Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Sehingga, masih banyak makanan jajanan yang tidak memenuhi standar gizi untuk anak sekolah dasar.
Pada umumnya anak-anak lebih menyukai jajanan di warung maupun kantin sekolah daripada makanan yang telah tersedia di rumah Kus dan Kusno,
2007. Menurut Adriani,dkk 2012, hal tersebut terjadi karena anak usia ini sering dianggap sedang memasuki fase
Johnny won’t eat artinya dimana anak suka makan makanan yang mereka sukai. Sehingga salah satu faktor yang
memengaruhi status gizi anak adalah kebiasaan makan. Menurut Agresta 2005 dalam Damanik 2010 kebiasaan jajan pada anak
sekolah dipengaruhi jumlah uang dari orangtua, rasa lapar, bujukan teman, rayuan pedagang makanan, dan lainnya. Selain itu, iklan di media massa berdampak
cukup besar dalam memengaruhi kebiasaan makan anak. Kebiasaan jajan di sekolah sangat bermanfaat jika makanan yang dibeli itu sudah memenuhi syarat
kesehatan sehingga dapat melengkapi kebutuhan gizi anak. Pada umumnya, anak sekolah menghabiskan seperempat waktunya setiap
hari di sekolah Aprillia, 2011. Kebiasaan jajan di sekolah terjadi karena 3-4 jam setelah makan pagi dan perut akan terasa lapar kembai Sihadi, 2004. Akhirnya
apabila tidak beli jajan, anak tidak dapat memusatkan kembali pikirannya pada pelajaran yang diberikan guru. Jajan juga dapat dipergunakan untuk mendidik
anak dalam memilih makanan jajanan 4 empat sehat 5 lima sempurna Yusuf, dkk, 2008.
Selain makanan utama yang dihidangkan di rumah, makanan jajanan juga dapat berfungsi menambah pemasukan energi dan zat gizi lain seperti protein ke
dalam tubuh. Kontribusi makanan jajanan terhadap konsumsi anak usia sekolah
memberikan 36 energi dan 29 protein dan zat besi 52, tetapi keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologi maupun kimiawi masih dipertanyakan
Cahanar, 2006 dalam Butarbutar 2009. Tabel 1.1 Daftar Komposisi Bahan Makanan
No. Jajanan
Ukuran Berat
gram Energi
Kalori Protein
gram
1
Jeli-JeliAgar-agar
4
buah
100 0.00
2
Mie Goreng 1 porsi
200 308
5.
9
3
Siomay 1 porsi
170 162
7.50
4
Es Sirop 1 porsi
100 213
0.00
5
Es Krim 1 porsi
100 207
4.00
6
Biskuit 1 porsi
100 458
6.90
7
Ayam ras dada kentucky
1 porsi
100 298
34.20
8
Ayam ras paha kentucky
1 porsi
100 286
32.10
9
Ayam sayap kentucky
1 porsi
100 297
35.90
10
Sate ayam
1 porsi
100 227
41.30
11
Telur ayam dadar
1 buah
100 251
16.30
12
Bakpau
1 porsi
100 239
12.20
13
Bakso
1 porsi
250 190
10.30
14
Chiki snack rasa coklat
1 porsi
100 484
6.00
15
Dawet
1 porsi
100 878
11.25
16
Donat
1 buah
100 357
9.40
17
Kue bakwan
1 buah 40
100
1.
7
18
Permen
1 porsi
100 400
0.00
19
Pisang goreng
1 buah
60 132
1.40
20
Wafer
1 porsi
100 53
2.70
21
Kelepon 4 buah
50 107
0.
6
22
Kerupuk udang
1 buah
5 17
0.70
23
Sosis daging wosrt
1 buah
100 452
14.50
Sumber: Departeman Kesehatan RI, 2004 Hasil penelitian di daerah Bogor juga menunjukkan rata-rata konsumsi
energi yang berasal dari makanan jajanan bagi 265 anak sekolah dasar kelas IV- VI sekitar 304 kal, menyumbang sekitar 24,7 dari rata-rata total konsumsi
kalori per hari. Untuk protein sekitar 6,7 gramhari, menyumbang sekitar 22,9 dari rata-rata total konsumsi protei per hari mereka Sihadi, 2004.
