sehingga masih terdapat 25,42 persen lahan yang dibiarkan kosongtidak dimanfaatkan. Dengan tingkat pemanfaatan lahan sebesar 74,58 persen dan
padat tebar sebesar 141 ekorm
2
diperoleh produktifitas lahan sebesar 134,28 tonhasiklus produksi.
Kebutuhan pakan lele adalah 100 kg per siklus untuk setiap 10.000 ekor benih yang ditebar dengan harga pakan Rp.7.680kg. Dengan pola pemberian
pakan tersebut diperoleh tingkat pemanenan sebesar 76,06 persen dengan nilai FC sebesar 0,95. Ini berarti bahwa setiap 10.000 ekor benih yang ditebar akan
diperoleh hasil panen sebanyak 7.606 ekor atau 950,75 kg 8 ekor lelekg. Hasil survey terhadap nilai produksi lele, harga lele konsumsi, parameter
biaya produksi seperti harga benih, harga pakan, obat-obatan, biaya pemeliharaan dan upah pekerja diperoleh rasio RC untuk usaha pembesaran
lele sebesar 1,22 dengan rata-rata BEP harga sebesar Rp.10.270. Ini menunjukkan bahwa usaha pembesaran lele oleh pembudidaya di Kawasan
Minapolitan adalah layak secara ekonomis dengan keuntungan yang diperoleh sebesar 22 persen dari pendapatan. Harga lele konsumsi pada saat survey
dilakukan adalah Rp.12.500kg, sehingga setiap penjualan 1 kg lele konsumsi, pembudidaya lele mengantongi keuntungan sebesar Rp.2.230. Semakin besar
jumlah panen setiap siklus produksinya maka semakin besar jumlah keuntungan yang diperoleh, sebagaimana disajikan dalam Tabel 22.
Tabel 22. Penghasilan Bersih Pembudidaya dari Penjualan Lele Konsumsi Jumlah Panen per Siklus
ton Harga Pokok Produksi
Rpkg Keuntungan
Per Kilogram Lele Rp
10 10-19
20-29 30
10.745,31 10.595,16
10.567,09 10.156,60
1.754,69 1.904,84
1.932,91 2.343,40
5.2 Evaluasi Perkembangan dan Kinerja Program Minapolitan Kabupaten Bogor
Sebagai suatu kawasan yang baru mulai dibentuk pada Tahun 2010, evaluasi terhadap Kawasan Minapolitan perlu dilakukan agar pembangunan
yang telah dilakukan tetap berjalan sesuai dengan koridor yang telah ditetapkan. Menurut Sulistiono 2008 terdapat tiga sasaran utama pengembangan kawasan
Minapolitan yang harus diupayakan realisasinya yaitu: 1 pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktifitas
komoditi perikanan
dan produk-produk
olahannya secara
efisien, menguntungkan dan berwawasan lingkungan, 2 penguatan kelembagaan
pembudidaya ikan, 3 pengembangan kelembagaan sistem agribisnis perikanan meliputi penyediaan input, pengolahan hasil, pemasaran dan penyedia jasa, 4
pengembangan kelembagaan penyuluh pembangunan terpadu, dan 5 peningkatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan agribisnis, umum dan
kesejahteraan sosial. Dalam rangka mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
diperlukan beberapa persyaratan dalam upaya pengembangan kawasan minapolitan. Persyaratan dalam usaha pengembangan kawasan minapolitan
meliputi: 1 adanya komitmen daerah yang tertuang dalam rencana strategis, alokasi dana melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah APBD dan
penataan tata ruang yang seimbang sesuai dengan rencana strategis Renstra dan tata ruang, 2 adanya komoditas unggulan yang dikembangkan di kawasan
minapolitan, 3 adanya lokasi strategis dan secara alami cocok untuk usaha perikanan, 4 adanya sistem dan mata rantai produksi hulu-hilir, 5 adanya
fasilitas dan prasarana pendukung seperti jalan, pengairan, listrik dan lainnya, 6 adanya kondisi lingkungan yang baik dan tidak merusak Sulistiono, 2008.
Evaluasi Kawasan Minapolitan ditinjau dari dimensi-dimensi yang berkaitan dengan pengembangan kawasan untuk menilai tingkat keberlanjutannya.
Keberlanjutan yang dimaksud adalah sejauhmana program yang telah berjalan saat ini dapat berkesinambungan di masa yang akan datang. Nilai indeks
keberlanjutan Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor dalam penelitian ini diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan analisis multidimensional
scaling MDS. Analisis ini bersifat multidimensi karena menggabungkan seluruh elemen yang ada pada lima dimensi yang dianalisis yaitu dimensi agroindustri,
dimensi pemasaran, dimensi usaha tani, dimensi infrastruktur dan dimensi suprastruktur.
Kategori keberlanjutannya menggunakan skor yang diadopsi dari Kavanagh 2001 yakni jika didapat skor 25 menunjukkan bahwa dimensi
tersebut tidak berkelanjutan; jika didapat skor 26 – 55 menunjukkan bahwa
dimensi tersebut kurang berkelanjutan ; jika didapat skor 56 – 75 menunjukkan
bahwa dimensi tersebut cukup berkelanjutan; dan apabila diperoleh skor75 menandakan bahwa dimensi tersebut berkelanjutan.
Hasil analisis indeks keberlanjutan terhadap 37 atribut Kawasan Minapolitan yang terdiri atas 8 atribut agroindustri, 6 atribut pemasaran, 8 atribut
usaha tani, 8 atribut infrastruktur, dan 7 atribut suprastruktur diperoleh nilai indeks keberlanjutan 73,36 atau kurang dari 75 berarti status pengelolaan
Kawasan Minapolitan cukup berkelanjutan. Dimensi dengan kategori berkelanjutan diperoleh dari dimensi infrastruktur dan suprastruktur, sedangkan
ketiga dimensi lainnya dengan kategori cukup berkelanjutan. Nilai indeks keberlanjutan multidimensi disajikan dengan diagram layang-layang pada
Gambar 6.
Gambar 6. Indeks Keberlanjutan Dimensi Penopang Kawasan Minapolitan Kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di Kawasan Minapolitan
diuji melalui analisis Root Mean Square terhadap parameter statistik berupa nilai stress dan koefisien determinasi r
2
. Parameter statistik ini berperan dalam menentukan perlu tidaknya penambahan atribut sehingga dimensi yang dikaji
- 20,00
40,00 60,00
80,00 100,00
AGROINDUSTRI 65,74
PEMASARAN 69.75
USAHA TANI 72,84 INFRASTRUKTUR
83.33 SUPRASTRUKTUR
75.13