Pendekatan Metaphorical Thinking Kajian Teori

yang abstrak tadi dapat dirasakan lewat konsep yang lebih konkrit. Dengan cara ini metafora dapat dipandang sebagai pemetaan dari satu daerah pengalaman ke daerah yang lain. Perlu ditekankan bahwa pemilihan daerah pengalaman yang lebih konkrit tidak sembarangan, tetapi tetap harus memiliki korespondensi logis dengan konsep abstrak yang akan dipahami. Sebagai contoh konsep penjumlahan dan pengurangan dapat dipahami menggunakan koleksi benda. Diberikan masalah kepada siswa sebagai berikut: “dalam sebuah kantong terdapat 5 kelereng, ada sekelompok anak yang terdiri dari 8 orang ingin bermain kelereng. Apakah kelereng yang tersedia cukup untuk sekelompok anak tersebut? Apa yang dilakukan agar masing-masing anak mendapat satu kelereng?” Dalam hal ini siswa berhadapan dengan masalah dua himpunan yang berkorespondensi satu-satu. Jelas bahwa kedelapan anak tidak dapat berkorespondensi satu-satu dengan kelima kelereng, akan ada anak yang tidak mendapat bagian. Dengan demikian dapat disimpulkan kelereng yang tersedia tidak cukup. Pertanyaan kedua mengarahkan pada operasi penjumlahan atau pengurangan tergantung cara pandang siswa. Jika siswa mengatakan ambil kelereng lagi berikan kepada anak yang belum mendapat bagian masing-masing satu berarti siswa mengarah pada konsep penjumlahan 5 + 3 = 8. Namun jika siswa berpendapat ada 8 anak dan 5 kelereng maka ada 3 anak yang tidak mendapat jatah berarti anak lebih dekat pada pengurangan 8 – 5 = 3. Dalam hal ini penjumlahan yang dipahami oleh siswa adalah menggabungkan anggota dari dua himpunan beranggota sama ke dalam satu himpunan himpunan 5 kelereng dengan 3 kelereng agar diperoleh 8 kelereng. Sementara pengurangan adalah mengeluarkan himpunan yang lebih kecil dari himpunan yang lebih besar diambil lima orang yang telah memiliki kelereng dari delapan orang anak seluruhnya sehingga yang sisa adalah tiga orang anak. Selanjutnya guru tinggal mengarahkan pada konsep yang bersesuaian. Inilah salah satu contoh metafora dasar untuk membangun konsep operasi penjumlahan atau pengurangan. Silver, dkk. berpendapat bahwa metafora dapat membantu para murid membentuk hubungan-hubungan antara materi yang belum diketahui dan materi yang sudah diketahui. Metafora juga dapat digunakan untuk membantu para murid memperoleh suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang sesuatu yang sudah diketahui dengan memikirkannya melalui suatu cara baru. 22 Selain itu, metafora juga dapat dijadikan sebagai alat untuk berfikir, menjelaskan atau menginterpretasikan mengenai ide-ide matematika dan prosesnya melalui langkah-langkah peristiwa nyata, dengan menyertakan objek dan proses sehari- hari atau dengan hal-hal yang telah dikenal. 23 Berfikir metaforik atau metaphorical thinking merupakan cara berpikir dengan menggunakan metafora-metafora untuk memahami suatu konsep. Di dalam pembelajaran matematika, penggunaan metafora oleh siswa merupakan suatu cara untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan konsep- konsep yang telah dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari, dimana siswa mengungkapkan konsep matematika tersebut dengan bahasanya sendiri yang menunjukkan pemahamannya terhadap konsep tersebut. Hendriana berpendapat bahwa berpikir metaforik didefinisikan sebagai suatu proses berpikir untuk memahami dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak dalam matematika menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal yang berbeda makna, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan 24 . Sejalan dengan hal tersebut, Lakoff dan Nunez menjelaskan bahwa ide-ide abstrak dalam pikiran diorganisir melalui metaphorical thinking yang dikonseptualisasikan dalam bentuk konkret melalui kesimpulan yang tepat dan cara bernalar yang didasari oleh sistem sensori motori. Metaphorical thinking 22 Harvey F. Silver, dkk., Strategi-Strategi Pengajaran: Memilih Strategi Berbasis Penelitian yang Tepat untuk Setiap Pelajaran.. Terj. Ellys Tjo, Jakarta: Indeks, 2012, h. 145. 23 Mun Ye Lai, Constructing Meanings of Mathematical Registers Using Metaphorical Reasoning and Models, Mathematics Teacher Education and Development Journal, Adelaide, South Australia: Flinders University. Vol. 15.1, pp. 32. 24 Heris Hendriana, “Pembelajaran Matematika Humanis dengan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa”, Infinity, Vol 1, No.1, Februari 2012, h. 7. merupakan mekanisme kognitif yang fundamental yang memungkinkan pemahaman konsep-konsep abstrak dalam bentuk konsep-konsep konkret. 25 Menurut Holyoak dan Thagard, metafora pada metaphorical thinking bergerak dari suatu konsep yang diketahui siswa menuju konsep lain yang belum diketahui atau sedang dipelajari siswa. 26 Melalui proses bermetafora dalam metaphorical thinking, siswa dilatih untuk melihat hubungan antara pengetahuan yang telah mereka peroleh dengan pengetahuan yang akan diperolehnya, sehingga siswa lebih memahami interelasi antar konsep-konsep yang dipelajari. Selanjutnya melalui metafora ide-ide siswa dapat dipetakan secara kuat dan bermakna ke dalam berbagai konteks yang berbeda. 27 Dengan kata lain, dalam metaphorical thinking, siswa dilatih untuk berfikir dengan melihat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengetahuan yang akan mereka peroleh. Selain itu, siswa juga dilatih untuk menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun berdasarkan metafora- metafora. Carreira dalam penelitiannnya menyatakan bahwa fokus pada mekanisme yang terlibat dalam metaphorical thinking, asumsi pertama yang harus dibuat yaitu kemungkinan mengidentifikasi dua topik yang berbeda, topik utama target dan topik tambahan asal. Tiap topik bekerja sebagai sistem konseptual ketimbang hanya sebuah elemen yang terputus. Asumsi kedua menyatakan kemungkinan terjadinya pengembangan koneksi dan hubungan antara kedua sistem. Kehadiran topik utama dalam pernyataan metaforik menginduksi atribut khusus pada topik kedua, yang mana membentuk dan menghasilkan kompleks implikasi yang diproyeksikan dalam topik utama. Hasil yang pokok dari metafora adalah memilih, menegaskan, menekankan, dan mengorganisasikan karakteristik dari topik target dengan mengusulkan dan menekankan ide tentang hal-hal yang 25 Francesca Ferrara, Bridging Perception and Theory: What’s Role Can Metaphors and Imagery Play, European Research In Mathematics Education III, pp. 2. 26 M. Afrilianto, “Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking ”, Infinity, Vol 1, no.2, September 2012, h. 106. 27 A. G. Schink. et al., Structures, Journeys, and Tools: Using Metaphors to Unpack Student Beliefs about Mathematics, School Science and Mathematics, 2008, pp. 594. biasanya berlaku pada topik asal. 28 Lebih lanjut Carreira menjelaskan bahwa pernyataan metaforik mencetuskan analogi, akan tetapi ketimbang menjadi penyebab atau alasannya, analogi merupakan hasil dari metafora. 29 Berpikir metaforik dalam matematika digunakan untuk memperjelas jalan pikiran seseorang yang dihubungkan dengan aktivitas matematiknya. Konsep- konsep abstrak yang diorganisasikan melalui berfikir metaforik dinyatakan dalam hal-hal konkrit. Berfikir metaforik atau metaphorical thinking memiliki tiga komponen yang meliputi: 30 a. Grounding Metaphors, merupakan konseptual metafor yang menyoroti pengalaman sehari-hari terhadap konsep-konsep abstrak. b. Redefinitional Metaphors, merupakan metafora-metafora yang pada umumnya menggantikan konsep dalam teknik pemahaman. c. Linking Metaphors, merupakan metafora-metafora dalam matematika yang menyediakan konsep matematika ke dalam konsep matematika yang lain. Menurut Siler, berfikir metaforik merupakan aktivitas yang merujuk kepada kegiatan yang mengubah sesuatu dari keadaan materi dan makna yang satu ke keadaan yang lain. Proses berfikir metaforik atau metaphorical thinking ini dimulai dengan memindahkan arti dan asosiasi baru dari satu objek atau gagasan ke objek atau gagasan yang lain. 31 Dalam hal ini, objek atau gagasan baru yang akan dipelajari dihubungkan dengan objek atau gagasan lain yang lebih dikenal yang berhubungan dengan permasalahan kontekstual, sehingga hal yang baru tersebut dapat lebih dipahami dan dapat diterapkan pada konteks permasalahan lain yang berkaitan. Terdapat empat tahap metaphorical thinking yang dikemukan oleh Siler, diantaranya: 32 28 Susana Carreira, “Where There’s a Model, There’s a Metaphor: Metaphorical Thinking in Students’ Understandning of a Mathematical Model”, Mathematical Thinking and Learning, Portugal: Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2001, pp. 265. 29 Ibid. 30 R. Nunez, Mathematical Idea Analysis: What Embodied Cognitive Science can Say about the Human Nature of Mathematics, Proceedings of PME 24, Vol. 1, pp. 9. 31 Todd Siler, Think Like a Genius. New York: Bantam Book, 1999, pp. 7. 32 Ibid., pp. 26-31. 1. Koneksi Connection Menghubungkan dengan membandingkan dua atau lebih halide-ide yang akan dipelajari dengan pengalaman sehari-hari atau dengan pengetahuan yang sudah diketahui sebelumnya yang memiliki tujuan untuk memahami sesuatu. 2. Penemuan Discovery Mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan menemukan sesuatu yang baru, serta memecahkan persoalan berdasarkan hubungan atau keterkaitan tersebut dengan cara melibatkan pengamatan dan pengalaman dan mengorganisasikan karakteristik dari topik utama dengan didukung oleh topik tambahan dalam bentuk pernyataan-pernyataan metaforik. 