1. Dimensi Agroindustri
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bobot dimensi agroindustri sebesar 65,74 cukup berkelanjutan dan elemen yang saat ini paling berperan dalam
mendukung dimensi agroindustri adalah 1 jenis produk olahan, 2 kelayakan agroindustri dan 3 nilai ekonomi komoditas unggulan. Rincian nilai masing-
masing elemen disajikan dalam Gambar 7.
Gambar 7. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Agroindustri Masyarakat perikanan di Kawasan Minapolitan tidak hanya memproduksi
lele dalam bentuk segar tetapi juga telah melakukan pengolahan terhadap bahan baku lele agar mendapatkan nilai tambah. Jenis produk olahan lele mendapat
penilaian tertinggi diantara elemen pendukung agroindustri lainnya 92,59 karena produk olahan lele saat ini tidak hanya berupa lele asap tapi sudah
mengalami diversifikasi dalam bentuk produk olahan seperti nugget, baso dan abon lele. Penilaian terhadap skala industri pengolahan dan produktivitas hasil
agroindustri masih terbilang rendah dengan nilai masing-masing elemen sebesar 48,15 dan 40,74 karena usaha pengolahan lele masih bersifat industri rumah
tangga dengan kisaran produksi lele olahan yang mampu dihasilkan sebesar 0,5- 6 tontahun. Kisaran produksi ini masih sangat rendah dibandingkan dengan
ketersediaan bahan baku lele yang mampu diproduksi oleh kawasan setiap tahunnya.
Agar produksi olahan lele ini lebih efisien, teknologi pengolahan yang dipakai oleh pelaku usaha perlu ditingkatkan ke taraf yang lebih baik lagi.
40,74 48,15
62,96 92,59
77,78 55,56
81,48 66,67
0,00 25,00
50,00 75,00
100,00 Produktivitas Hasil Agro Industri
Skala Industri Pengolahan Teknologi Pengolahan
Jenis Produk Olahan Nilai Ekonomi Komoditas Unggulan
Masyarakat Yang Terlibat Kelayakan Agroindustri
Pengolahanpemanfaatan limbah …
Penggunaan teknologi tepat guna diharapkan dapat mendongkrak produktifitas agroindustri sekaligus meningkatkan skala usaha industri pengolahan.
Pengembangan kawasan minapolitan ke arah agroindustri sangat dimungkinkan karena komoditas lele merupakan produk yang bernilai ekonomis apalagi
ditunjang oleh banyaknya masyarakat yang terlibat dalam usaha budidaya lele maupun pengolahannya. Biaya produksi dalam budidaya lele dapat ditekan oleh
pembudidaya dengan pemanfaatan limbah sebagai pakan ikan sehingga keuntungan dapat ditingkatkan.
2. Dimensi Pemasaran
Pembobotan yang dilakukan menunjukkan bahwa dimensi pemasaran termasuk dalam dimensi yang cukup berkelanjutan 69,75. Penilaian terhadap
dimensi pemasaran relatif baik karena semua elemen yang terkait dengan pemasaran telah dipenuhi. Elemen yang paling berperan mempengaruhi dimensi
pemasaran adalah 1 Sarana pengangkutan, 2 Standarisasi produk dan Sistem pemasaran, 3 Ketersediaan pasar sarana produksi. Penilaian terhadap sarana
pengangkutan mendapat peringkat tertinggi 81,84 karena sarana pengangkutan untuk distribusi produk lele maupun olahannya tersedia dengan mudah dengan
biaya transportasi yang terjangkau oleh masyarakat. Pasar sarana produksi juga memadai dan mudah diakses. Sistem pemasaran sudah berjalan dengan baik
sehingga memberikan jaminan bagi pembudidaya dalam memasarkan produknya. Tujuan pemasaran juga sudah jelas dan selama ini setiap hasil
panenan lele dapat diserap oleh pasar. Kendati demikian, elemen ini memperoleh peringkat terendah sebesar 55,56 karena perluasan pasar dirasa
perlu dilakukan untuk mengantisipasi kejenuhan pasar yang ada serta sebagai antisipasi pasar seiring peningkatan produksi lele di Kawasan Minapolitan.
