Analisis Regulasi Kampanye Pemilu 2014 di Media Penyiaran
kepentingan publik, yang demikian dapat dikatakan sebagai interest of democracy. Pada pasal 91 ayat 5 memang menjadi perdebatan tersendiri, ayat ini dirasa
memangkas kebebasan pers. Sejumlah kalangan termasuk Badan Pengawas Pemilu, Dewan Pers, dan KPI yang pada akhirnya sepakat, bahwa media boleh menyiarkan
berita, rekam jejak, atau bentuk lain sepanjang tidak mengarah kepada kepentingan kampanye dan sebaliknya iklan kampanye dilarang keras beredar pada masa tenang.
Apa yang telah disusun oleh DPR, pada ayat 5 seharusnya tidak dilihat sebagai sebuah pemangkasan bagi kebebasan pers, justru ayat ini menjiwai demokrasi, bahwa
masyarakat butuh ruang kosong ataupun tenang dari terpaan kampanye sampai pada hari pemungutan suara setelah mengalami penetrasi pada masa kampanye.
Secara keseluruhan pasal 91 memberikan berbagai peluang bagi peserta pemilu, memanfaatkan media massa cetak dan lembaga penyiaran untuk melakukan
kampanye dalam rangka penyampaian pesan kampanye pemilu dari peserta pemilu kepada masyarakat. Dari ruang yang besar diberikan oleh penyelanggara pemilu,
seharusnya peserta pemilu memiliki kesadaraan, dengan banyak ruang yang diberikan untuk tidak melanggar aturan main kampanye. Bila digunakan secara maksimal dan
tepat penggunaanya, seharusny a tidak akan ada istilah mencolong “start kampanye”
ataupun penyalahgunaan frekuensi.
Tabel 4.2 Pasal 92
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Lembaga penyiaran publik
Televisi Republik Indonesia, lembaga penyiaran publik Radio
Republik Indonesia, lembaga penyiaran publik lokal, lembaga
penyiaran swasta, dan lembaga Equitable Access Diversity both
political and cultural
2 Lembaga penyiaran komunitas
dapat menyiarkan proses Pemilu sebagai bentuk layanan kepada
masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan
kampanye Peserta Pemilu. Public Service
3 Televisi Republik Indonesia dan
Radio Republik Indonesia menetapkan standar biaya dan
persyaratan iklan Kampanye Pemilu yang sama kepada setiap
Peserta Pemilu. Economic Justification
UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 92 membahas berbagai lembaga penyiaran yang diperbolehkan memberikan akses siaran, bagi peserta pemilu menyampaikan materi
kampanye secara adil, sesuai dengan peraturan yang telah disusun oleh DPR untuk ditaati bersama. Pada ayat 1 menggambarka equitable access dari aspek Diversity
both political and cultural. Tergambar pada ayat 1 yang berbunyi: Lembaga penyiaran publik Televisi Republik Indonesia, lembaga penyiaran publik Radio
Republik Indonesia, lembaga penyiaran publik lokal, lembaga penyiaran swasta, dan lembaga penyiaran berlangganan memberikan alokasi waktu yang sama dan
memperlakukan secara berimbang peserta pemilu. Artinya lembaga penyiaran dituntut untuk memberikan alokasi waktu dan perlakuan yang berimbang, dengan
demikian pada ayat 1 tercermin equitable access.
bunyi ayat 2 yang berbunyi lembaga penyiaran komunitas
10
dapat menyiarkan proses pemilu sebagai bentuk layanan kepada masyarakat dan tidak boleh dimanfaatkan
untuk kepentingan kampanye peserta pemilu. Hal ini sesuai dengan salah satu mandat dari public service menyediakan pelayanan yang dapat diakses secara universal dan
dapat melayani seluruh warga negara, termasuk kelompok minoritas. Pasal 92 ayat 3 menunjukan economic justification, tampak pada ayat 3 yang
berbunyi, Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia menetapkan standar biaya dan persyaratan iklan Kampanye Pemilu yang sama kepada setiap
Peserta Pemilu. Dapat dikatakan pemilu menjadi waktu yang memberikan keuntungan tersendiri bagi pengelola media massa bila dilihat dari sudut pandang
bisnis, tak terkecuali bagi Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia diharuskan menetapkan standar biaya yang sama kepada peserta pemilu.
Dengan demikian tergambar bahwa UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 92 menegaskan asas fairness, diberlakukannya tarif yang sama bagi peserta pemilu,
alokasi waktu yang sama, dan perlakuan secara berimbang bagi peserta pemilu.
Tabel 4.3 Pasal 93
Pemberitaan Kampanye No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Pemberitaan Kampanye Pemilu
dilakukan oleh media massa cetak dan oleh lembaga
penyiaran dengan siaran langsung atau siaran tunda.
Election Coverage
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, h.16 Lembaga penyiaran komunitas dari UU 32 Tahun 2002 tentang penyiaran adalah: lembaga
penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta
untuk melayani komunitasnya
Pasal 93 UU Pemilu terdiri dari dua ayat, ayat 1 mewakili aspek diversity of communication dan election coverage dengan elemen access political broadcasts
yang juga nampak pada ayat 1. Ayat 2 mewakili equitable access dari diversity both political and cultural.
Melalui ayat 1 tergambar access political broadcasts dengan bunyi ayat: Pemberitaan Kampanye Pemilu dilakukan oleh media massa cetak dan oleh lembaga
penyiaran dengan siaran langsung atau siaran tunda. Artinya media memang
diharuskan melakukan pemberitaan kampanye pemilu baik langsung ataupun tunda seperti apa yang tercantum pada access political broadcasts. Sedangkan Ayat 2
berbunyi, media cetak dan lembaga penyiaran yang menyediakan rubrik khusus kampanye untuk pemberitaan pemilu harus berlaku adil dan berimbang kepada semua
peserta pemilu. Ayat 2 dalam pasal 93 memiliki dua unsur, yang pertama unsur election coverage ditunjukan dengan bunyi ayat yang mengandung access political
broadcast , “menyediakan rubrik khusus”. Kedua, diversity both political and cultural
dengan aspeknya equitable access , “berlaku adil dan berimbang kepada semua
peserta pemilu”. Pasal 93 memberikan kesempatan bagi lembaga penyiaran dan media cetak
untuk memberitakan kampanye pemilu baik dengan siaran langsung maupun tunda dengan syarat berlaku adil dan berimbang. Hal ini tak lain untuk menyajikan
informasi yang akurat bagi pemilih. Maka dari itu terdapat syarat yang harus dipenuhi
realitasnya mustahil terjadi bahwa media massa dapat berlaku objektif.
Tabel 4.4 Pasal 94
Penyiaran Kampanye No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Penyiaran Kampanye Pemilu
dilakukan oleh lembaga penyiaran dalam bentuk siaran
monolog, dialog yang melibatkan suara danatau
gambar pemirsa atau suara pendengar, debat Peserta Pemilu,
serta jajak pendapat. Citizen Participation Effective
Communication
2 Pemilihan narasumber, tema,
moderator dan tata cara penyelenggaraan siaran
monolog, dialog, dan debat diatur oleh lembaga penyiaran.
Freedom Of Expression And Communication Effective
Communication
3 Narasumber penyiaran monolog,
dialog, dan debat harus mematuhi larangan dalam
Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86.
Interest Of Democracy Effective Communication
4 Siaran monolog, dialog, dan
debat yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran dapat
mengikutsertakan masyarakat, antara lain melalui telepon,
faksimile, layanan pesan singkat, danatau surat elektronik.
Citizen Participation Effective Communication
Tabel 4.4 UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 94 terdiri dari empat ayat. Ayat 1
dan ayat 4 terdapat aspek citizen participation. Ayat 2 Freedom of expression and communication dan ayat 3 Interest of democracy. Secara ringkas ayat 1 berbicara
mengenai partisipasi masyarakat, ayat 2 kebijakan dalam menentukan siaran diserahkan kepada lembaga penyiaran, ayat 3 narasumber dan perturan, terakhir ayat
komunikasi yang digunakan untuk ikut berpartisipasi. Selanjutnya akan diuraikan pada paragraph berikutnya.
