Analisis Saluran Tataniaga dengan Subdivre BULOG sebagai Konsumen Akhir

50 4 Saluran 4A: Petani  tengkulak  RMU  Konsumen Individu Pada saluran 4A, GKP dari petani dijual kepada tengkulak dari daerah setempat. GKP dari tengkulak kemudian dijual keapada RMU dan RMU langsung menjual beras kepada konsumen individu. Beberapa warga yang tempat tinggalnya berdekatan dengan RMU lebih memilih membeli beras langsung kapada RMU tersebut karena harga beras di RMU lebih murah dari beras yang sudah sampai di pasar setempat. Petani menjual 100 persen 227,7 ton GKP kepada tengkulak. Dari tengkulak, 100 persen 1.565 ton gabah disalurkan kepada RMU. Beras dari RMU langsung disalurkan kepada konsumen individu sebesar 5,81 persen 16 ton. Secara keseluruhan, pangsa pasar beras yang mengalir melalui saluran 4A sebesar 14,78 persen dari total perdagangan. Total kuantitas beras yang diperdagangkan pada saluran 4A adalah sebesar 1.808,7 ton.

6.1.2. Analisis Saluran Tataniaga dengan Subdivre BULOG sebagai Konsumen Akhir

Keterangan: =Aliran gabah = Aliran beras Gambar 5. Saluran Tataniaga Beras B Desa Kenduren Tahun 2011 1 Saluran 1B: Petani  Tengkulak  RMU  Grosir  Subdivre BULOG Pada saluran 1B, gabah dari petani disalurkan kepada tengkulak, dari tengkulak kepada RMU, RMU kepada grosir, dan grosir kepada Subdivre BULOG. Petani menjual 100 persen beras 227,7 ton kepada tengkulak. Dari Petani RMU Tengkulak 18,17 100 65,12 Subdivre BULOG Grosir 100 77,21 51 tengkulak, 100 persen 1.565 ton gabah disalurkan kepada RMU. RMU menyalurkan beras kepada grosir sebesar 65,12 persen 179,2 ton dari total produksi beras. Beras dari grosir disalurkan kepada BULOG selaku Mitra Kerja sebesar 77,21 persen 610 ton dari total beras yang diperdagangkan. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa pada saluran I telah mengalir perdagangan beras sebesar 21,22 persen dengan kuantitas perdagangan sebesar 2.581,9 ton. Berdasarkan aliran perdagangan tersebut, saluran 1B memiliki volume perdagangan yang terbesar. Kontribusi perdagangan yang besar berasal dari beras yang dijual oleh RMU kepada grosir dan grosir kepada Subdivre BULOG Semarang. Total kuantitas beras yang diperdagangkan pada saluran 1B adalah sebesar 2.581,9 ton. Oleh karena itu, saluran ini layak untuk terus dikembangkan karena memberikan prospek pasar yang baik dalam menyerap produk yang diperjualbelikan lembaga tataniaga. Jika dilihat dari pangsa pasar dari total perdagangan grosir, grosir menjual sebagian besar beras kepada Subdivre BULOG. Hubungan kerjasama grosir dan Subdivre BULOG disebut dengan Mitra Kerja. BULOG membeli beras dari grosir dengan harga Rp 5.100,00 per kilogram. Harga tersebut berada di atas HPP yang ditetapkan yaitu Rp 5.060,00 per kilogram di luar kualitas pasar. HPP tersebut merupakan kebijakan internal Subdivre BULOG Semarang dalam rangka memberikan subsidi agar Mitra Kerja bersedia menjual beras mereka ke BULOG. Hal ini merupakan usaha BULOG dalam menjaga jumlah stok beras pemerintah untuk konsumsi nasional. Pemberian subsidi tersebut dilakukan karena HPP BULOG selalu berada di bawah harga pasar yaitu berkisar pada harga Rp 5.500,00 per kilogram. Hubungan grosir dengan BULOG telah berjalan selama tiga tahun dan menimbulkan ikatan kerja yang baik. Hal ini