Kondisi Kependudukan GAMBARAN UMUM
Wilayah Kabupaten Bogor jika diperbandingkan antar wilayah kecamatan, hasil proyeksi penduduk tahun 2012 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Gunung Putri, Bojong Gede dan Cileungsi masing-masing sebesar 6,13 persen, 5,71 persen dan 5,57 persen.
Sementara di Kecamatan Cibinong, sebagai ibu kota Kabupaten Bogor, LPP mencapai 4,47 persen. Keempat kecamatan tersebut memiliki LPP yang lebih
tinggi dibanding LPP rata-rata Kabupaten Bogor, karena berbagai alasan. Pertambahan penduduk di Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi dan
Cibinong dapat dikatakan sangat pesat karena ketiga kecamatan tersebut merupakan pusat pengembangan usaha industri dan pemukiman. Berbagai
jenis usaha industri besar maupun industri sedang berkembang cukup beragam, yang menyebabkan banyak masuknya penduduk dari luar kecamatan sebagai
tenaga kerja untuk bermukim di kecamatan setempat. Kecamatan Bojong Gede pertambahan penduduk lebih disebabkan
karena cukup pesatnya pertumbuhan perumahan di wilayah ini. Pilihan Kecamatan Bojong Gede sebagai pusat pertumbuhan perumahan tampaknya
cukup argumentatif, oleh karena aksesibilitas transportasi menuju dan keluar dari kecamatan ini relatif cukup baik mudah dan murah. Kecamatan Bojong
Gede dilalui oleh 2 dua Stasiun Kereta Api Bogor-Jakarta, yaitu Stasiun Bojong Gede dan Stasiun Cilebut, selain itu terhubung dengan jalur jalan raya
dari pusat Bojong Gede dan Stasiun Cilebut, selain itu terhubung dengan jalur jalan raya dari pusat ibukota kabupaten Cibinong. Kondisi inilah yang
menyebabkan semakin besar minat penduduk untuk memilih bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Bojong Gede.
Kecamatan dengan LPP yang juga cukup besar di sekitar 4 persen adalah Kecamatan Klapanunggal, Parung, Tajurhalang, dan Gunung Sindur
masing-masing sebesar 4,11 persen, 4,07 persen, 4,02 persen dan 4,16 persen. Data sex ratio penduduk Kabupaten Bogor adalah sebesar 106, artinya
setiap 100 orang perempuan terdapat 106 orang laki-laki. Hampir di semua kecamatan di Kabupaten Bogor memiliki sex ratio diatas 100, yang berarti
berlaku umum bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada jumlah penduduk perempuan di daerah tersebut. Namun terdapat satu kecamatan yang
nilai sex rationya di bawah 100, yaitu Kecamatan Gunung Putri sebesar 99, yang artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 99 orang laki-laki. Hal ini
disebabkan sebagai daerah pengembangan usaha industri besar dan sedang,
tampaknya menarik minat banyak pekerja wanita untuk bekerja dan bermukim di wilayah Kecamatan Gunung Putri.
Penggolongan usia produktif atau tidak produktif dapat berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. Penduduk Usia Tidak Produktif jika persentase penduduk 0-14 tahun minimal sebanyak 40 persen dan penduduk 65 tahun ke atas tidak melebihi 5 persen
dari total penduduk secara keseluruhan; b. Penduduk Usia Produktif jika persentase penduduk yang berusia 0-14 tahun
maksimal 30 persen dan penduduk yang berusia 15-64 tahun persentasenya lebih dari 60 persen.
Penghitungan penduduk usia produktif dan tidak produktif erat kaitannya dengan rasio beban ketergantungan Burden of Dependency Ratio. Rasio beban
ketergantungan merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang berusia 0-14 tahun dan penduduk berusia 65 tahun ke atas terhadap jumlah penduduk
yang berusia 15-64 tahun. Hasil proyeksi menunjukan bahwa rasio ketergantungan anak di Kabupaten Bogor tahun 2012 sebesar 48,89 persen, dan
rasio ketergantungan lanjut usia sebesar 4,86 persen atau secara keseluruhan angka beban ketergantungan di Kabupaten Bogor sebesar 53,75 persen. Hal ini
dapat diartikan bahwa untuk setiap 100 orang usia produktif harus menanggung sebanyak 53 orang yang tidakbelum produktif.
Tabel 9. Proporsi Penduduk Bekerja 15 tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2010
– 2011
Lapangan Pekerjaan 2010
2011 Selisih
naik turun
Jumlah Jumlah
1. Pertanian 266.315
15,46 239.325
12,92 -2,54
2. Pertambangan Penggalian 14.382
0,84 52.143
2,82 1,98
3. Industri Pengolahan 417.133
24,22 526.357
28,42 4,20
4. Listrik, Gas dan Air Minum 3.445
0,20 2.545
0,14 -0,06
5. Konstruksi 82.622
4,80 97.193
5,25 0,45
6. Perdagangan, Hotel Restoran 429.965
24,96 493.234
26,63 1,67
7. Transportasi Komunikasi 182.052
10,57 126.366
6,82 -3,75
8. Lembaga Keuangan 29.452
1,71 54.768
2,96 1,25
9. Jasa Sosial Kemasyarakatan 296.979
17,24 260.234
14,05 -3,19
Jumlah 1.722.345 100,00 1.852.165 100.00
Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional 2010 dan 2011
Proporsi penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha merupakan salah satu indikator untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam
menyerap tenaga kerja, dan sebagai salah satu ukuran untuk menunjukkan struktur perekonomian suatu wilayah.
Tabel 9 menggambarkan terjadi penurunan persentase penyerapan tenaga kerja dari tahun 2010 ke 2011 yang cukup signifikan pada sektor
pertanian sebesar 2,54 poin, sektor transportasi dan komunikasi 3,75 poin dan sektor jasa sosial kemasyarakatan 3,19 poin. Sementara itu, sektor industri
pengolahan mengalami kenaikan yang paling besar 4,20 poin, sekaligus menjadi sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten
Bogor pada tahun 2011, yakni sebesar 28,42 persen. Komposisi di atas menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran struktur perekonomian di
Kabupaten Bogor, dengan semakin menurunnya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, dan meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri,
perdagangan dan jasa sosial kemasyarakatan.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Bogor Tahun 2011
No. Tingkat Pendidikan
Jumlah Persentase
1 ≤ SD
989.012 53,40
2 SLTP
361.470 19,52
3 SLTA
397.935 21,48
4 Perguruan Tinggi
103.748 5,60
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional, 2011
Struktur pendidikan penduduk bekerja di Kabupaten Bogor secara umum dapat dilihat pada Tabel 10. Masih tingginya persentase penduduk bekerja
dengan tingkat pendidikan rendah SD ke bawah yang mencapai 53,40 persen, memperlihatkan kualitas penduduk bekerja di Kabupaten Bogor secara umum
masih terbilang rendah. Hal ini perlu menjadi perhatian, karena ketidaksesuaian keahlian yang dimiliki oleh pencari kerja dengan kebutuhan pasar kerja dapat
menimbulkan permasalahan mendasar yang tidak mungkin bisa dielakkan. Data sebelumnya menunjukkan terdapat pergeseran lapangan usaha yang digeluti
sehingga diperlukan peningkatan pendidikan tenaga kerja.