UU Nomor 8 Tahun 2012 pasal 94 ayat 1 menggambarkan citizen participation dari aspek effective communication, ditunjukan dengan bunyi ayat:
melibatkan suara dangambar pemirsa atau suara pendengar, debat peserta pemilu, serta jejak pendapat. Artinya ayat 1 melibatkan masyarakat untuk ikut memantau dan
menggerakan ranah penyiaran dengan ikut berpartisipasi, hal demikian dpat dikatan sebagai citizen participation. Ayat 2 pasal 94 memiliki unsur freedom of expression
and communication, ditunjukan dengan ayat yang berbunyi: pemilihan narasumber, tema, moderator dan tata cara penyelenggaraan siaran monolog, dialog, dan debat
diatur oleh lembaga penyiaran. Ayat tersebut memberikan kebebasan berekspresi kepada lembaga penyiaran untuk menentukan berbagai format siaran yang sesuai
dengan kebijakan masing-masing lembaga penyiaran, hal tersebut dapat dikatakan freedom of expression and communication. Pasal 94 ayat 3 menunjukan interest of
democracy yang merupakan aspek dari effective communication, dengang bunyi pasal: narasumber penyiaran monolog, dialog dan debat harus mematuhi larangan
kampanye pemilu. Pada ayat 3 narasumber dituntut untuk patuh pada peraturan yang ada sebagai bentuk kepentingan untuk perlindungan publik, dengan maksud untuk
tidak melukai kebebasan demokrasi. Terakhir pasal 94 ayat 4 menggambarkan apa yang digambarkan oleh ayat 1, yakni citizen participation. Hal ini ditunjukan pada
ayat 4 yang berbunyi: dapat mengikutsertakan masyarakat, antara lain melalui telepon, faksimile, layanan pesan singkat, danatau surat elektronik.
UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 94 memberikan kesempatan pada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kampanye pemilu melalui berbagai alat
memberi masukan, dan dalam rangka meningkatkan kesadaran bahwa kampenya merupakan hal penting bagi mereka. Selain itu lembaga penyiaran diberikan
kebebasan untuk menentukan format siaran namun tetap mentaati peraturan yang berlaku.
Tabel 4.5 Pasal 95
Iklan Kampanye No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Iklan Kampanye Pemilu dapat
dilakukan oleh Peserta Pemilu di media massa cetak danatau
lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial danatau iklan
layanan untuk masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 83 ayat 2. Election Coverage dan Public Service
2 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada
Peserta Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan Kampanye
Pemilu. Equitable Access Diversity Both
Political And Cultural
3 Pengaturan dan penjadwalan
pemuatan serta penayangan iklan Kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan oleh media massa
cetak dan lembaga penyiaran. Konseptualisasi Kampanye dan Election
Coverage
UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 95 membahas iklan kampanye di media massa. Pada pasal 95, ayat perayat menggambarkan berbagai aspek regulasi, seperti ayat 1
terdapat election coverage dan public service, , ayat 2 equitable access, dan ayat 3 konseptualisasi kampanye dan election coverage.
peserta pemilu di media massa cetak danatau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial. Ayat 1 memiliki 2 unsur, ya pertama mencerminkan election coverage
dengan ayat yang menunjukan commercial political advertising, ditunjukan dengan bunyi ayat “iklan dalam bentuk iklan komersial”. Artinya peserta pemilu
diperbolehkan membeli waktu siaran untuk iklan politik sesuai dengan peraturan. Yang kedua public service, hal ini ditunjukan dengan bunyi lanjutan ayat 1 yang
berbunyi: iklan layanan masyarakat. Iklan layanan masyarakat merupakan bentuk dari public service, dikarenakan bentuk iklan ini sebagai penyajian pesan-pesan sosial
yang bertujuan untuk membangun kepekaan maupun kepedulian di masyarakat. Pasal 95 ayat 2 memiliki unsur equitable access dari diversity both political
dan cultural, ditunjukan dengan bunyi ayat: media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada Peserta Pemilu dalam
pemuatan dan penayangan iklan Kampanye Pemilu
.
Ayat 2 menjelaskan bahwa media
massa cetak dan lembaga penyiaran harus memberikan kesempatan ataupun akses yang sama untuk penayangan iklan kampanye pemilu, hal yang demikian dapat
dikatakan sebagai equitable access. Masih di pasal yang sama, ayat 3 berbunyi: pengaturan dan penjadwalan pemuatan dan penayangan iklan kampanye pemilu
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilaksanakan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran. Bahwasannya freedom of expression and communication dari
effective communication tergambarkan pada ayat 3. UU Pemilu pasal 95 ayat 3 menyerahkan kebebasan pengaturan penjadwalan pemuatan serta penayangan iklan
kepada media massa cetak dan lembaga penyiaran, hal ini merupakan bentuk dari kebebasaan berekspresi dan komunikasi.
pemilu dan media massa mengenai iklan kampanye pemilu. Media massa cetak dan terlebih lembaga penyiaran memiliki peran strategis dalam mempengaruhi persepsi
bahkan pilihan politik, untuk itu hadirnya pasal 95 untuk memberitahukan hak peserta pemilu dan kewajiban media massa dalam bentuk iklan kampanye pemilu sebagai
pilar ke empat dalam demokrasi, bahwa media mempunyai peran penting dalam proses pemilu.
Tabel 4.6 Pasal 96
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran dilarang menjual blocking segment danatau
blocking time untuk Kampanye Pemilu.
Interest Of Democracy Effective Communication
2 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran dilarang menerima program sponsor dalam format
atau segmen apa pun yang dapat dikategorikan sebagai iklan
Kampanye Pemilu. Interest Of Democracy Effective
Communication
3 Media massa cetak, lembaga
penyiaran, dan Peserta Pemilu dilarang menjual spot iklan yang
tidak dimanfaatkan oleh salah satu Peserta Pemilu kepada
Peserta Pemilu yang lain. Interest Of Democracy Effective
Communication
Pada table 4.6 UU Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 96, ketiga ayat dalam pasal ini menjiwai interest of democracy dari effective communication, tampak pada pasal 96
ayat 1 media massa dilarang menjual blocking segment, yakni pembelian satu atau dua segmen pada program acara, selanjutnya dilarang menjual blocking time yaitu
pembelian waktu siar di media massa untuk kampanye pemilu. Ayat 2 memaparkan
dapat dikategorikan sebagai iklan kampanye pemilu. Pada ayat terakhir di pasal 96 dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh peserta pemilu.
Negara harus menjamin perlindungan kepentingan publik, kepentingan Publik adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat diluar kepentingan pribadi
danatau kelompoknya dalam pemanfaatan spektrum frekuensi radio sebagai ranah publik di bidang penyiaran.
11
Hal ini diatur agar informasi yang sampai kepada masyarakat berimbang dan tidak ada yang lebih dominan disalah satu peserta pemilu.
Pasal 96 UU Nomor 8 Tahun 2012 bertujuan agar peserta pemilu mempunyai hak, kesempatan yang sama, perlakuan yang adil, dan setara dalam kampanye.
Pemilu, khususnya di media penyiaran menjadi suatu periode ketika regulasi content penyiaran cenderung menjadi masalah yang lebih besar dibanding waktu lainnya.
untuk itu diperlukan regulasi yang ketat dan jelas.
Tabel 4.7 Pasal 97
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Batas maksimum pemasangan
iklan Kampanye Pemilu di televisi untuk setiap Peserta
Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 sepuluh spot
berdurasi paling lama 30 tiga puluh detik untuk setiap stasiun
televisi setiap hari selama masa Kampanye Pemilu.
Diverse Communication dan Equitable Access Diversity Both Political And
Cultural
2 Batas maksimum pemasangan
iklan Kampanye Pemilu di radio untuk setiap Peserta Pemilu
Diverse Communication dan Equitable Access Diversity Both Political And
Cultural
11
www.kpi.go.id , “Petunjuk Pelaksanaan Terkait Perlindungan Kepentingan Publik, Siaran
Jurnalistik, dan
Pemilihan Umum
” artikel diakses pada 14 Juli 2014 dari http:www.kpi.go.idindex.phplihat-sanksi31834-petunjuk-pelaksanaan-terkait-perlindungan-
kepentingan-publik-siaran-jurnalistik-iklan-dan-pemilihan-umum
3 Batas maksimum pemasangan
iklan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dan ayat 2 berlaku untuk semua jenis iklan.
4 Pengaturan dan penjadwalan
pemasangan iklan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 untuk setiap Peserta Pemilu diatur
sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan kewajiban
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap Peserta
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat 2.
Effective communication freedom of expression and communication dan
diversity both political and cultural equitable access
Pasal 97 UU Nomor 8 Tahun 2012 lebih detail menerangkan durasi iklan kampanye pemilu di media penyiaran. Ayat 1, 2, dan 4 mewakili equitable access
dari diversity both political and cultural. Sedangkan ayat 3 merupakan penjelas untuk ayat 1 dan 2.
Ayat 1 dan 2 pasal Pasal 97 UU Nomor 8 Tahun 2012 secara konseptual memiliki kesamaan namun berbeda substansi, tampak pada ayat 1 iklan kampanye di
televisi 10 spot berdurasi paling lama 30 tiga puluh detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama kampanye, sedangkan ayat 2 berbunyi radio 10 spot
berdurasi paling 60 enam puluh detik. Keduanya menunjukan equitable access, dengan alasan bahwa UU Pemilu memberikan akses yang sama dan merata equitable
access dengan menentukan spot dan durasi bagi peserta pemilu tanpa membedakan satu dan yang lainnya untuk menggunakan media penyiaran.
iklan kampanye pemilu berlaku untuk semua jenis iklan, komersil ataupun layanan masyarakat. Selanjutnya masih di pasal yang sama ayat 4 juga mewakili freedom of
expression and communication dan equitable access, ditunjukan dengan bunyi ayat: pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan kampanye pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 untuk setiap peserta pemilu diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran diberikan kebebasan untuk mengatur dan menjadwal
pemasangan iklan kampanye sesuai kebijakan lembaga penyiaran. Kemudian terdapat lanjutan ayat yang mencerminkan equitable access dengan bunyi ayat, kewajiban
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta pemilu. Pasal 97 secara keseluruah menegaskan peraturan iklan kampanye pemilu.
Pendetailalan akan spot dan durasi yang diberlakukan UU Pemilu kepada peserta pemilu dan lembaga penyiaran untuk menegakan fairness, serta menghindari
informasi yang berlibahan ataupun timpang dari satu peserta pemilu terhadap peserta lainnya. Hal ini juga untuk menjaga tertibnya kampanye di media penyiaran.
Tabel 4.8 Pasal 98
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran melakukan iklan Kampanye Pemilu dalam bentuk
iklan Kampanye Pemilu komersial atau iklan Kampanye
Pemilu layanan untuk Commercial Political Advertising
Election Coverage
2 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran wajib menentukan standar tarif iklan Kampanye
Pemilu komersial yang berlaku sama untuk setiap Peserta
Pemilu. Economic justification
3 Tarif iklan Kampanye Pemilu
layanan untuk masyarakat harus lebih rendah daripada tarif iklan
Kampanye Pemilu komersial. Economic justification
4 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran wajib menyiarkan iklan Kampanye Pemilu layanan
untuk masyarakat nonpartisan paling sedikit satu kali dalam
sehari dengan durasi 60 enam puluh detik.
Minority Interest Diversity Both Political And Cultural
5 Iklan Kampanye Pemilu layanan
untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dapat
diproduksi sendiri oleh media massa cetak dan lembaga
penyiaran atau dibuat oleh pihak lain.
Freedom Of Exspression And Communication Effective
Communication
6 Penetapan dan penyiaran iklan
Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat yang diproduksi oleh
pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat 5
dilakukan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.
Public service
7 Jumlah waktu tayang iklan
Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat 4 tidak termasuk jumlah kumulatif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 1, ayat 2, dan
Pada table 4.8 pasal 98 UU Nomor 8 Tahun 2012 terdiri dari 7 ayat, yang membicarakan perihal tarif iklan kampanye dan iklan layanan masyarakat. Setiap ayat
mewakili beberapa aspek regulasi, seperti ayat 1 yang isinya mewakili election coverage, ayat 2 economic justification, ayat 4 minotity interest, ayat 5 freedom of
exspression and communication, ayat 6 public service, dan terakhir ayat 7 merupakan penjelas untuk ayat 5 pasal 98 dengan pasal 97 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3.
Pasal 98 ayat 1 menunjukan election coverage, tampak dengan bunyi ayat: media massa cetak dan lembaga penyiaran melakukan iklan Kampanye Pemilu dalam
bentuk iklan Kampanye Pemilu komersial atau iklan Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat dengan mematuhi kode etik periklanan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Yang perlu disoroti pada ayat tersebut adalah kode etik periklanan dan perundang-undangan, lembaga penyiaran dari pandangan aspek
election coverage element commercial political advertising dapat melakukan apa
yang dijelaskan pada pasal 98 ayat 1 tentu dengan mematuhi peraturan yang berlaku di tiap negara. Pasal 98 ayat 2 menunjukan economic justification, ditunjukan dengan
bunyi pasal: Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menentukan standar tarif iklan Kampanye Pemilu komersial yang berlaku sama untuk setiap Peserta
Pemilu. Pemilu menjadi waktu yang memberikan keuntungan tersendiri bagi
pengelola media massa khususnya penyiaran bila dilihat dari sudut pandang bisnis, maka dari itu ayat 2 pasal 98 ada untuk menegaskan adanya persamaan tarif yang
diberlakukan, agar terjamin keadilaan bagi peserta pemilu. Pasal 98 ayat 3 juga terkait dengan economic justification, pada ayat 3 UU Pemilu dijelaskan bahwa tarif iklan
layanan masyarakat harus lebih rendah dibanding iklan komersial. Dikarenakan bentuk iklan layanan masyarakat ada untuk membangkitkan awareness, kepekaan,
layaknya berdagang. Selanjutnya pada table 4.8 pasal 98 ayat 4 mewakili equitable access dari
diversity both political and cultural, ditunjukan dengan bunyi ayat 4: Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menyiarkan iklan Kampanye Pemilu layanan
untuk masyarakat nonpartisan
12
paling sedikit satu kali dalam sehari dengan durasi 60 enam puluh detik. Pada ayat 4 seperti memberikan penjelasaan bahwa akses merata
atau kesempatan yang sama tidak hanya untuk peserta pemilu atau pengiklan, namun juga berbicara mengenai informasi yang didapat secara merata oleh masyarakat
nonpartisan. Pada ayat 5 ayat 6 pasal 98 memiliki aspek yang sama freedom of expression and communication dari effective communication, tampak pada teksnya:
Iklan kampanye layanan masyarakat bisa diproduksi oleh media penyiaran, cetak, maupun dibuat oleh pihak lain. Sedangkan pada ayat 6 tampak dengan bunyi ayat:
penetapan dan penyiaran iklan kampanye pemilu layanan masyarakat dilakukan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran. Dengan begitu kedua ayat tersebut
memberikan kebebasan kepada media massa cetak dan lembaga penyiaran untuk produksi, penetapan dan penyiaran iklan kampanye pemilu. Masih di pasal yang sama
ayat 7 merupakan penjelas untuk ayat 5 pasal 98 dengan pasal 97 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3.
Kampanye di media massa harus mengandung prinsip netral. Untuk itu UU Pemilu pasal 98 menuntut persamaan tarif iklan kampanye komersial diberlakukan
12
Firmanzah, Marketing Politik-Antara Pemahaman dan Realitas Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, h. 37.
Non-partisan adalah sekelompok masyarakat yang tidak menjadi anggota atau mengikatkan diri secara ideologis dengan partai politik tertentu. Kaum non-partisan melihat pentingnya kemampuan dan
kapasitas orang atau program kerja yang dicanangkan partai atau kandidat. Kelompok masyarakat ini menunggu partai politik mana yang dapat yang memberikan solusi atas permasalahan bangsa dan
negara ketika program-program dikomunikasikan selama periode menjelan pemilihan umum. Fenomena non-partisan ini menunjukan bahwa pemilih dewasa ini semakin keritis terhadap partai
politik.
rendah tarifnya ketimbang komersial. Tidak hanya adil dan berimbang terkait alokasi waktu, frekuensi, durasi, jumlah halaman, tetapi tarif pun dituntut untuk diberlakukan
sama tanpa membedakan satu dengan yang lain. UU Pemilu pasal 98 juga memberikan kebebasan bagi media massa cetak dan lembaga penyiaran untuk
mengatur hal terkait produksi, penetapan, dan penyiaran iklan kampanye.
Tabel 4.9 Pasal 100
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Komisi Penyiaran Indonesia atau
Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan,
penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh
lembaga penyiaran atau media massa cetak.
Interest Of Democracy Effective
Communication
Tabel 4.10 Pasal 101
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu diatur
dengan peraturan KPU.
Regulasi harus
mencerminkan keadilan
dan demokrasi
dengan menyeimbangkam hak dan kewajiaban, olah karena itu interest of democracy menjadi
aspek yang terdapat pada pasal 100 UU Pemilu. Hal ini tampak dengan bunyi pasal
pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media massa cetak. Lebih lanjut terdapat penjelasaan pada pasal 101
yang berbunyi: Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu diatur dengan peraturan KPU. KPI dan Dewan Pers diberikan
kewenangan untuk melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran dan media massa cetak.
KPI dan Dewan Pers dalam hal ini mempunyai hak, kapasitas, dan kewenangan. Namun di sisi lain, diatur dengan peraturan KPU, Komisioner KPI Pusat menganggap
hal yang demikian menjadi kelemahan tersendiri dan sangat disayangkan: “…menurut undang-undang ini kan penyelenggara pemilu kan KPU
dan Bawaslu, padahal untuk lembaga penyiaran apa yang tersiar ini kan menjadi tanggung jawab dari pada KPI. Ini salah satu kelemahannya lagi,
undang-undang pemilu dikatakan bahwa yang membuat aturan tentang pemilu termasuk yang tadi ya.. itu adalah KPU. Nah, kalo ada masalah
penindakannya atau pengawasannya dilakukan oleh KPI, nah ini yang jadi tidak sinkron.
”
13
Ketika KPI memutuskan perihal mengenai iklan, pemberitaan, dan penyiaraan yang dapat dikatakan sebagai kampanye tetapi pada PKPU No 1 dan No 15 Tahun
2013 maupun UU No 8 Tentang Pemilu tidak dapat dikatakan sebagai kampanye, inilah yang menjadi titik kelemahan. Tidak terdapat satu persepsi yang sama, se-iya
se-kata, dan sepakat untuk menyatakan bahwa iklan, pemberitaan dan penyiaran ini merupakan pelanggaran kampanye. Akhirnya ini yang dijadikan sebagai celah untuk
memaksimalkan media penyiaran sebagai sarana kampanye. “…berdasarkan penilaian KPI adalah kampanye, sementara
berdasarkan undang-undang yang ada tidak bisa dimasukan dalam dikategorikan kampanye. Nah ini adalah sebuah celah atau apa ya namanya
ya? Kelemahan-kelemahan hukum yang akhirnya membuat regulator ini mempunyai persepsi atau pandangan yang berbeda. Nah dari pandanga-
13
Wawancara Pribadi dengan Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily, pada tanggal 5 Mei 2014.
.”
14
Penyelenggaraan pemilu memang menjadi hak KPU sebagai lembaga yang
berdiri untuk melakukan tugasnya pada tiap pemilihan. Namun untuk beberapa hal seharusnya disepakati bersama mengenai regulasi-regulasi yang mempunyai
keterhubungan oleh lembaga lain, agar terdapat satu suara yang sama anatara satu lembaga dengan lembaga lainnya. Yang terjadi sekarang menjadi celah bagi para
lembaga penyiaran untuk memanfaatkan ketidaksamaan persepsi antar para lembaga mengenai tafsir kampanye, hal ini tentu sangat disayangkan dan masyarakatlah yang
dirugikan karena terjadi ketimpangan informasi.
2 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 dan Nomor
15 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tabel 4.11
Pasal 18 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013
Kampanye Pemilu dalam bentuk iklan media massa cetak dan media massa elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf e, diatur sebagai berikut:
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Memberikan kesempatan yang
sama kepada peserta pemilihan umum untuk menyampaikan
tema dan materi kampanye pemilu dengan menentukan
durasi, frekuensi, bentuk dan substansi pemberitaanpenyiaran
berdasarkan kebijakan redaksional
;
Freedom Of Expression And Communication Effective
Communication
14
Wawancara Pribadi dengan Komisioner KPI Pusat, Agatha Lily, pada tanggal 5 Mei 2014.
3 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran dapat menyediakan rubrik khusus bagi peserta
pemilu. Access Political Broadcasts Election
Coverage
Pasal 18 PKPU Nomor 1 Tahun 2013, pada tiap ayatnya mewakili berbagai aspek
yang telah disusun pada bab terdahulu. Pada pasal 18 ayat 1 terdapat unsur freedom of expression and communication effective communication, ayat 2, dan pada ayat 3
menjiwai access political broadcasts election coverage. Pada ayat 1 pasal 18 PKPU Nomor 1 tahun 2013 menunjukan salah satu aspek
dari Feintuck, yakni equitable access dari diversity both political and cultural dan freedom of expression dari effective communication. Tampak dengan bunyi ayat:
Memberikan kesempatan yang sama kepada peserta pemilihan umum untuk menyampaikan tema dan materi kampanye pemilu dengan menentukan durasi,
frekuensi, bentuk dan substansi pemberitaanpenyiaran berdasarkan kebijakan redaksional
.
Pasal 18 ayat 1 menjamin adanya akses merata ditunjukan dengan kata kesempatan yang sama bagi tiap warga negara termasuk peserta pemilu untuk
menyampaikan materi kampanye sebagai bentuk freedom of expression and communication tanpa membeda-bedakan dengan menetukan aturan main yang jelas.
Selanjutnya pada table 4.1 ayat 2 pasal 18 menggambarkan interest of democracy dari effective communication, ditunjukan dengan bunyi ayat materi dan substansi
peliputan berita harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik jurnalistik. Artinya ayat 2 menggambarkan perlindungan kepentingan
publik, yang dengan demikian dapat dikatakan sebagai interest of democracy. Masih
ayat 3. Tampak dengan bunyi ayat media massa cetak dan lembaga penyiaran dapat menyediakan rubrik khusus bagi peserta pemilu. Lembaga penyiaran publik atau
komersial dianjurkan untuk memberikan rubrik khusus atau akses waktu siaran kepada peserta pemilu seperti yang terdapat pada access political broadcast.
Secara keseluruhan PKPU NO 13 Tahun 2014 pasal 18 menjelaskan, bahwa kesempatan yang sama diberikan kepada peserta pemilu dengan berbagai aturan main
yang diberlakukan dan media diperbolehkan untuk menyediakan rubrik khusus. Tentunya sesuai dengan ketentuan perundangan-perundangan dan kode etik
jurnalistik. Dengan maksud untuk menjaga keadilan dan keberimbangan. Pasal 18 menggambarkan bahwa pemilu tidak melulu menjadi urusan KPU semata, namun
juga melibatkan berbagai instansi yang ranahnya bisa dijadikan sarana kampanye, seperti KPI dan Dewan Pers.
Tabel 4.12 Jadwal Kampanye
Pasal 25 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf e dan huruf f, dilaksanakan selama
21 dua puluh satu hari, dan berakhir sampai dengan
dimulainya masa tenang. Commercial Political Advertising
Election Coverage dan Konseptualisasi Kampanye
2 Masa tenang sebagaimana
dimaksud ayat 1 berlangsung selama 3 tiga hari sebelum
haritanggal pemungutan suara. Konseptualisasi Kampanye
Tabel 4.2 pasal 25 PKPU Nomor 1 Tahun 2013 secara keseluruhan ayat pada pasal tersebut mewakili dari konseptualisasi kampanye dan election coverage, tampak
13 huruf e iklan media massa cetak dan media massa elektronik, 21 dua puluh satu hari, dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang. Salah satu karakteristik
kampanye adalah dari segi waktu yang terikat dan dibatasi waktunya, karakteristik ini dimiliki ayat 1 pasal 25. Sesuai dengan definisi kampanye sebagai
“serangkaian tindakan komunikasi yang terencana, dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada
sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.”
15
Kemudian tercermin aspek election coverage yaitu elemen commercial political advertising, dengan alasan bahwa para peserta pemilu diperbolehkan untuk
membeli waktu siaran untuk iklan politik tentunya dengan mentaati peraturan yang berlaku.
Pasal 25 ayat 2 merupakan penjelas dari ayat 1 pasal 25, yang juga memiliki unsur Konseptualisasi kampanye. Pasal 25 ayat 1 menyinggung perihal masa tenang
yang merupakan rentang waktu dimana peserta pemilu dilarang untuk melakukan kampanye, larangan ini juga berlaku untuk media massa menyiarkan kampanye
dalam bentuk apapun, baik mengutungkan atau merugikan peserta pemilu. PKPU maupun undang-undang dalam pemilu maerupakan sebuah rujukan
untuk aktivitas pemilu itu sendiri. Pasal 25 PKPU No 1 tahun 2013 membatasi kampanye di media cetak maupun penyiaran. Setidaknya pasal 25 dapat mengurangi
keresahan mengenai ketidakseimbangan informasi dan eksploitasi pada media massa yang diakibatkan oleh afiliasi pengusaha media dan partai politik.
Tabel 4.13 Pasal 36
Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2013
15
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina, Komunikasi Politik Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 33.
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Pemberitaan, penyiaran, dan
iklan kampanye dapat melalui media massa cetak, on-line,
elektronik dan lembaga penyiaran lainnya sesuai dengan
peraturan perundandang- undangan,
Freedom of expression and communication effective
communication
2 Pemberitaan, penyiaran, dan
iklan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dilaksanakan dalam rangka penyampaian materi
kampanye pemilu oleh peserta pemilu kepada masyarakat.
Democratic idea diversity both political and cultural
3 Materi kampanye pemilu
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa tulisan,
suara, gambar, tulisan, atau suara dan gambar yang bersifat naratif,
grafis, karakter, interaktif, atau tidak interaktif, serta yang dapat
diterima melalui perangkat penerimaan pesan.
Democratic idea diversity both political and cultural
4 Media massa cetak, on-line,
elektronik dan lembaga penyiaran dalam memberitakan,
menyiarkan, dan mengiklankan kampanye sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 harus mematuhi tata cara penyusunan
dan penyampaian materi kampanye dan larangan dalam
kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan
pasal 32. Interest of democracy Effective
communication
5 Media massa cetak, on-line,
elektronik dan lembaga penyiaran sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 selama masa tenang dilarang
menyiarkan iklan, rekam jejak Interest of democracy Effective
communication
Adanya perubahan beberapa pasal dari PKPU No 1 Tahun 2013 ke PKPU No 15 Tahun 2013 merupakaan bentuk penyempurnaan, walaupun belum sempurna dan
juga ideal bagi beberapa kalangan setidaknya ada sedikit pembenahan yang dilakukan KPU. Selain itu PKPU Nomor 15 Tahun 2013 pasal 36 memiliki kesamaan isi dengan
pasal 91 UU Pemilu Tahun 2012 meskipun terdapat sedikit penambahan dan perbedaan kata pada PKPU. Pasal 36 ini menjiwai beberapa aspek regulasi Mike
Feintuck, di antaranya: ayat 1 dan 2 yang mengandung Freedom of expression and communication effective communication, ayat 3 mengandung democratic idea
diversity both political and cultural, terakhir ayat 4 dan ayat 5 memiliki kesamaan yakni; interest of democracy Effective communication.
Pada pasal 36 PKPU Nomor 15 Tahun 2012 ayat 1 ditambahkan bahwa kampanye dapat melalui on-line dan elektronik yang keduanya tidak terdapat pada
pasal 91 UU Pemilu Tahun 2012. Pasal 36 ayat 1 menggambarkan effective communication ditunjukan dengan bunyi ayat yang mengandung Freedom of
expression and communication. Ayat 1 pada pasal 36 berbunyi pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu dapat dilakukan melalui media massa cetak,
on-line, elektronik dan lembaga penyiaran. Dengan demikian PKPU Nomor 15 Tahun 2013 ayat 1 memperbolehkan dan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk
pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye melalui media massa cetak, on-line, elektronik, dan lembaga penyiaran untuk berkomunikasi dengan konsistuen. Hal ini
dapat dikatakan bentuk dari kebebasan berekspresi dan komunikasi dengan alasan
pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye. Ayat 2 pada PKPU Nomor 15 Tahun 2013 pasal 36 dengan UU Pemilu Nomor
8 Tahun 2012 memiliki kesamaan bunyi ayat, pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye dilaksanakan dalam rangka penyampaian pesan kampanye pemilu oleh
peserta pemilu kepada masyarakat. Artinya peserta pemilu diberikan hak untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, dengan demikian dapat dikatakan sebagai
freedom of expression and communication. Pada ayat 3 pada UU Pemilu bunyi kata awal ayat tersebut menggunakan kata “pesan” yang dalam kamus besar bahasa
Indoneisa diartikan sebagai perintah, nasihat, permintaan, amanat yg disampaikan lewat orang lain, sedangkan pada PKPU Nomor 15 Tahun 2013 pasal 36 ayat 3
menggunakan kata “materi” yang berarti sesuatu yg menjadi bahan untuk diujikan, dipikirkan, dibicarakan, dikarangkan, dsb. ayat 3 sendiri merupakan penjelas dari
ayat 2 dengan bunyi ayat: materi kampanye dapat pemilu dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis,
karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan. Dengan demikian pesan yang disampaikan harus melalui suatu
instrument yang memungkinkan setiap orang dapat mengkasesnya, Hal ini dapat dikatakan sebagai democratic idea.
Ayat 4 dan ayat 5 mengandung aspek interest of democracy dari aspek effective communication. pada ayat ini pun memilki kesamaan dengan ayat 4 dan 5 UU Pemilu
Nomor 8 Tahun 2012, letak perbedaanya pada ayat 4 di PKPU tidak hanya media massa cetak dan lembaga penyiaran dalam memberitakan, menyiarkan dalam iklan
kampanye harus mematuhi tata cara penyusunan dan larangan dalam kampanye, tetapi on-line dan elektronik juga diwajibkan untuk mematuhi peraturan. Sedangkan
2012 pasal 91 terbatas hanya pada media massa cetak dan lembaga penyiaran yang dilarang pada masa tenang untuk menyiarkan iklan, rekam jejak peserta pemilu atau
bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye, namun pada PKPU diperluas ranahnya sampai ke on-line dan elektronik, selain itu pada PKPU berita
tidak dicantumkan sebagai hal yang dilarang dalam masa tenang seperti yang tercantum pada UU Nomor 8 Tahun 2012 pasal 91. Berbagai larangan dalam
kampanye merupakan bentuk dari perlindungan untuk kepentingan publik, yang demikian dapat dikatakan sebagai interest of democracy.
Pada pasal 36 ayat 5 memang menjadi perdebatan tersendiri, ayat ini dirasa memangkas kebebasan pers. Sejumlah kalangan termasuk Badan Pengawas Pemilu,
Dewan Pers, dan KPI yang pada akhirnya sepakat, bahwa media boleh menyiarkan berita, rekam jejak, atau bentuk lain sepanjang tidak mengarah kepada kepentingan
kampanye dan sebaliknya iklan kampanye dilarang keras beredar pada masa tenang. Apa yang telah disusun oleh KPU sebagai PKPU, pada ayat 5 seharusnya tidak dilihat
sebagai sebuah pemangkasan bagi kebebasan pers, justru ayat ini menjiwai demokrasi, bahwa masyarakat butuh ruang kosong ataupun tenang dari terpaan
kampanye sampai pada hari pemungutan suara. Secara keseluruhan pasal 36 memberikan berbagai peluang bagi peserta pemilu,
memanfaatkan berbagai media massa untuk melakukan kampanye dalam rangka penyampaian materi kampanye pemilu, dari peserta pemilu kepada masyarakat. Dari
ruang yang begitu besar diberikan oleh penyelanggara pemilu, seharusnya peserta pemilu memiliki kesadaraan, dengan banyak ruang yang diberikan untuk tidak
melanggar aturan main kampanye dan bila digunakan secara maksimal dan tepat
ataupun penyalahgunaan frekuensi.
Tabel 4.14 Pasal 37
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Lembaga penyiaran publik,
lembaga penyiaran publik lokal, lembaga penyiaran swasta, dan
lembaga penyiaran berlangganan memberikan alokasi waktu yang
sama dan memperlakukan secara berimbang Peserta Pemilu untuk
menyampaikan materi kampanye.
Equitable access Diversity both political and cultural
2 Lembaga penyiaran komunitas
dapat menyiarkan proses Pemi lu sebagai bentuk layanan kepada
masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan
kampanye bagi Peserta Pemilu.. Public Service.
PKPU No 1 tahun 2013 pasal 44 membahas berbagai lembaga penyiaran yang diperbolehkan memberikan akses siaran, bagi peserta pemilu menyampaikan materi
kampanye secara adil, sesuai dengan peraturan yang telah disusun oleh KPU untuk ditaati bersama. Pada ayat 1 menggambarka equitable access dari aspek diversity both
political and cultural. Tergambar pada ayat 1 yang berbunyi: Lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran publik lokal, lembaga penyiaran swasta, dan lembaga
penyiaran berlangganan memberikan alokasi waktu yang sama dan memperlakukan secara berimbang peserta pemilu. Artinya lembaga penyiaran dituntut untuk
memberikan alokasi waktu dan perlakuan yang berimbang, dengan demikian pada ayat 1 tercermin equitable access. Ayat ini pun memiliki kesamaan pada UU Pemilu
Nomor 8 Tahun 2012 pasal 92, yang membedakan pada pasal 92 ayat 1 lembaga
Indonesia dan lembaga penyiaran publik Radio Republik Indonesia. Table 4.14 Pasal 37 Ayat 2 memiliki unsur public service, ditunjukan dengan
bunyi ayat 2 yang berbunyi lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan proses pemilu sebagai bentuk layanan kepada masyarakat dan tidak boleh dimanfaatkan
untuk kepentingan kampanye peserta pemilu. Kemudian diperjelas dengan tafsir lembaga penyiaran komunitas dari UU 32 Tahun 2002 tentang penyiaran adalah:
lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas
jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani komunitasnya. Hal ini sesuai dengan salah satu mandat dari public service menyediakan pelayanan yang dapat
diakses secara universal dan dapat melayani seluruh warga negara, termasuk kelompok minoritas.
Dengan demikian tergambar bahwa PKPU No 1 tahun 2013 pasal 37 menegaskan asas fairness, agar tidak ada ketimpangan informasi terkait pemilu yang
disiarkan oleh berbagai lembaga penyiaran bagi para peserta pemilu menyampaikan materi kampanye kepada masyarakat.
Tabel 4.15 Pasal 38
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Pemberitaan kampanye dapat
disiarkan melalui lembaga penyiaran dengan cara siaran
langsung atau siaran tunda dan oleh media massa cetak atau
online. Access political broadcast Election
coverage
2 Media massa cetak, on-line,
elektronik dan lembaga Access political broadcast Election
coverage dan equitable access
Pasal 38 terdiri dari dua ayat, ayat 1 dan 2 mewakili access political broadcast dari election coverage, selain itu ayat 2 juga mewakili diversity both political and
cultural dengan aspeknya equitable access. Seperti yang sudah-sudah pasal ini pun memiliki kesamaan dengan UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 pasal 93, yang sedikit
membedakaan adalah pada ayat 1 pemberitaan kampanye baik tunda maupun langsung juga dapat dilakakukan oleh media on-line. Sedangkan pada ayat 2 di PKPU
tidak hanya media massa cetak saja yang diperbolehkan menyediakan rubrik khusus bagi peserta pemilu, tetapi on-line dan elektronik pun diijikan menyediakan rubrik
khusus. Ayat 1 berbunyi, pemberitaan kampanye pemilu dilakukan oleh lembaga
penyiaran, media massa cetak, atau on-line dengan siaran langsung atau siaran tunda. Tergambar access political broadcast dari election coverage dari ayat ini, dengan
alasan bahwa media memang diharuskan memberi akses siaran politik baik langsung maupun tunda dan memberitakannya secara adil, setara, tanpa diskriminatif.
Sedangkan Ayat 2 berbunyi, media cetak, on-line, dan elektronik dan lembaga penyiaran yang menyediakan rubrik khusus kampanye untuk pemberitaan pemilu
harus berlaku adil dan berimbang kepada semua peserta pemilu. Ayat 2 dalam pasal 93 memiliki dua unsur, yang pertama unsur election coverage ditunjukan dengan
bunyi ayat yang mengandung access political broadcast , “menyediakan rubrik
khusus”. Kedua, diversity both political and cultural dengan aspeknya equitable access
, “berlaku adil dan berimbang kepada semua peserta pemilu”.
memanfaatkan media massa untuk pemberitaan, baik cetak, on-line, elektronik dan lembaga penyiaran tentu dengan syarat berlaku adil dan berimbang kepeda peserta
pemilu. Hal ini tak lain untuk menyajikan informasi yang akurat bagi pemilih. Maka dari itu terdapat syarat yang harus dipenuhi media massa agar informasi yang sampai
pada konstituen benar adanya, meski pada realitasnya mustahil terjadi bahwa media massa dapat berlaku objektif.
Tabel 4.16 Pasal 39
Penyiaran Kampanye Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Penyiaran kampanye dilakukan
oleh lembaga penyiaran dalam bentuk siaran monolog, dialog
yang melibatkan suara danatau gambar pemirsa atau suara
pendengar, debat Peserta Pemilu, serta jajak pendapat.
Citizen participation Effective communication
2 Pemilihan narasumber, tema dan
moderator, serta tata cara penyelenggaraan siaran
monolog, dialog, dan debat diatur oleh lembaga penyiaran.
Freedom of expression and communication Effective
communication
3 Narasumber penyiaran monolog,
dialog, dan debat harus mematuhi larangan dalam
kampanye, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
Interest of democracy effective communication
4 Siaran monolog, dialog, dan
debat yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran dapat
melibatkan masyarakat melalui telepon, layanan pesan singkat,
twitter, facebook, surat elektronik e-mail, danatau
faksimili.
