarif, harga gula di pasar domestik sama dengan harga dunia sebesar P w , dengan kuantitas produksi sebesar OS 1 dan kuantitas konsumsi sebesar OD 1 . Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat maka impor yang dilakukan sebesar S 1 D 1 . Pengenaan tarif impor sebesar t telah menaikkan harga gula di pasar domestik menjadi P w +t, sehingga akan meningkatkan harga barang yang dihasilkan produsen domestik dengan kenaikan produksi domestik S 1 S 2 dan penurunan konsumsi D 1 D 2 . Jadi pengenaan tarif menurunkan impor menjadi S 2 D 2 . Sumber: Krugman dan Obstfeld, 2000 Gambar 8. Dampak Tarif Impor terhadap Perdagangan Suatu negara kecil seperti Indonesia mengenakan tarif, peranan ekonominya tidak akan begitu berarti di pasar dunia dan hanya menciptakan dampak yang kecil dalam perdagangan dunia, sehingga pengurangan impor akibat adanya tarif ini tidak akan menurunkan harga barang luar negeri yang diimpornya. Tarif hanya akan meningkatkan harga barang yang diimpor sebesar tarif yang berlaku. Di negara besar, adanya perdagangan bebas menghendaki penghapusan dan pengurangan segala jenis bentuk hambatan perdagangan baik tarif maupun nontarif. Sehingga aliran barang di pasar dunia antar negara akan semakin banyak. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa penawaran dan permintaan pasar dalam negeri tidak saja dipengaruhi oleh faktor-faktor di dalam negeri tetapi juga dari pasar dunia. Apabila diformulasikan ke bentuk persamaan: M t = C t – P t + S t-1 …………...……………………………...…………3.31 Apabila stok gula S t-1 di negara pengimpor diasumsikan tetap, maka permintaan impor gula akan konsisten dengan konsumsinya C t , sehingga fungsi permintaan impor dapat diturunkan dari fungsi konsumsinya. Fungsi konsumsi dapat diturunkan dari fungsu utilitasnya, sehingga maksimisasi fungsi utilitas dengan kendala pendapatan menghasilkan persamaan sebagai berikut: C g = f P g , P ng , I ...…………...…………………...………………..…3.32 Permintaan impor sangat dipengaruhi oleh tingkat intervensi pemerintah seperti tarif impor, subsidi, kuota dan lain-lain yang dipengaruhi oleh harga dunia dan nilai tukar, sehingga fungsi permintaan impor dapat dirumuskan menjadi: Q m t = f Pg t , Png t , GNP t , K t ……...………………….……………..…3.33 dimana : Q m t = permintaan impor unit Pg t = harga gula Rpunit Png t = harga produk substitusi gula Rpunit GNP t = pendapatan nasional negara importir Rp K t = kebijakan pemerintah lain dalam pasar gula Rpunit Penawaran ekspor merupakan kelebihan penawaran dalam negeri atau produksi yang tidak dikonsumsi oleh warga negara dan tidak disimpan dalam bentuk stok. Apabila diformulasikan ke bentuk persamaan sebagai berikut: E t = P t - C t + S t-1 …………...……………………………...……..……3.34 Penawaran ekspor dalam perdagangan antar negara ini dipengaruhi faktor luar negeri diantaranya harga luar negeri FOB, nilai tukar dan tingkat bunga, sehingga fungsi penawaran ekspor dalam persamaan: Q e t = f Pg t , Pw t , ER t ,K t ……...……………………………….....…3.33 dimana: Q e t = penawaran ekspor unit Pw t = harga ekspor FOB USunit ER t = nilai tukar RpUS

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional