Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

potensi untuk dikembangkan sesuai dengan penalaran sendiri. 4 Dengan penalaran tersebut siswa dapat membentuk pengetahuan matematikanya dengan baik. Penalaran merupakan komponen matematika yang memerlukan alasan secara argumentatif dalam memecahkan masalah matematika. Artinya, untuk belajar matematika dalam aliran kontruktivisme diperlukan alasan yg argumentatif sehingga terbentuk pola pikir seseorang dalam belajar matematika. 5 Berdasarkan pemaparan tersebut, maka strategi pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran matematika haruslah mengarah kepada pandangan kontruktivisme agar kemampuan penalaran matematik siswa dapat semakin berkembang. Pada kemampuan penalaran matematik terdapat kemampuan penalaran analogi yang merupakan salah satu dari unsur penalaran. Menurut Shadiq, analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua atau lebih peristiwa khusus yang memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya. 6 Sejalan dengan itu, Sumarmo mendefinisikan Analogi sebagai penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses. 7 Dengan demikian, penalaran analogi merupakan kemampuan bernalar dalam membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan keserupaannya, kemudian ditarik kesimpulan atas dasar keserupaan tersebut. Penalaran analogi berfungsi sebagai penjelas atau dasar dari penalaran. Seperti yang kita ketahui bahwa penalaran merupakan unsur yang sangat penting dalam pembentukan pola pikir seseorang dalam belajar matematika, karena dengan penalaran siswa dapat memahami dan kemudian dapat memecahkan persoalan matematika. Melihat fungsinya sebagai penjelas atau dasar dari penalaran, serta dampaknya yang hingga mampu memecahkan persoalan matematika, maka 4 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, h. 129. 5 Ibid., h. 128. 6 Fadjar Shadiq, Penalaran dengan Analogi? Pengertiannya dan Mengapa Penting?, 7 September 2014, h. 2, http: p4tkmatematika.org file ARTIKEL Artikel Matematika Penalaran dengan Analogi fadjar shadiq.pdf 7 Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen untuk Mengukur High Order Mathematical Thinking dan Affective Behavior ”, Handout disajikan pada Workshop Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 22 Oktober 2014, h. 37. penalaran analogi perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Namun faktanya, proses pembelajaran matematika yang dilaksanakan di banyak sekolah masih belum mengupayakan terbentuknya kemampuan ini pada diri siswa. Hal ini menyebabkan masih rendahnya kemampuan penalaran, khususnya penalaran analogi siswa. Rendahnya kemampuan penalaran analogi matematis siswa ditunjukkan pada beberapa hasil penelitian yang menemukan bahwa kemampuan tersebut masih rendah. Hasil penelitian Priatna dalam Harry menemukan bahwa kualitas kemampuan penalaran analogi siswa rendah, karena skor yang diperoleh hanya 49 dari skor ideal. 8 Sementara itu hasil penelitian Herdian dalam Anik menemukan bahwa kemampuan penalaran analogi matematis siswa yang memiliki kemampuan rendah berada pada kualifikasi kurang. 9 Permasalahan lain ditunjukkan pada hasil penelitian Tatag yang menemukan hanya 2 siswa 5 yang mampu menyelesaikan soal Tes Penalaran Analogi Matematik TPAM dengan baik. Sedangkan siswa yang berkemampuan analogi sedang cenderung mengalami hambatan dibeberapa langkah proses berpikir analogi. Untuk siswa yang berkemampuan analogi rendah, langkah-langkah proses bepikir analogi belum dapat dilakukan dengan baik. 10 Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut, maka kemampuan penalaran analogi matematik siswa masih perlu diperhatikan perkembangannya, karena kemampuan tersebut cenderung tergolong rendah dan siswa pun masih kesulitan dalam menghadapi persoalan yang berkaitan dengan penalaran analogi. Kesulitan dalam menghadapi persoalan penalaran analogi matematik yang berdampak pada rendahnya kualitas kemampuan tersebut pada siswa pastilah disebabkan oleh beberapa faktor yang menyertainya. Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi tersebut adalah penerapan strategi pembelajaran yang 8 Harry Dwi Putra, “Pembelajaran Geometri dengan Pendekatan SAVI Berbantuan Wingeom untuk Meningkatkan Kemampuan Analogi Matematis Siswa SMP”, Proseding Seminar Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol.1, h. 2-3. 9 Anik Yuliani, “Meningkatkan Kemampuan Analogi dan Generalisasi Matematis Siswa SMP dengan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing”, Tesis pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung, Bandung, 2011, h. 5, tidak dipublikasikan. 10 Tatag Yuli Eko Siswono dan Suwidiyanti, op. cit., h. 1. kurang tepat dalam proses belajar-mengajar. Proses pemilihan dan penerapan strategi pembelajaran haruslah disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, serta penerapan yang dilaksanakan haruslah sejalan dengan bagaimana belajar matematika yang baik. Faktor lain diantaranya masih banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep matematika yang abstrak. Menurut Dienes dalam Ruseffendi, konsep struktur matematika dapat dipelajari dengan baik bila representasinya dimulai dengan benda-benda kongkrit yang beraneka ragam prinsip penjelmaan banyak. Dienes percaya bahwa semua abstraksi yang berdasarkan pada situasi dan pengalaman konkrit, prinsip penjelmaan banyak multiple embodiment principle adalah suatu prinsip yang bila diterapkan oleh guru untuk setiap konsep yang diajarkan akan menyempurnakan penghayatan siswa terhadap konsep itu. 11 Karena itu maka sistem pengajaran matematika dari Dienes lebih berbobot kepada memanipulasi benda kongkrit. Hal lain yang menjadi faktor permasalahannya ialah merujuk pada hasil temuan Wahyudin yang menyatakan bahwa siswa kurang memilki pengetahuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak dan mengenali sebuah persolaan tertentu atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, serta kurang memiliki penalaran yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika. Dari permasalahan tersebut bisa dilihat bahwa siswa masih sulit bernalar dalam hal melihat atau menganalisa keterkaitan atau hubungan antar konsep atau persoalan matematika. Dengan demikian, berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan serta faktor-faktor yang menjadi pemicunya, maka kemampuan penalaran analogi matematik siswa perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Untuk mendukung hal tersebut, dalam 11 E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru dan SPG, Bandung: Tarsito, 1979, h. 135 . merencanakan pembelajaran matematika, sebaiknya guru menggunakan strategi- strategi pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Pendekatan metaphorical thinking merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan metafora-metafora untuk menjelaskan suatu konsep. Metafora yang digunakan pada pendekatan ini merupakan proses pemindahan arti dan asosiasi baru dari satu objek atau gagasan yang abstrak ke objek atau gagasan yang lain yang sudah lebih dikenal. 12 Melalui proses bermetafora siswa dilatih untuk melihat hubungan-hubungan antara pengetahuan konsep yang telah mereka peroleh dengan pengetahuan konsep yang akan diperolehnya, serta siswa juga dilatih untuk menganalogikan suatu model dan interpretasi atas pengetahuan yang mereka bangun. Kedua proses tersebut merupakan bagian dari penalaran, sehingga melalui proses bermetafora diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam bernalar, khususnya dalam penalaran analogi matematik. Karakteristik dari pendekatan metaphorical thinking ialah menjembatani konsep-konsep yang abstrak menjadi hal yang lebih konkrit. Konsep-konsep tersebut dijelaskan melalui visualisasi dan analogi dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna. Metaphorical thinking merupakan jembatan antara model dan interpretasi, memberikan peluang yang besar kepada siswa untuk mengeksplorasi pengetahuannya dalam belajar matematika, dan melalui metaphorical thinking proses belajar siswa menjadi lebih bermakna karena siswa dapat melihat hubungan antara konsep yang dipelajarinya dengan konsep yang telah dikenalnya. Pendekatan Metaphorical thinking membangun pemahaman dengan menggunakan metafora yang mengaitkan pengetahuan yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang sudah diketahui, kemudian solusi yang tercipta dari pengaitan tersebut dapat digunakan pada persoalan lain. Hal ini relevan dengan 12 Indira Sunito, dkk., Metaphorming: Beberapa Strategi Berpikir Kreatif, Jakarta: Indeks, 2013, h. 60. kemampuan penalaran analogi yang ingin dibangun yaitu mengidentifikasi hubungan dan struktur antara masalah sumber dengan masalah target, sehingga masalah target dapat terpecahkan berdasarkan kesamaan struktur, data atau proses dengan masalah sumber. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa pendekatan metaphorical thinking dapat dijadikan alternatif bagi permasalah rendahnya kemampuan penalaran analogi matematik siswa. Berdasarkan pemaparan-pemaparan tersebut, maka penelitian ini akan mencoba menjawab atas permasalahan yang telah dipaparkan, yaitu dengan judul “Pengaruh Pendekatan Metaphorical Thinking Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Belum adanya upaya pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penalaran matematik pada siswa. b. Siswa cenderung kurang memahami dan mengenal konsep dasar matematika dengan baik. c. Siswa kurang bisa memahami konsep-konsep matematika yang abstrak d. Kemampuan penalaran analogi matematik siswa relatif rendah, khususnya pada kemampuan penalaran analogi matematik. e. Hasil belajar yang diperoleh siswa relatif masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan metaphorical thinking, yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan hal- hal konkrit untuk memahami dan menjelaskan konsep-konsep abstrak dengan cara memilih dan mengorganisasikan hubungan-hubungan antara pengetahuan yang telah diperoleh siswa dengan pengetahuan yang akan diperolehnya. 2. Kemampuan penalaran yang dilihat yaitu kemampuan penalaran analogi matematik. 3. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IX di SMP dengan pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah diajarkan dengan pendekatan metaphorical thinking? 2. Bagaimana kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah diajarkan dengan pembelajaran konvensional? 3. Apakah kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang diajar dengan pendekatan metaphorical thinking lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah diajarkan dengan menggunakan pendekatan metaphorical thinking. 2. Menjelaskan kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Membandingkan kemampuan penalaran analogi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah: 1. Menambah wawasan dan mengetahui pengaruh kemampuan penalaran analogi matematik siswa setelah memperoleh pembelajaran metaphorical thinking. 2. Memberikan alternatif pembelajaran matematika bagi guru melalui pendekatan metaphorical thinking. 3. Membantu siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan penalaran, khususnya penalaran analogi matematik melalui pendekatan metaphorical thinking. 11

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN

HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Penalaran Analogi Matematik

Pada setiap jenjang pendidikan, matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang dipelajari siswa di sekolah. Sekolah pun memberikan proporsi waktu yang lebih pada mata pelajaran ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya matematika untuk dipelajari siswa. Mempelajari matematika dapat meningkatkan proses berpikir bernalar siswa, sehingga siswa dapat memecahkan persoalan melalui proses berpikirnya. Selain itu, matematika merupakan ilmu yang dapat diterapkan di berbagai bidang seperti sains, ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, mempelajari matematika merupakan hal yang perlu bagi siswa, agar matematika dapat berguna bagi kehidupannya sehari-hari maupun di masa mendatang. Matematika merupakan ilmu pengetahuan mengenai ide-ide atau konsep yang saling berkaitan, yang mencakup aritmatika, aljabar, geometri dan analisis. Matematika diperoleh dengan cara bernalar. Selain itu, mempelajari matematika bertujuan untuk mengembangkan cara berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Secara bahasa, Matematika berasal dari akar kata mathema artinya pengetahuan, mathanein artinya berpikir atau belajar. Secara istilah, matematika adalah ilmu yang membahas angka-angka dan perhitungannya, membahas masalah-masalah numerik, mengenali kuantitas dan besaran, mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, sarana berpikir, kumpulan sistem, struktur dan alat . 1 Berdasarkan definisi tersebut, matematika berarti ilmu pengetahuan 1 Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, h. 48.