Rincian nilai masing-masing elemen disajikan dalam Gambar 8.
Gambar 8. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Pemasaran
3. Dimensi Usaha Tani
Dimensi usaha tani termasuk dalam dimensi yang cukup berkelanjutan dengan bobot sebesar 72,84. Elemen yang paling mendukung dalam dimensi
usaha tani adalah 1tingkat permintaan pasar dan 2 pembenihan dan pembesaran lele. Nilai masing-masing elemen disajikan dalam Gambar 9.
Gambar 9. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Usaha Tani Elemen pembenihan dan pembesaran dan elemen tingkat permintaan
pasar memperoleh poin tertinggi sebesar 96,30. Ini dapat dijelaskan bahwa usaha budidaya lele di Kawasan Minapolitan sebagian besar dilakukan dalam
55,56 74,07
70,37 74,07
81,48 62,96
0,00 25,00
50,00 75,00
100,00 Tujuan Pemasaran
Sistem Pemasaran Ketersediaan Pasar Sarana Produksi
Perikanan Standarisasi Produk
Sarana Pengangkutan Biaya Pengangkutan
74,07 96,30
70,37 96,30
59,26 59,26
48,15 59,26
0,00 25,00
50,00 75,00
100,00 Pelaku Usaha Budidaya
Tingkat Permintaan Pasar Ketersediaan Lahan
Pembenihan dan Pembesaran Penggunaan Vitamin Oleh
… Penggunaan Obat-obatan Oleh
… Kualitas SDM Pembudidaya Ikan
Aksesibilitas Permodalan
bentuk usaha pembenihan 42,73 persen dan pembesaran 39,09 persen yang mengindikasikan pembudidaya di Kawasan Minapolitan selain telah dapat
memenuhi kebutuhan benih sendiri juga mampu untuk mensuplai benih bagi pelaku usaha pembesaran di luar kawasan. Tingkat permintaan pasar yang tinggi
merupakan peluang bagi pembudidaya untuk dapat melakukan usaha secara berkelanjutan. Pelaku usaha yang banyak serta ketersediaan lahan yang
memadai merupakan potensi besar yang dimiliki kawasan untuk dapat terus meningkatkan produktivitas lele lebih tinggi dari capaian yang telah diraih saat
ini. Produksi lele konsumsi pada Tahun 2011 di Kawasan Minapolitan mencapai 20.377 tontahun atau berkontribusi sebesar 60,06 persen dari total produksi lele
konsumsi di Kabupaten Bogor.
Elemen kualitas SDM memperoleh penilaian sebesar 48,15 dalam kontribusinya mendukung dimensi usaha tani di kawasan minapolitan saat ini.
Dimensi usaha tani ini akan lebih mapan apabila kualitas SDM pembudidaya dapat lebih ditingkatkan sehingga mampu menerapkan Cara Budidaya Ikan yang
Baik CBIB dalam proses budidaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas lele yang dihasilkan. Selain itu sumber permodalan perlu lebih didekatkan dan
dipermudah aksesnya agar para pelaku usaha memiliki kemampuan untuk meningkatkan kapasitas produksi.
4. Dimensi Infrastruktur
Dimensi infrastruktur merupakan dimensi yang mempunyai nilai bobot tertinggi yaitu sebesar 83,33. Infrastruktur merupakan motor penggerak bagi
pelaksanaan seluruh subsistem yang terkait mulai dari subsistem hulu hingga hilir. Keberadaan infrastruktur di Kawasan Minapolitan saat ini sudah cukup
memadai. Untuk elemen penunjang dimensi infrastruktur yang mempunyai nilai tertinggi adalah 1 jaringan telekomunikasi dan Jaringan listrik, 2 Jalan
penghubung dan poros desa-kota, 3 Jaringan air bersih dan Jaringan pengairanirigasi. Rincian nilai selanjutnya untuk masing-masing elemen
pendukung dimensi infrastruktur seperti yang terlihat dalam Gambar 10.
Gambar 10. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Infrastruktur Untuk keberlanjutan usaha perikanan di masa yang akan datang,
pemeliharan terhadap infrastruktur utama seperti jaringan irigasi, jalan produksi dan jaringan air bersih harus selalu diperhatikan. Oleh karena itu manajemen
kawasan yang memperhatikan keberlangsungan keberadaan infrastruktur penunjang ini sangat diperlukan. Sebagai perbandingan, Shaffril et.al 2010
menyatakan bahwa organisasi pengelola Kawasan Agropolitan, Kuala Lipis, Pahang Malaysia tidak hanya menangani infrastruktur yang terkait dengan
produksi tetapi juga berbagai akomodasi yang disediakan dalam kawasan seperti gedung serbaguna, masjid, toko, taman kanak-kanak dan lain sebagainya.
Proyek agropolitan seperti ini tidak saja bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani tetapi juga bermanfaat untuk meningkatkan kehidupan
sosial masyarakat dalam hal kepemimpinan, agama, pemukiman dan pemberdayaan perempuan pembangunan.
5. Dimensi Suprastruktur
Pengelolaan Kawasan Minapolitan saat ini menunjukkan bahwa dimensi suprastruktur dalam kawasan termasuk dalam status berkelanjutan dengan bobot
sebesar 75,13. Komponen pendukung non-materi yang paling menonjol pada Kawasan Minapolitan adalah: 1 kebijakan Pemerintah Kabupaten sektor
perikanan, 2 ketersediaan lembaga penyuluhan, 3 pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, 4 ketersediaan kelompok perikanan. Rincian dan nilai masing-
masing elemen pendukung dimensi suprastruktur disajikan dalam Gambar 11.
77,78 77,78
85,19 81,48
96,30 96,30
81,48 70,37
0,00 25,00
50,00 75,00
100,00 Bangunan Penyuluh Perikanan
Kondisi Jalan Produksi dan Usaha …
Jalan Penghubung dan Poros Desa- …
Jaringan PengairanIrigasi Jaringan Listrik
Jaringan Telekomunikasi Jaringan Air Bersih
Jaringan Drainase Pemukiman
Gambar 13. Nilai Elemen Pendukung Dimensi Suprastruktur Kebijakan pemerintah dalam mendukung pengembangan kawasan jelas
terlihat setelah ditetapkannya Kecamatan Ciseeng, Gunungsindur, Parung dan Kemang sebagai Kawasan Minapolitan. Ketetapan ini berimbas kepada
kebijakan anggaran pembangunan perikanan yang lebih terarah dalam pengembangan komoditas unggulan perikanan. Pembangunan kawasan ini
diikuti juga didukung oleh lembaga penyuluhan perikanan seperti Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan milik pemerintah dan Unit
Pelayanan dan Pengembangan UPP Perikanan Budidaya yang merupakan sebuah lembaga atau organisasi usaha kelompok pembudidaya ikan yang juga
terlibat dalam melakukan penyuluhan bagi kelompok-kelompok pembudidaya pemula. Keberadaan lembaga ini turut berkontribusi dalam pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat. Tiga elemen yang perlu ditingkatkan perannya dalam memperkuat dimensi
suprastruktur adalah: 1 ketersediaan lembaga keuanganbank, 2 ketersediaan koperasi, dan 3 jumlah penyuluh perikanan. Ketersediaan lembaga perbankan
dan koperasi di kawasan cukup memadai tetapi perannya dalam pengembangan usaha masyarakat belum dilakukan secara maksimal. Selain itu jumlah penyuluh
perikanan di kawasan minapolitan masih terbatas yaitu sebanyak 6 orang, dengan kata lain satu penyuluh melayani 183 orang pembudidaya.
Kondisi masing-masing elemen pada setiap dimensi ditampilkan dalam Tabel 23. Elemen yang memiliki nilai indeks 0-25 termasuk kategori buruk; nilai
85,19 96,30
33,33 59,26
66,67 92,59
92,59
0,00 25,00
50,00 75,00
100,00 Ketersediaan Kelompok Perikanan
Kebijakan PEMKAB Sektor Perikanan dalam Lima Tahun Terakhir
Jumlah Penyuluh Perikanan Ketersediaan Koperasi
Ketersediaan Lembaga KeuanganBank
Ketersediaan Lembaga Penyuluhan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
indeks 26-50 termasuk dalam kategori kurang baik; nilai indeks 51-75 termasuk dalam kategori cukup baik; dan nilai indeks 76-100 termasuk dalam kategori baik.
Tabel tersebut memperlihatkan bahwa skala industri pengolahan, produktivitas agroindustri, kualitas sumberdaya manusia perikanan dan jumlah penyuluh
perikanan perlu diperbaiki untuk meningkatkan status keberlanjutan kawasan dari status „cukup berkelanjutan‟ menjadi „berkelanjutan‟ sebagai langkah menuju
industrialisasi lele yang bersifat global seperti yang telah dicapai dalam
pengembangan komoditas udang Rivera-ferre, 2009.
Tabel 24. Kondisi Elemen pada Masing-masing Dimensi Pendukung Keberlanjutan Kawasan Minapolitan
Dimensi Kondisi Elemen
Bur u
k
Kurang Baik
Cukup Baik Baik
Agroindu stri
1. Skala industri pengolahan
2. Produktifitas hasil
agroindustri 1. Pengolahan
pemanfaatan limbah
2. Teknologi pengolahan
3. Jumlah masyarakat
yang terlibat 1. Jenis produk olahan
2. Kelayakan agroindustri
3. Nilai ekonomi komoditas unggulan
Pemasar an
1. Standarisasi produk
2. Sistem pemasaran
3. Ketersediaan pasar sapras
perikanan 4. Biaya
pengangkutan 5. Tujuan
pemasaran 1. Sarana pengangkutan
Usaha Ta
ni 1. Kualitas SDM
pembudidaya ikan
1. Pelaku usaha budidaya
2. Ketersediaan lahan
3. Aksesibilitas permodalan
4. Penggunaan obat-obatan
5. Penggunaan vitamin
1. Pembenihan dan pembesaran lele
2. Tingkat permintaan pasar
Infrastru ktu
r 1. Jaringan
drainase pemukiman
1. Jaringan listrik 2. Jaringan
telekomunikasi 3. Jaringan penghubung
poros desa 4. Jaringan air bersih
5. Jaringan
Dimensi Kondisi Elemen
Bur u
k
Kurang Baik
Cukup Baik Baik
pengairanirigasi 6. Kondisi jalan produksi
usaha tani 7. Bangunan
penyuluhan perikanan Suprastr
ukt ur
1. Jumlah penyuluh
perikanan 1. Ketersediaan
lembaga keuangan bank
2. Ketersediaan koperasi
1. Kebijakan Pemkab sektor perikanan
2. Pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan 3. Ketersediaan
lembaga penyuluhan 4. Ketersediaan
kelompok perikanan
VI. STRATEGI PENGEMBANGAN
6.1 Identifikasi Faktor Strategis Pengembangan Kawasan Minapolitan
Lingkungan strategis pengembangan perikanan berbasis komoditas lele di Kawasan Minapolitan Kabupaten Bogor meliputi lingkungan internal dan
eksternal. Lingkungan internal merupakan semua faktor dalam lingkup Kawasan Minapolitan, yaitu sumber daya perikanan, sumber daya manusia perikanan,
teknologi, infrastruktur, dan kelembagaan pendukung. Lingkungan eksternal meliputi faktor ekonomi, sosial dan budaya serta unsur-unsur lain diluar
lingkungan internal tersebut di atas. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal
yang merupakan peluang dan ancaman sebagai komponen pembentuk matriks SWOT David, 2004; Karim dan Ahmed 2011.
Hasil pengamatan dan wawancara dengan responden, dapat diidentifikasi beberapa faktor dalam lingkungan strategis yang berpengaruh terhadap
pengembangan Kawasan Minapolitan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat perikanan di Kabupaten Bogor. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan
menjadi faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor ekternal yang merupakan peluang dan ancaman.
6.1.1 Identifikasi Faktor Internal 1 Kekuatan
Faktor internal yang berpengaruh terhadap pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bogor yang diidentifikasi sebagai kekuatan antara lain
adalah: a keunggulan komparatif komoditas lele, b jumlah pembudidaya lele yang besar, c adanya kelembagaan pendukung, d siklus produksi tidak bersifat
musiman, e potensi lahan yang memadai dan f tersedianya infrastruktur yang memadai.
a. Keunggulan komparatif komoditas lele
Lele merupakan komoditas perikanan yang sudah umum dibudidayakan masyarakat di Kecamatan Ciseeng, Parung, Kemang dan Gunungsindur,
sehingga menjadikannya salah satu pertimbangan pemerintah dalam menetapkan daerah tersebut sebagai Kawasan Minapolitan. Teknologi budidaya
secara sederhana telah dikuasai oleh para pembudidaya. Lele sebagai komoditas unggulan memiliki beberapa keunggulan komparatif lele dibandingkan
ikan jenis lain, diantaranya adalah: 1 lele dapat dibudidayakan pada lahan dan kondisi air yang terbatas; 2 lele memiliki padat tebar yang tinggi, 3 lele memiliki
pangsa pasar yang luas, 4 usaha budidaya lele dapat dilakukan dari skala rumah tangga hingga skala industri; dan 5 proses produksi lele telah memiliki
SNI sebagai acuan bagi pembudidaya untuk mendapatkan lele dengan mutu yang baik, diantaranya adalah SNI: 01-6484.4-2000 tentang Produksi Benih Ikan
Lele Dumbo Clarias gariepinus Xc.Fuscus Kelas Benih Sebar dan SNI: 01- 6484.3-2000 tentang Produksi Induk Ikan Lele Dumbo Clarias gariepinus
Xc.Fuscus Kelas Induk Pokok Parent Stock. Kriteria Kawasan Minapolitan salah satunya adalah terdapatnya kegiatan
yang terintegrasi dari hulu sampai hilir yang meliputi kegiatan pembenihan, pembesaran, pengolahan dan pemasaran. Penentuan komoditas lele sebagai
komoditas unggulan di Kawasan Minapolitan dilakukan melalui analisa terhadap beberapa parameter yang berkaitan dengan aspek tersebut. Berdasarkan
analisis skoring, produktivitas ikan lele di Kabupaten Bogor cukup tinggi dibandingkan dengan komoditi ikan yang lain. Persyaratan kualitas air untuk
kegiatan budidaya lele tidak seketat budidaya ikan jenis lain. Selain itu pasar lele juga cukup menjanjikan seiring meningkatnya konsumsi ikan di masyarakat.
Skoring dari masing-masing komoditas ikan konsumsi di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Skor Penentuan Komoditas Unggulan Ikan Air Tawar di Kabupaten Bogor
N Indikator
Budidaya Komoditas Ikan Konsumsi
M Gu
N L
P B
T Tamb
a k
a n
1 Produksi
3 3
2 5
1 1
1 1
2 Produktivitas
3 2
3 5
4 3
2 2
3 Potensi Pasar
4 3
5 5
2 2
2 1
4 Jumlah Pelaku
3 4
3 5
2 3
1 1
5 Harga
4 5
3 3
2 2
5 3
6 Lama
Pemeliharaan 4
2 4
5 3
3 2
2 7
Marginm
2
tahun 3
2 2
5 4
2 3
3 8
Persyaratan Kualitas Air
3 4
3 5
5 3
3 4
Indikator Pengolahan
9 Rendemen fillet
1 3
4 4
5 2
1 1