27 melainkan total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil penjualan
produknya. Farmer’s Share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk
menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Kohls dan Uhls 1990 mendefinisikan
farmer’s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani sebagai bagian dari kegiatan usahatani yang dilakukannya
dalam menghasilkan suatu komoditas. Nilai farmer’s share ditentukan oleh
besarnya rasio harga yang diterima produsen dan harga yang dibayarkan konsumen.
Saluran tataniaga yang tidak efisien secara kuantitatif akan relatif memberikan marjin dan biaya tataniaga yang lebih besar. Biaya tataniaga ini
biasanya dibebankan kepada petani melalui harga beli sehingga harga yang diterima petani lebih rendah. Biaya tataniaga yang tinggi menyebabkan besarnya
perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen sehingga akan menurunkan nilai
farmer’s share. Sebaliknya pada saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjin tataniaga dan biaya tataniaga menjadi
lebih rendah sehingga perbedaan harga petani dengan konsumen lebih kecil dan nilai
farmer’s share akan meningkat.
3.1.3.3. Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya
Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Persebaran rasio keuntungan dan biaya yang merata
dan rendahnya marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran menunjukkan bahwa secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
3.1.4. Konsep Struktur Pasar
Dalam melakukan analisis tataniaga maka analisis sturktur pasar menjadi salah satu elemen yang paling penting untuk diamati. Ada tiga hal yang perlu
diketahui agar produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang efisien, yaitu: 1 konsentrasi pasar dan jumlah produsen, 2 sistem keluar masuk
barang yang terjadi di pasar, dan 3 diferensiasi produk Limbong Sitorus
1987.
28 Menurut Dahl dan Hammond 1977, struktur pasar menggambarkan fisik
dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu 1 jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, 2
kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, 3 pengetahuan informasi pasar, dan 4 hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya
biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan.
Pasar tidak bersaing sempurna dapat dilihat dari dua sisi yaitu produsen dan konsumen. Dilihat dari sisi produsen terdiri atas pasar persaingan
monopolistik, monopoli, duopoli, dan oligopoli, sedangkan dari sisi pembeli konsumen terdiri atas pasar persaingan monopolistik, monopsoni, dan
oligopsoni Dahl Hammond 1977. Karakteristik masing-masing struktur pasar
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik dan Struktur Pasar
No Karakteristik
Struktur Pasar Jumlah
Pembeli Jumlah
Penjual Sifat
Produk Pengetahuan
Informasi Pasar
Hambatan Keluar
Masuk Pasar
Sisi Pembeli Sisi
Penjual
1 Banyak Banyak Homogen
Sedikit Rendah
Persaingan murni
Persaingan murni
2 Banyak Banyak Diferensiasi
Sedikit Tinggi
Persaingan monopolistik
Persaingan monopolistik
3 Sedikit
Sedikit Homogen Banyak
Tinggi Oligopsoni
murni Oligopoli
murni 4
Sedikit Sedikit Diferensiasi
Banyak Tinggi
Oligopsoni diferensiasi
Oligopoli diferensiasi
5 Satu
Satu Unik
Banyak Tinggi
Monopsoni Monopoli
Sumber: Dahl dan Hammond 1977
3.1.5. Konsep Perilaku Pasar
Dahl dan Hammond 1977 menyatakan bahwa perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan
dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus
diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang
29 meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar
lembaga tataniaga. Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar sehingga mampu merencanakan kegiatan tataniaga secara efisien dan
terkoordinasi. Selanjutnya akan tercipta kinerja keuangan yang memadai di sektor pertanian dan berbagai sektor komersial lainnya.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kabupaten Demak sebagai salah satu daerah yang menjadi sentra produksi beras di Provinsi Jawa Tengah memiliki peran penting dalam rangka menjaga
stabilitas persediaan beras nasional. Penghargaan Nasional tentang ketahanan pangan yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia atas keberhasilan
Kabupaten Demak dalam meningkatkan produksi padi pada tahun 2007-2009 merupakan salah satu bukti bahwa Kabupaten Demak masih menjadi daerah yang
perlu mendapatkan perhatian khusus terkait komoditi pangan, khususnya beras. Namun pada bulan Februari 2011, terjadi sebuah kekhawatiran pada
masyarakat Demak yang disebabkan oleh tingginya harga beras. Masyarakat berada dalam keadaan yang kurang diuntungkan karena kondisi ini, terutama
masyarakat golongan bawah. Kondisi tersebut membuat warga kesulitan membeli beras dikarenakan stok beras di petani maupun RMU padi sudah sangat menipis.
Bahkan raskin yang banyak dicari masyarakat miskin juga sulit didapatkan karena stoknya sangat terbatas. BULOG sebagai lembaga yang menjaga stabilitas harga
beras di pasar, seharusnya mampu berperan dalam keadaan tersebut. Namun jika dilihat pada keadaan di lapang, maka BULOG seakan belum menjalankan
fungsinya untuk memperkuat ketahanan pangan terutama pada rumah tangga miskin.
Permasalahan berikutnya adalah rendahnya harga GKP di Kabupaten Demak sepanjang bulan Februari 2011 yang lalu. Penurunan terjadi baik di tingkat
petani maupun RMU yaitu pada kisaran 17-20 persen. Survei harga produsen gabah yang dilakukan Badan Pusat Statistik BPS Jawa Tengah ini mencatat
bahwa harga GKP terendah terdapat di Kabupaten Demak pada harga Rp 2.000,00 per kilogram dan Rp 2.020,00 per kilogram untuk harga GKG.