14 pelancar yaitu permodalan, penanggungan risiko, dan informasi. Untuk distributor
dan retail juga melakukan ketiga fungsi tersebut kecuali fungsi pengeringan dan penggilingan.
Kategorisasi ditemukan pada penelitian Ellis et al. 1992 yang membagi lembaga tataniaga berdasarkan fungsinya menjadi pedagang gabah-gabah,
pedagang gabah-beras, penggilingan, dan pedagang beras-beras. Namun kategorisasi tersebut perlu memperhatikan fleksibilitas pada masing-masing
lembaga tataniaga yang memiliki kemampuan melewati batasan kategori dimana lembaga tataniaga mungkin dapat melakukan fungsi penjualan beras dan gabah
dalam waktu bersamaan. Suatu lembaga tataniaga juga mungkin berganti fungsi dari satu musim ke musim lainnya. Proses pengkategorian lembaga tataniaga juga
menggunakan pendekatan fungsi yang dijalankan dan atau skala usaha. Lembaga tataniaga yang umumnya terlibat dapat dikategorikan menjadi petani, pedagang
pengumpul, kelompok tani, pengumpul luar daerah, pedagang grosir, pedagang ritel Zalukhu 2009, Murdani 2008, dan Mardianto et al. 2005,
komisionerbroker, dan eksportir Wiboonpongse et al. 2001.
2.2.3. Studi Empirik Struktur dan Perilaku Pasar Beras
Efisiensi pasar pada sebuah saluran tataniaga dapat dilihat dari kondisi struktur dan perilaku pasar. Dalam melihat efisiensi kondisi sebuah pasar
dilakukan melalui identifikasi komponen biaya tataniaga, marjin tataniaga, rasio keuntungan dan biaya, serta
farmer’s share yang diperoleh petani. Secara umum struktur pasar beras merupakan suatu pasar yang termasuk
dalam pasar persaingan tidak sempurna yang cenderung pada pasar oligopoli. Hal ini diindikasikan dengan rendahnya hambatan keluar masuk pasar, konsentrasi
petani yang lebih banyak dari pedagang beras, tidak adanya diferensiasi dalam kualitas produk, dan informasi pasar yang mudah diperoleh semua lembaga
tataniaga Ministry of Agriculture and Rural Development of Vietnam 1999, Rusastra et al. 2001, dan Bank Indonesia 2009.
Perilaku pasar beras merupakan sikap lembaga tataniaga dalam mengambil keputusan. Perilaku pasar beras di tingkat petani merupakan turunan akumulatif
dari perilaku pasar di atasnya. Perilaku pasar beras dianalisis dengan melihat
15 bagaimana mekanisme pembentukan harga di setiap lembaga. Untuk mengetahui
bagaimana mekanisme pembentukan harga maka analisis dilakukan melalui pendekatan lokasi penjualan, pembeli dominan, cara pembayaran, dan ikatan
dengan pembelinya Rusastra et al. 2001. Lokasi penjualan di tingkat petani umumnya dilakukan di sawah atau
bukan di sawah. Sekitar 80 persen petani di Indonesia menjual hasil panennya di sawah. Petani yang menjual hasil panennya di sawah pada umumnya menjual
dengan sistem tebasan. Hal ini tidak menunjukan lemahnya data tawar petani tetapi karena petani melihat adanya kelebihan dari sistem tebasan dan
menguntungkan pada kedua belah pihak Rusastra et al. 2001. Namun pernyataan ini perlu dikaji kembali karena sistem tebas di sisi lain dapat merugikan petani.
Petani secara umum adalah petani kecil yang memiliki akses permodalan lemah sehingga terkadang sistem panen tebas merupakan jalan pintas untuk segera
mendapatkan uang. Pembeli hasil panen yang dominan di tingkat petani adalah pedagang
pengumpul meskipun pada dasarnya petani telah memiliki banyak pilihan dalam menjual hasil panennya Rusastra et al. 2001 dan Sutawi 2009. Hasil penelitian
yang berbeda ditemukan di daerah Karawang dimana petani lebih dominan menjual langsung hasil panennya kepada pedagangpenggilingan Sidik dan
Purnomo 1991, dalam Mardianto 2005. Sistem pembayaran yang biasanya ditemui dalam praktik tataniaga beras
yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem tunda bayar. Rusastra et al. 2001 menyatakan bahwa 73,3 persen petani menerima pembayaran secara tunai.
Sedangkan sisanya sebanyak 26,7 persen menerima pembayaran sekitar satu hingga dua minggu setelah penjualan hasil panen. Mekanisme tunda bayar ini
terkait dengan adanya ikatan antara petani dan pedagang berupa ikatan langganan, ikatan kekeluargaan, dan ikatan modal.
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam konsep struktur dan perilaku pasar pada lembaga yang
terlibat dalam tataniaga beras. Secara umum petani menghadapi pasar persaingan tidak sempurna dan cenderung bersifat oligopoli. Petani yang menjual hasil
panennya melalui sistem tebas karena ada pengaruh dari peran tengkulak atau
16 pedagang pengumpul yang dominan. Hal ini dapat dikaitkan dengan keinginan
petani dalam mendapatkan uang dalam waktu yang cepat dan ikatan dengan tengkulak tersebut. Sistem pembayaran yang berlaku pada umumnya adalah tunai
dan tunda bayar.
2.2.4. Studi Empirik Biaya dan Marjin Tataniaga Beras