Effective communication citizen participation
4 terdapat aspek citizen participation. Ayat 2 freedom of expression and communication dan ayat 3 interest of democracy. Secara ringkas ayat 1 berbicara
mengenai partisipasi masyarakat, ayat 2 kebijakan dalam menentukan siaran diserahkan kepada lembaga penyiaran, ayat 3 narasumber dan perturan, terakhir ayat
4 membicarakan hal yang sama pada ayat 1, namun ada perluasaan penggunaan alat komunikasi yang digunakan untuk ikut berpartisipasi. Pasal 39 PKPU Nomor 1
Tahun 2013 pasal 39 ayat 1 dan 3 juga memiliki kesamaan dengan UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 pasal 94 ayat 1 dan 3, yang membedakan pada ayat 1 dan 3 pkpu tak
disebutkan kata pemilu setelah kata kampan ye. Pada ayat 2 menggunakan kata “dan”
di UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 sedangkan pada PKPU Nomor 1 Tahun 2013 pasal 39 tidak menggunakan kata “dan” menggunakan kata “serta”, terakhir ayat 4
pada UU Pemilu pasal 94 menggunakan kata “mengikutsertakan” sedangkan pada PKPU menggunakan kata pasal 94 menggunakan kata “melibatkan” dan lenbaga
penyiaran dapat melibatkan masyarakat hanya melalui telepon, faksimilie, layanan pesan singkat, atau surat elektronik emai, tetapi juga bias melalui twitter dan
facebook. Selanjutnya akan diuraikan pada paragraph berikutnya. ayat 1 pasal 39 menggambarkan citizen participation dari aspek effective
communication, ditunjukan dengan bunyi ayat: melibatkan suara dangambar pemirsa atau suara pendengar, debat peserta pemilu, serta jejak pendapat. Artinya masyarakat
diajak terlibat untuk ikut memantau dan menggerakan ranah penyiaran dengan ikut berpartisipasi, hal demikian dpat dikatan sebagai citizen participation. Ayat 2 pasal
36 memiliki unsur freedom of expression and communication, ditunjukan dengan ayat yang berbunyi: pemilihan narasumber, tema, moderator serta tata cara
ayat tersebut memberikan kebebasan berekspresi lembaga penyiaran untuk menentukan berbagai format siaran yang sesuai dengan kebijakan masing-masing
lembaga penyiaran. Pasal 39 ayat 3 menunjukan interest of democracy yang merupakan aspek dari effective communication, dengang bunyi pasal: narasumber
penyiaran monolog, dialog dan debat harus mematuhi larangan kampanye. Pada ayat 3 narasumber dituntut untuk patuh pada peraturan yang ada sebagai bentuk
kepentingan demokrasi interest of democracy. Pada ayat 3 narasumber dituntut untuk patuh pada peraturan yang ada sebagai bentuk kepentingan untuk perlindungan
publik, dengan maksud untuk tidak melukai kebebasan demokrasi. Terakhir pasal 36 ayat 4 menggambarkan apa yang digambarkan oleh ayat 1, yakni citizen
participation. Hal ini ditunjukan pada ayat 4 yang berbunyi: dapat mengikutsertakan masyarakat, antara lain melalui telepon, layanan pesan singkat, twitter, facebook,
surat elektronik email, danatau faksimili. Table 4.6 Pasal 39 PKPU Nomor 1 tahun 2013 memberikan kesempatan pada
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kampanye pemilu melalui berbagai alat telekomunikasi yang dapat digunakan. Masyarakat diajak untuk ikut memantau,
memberi masukan, dan dalam rangka meningkatkan kesadaran bahwa kampanye merupakan hal penting bagi mereka. Selain itu lembaga penyiaran diberikan
kebebasan untuk menentukan format siaran namun tetap mentaati peraturan yang berlaku.
Tabel 4.17
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Iklan kampanye Pemilu dapat
dilakukan oleh Peserta Pemilu di media massa cetak danatau
lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial danatau iklan
layanan masyarakat. Election coverage dan public service
2 Iklan kampanye Pemilu dilarang
berisikan hal yang dapat mengganggu kenyamanan
pembaca, pendengar, danatau pemirsa.
Pluralism in conten Diversity both political and cultural
3 Media massa cetak, on-line,
elektronik dan lembaga penyiaran wajib memberikan
kesempatan yang sama kepada Peserta Pemilu dalam pemuatan
dan penayangan iklan kampanye. Equitable access Diversity both
political and cultural
4 Pengaturan dan penjadwalan
pemuatan dan penayangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat 3, dilaksanakan oleh media massa
cetak dan lembaga penyiaran. Konseptualisasi kampanye dan election
coverage
PKPU Nomor 1 Tahun 2013 Pasal 40 membahas iklan kampanye di media
massa. Pada pasal 40, ayat perayat menggambarkan berbagai aspek regulasi, seperti ayat 1 terdapat election coverage dan public service, ayat 2 pluralism in content, ayat
3 equitable access, dan ayat 4 konseptualisasi kampanye dan election coverage. Bunyi ayat 1: iklan kampanye pemilu dapat dilakukan oleh peserta pemilu di
media massa cetak danatau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial. Ayat 1 memiliki 2 unsur, ya pertama mencerminkan election coverage dengan ayat yang
menunjukan commercial political advertising , ditunjukan dengan bunyi ayat “iklan
dalam bentuk iklan komersial”. Artinya peserta pemilu diperbolehkan membeli waktu
ditunjukan dengan bunyi lanjutan ayat 1 yang berbunyi: iklan layanan masyarakat. Iklan layanan masyarakat merupakan bentuk dari public service, dikarenakan bentuk
iklan ini sebagai penyajian pesan-pesan sosial yang bertujuan untuk membangun kepekaan maupun kepedulian di masyarakat. Pasal 40 ayat 2 menggambarkan
pluralism in content, ditunjukan dengan bunyi ayat iklan kampanye pemilu dilarang berisikan hal yang dapat menggangu kenyamanan pembaca, pendengar, danatau
pemirsa. Artinya isi siaran harus betul-betul memperhatikan aspek kehidupan masyarakat sebagai penikmat siaran,
16
maka dari itu iklan kampanye pemilu dilarang berisikan hal yang dapat mengganggu kenyamanan pemirsa dan hal ini menunjukan
apa yang disebut pluralism in content. Pasal 40 ayat 3 memiliki unsur equitable access dari diversity both political
and cultural, ditunjukan dengan bunyi ayat Media massa cetak, on-line, elektronik dan lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang sama kepada Peserta
Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye. Ayat 3 pasal 39 tidak membatasi pada media massa cetak dan lembaga penyiaran saja yang harus
memberikan kesempatan ataupun akses yang sama untuk penayangan iklan kampanye pemilu, tetapi on-line dan elektronik juga dituntut untuk berlaku demikian
kepada peserta pemilu, hal yang demikian dapat dikatakan sebagai equitable access. Masih di pasal yang sama, ayat 4 berbunyi: pengaturan dan penjadwalan pemuatan
dan penayangan iklan kampanye pemilu sebgaimana dimaksud pada ayat 3, dilaksanakn oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran. Bahwasannya freedom
of expression and communication dari effective communication tergambarkan pada
16
Nyoman Mardika, “Menikmati Siaran Keragaman di Langit Indonesia”, Arah Baru Politik Keragaman di Indonesia dan Tantangan: Seminar dari Yayasan Manika Kauci bersama Centre For
Religious and Cross Cultural Studies, 25-27 November 2012.
pemuatan serta penayangan iklan kepada media massa cetak dan lembaga penyiaran, hal ini merupakan bentuk dari kebebasaan berekspresi dan komunikasi.
Pkpu Nomor 1 tahun 2013 Pasal 40 memberikan penjelasan bagi peserta pemilu dan media massa mengenai iklan kampanye pemilu. Media massa memiliki peran
strategis dalam mempengaruhi persepsi bahkan pilihan politik, untuk itu hadirnya pasal 40 untuk memberitahukan hak peserta pemilu dan kewajiban media massa
sebagai pilar ke empat dalam demokrasi bahwa media mempunyai peran penting dalam proses pemilu.
Tabel 4.18 Pasal 41
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran dilarang menjual blocking segment atau blocking
time untuk kampanye Pemilu. Interest Of Democracy Effective
Communication
2 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran dilarang menerima program sponsor dalam format
atau segmen apapun yang dapat dikategorikan sebagai iklan
kampanye Pemilu. Interest Of Democracy Effective
Communication
3 Media massa cetak, lembaga
penyiaran, dan Peserta Pemilu dilarang menjual spot iklan yang
tidak dimanfaatkan oleh salah satu Peserta Pemilu kepada
Peserta Pemilu yang lain. Interest Of Democracy Effective
Communication
Pada table 4.18 PKPU Nomor 1 tahun 2013 pasal 41, ketiga ayat dalam pasal ini menjiwai interest of democracy dari effective communication. Pasal ini memiliki
kesamaan dengan pasal 96 UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, yang membedakan
media massa dilarang menjual blocking segment, yakni pembelian satu atau dua segmen pada program acara, selanjutnya dilarang menjual blocking time yaitu
pembelian waktu siar di media massa untuk kampanye pemilu. Ayat 2 memaparkan tidak diperbolehkannya menerima program sponsor dalam format atau segmen yang
dapat dikategorikan sebagai iklan kampanye pemilu. Pada ayat terakhir di pasal 41 dilaang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh peserta pemilu.
Negara harus menjamin perlindungan kepentingan publik, kepentingan Publik adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat diluar kepentingan pribadi
danatau kelompoknya dalam pemanfaatan spektrum frekuensi radio sebagai ranah publik di bidang penyiaran.
17
Hal ini diatur agar informasi yang sampai kepada masyarakat berimbang dan tidak ada yang lebih dominan disalah satu peserta pemilu.