Makanan jajanan selain sebagai salah satu kontribusi sumber energi dan gizi pada anak, kebiasaan anak yang senang jajan juga dapat berdampak buruk
sebab banyak makanan jajanan yang tidak aman dan tidak sehat beredar. Mengonsumsi makanan jajanan yang tidak aman dan tidak sehat dapat
menyebabkan anak terkena penyakit dan dapat menurunkan status gizi anak Haryanto, 2002.
Berdasarkan Hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM dalam lima tahun terakhir 2006-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 40-44
jajanan anak disekolah tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Berdasarkan pengambilan sampel jajanan anak sekolah di 6 ibu kota provinsi DKI Jakarta,
Serang, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, ditemukan 72,08 yang positif mengandung zat berbahaya. Jajanan di sekolah tersebut mengandung bahan
berbahaya yang dilarang digunakan untuk pangan seperti formalin, boraks, zat pewarna rhodamin B dan methanyl yellow dimana jika zat tersebut masuk ke
dalam tubuh akan menimbulkan reaksi akut berupa alergi, batuk, diare, dan keracunan dalam jangka panjang dapat terakumulasi dan mencetuskan kanker
Kompas, 2011 dalam Andrita 2012. Dari hasil penelitian tentang pemeriksaan formalin pada bakso yang dijual
di sekolah dasar di kota Medan yang dilakukan oleh Ginting 2010 menunjukkan bahwa dari 21 dua puluh satu sampel yang dianalisis diambil dari dua puluh satu
sekolah dasar yang tersebar di dua puluh satu kecamatan, tujuh sampel positif mengandung formalin dengan kadar yang diperoleh berkisar antara 20,71 mcgg
hingga 49,44 mcgg. Direktorat pengawas obat dan makanan mencatat 491 orang mengalami
keracunan pada makanan di Sumatera Utara pada tahun 2004 Anonimous, 2003. Kasus tersebut antaralain keracunan semur ayam dan mie goreng dan keracunan
setelah makan nasi uduk, serta keracunan pada murid salah satu SD Kota Medan setelah minum susu yang dipromosikan ke sekolah tersebut.
Berdasarkan kasus yang ditemukan di Kecamatan Medan Johor pada tahun 2010 terdapat tiga orang anak menjadi korban keracunan makanan. Dua
diantaranya adalah anak SD yang meninggal dan seorang lagi kritis Suara Pembaharuan, 2010. Pada bulan Februari 2011 puluhan murid sekolah dasar Al
Washliyah di Kecamatan Medan Denai mengalami keracunan. Puluhan murid SD mengalami mual-mual setelah mengonsumsi jajanan di kantin sekolah. Sekitar 14
murid diantaranya harus mendapatkan perawatan medis yang serius ke rumah sakit Eksposnews, 2011.
Hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dari 2 dua sekolah yaitu sekolah SD Negeri 060893 dan 060834, makanan jajanan yang dijual oleh
pedagang kaki lima ditemukan menggunakan warna yang mencolok seperti pada saus siomay, saus sosis goreng, saus telur goreng, saus mie goreng, minuman
sirop, es tiga rasa, dll. Dan mereka dibekali uang jajan berkisar antara Rp. 2.000,00 - Rp. 5.000,00 yang memungkinkan anak mampu membeli makanan
jajanan secara bebas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rendahnya perlindungan pada anak
sekolah, padahal mengonsumsi jajanan saat bersekolah sudah jadi aktivitas rutin mereka Permata, 2010. Untuk mengurangi paparan anak sekolah terhadap
makanan jajanan yang tidak sehat dan tidak aman diperlukan kepedulian terhadap keamanan makanan jajanan dari bebagai pihak seperti guru, orang tua, dan
pedagang. Disinilah pentingnya sosialisasi keamanan makanan jajanan khususnya
pada anak sekolah yang notabene merupakan golongan usia pertumbuhan yang seharusnya mengonsumsi makanan sehat Judarwanto, 2008.
Salah satu ruang lingkup yang sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan adalah lingkungan sekolah. Upaya pendidikan
gizi di sekolah berpeluang besar untuk berhasil meningkatkan pengetahuan tentang gizi di kalangan masyarakat karena siswa sekolah diharapkan dapat
menjadi jembatan bagi guru dalam menjangkau orang tuanya, karena anak sekolah merupakan sasaran yang mudah dijangkau sebab terorganisasi dengan baik serta
merupakan kelompok umur yang peka dan mudah menerima perubahan Dinatia, 2011. Anak sekolah juga berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan
sehingga mudah untuk dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan- kebiasaan baik Lucie, 2005 serta kelompok usia ini memiliki kebiasaan sikap
yang relatif mudah dibentuk Khomsan, 2000. Menurut Suhardjo 2003, salah satu tujuan umum pendidikan gizi pada anak sekolah adalah untuk
mengembangkan pengetahuan dan sikap tentang peranan makanan yang bergizi bagi kesehatan manusia.
Promosi kesehatan atau pendidikan gizi selalu dimaksudkan agar anak didik mengubah perilaku konsumsi pangan menuju perilaku yang lebih baik.
Pendidikan gizi sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan gizi murid, membentuk sikap positif terhadap makanan bergizi dalam rangka membentuk
kebiasaan makan yang baik Khomsan, 2000. Promosi kesehatanpendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu
kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan atau informasi yang disampaikan
kepada sarsaran diharapkan sasaran dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan termasuk masalah gizi yang lebih baik. Informasi gizi perlu dinyatakan
dalam istilah-istilah sederhana dan mudah dikenal pula sehingga mampu menggunakan pengetahuan tersebut secara efektif Nurhayati, 2010.
Untuk mencapai pengetahuan yang baik dan optimal tentang gizi, maka metode dan media yang digunakan harus disesuaikan dengan sasaran yang akan
dituju. Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode dan media yang disesuaikan dengan sasaran. Cara efektif dalam pendekatan
kelompok untuk penelitian ini adalah dengan menggunakan metode ceramah. Pada metode ceramah dapat terjadi proses perubahan perilaku kearah yang
diharapkan melalui peran aktif sasaran dan saling tukar pengalaman sesama sasaran Notoatmodjo, 2005.
Penelitian yang dilakukan oleh Dinatia 2011 menyebutkan bahwa penyuluhan dengan metode ceramah dan poster berpengaruh dalam meningkatkan
perilaku konsumsi makanan jajanan murid. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Dhamayanti, dkk 2005 tentang promosi kesehatan jiwa melalui metode
ceramah dengan role-play pada keluarga penderita skizofrenia dan tokoh masyarakat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta terbukti bahwa promosi kesehatan
dengan metode ceramah berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan. Hasil penelitian juga menunjukkan ada pengaruh metode ceramah dengan audio visual
dan poster kalender terhadap perilaku ibu balita gizi kurang dan gizi buruk. Diketahui metode ceramah dengan poster kalender lebih efektif dibandingkan
audio visual Muchtar, 2011.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jayanti 2010 menunjukkan perbedaan pengetahuan ibu balita pre-test dan post test dengan penyuluhan yaitu
dari 16,65 menjadi 33,12, perbedaan sikap ibu balita pre-test dan post test dengan penyuluhan yaitu dari 8,12 menjadi 15,81, perbedaan pengetahuan ibu balita pre-
test dan post test dengan media leaflet yaitu dari 16,08 menjadi 33,12, perbedaan sikap ibu balita pre-test dan post test dengan media leaflet yaitu dari 8,46 menjadi
14,23. Hasil uji t-test menunjukkan penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita di Kecamatan Medan Denai. Sedangkan menurut
Ahmadi 2010 efektivitas penyuluhan terhadap pola konsumsi jajanan anak sekolah yang mengandung pemanis buatan di SD Negeri No. 2 Lhoksukon
Kabupaten Aceh Utara, menunjukkan bahwa penyuluhan efektif untuk menurunkan angka rata-rata pola konsumsi jajanan anak sekolah yang
mengandung pemanis buatan dengan derajat kepercayaan 95 atau p0,05. Media yang digunakan juga harus disesuaikan dengan sasaran, mengingat
bahwa kelompok usia ini sangat cenderung mengaktualisasikan dirinya seperti bermain, bergerak, anak senang bekerja dalam kelompok dan senang merasakan
atau melakukanmemperagakan sesuatu secara langsung Anonim, 2012. Maka, pendekatan media yang lebih efektif pada usia ini dengan karakter yang telah
dikemukakan haruslah media yang menarik dan menyenangkan agar mudah diserap oleh anak. Media yang digunakan menggunakan permainan yang sifatnya
lebih edukatif. Permainan edukatif terkait pendidikan gizi telah banyak dikembangkan di
negara maju. Menurut Hendriyantini 2009 dalam Yuwanisa 2010, permainan
edukatif dapat meningkatkan kemampuan menguatkan anggota badan, menjadi lebih terampil dan menumbuhkan serta mengembangkan kepribadiannya.
Salah satu permainan edukatif yang terkait pendidikan gizi adalah US Departement of Agricultural USDA, mengembangkan permainan edukatif untuk
memperbaiki status gizi anak. Permainan ini dinamakan My Pyramid for Kids yang menggunakan konsep “Membantu Anak untuk Makan dengan Baik,
Melakukan Olahraga dan Mendapatkan Kesenangan” French,dkk, 2006. Colby dan Haldeman 2007 yang menggunakan media teater anak sebagai
media pendidikan gizi terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku, kepercayaan dan kebiasaan anak. Penelitian yang dilakukan
oleh Rahmawati, dkk 2006 menyebutkan bahwa ada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu tentang gizi setelah dilakukan penyuluhan dengan media
audio-visual. Penelitian juga dilakukan oleh Ikada 2010 menyebutkan bahwa ada peningkatan pengetahuan anak sekolah dasar tentang gizi setelah dilakukan
pendidikan dengan menggunakan media buku cerita bergambar. Departemen Kesehatan RI 2008, untuk mempromosikan kesehatan
disekolah sebaiknya menggunakan pendekatan yang sesuai dengan dunianya anak sekolah. Salah satu metode promosi kesehatan yang dapat digunakan untuk anak
TK dan SD adalah dengan menggunakan permainan ular tangga, dimana pesan- pesan kesehatan dapat dituangkan kedalam permainan tersebut sehingga anak
lebih tertarik. Permainan ular tangga merupakan alat bermain yang bersifat edukatif
sehingga membuat anak-anak senang bermain sekaligus dapat mengembangkan kemampuan mengasah logika dan meningkatkan keterampilan juga melatih anak
untuk berkonsentrasi, teliti dan sabar menunggu giliran Anonim, 2012. Menurut Mulyati 2009, salah satu model pembelajaran yang relevan dengan pengaitan
konsep pembelajaran adalah dengan menggunakan permainan ular tangga. Dengan demikian, berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas maka
peneliti tertarik melakukan penelitian dengan disain yang dirancang, yaitu dengan media permainan ular tangga. Permainan ini ringan, sederhana, mendidik,
menghibur dan “sangat berinteraktif jika dimainkan bersama-sama”. Kata interaktif sendiri mempunyai arti “terhubung” antara satu dengan yang lain
ataupun “input” dari sang pemakai dengan media yang dipakai. Ular tangga pada umumnya terdiri atas satu petak permainan yang berisi kotak-kotak yang harus
dilewati oleh para pemain dengan menggerakan bidak setelah sebelumnya memutar dadu terlebih dahulu. Permainan yang mudah, bermanfaat dan
menyenangkan merupakan kunci terpenting dalam mendesain permainan anak. Konsep ini merujuk pada konsep “Bermain Sambil Belajar”.