Perbandingan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik

penalaran analogi matematik siswa pada kelas kontrol. Dengan kata lain kemampuan penalaran analogi kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kemampuan analogi kelas kontrol. Tabel 4.4 Perbandingan Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Soal Penalaran Analogi Matematik No. Indikator Rata-rata ̅ Skor Eksperimen Kontrol 1. Menyelesaikan masalah jaring-jaring bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses 57,29 51,14 2. Menyelesaikan masalah unsur-unsur bangun ruang sisi lengkung panjang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses 60,42 54,55 3. Menyelesaikan masalah luas selimut bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses 64,58 43,18 4. Menyelesaikan masalah jari-jari alas bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses 65,63 34,09 5. Menyelesaikan masalah perbandingan volume bangun ruang sisi lengkung berdasarkan kesimpulan dari keserupaan data atau proses deret bilangan. 57,29 45,45 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perolehan nilai rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol yang ditinjau dari lima indikator kemampuan penalaran analogi matematik. Pada tabel terlihat bahwa nilai rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai rata-rata kelas konvensional untuk setiap indikatornya. Artinya siswa pada kelas eksperimen memiliki kemampuan penalaran analogi matematik yang lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol.

B. Analisis Data Hasil Penelitian

Data hasil penelitian yang dianalisis adalah rata-rata skor kemampuan penalaran analogi matematik siswa pada kelas eksperimen dan kontrol. Data ini diolah menjadi skor rata-rata, standar deviasi dan varians. Selanjutnya untuk mengetahui apakah perbedaan rata-rata signifikan secara statistik, maka dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. namun sebelum menggunakan uji-t, lebih dulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas sebagai syarat dapat dilakukannya analisis data.

1. Uji Normalitas

Analisis data untuk uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Lilliefors. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal apabila memenuhi kriteria L hitung L0 L tabel dengan taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. Hasil uji normalitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kelompok Jumlah Sampel L hitung L0 L tabel Kesimpulan Eksperimen 24 0,087 0,173 Berdistribusi Normal Kontrol 22 0,179 0,190 Berdistribusi Normal L hitung L0 pada kedua kelas lebih kecil dari L tabel , maka H diterima atau dengan kata lain data sampel pada masing-masing kelas berasal dari populasi berdistribusi normal. Artinya kedua data sampel tersebut dianggap bisa mewakili populasi.

2. Uji Homogenitas

Setelah kedua sampel kelas pada penelitian ini masing-masing dinyatakan berasal dari populasi berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji homogenitas varians kedua kelas tersebut dengan menggunakan uji Fisher dengan taraf signifikan = 0,05. Dari tabel distribusi F dengan derajat kebebasan pembilang adalah 23 dan penyebutnya 21, diperoleh nilai F tabel = 2,05. Hasil dari uji homogenitas varians kedua sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Kelas Jumlah Sampel Varians S 2 F hitung F tabel α =0,05 Kesimpulan Eksperimen 24 303,65 1,13 2,05 Homogen Kontrol 22 269,61 Pada tabel di atas terlihat bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel , dengan demikian H diterima, artinya data yang diperoleh mempunyai varians populasi yang sama atau homogen.

3. Pengujian Hipotesis

Pada pengujian persyaratan analisis didapat hasil data kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, sehingga hal ini memenuhi persyaratan pengujian hipotesis. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dilakukan langkah selanjutnya yaitu menguji hipotesis dengan menggunakan uji-t untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas eksperimen yang menerapkan pendekatan metaphorical thinking lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan rata- rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional. Hasil uji hipotesis dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Hasil Uji Hipotesis Kelas n Mean t hitung t tabel α = 0,05 Kesimpulan Eksperimen 24 61,50 3,18 1,68 Tolak H dan terima H 1 Kontrol 22 45,59 Berdasarkan hasil uji-t pada tabel 4.8 terlihat bahwa t hitung t tabel , dengan demikian H ditolak dan H 1 diterima dengan taraf signifikansi 5. Sketsa penerimaan H 1 disajikan pada gambar 4.6 berikut ini: Gambar 4.4 Kurva Uji Hipotesis 1,68 3,18 Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa nilai t hitung jatuh pada daerah penolakan H , artinya H ditolak dan H 1 diterima dengan taraf signifikansi 5. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang menerapkan pendekatan metaphorical thinking lebih tinggi daripada rata-rata hasil tes kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis terdapat perbedaan rata-rata kemampuan penalaran analogi matematik siswa antara kelas eksperimen dan kontrol. Kelas eksperimen mendapatkan nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan metaphorical thinking lebih baik daripada pembelajaran konvensional dalam hal mengembangkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Hal ini dikarenakan melalui pendekatan metaphorical thinking, siswa belajar menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun. Proses dalam penganalogian tersebut cukup berpengaruh terhadap pengembangan kemampuan penalaran analogi. Bahkan Presmeg menyatakan bahwa metaphor dapat didefinisikan sebagai implisit dari sebuah analogi. 1 Selain itu Carreira juga menyatakan bahwa pernyataan metaforik mencetuskan analogi, akan tetapi ketimbang menjadi penyebab atau alasannya, analogi merupakan hasil dari metafora. 2 Penalaran analogi matematik merupakan salah satu bentuk kemampuan bernalar yang membandingkan dua hal atau konsep yang berlainan dengan melihat kesamaan karakteristiknya, dimana perbandingan tersebut dibangun berdasarkan pengetahuan matematik pada masalah sebelumnya sumber untuk menyelesaikan masalah yang lain target, sehingga masalah yang dikerjakan 1 H. Dogan-dunlap, Reasoning with Metaphors and Constructing an Understanding of the Mathematical Function Concept, Proceedings of the 31 th Conference of the International Group for the Psycology of Mathematics Education, Vol. 2, 2007, pp. 209. 2 Susana Carreira, “Where There’s a Model, There’s a Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understandning of a Mathematical Model”, Mathematical Thinking and Learning, Portugal: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2001, h. 265.