3. Penciptaan Invention Menciptakan sesuatu dan membuat pemahaman baru berdasarkan pada tahap koneksi connection dan penemuan discovery. Suatu penemuan memerlukan suatu proses dari menghubungkan sesuatu dengan yang lain, dan juga memerlukan pengamatan. Dalam hal ini, konsep abstrak dihubungkan dan dipahami melalui proses metafora. Kemudian metafor-metafor tersebut didefinisikan kembali sehingga menghasilkan suatu produk atau hasil yang mana merupakan konsep yang sedang dipelajari. 4. Aplikasi Application Menerapkan produk atau hasil pada persoalan atau konteks lain. Jadi, dapat dikatakan bahwa pada metaphorical thinking materi atau ide- ide matematika yang bersifat abstrak dipindahkan dan dihubungkan dengan materi atau ide-ide yang bersifat konkret masalah kontekstual, kemudian dibangun keterkaitan diantara keduanya dengan cara memilih dan mengorganisasikan karakteristik masalah kontekstual yang sesuai untuk menjelaskan konsep matematika yang bersifat abstrak. Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, pendekatan metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan metafora-metafora untuk menjelaskan dan memahami suatu konsep. Pendekatan metaphorical thinking yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan permasalahan kontekstual yang disusun untuk dipahami, dijelaskan dan diinterpretasikan ke dalam konsep matematis atau sebaliknya, dengan cara menghubungkan dan membandingkan konsep konkrit yang sesuai dengan konsep matematis yang akan dipelajari; mengeksplorasi perbandingan tersebut secara mendalam, membangun keterkaitan dan menemukan konsep yang dimaksud; menghasilkan suatu pemahaman baru berdasarkan hasil temuan; dan mengaplikasikan konsep yang ditemukan ke dalam persoalan atau konteks lain. Adapun tahapan-tahapan pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Grounding Metaphors 1. Connection Koneksi a. Guru merancang penyampaian materi yang dimulai dari pemberian masalah kontekstual yang disajikan dalam LKS b. Siswa diminta untuk menghubungkan atau membandingkan permasalahan tersebut dengan konsep yang akan dipelajari 2. Discovery Penemuan a. Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep-konsep utama dari masalah kontekstual yang telah diberikan 3. Invention Penciptaan a. Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari b. Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut 4. Application Aplikasi a. Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep yang telah disimpulkan pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa. Redefinitional Metaphors 1. Connection Koneksi a. Guru menyajikan konsep yang sedang dipelajari b. Siswa diminta untuk membuat metafora mereka sendiri berdasarkan konsep yang disajikan 2. Discovery Penemuan a. Siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep 3. Invention Penciptaan a. Hasil temuan atau konsep yang ditemukan melalui metafora didefinisikan kembali sesuai dengan materi yang sedang dipelajari b. Guru dan siswa menyimpulkan kesamaan apa yang terbentuk dari perbandingan konsep-konsep tersebut 4. Application Aplikasi a. Siswa mengaplikasikan atau menerapkan konsep yang telah disimpulkan pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa. Linking Metaphors 1. Connection Koneksi a. Siswa diminta untuk membandingkan dua soal berbeda yang telah disajikan b. Siswa diminta mengidentifikasi dan mencari keserupaan apa yang terdapat pada kedua soal tersebut 2. Discovery Penemuan a. Siswa diminta untuk menemukan dan memecahkan persoalan yang disajikan tersebut 3. Invention Penciptaan a. Siswa diminta untuk menuliskan hasil temuan yaitu berupa rumus atau konsep dari kedua soal 4. Application Aplikasi a. Siswa mengaplikasikan konsep yang telah disimpulkan pada tahap sebelumnya pada konteks permasalahan lain yang berkaitan atau serupa

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang umum digunakan di sekolah-sekolah. Pembelajaran konvensional biasanya merupakan pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan yang sifatnya berpusat pada guru. Dalam hal ini, pembelajaran konvensional yang biasa digunakan di sekolah tempat peneliti akan melaksanakan penelitian dan sifatnya berpusat pada guru yaitu strategi pembelajaran ekspositori. Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa. Dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru teacher centered approach. Dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. 33 Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran ekspositori: 34 a. Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. 33 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Jakarta: Kencana, 2010, h. 179 34 Ibid., h. 185-190. b. Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. c. Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pembelajaran. d. Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan. e. Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan dari guru.