terbukti dengan grosir terus memberikan suplai berasnya kepada BULOG meskipun HPP selalu di bawah harga pasar. Jika dicermati lebih jauh, fungsi BULOG sebagai lembaga yang memberikan jaminan harga dan pasar kepada produsen dan dalam hal ini petani, belum terlaksana. Padahal apa yang tertuang dalam Instruksi Presiden mengenai Kebijakan perberasan, Inpres tersebut dengan jelas menugaskan BULOG untuk menjaga harga di tingkat produsen melalui pengadaan dalam negeri dengan 52 menyerap surplus yang dipasarkan petani selama periode panen berdasarkan HPP. Disamping untuk melindungi petani, pengadaan dalam negeri juga berperan sebagai jaminan pasar atas produksi petani. Namun dengan melihat kinerja BULOG di Desa Kenduren, fungsi tersebut belum dilaksanakan karena BULOG tidak menyentuh produksi petani, sedangkan kondisi petani dalam sebuah tataniaga beras tidak memiliki posisi tawar kuat. Di sisi lain, BULOG memberikan persyaratan yang wajib dipenuhi bagi pihak yang ingin bergabung menjadi Mitra Kerja, persyaratan umum tersebut antara lain memiliki modal usaha, memiliki penggilingan, mampu memenuhi persyaratan teknis beras yang diminta, dan lain sebagainya. Petani tentu saja kesulitan jika harus memenuhi persyaratan tersebut. Sehingga langkah realistis yang dapat ditempuh adalah dengan mengoordinir petani melalui sebuah organisasi yang legal. Organisasi yang dimaksud dapat berupa kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi. Dengan mengoordinir gabah produksi petani melalui organisasi, segala persyaratan yang di wajibkan BULOG diharapkan dapat dipenuhi. Permasalahan yang saat ini muncul di lokasi penelitian adalah peran kelompok tani yang tidak aktif dan tidak mampu memerikan nilai lebih bagi anggotanya. Tindakan pertama yang harus dilakukan saat ini adalah dengan menghidupkan kembali fungsi kelompok tani agar dapat memberikan manfaat kepada para anggota khususnya dalam hal penjualan gabah hasil panen. 2 Saluran 2B: Petani  Tengkulak  RMU  Subdivre BULOG Pada saluran 2B, GKP dari petani dijual kepada tengkulak, dari tengkulak keapada RMU, dan RMU kepada Subdivre BULOG. Petani menjual 100 persen 227,7 ton hasil panennya berupa GKP kepada tengkulak setempat. Dari pihak tengkulak, 100 persen 1.565 ton GKP kemudian disalurkan kepada RMU. GKP yang berasal dari RMU sebesar 18,17 persen 50 ton dijual kepada Subdivre BULOG Semarang yang menjadi Mitra Kerja RMU tersebut. Berdasarkan penelusuran pada saluran 2B, secara keseluruhan pangsa pasar beras yang mengalir sebanyak 15,14 persen. Total kuantitas beras yang diperdagangkan pada saluran 2B adalah sebesar 1842,7 ton. 53 Seperti pada pembahasan saluran 1B, RMU pada saluran 2B merupakan Mitra Kerja dari BULOG. Namun perdagangan beras dari RMU pada saluran 2B tidak memiliki persentase pangsa pasar sebesar beras dari grosir kepada BULOG. Hal ini dikarekan tidak banyak RMU yang aktif di lokasi penelitian. RMU yang kontinyu berproduksi hanyalah RMU yang memiliki akses permodalan yang baik. Selain itu, lumpuhnya kegiatan RMU tersebut juga dipengaruhi oleh semakin banyaknya RMU keliling. RMU keliling yang telah banyak beroperasi di lokasi penelitian cukup menjadi ancaman bagi RMU setempat.

6.2. Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga Beras Desa Kenduren