Kondisi Pembudidaya Ikan Lele

memiliki peran yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Indikator kemampuan manajerial seorang pelaku usaha perikanan dapat dilihat dari kemampuan pengelolaan usaha perikanan secara kuantitas maupun kualitas. Kemampuan sumberdaya manusia sangat berkaitan dengan umur pembudidaya, tingkat pendidikan dan pengalaman beternak ikan. Umur Pembudidaya Ikan Umur pembudidaya ikan mencerminkan kemampuan fisik dan berpikirnya dalam mengelola usaha perikanan yang ditekuninya. Sebagaimana usaha perikanan pada umumnya, usaha budidaya lele memerlukan intensitas pengelolaan yang berkesinambungan dan curahan tenaga fisik yang relatif besar seperti perawatan kolam, pemberian pakan, pemijahan, penyortiran dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa umur pembudidaya ikan di Kawasan Minapolitan berkisar antara 21-65 tahun. Kelas umur pembudidaya ikan melalui pendekatan statistik Walpole, 1995 ditunjukkan dalam Tabel 20. Tabel 20. Kelompok Umur Pembudidaya Ikan di Kawasan Minapolitan Kelas Umur Pembudidaya tahun Jumlah Responden orang Persentase Jumlah Pembudidaya persen 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 4 5 10 21 30 28 3,64 4,55 9,09 19,09 27,27 25,45 Kelas Umur Pembudidaya tahun Jumlah Responden orang Persentase Jumlah Pembudidaya persen 51-55 56-60 61-65 65 8 2 1 1 7,27 1,82 0,91 0,91 Ket: umur 21-35 = sangat produktif , 36-50 = produktif, 51-65 = kurang produktif, umur 65 = tidak produktif Tabel tersebut menunjukkan bahwa pembudidaya ikan di Kawasan Minaolitan didominasi oleh peternak usia produktif 89,09 persen yang sangat potensial dalam mengembangkan usahanya. Makin muda umur peternak, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahanya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari pekerja yang umurnya tua. Selain itu pembudidaya yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usaha perikanan lelenya. Tingkat Pendidikan Pembudidaya Lele Sumberdaya manusia pada prinsipnya mengandung modal manusia dan modal sosial. Modal manusia merupakan modal yang dapat digunakan untuk memproduksi sesuatu sedangkan modal sosial adalah bentuk sosial seperti struktur sosial dan hubungan sosial. Pendidikan pada prinsipnya adalah suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terkandung pesan berupa stimulus ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kapasitas modal manusia. Sebaran tingkat pendidikan pembudidaya lele di Kawasan Minapolitan ditunjukkan dalam Tabel 21. Tabel 21. Keragaan Tingkat Pendidikan Pembudidaya Lele di Kawasan Minapolitan Tingkat Pendidikan Jumlah Responde n orang Persentase Jumlah Pembudidaya persen Tidak Bersekolah SD SMP SMA PT 49 30 24 7 0,00 44,57 27,17 21,74 6,52 Tabel 21 memperlihatkan bahwa sebagian besar 71,74 persen dari pembudidaya lele memiliki tingkat pendidikan formal hanya sampai tingkat pendidikan dasar SD dan SMP. Rendahnya tingkat pendidikan ini bisa menjadi salah satu kelemahan dalam pengembangan Kawasan Minapolitan selanjutnya karena tingkat pendidikan pembudidaya berperan terhadap kemampuan dalam menyerap teknologi baru, pengetahuan-pengetahuan baru dan dalam pengambilan keputusan yang baik untuk pengembangan usaha perikanannya maupun dalam pengembangan kawasan dalam suatu organisasi. Pengalaman Usaha Budidaya Hasil wawancara diketahui bahwa seluruh responden telah memiliki pengalaman melakukan usaha budidaya lele lebih dari lima tahun. Selain itu usaha budidaya lele bagi pelaku usaha perikanan di Kawasan Minapolitan umumnya diusahakan oleh pembudidaya sebagai usaha pokok 94,55 persen. Ini berarti bahwa pembudidaya lele di Kawasan Minapolitan telah menekuni usahanya sejak lama dan menjadikannya sebagai penopang utama dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

5.1.3 Kelayakan Usaha Perikanan Lele

Ketersediaan lahan kolam di Kawasan Minapolitan adalah sebesar 8.107m 2 KK tetapi yang dimanfaatkan oleh pembudidaya sebesar 6.046 m 2 sehingga masih terdapat 25,42 persen lahan yang dibiarkan kosongtidak dimanfaatkan. Dengan tingkat pemanfaatan lahan sebesar 74,58 persen dan padat tebar sebesar 141 ekorm 2 diperoleh produktifitas lahan sebesar 134,28 tonhasiklus produksi. Kebutuhan pakan lele adalah 100 kg per siklus untuk setiap 10.000 ekor benih yang ditebar dengan harga pakan Rp.7.680kg. Dengan pola pemberian pakan tersebut diperoleh tingkat pemanenan sebesar 76,06 persen dengan nilai FC sebesar 0,95. Ini berarti bahwa setiap 10.000 ekor benih yang ditebar akan diperoleh hasil panen sebanyak 7.606 ekor atau 950,75 kg 8 ekor lelekg. Hasil survey terhadap nilai produksi lele, harga lele konsumsi, parameter biaya produksi seperti harga benih, harga pakan, obat-obatan, biaya pemeliharaan dan upah pekerja diperoleh rasio RC untuk usaha pembesaran lele sebesar 1,22 dengan rata-rata BEP harga sebesar Rp.10.270. Ini menunjukkan bahwa usaha pembesaran lele oleh pembudidaya di Kawasan Minapolitan adalah layak secara ekonomis dengan keuntungan yang diperoleh sebesar 22 persen dari pendapatan. Harga lele konsumsi pada saat survey dilakukan adalah Rp.12.500kg, sehingga setiap penjualan 1 kg lele konsumsi, pembudidaya lele mengantongi keuntungan sebesar Rp.2.230. Semakin besar jumlah panen setiap siklus produksinya maka semakin besar jumlah keuntungan yang diperoleh, sebagaimana disajikan dalam Tabel 22. Tabel 22. Penghasilan Bersih Pembudidaya dari Penjualan Lele Konsumsi Jumlah Panen per Siklus ton Harga Pokok Produksi Rpkg Keuntungan Per Kilogram Lele Rp 10 10-19 20-29 30 10.745,31 10.595,16 10.567,09 10.156,60 1.754,69 1.904,84 1.932,91 2.343,40