B. Hasil Penelitian Relevan

1. M. Afrilianto dengan judul penelitian “Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking ” menemukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Selain itu, siswa menunjukkan respon positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking, serta terhadap soal-soal pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis. Hal ini dikarenakan penggunaan metaphorical thinking dalam proses belajar siswa menjadikan belajar siswa menjadi lebih bermakna meaningful, karena siswa dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang diketahuinya, sehingga siswa menyadari bahwa matematika bukanlah pelajaran yang sulit, tidak menarik dan membosankan, tetapi sebaliknya matematika merupakan pelajaran yang sangat menarik dan menyenangkan. 35 2. Risqi Rahman dan Samsul Maarif dengan judul penelitian “Pengaruh Metode Discovery terhadap Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMK Al-Ikhsan 35 M. Afrilianto, Op. Cit., h. 201. Pamarican Kabupaten Ciamis Jawa Barat ” menemukan bahwa berdasarkan data penelitian, diketahui bahwa skor rerata kemampuan analogi matematis siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol secara berturut-turut adalah 15,00 dan 14,00. Kemudian hasil pengujian uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata skor siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol pada taraf signifikansi α = 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan analogi matematis siswa yang belajar menggunakan metode discovery lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan metode ekspositori. Hal ini dikarenakan melalui metode Discovery siswa dituntut untuk membuat analogi dalam menemukan konsep, prosedur dan prinsip matematika. Selain itu siswa mengaitkan kesamaan analogi konsep yang telah mereka dapatkanketahui sebelumnya dengan konsep yang sedang dipelajari guna menemukan konsep baru tentang materi yang sedang dipelajari, sehingga sejak awal siswa yang belajar dengan metode discovery telah terlatih menggunakan analogi dalam menyelesaikan masalah matematika. 36 3. Nurbaiti Widyasari dengan judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Metaphorical Thinking ” menemukan bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui pendekatan metaphorical thinking lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional, khususnya pada indikator kemampuan analogi memperoleh perbedaan rata-rata N-Gain terbesar diantara indikator yang lain yaitu sebesar 0,77. Hal tersebut menunjukkan kemampuan analogi kelas Metaphorical Thinking lebih baik dibandingkan kelas konvensional. Hal ini dikarenakan melalui pendekatan Metaphorical Thinking siswa belajar menganalogikan suatu model dan interpretasi atas 36 Risqi Rahman, Op. Cit., h. 53. pengetahuan yang mereka bangun. Proses dalam penganalogian tersebut cukup berpengaruh besar terhadap peningkatan kemampuan analogi. 37

C. Kerangka Berpikir

Pendekatan metaphorical thinking adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan metafora-metafora untuk menjelaskan dan memahami suatu konsep. Pendekatan metaphorical thinking yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan permasalahan kontekstual yang disusun untuk dipahami, dijelaskan dan diinterpretasikan ke dalam konsep matematis atau sebaliknya, dengan cara menghubungkan dan membandingkan konsep konkrit yang sesuai dengan konsep matematis yang akan dipelajari; mengeksplorasi perbandingan tersebut secara mendalam, membangun keterkaitan dan menemukan konsep yang dimaksud; menghasilkan suatu pemahaman baru berdasarkan hasil temuan; dan mengaplikasikan konsep yang ditemukan ke dalam persoalan atau konteks lain. Pendekatan Metaphorical thinking memiliki tiga komponen yaitu grounding metaphors, redefinitional metaphors dan linking metaphors. Ketiga komponen ini dapat dibentuk melalui empat tahapan proses metaphorical thinking yang dikemukakan oleh Siler, yaitu connection koneksi, discovery penemuan, invention penciptaan, application aplikasi. Pada grounding metaphor, tahapan pertama yaitu connection koneksi. Pada tahap ini, guru merancang penyampaian materi yang dimulai dari pemberian masalah kontekstual. Selanjutnya siswa diminta untuk menghubungkan permasalahan yang diberikan dengan konsep yang sedang dipelajari. Tahapan kedua yaitu discovery penemuan, siswa mengeksplorasi perbandingan pada tahap sebelumnya secara mendalam dan diminta untuk mengilustrasikan konsep- konsep utama dari masalah kontekstual yang telah diberikan. Tahapan ketiga yaitu invention penciptaan, merupakan hasil temuan siswa berupa konsep yang 37 Nurbaiti Widyasari, “Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Disposisi Matematis Siswa SMP melalui Pendekatan Metaphorical Thinking ”, Tesis pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2013, h. 74 77, tidak dipublikasikan.