Pasal 41 PKPU Nomor 1 Tahun 2013 bertujuan agar peserta pemilu mempunyai hak, kesempatan yang sama, perlakuan yang adil, dan setara dalam kampanye.
Pemilu, khususnya di media penyiaran menjadi suatu periode ketika regulasi content penyiaran cenderung menjadi masalah yang lebih besar dibanding waktu lainnya.
untuk itu diperlukan regulasi yang ketat dan jelas.
Tabel 4.19 Pasal 42
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Batas maksimum pemasangan
iklan kampanye Pemilu di televisi untuk setiap Peserta
Pemilu secara kumulatif Diversity both political and cultural
equitable access dan pluralism in content
17
www.kpi.go.id , “Petunjuk Pelaksanaan Terkait Perlindungan Kepentingan Publik, Siaran
Jurnalistik, dan
Pemilihan Umum
” artikel diakses pada 14 Juli 2014 dari http:www.kpi.go.idindex.phplihat-sanksi31834-petunjuk-pelaksanaan-terkait-perlindungan-
kepentingan-publik-siaran-jurnalistik-iklan-dan-pemilihan-umum
2 Batas maksimum pemasangan
iklan kampanye Pemilu di radio untuk setiap Peserta Pemilu
secara kumulatif sebanyak 10 sepuluh spot berdurasi paling
lama 60 enam puluh detik untuk setiap stasiun radio setiap
hari selama masa kampanye. Diversity both political and cultural
equitable access dan pluralism in content
3 Batas maksimum pemasangan
iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dan ayat 2 berlaku untuk semua jenis iklan.
4 Pengaturan dan penjadwalan
pemasangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 untuk setiap Peserta Pemilu diatur
sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan kewajiban
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap Peserta
Pemilu. Effective communication freedom of
expression and communication dan diversity both political and cultural
equitable access
Pasal 42 PKPU Nomor 1 tahun 2013 lebih detail menerangkan durasi iklan kampanye pemilu di media penyiaran. Pasal ini pun memiliki kesamaan dengan pasal
97 UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, yang membedakan hanya terletak pada ayat 1 dan 2 setelah kata “kampanye” tidak ada kata “pemilu” seperti pasal 97 UU Pemilu
Nomor 8 Tahun 2012. Ayat 1, 2, dan 4 menunjukan, equitable access dari diversity both political and cultural. Sedangkan ayat 3 pada pasal 42 merupakan penjelas dari
ayat 1 dan 2.
kesamaan namun berbeda substansi, pada televisi iklan kampanye 10 spot berdurasi paling lama 30 tiga puluh detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama
kampanye, sedangkan radio 10 spot berdurasi paling 60 enam puluh detik. Keduanya menunjukan memiliki dua aspek regulasi, yakni: equitable access dan
diverse communication, dengan alasan bahwa KPU memberikan akses yang sama dan merata equitable access dengan menentukan spot dan durasi bagi peserta pemilu
tanpa membedakan satu dan yang lainnya. Pada pasal 42 ayat 3 menjadi penjelas dari ayat 1 dan 2 bahwa spot dan durasi
iklan kampanye pemilu berlaku untuk semua jenis iklan, komersil ataupun layanan masyarakat. Selanjutnya masih di pasal yang sama ayat 4 mewakili freedom of
expression and communication dan equitable access, ditunjukan dengan bunyi ayat: pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan kampanye pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 untuk setiap peserta pemilu diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran diberikan kebebasan untuk mengatur dan menjadwal
pemasangan iklan kampanye sesuai kebijakan lembaga penyiaran. Selain itu pasal 42 ayat 4 juga memiliki unsur equitable access tanpak dengan bunyi lanjutan ayat:
dengan kewajiban memberi kesempatan yang sama kepada peserta pemilu . Pasal 42 secara keseluruah menegaskan peraturan iklan kampanye pemilu.
Pendetailalan akan spot dan durasi yang diberlakukan KPU kepada peserta pemilu dan lembaga penyiaran untuk menegakan fairness, serta menghindari informasi yang
berlibahan ataupun timpang dari satu peserta pemilu terhadap peserta lainnya. Hal ini juga untuk menjaga tertibnya kampanye di media penyiaran.
Tabel 4.20 Pasal 43
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Media massa cetak, online,
elektronik dan lembaga penyiaran melakukan iklan
kampanye Pemilu dalam bentuk iklan kampanye Pemilu
komersial atau iklan kampanye Pemilu layanan untuk
masyarakat dengan mematuhi kode etik periklanan dan
ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Commercial Political advertising Election Coverage
2 Media massa cetak, on-line,
elektronik dan lembaga penyiaran wajib menentukan
standar tarif iklan kampanye Pemilu komersial yang berlaku
sama untuk setiap Peserta Pemilu.
Economic justification
3 Tarif iklan kampanye Pemilu
layanan untuk masyarakat harus lebih rendah daripada tarif iklan
kampanye Pemilu komersial. Economic Justification
4 Media massa cetak dan lembaga
penyiaran wajib menyiarkan iklan kampanye Pemilu layanan
untuk masyarakat non-partisan paling sedikit satu kali dalam
sehari dengan durasi 60 enam puluh detik.
Minority Interest Diversity Both Political And Cultural
5 Iklan kampanye Pemilu layanan
untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dapat
diproduksi sendiri oleh media massa cetak dan lembaga
penyiaran atau dibuat oleh pihak lain.
Freedom Of Exspression And Communication Effective
Communication
6 Penetapan dan penyiaran iklan
kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat yang diproduksi oleh
pihak lain sebagaimana Public service
7 Jumlah waktu tayang iklan
kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat 5 tidak termasuk jumlah kumulatif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 1, ayat 2, dan
ayat 3.
Pada table 4.10 pasal 43 PKPU Nomor 1 Tahun 2013 terdiri dari 7 ayat, yang membicarakan perihal tarif iklan kampanye dan iklan layanan masyarakat. Pasal ini
memiliki kesamaan dengan pasal 98 UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012, meskipun sama memiliki sedikit perbedaan, pada ayat 1 pada PKPU setelah media massa cetak
dicantumkan on-line dan elektronik yang tidak terdapat pada UU, selanjutnya pada akhir ayat tersebut ditambahkan kata “yang berlaku”. Setiap ayat mewakili beberapa
aspek regulasi, seperti ayat 1 yang isinya mewakili election coverage, ayat 2 dan 3 economic justification, ayat 4 minotity interest, ayat 5 freedom of exspression and
communication, ayat 6 public service, dan terakhir ayat 7 merupakan penjelas untuk ayat 5 pasal 43 dengan pasal 42 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3.
Pasal 43 ayat 1 menunjukan election coverage, tampak dengan bunyi ayat: Media massa cetak, online, elektronik dan lembaga penyiaran melakukan iklan
kampanye Pemilu dalam bentuk iklan kampanye Pemilu komersial atau iklan kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat dengan mematuhi kode etik periklanan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang perlu disoroti pada ayat tersebut adalah kode etik periklanan dan perundang-undangan, artinya lembaga
penyiaran dari pandangan aspek election coverage elemen commercial political advertising dapat melakukan apa yang dijelaskan pada pasal 43 ayat 1 tentu dengan
justification, ditunjukan dengan bunyi pasal: Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menentukan standar tarif iklan Kampanye Pemilu komersial yang
berlaku sama untuk setiap Peserta Pemilu. Pemilu menjadi waktu yang memberikan
keuntungan tersendiri bagi pengelola media massa bila dilihat dari sudut pandang bisnis, maka dari itu ayat 2 pasal 43 ada untuk menegaskan adanya persamaan tarif
yang diberlakukan, agar terjamin keadilaan bagi peserta pemilu. Pasal 43 ayat 3 juga terkait dengan economic justification, pada ayat 3 UU Pemilu dijelaskan bahwa tarif
iklan layanan masyarakat harus lebih rendah dibanding iklan komersial. Hal ini dikarenakan bentuk iklan layanan masyarakat, yakni untuk membangkitkan
awareness, kepekaan, dan penyampaian pesan-pesan sosial, bukan iklan kampanye pemilu komersial yang layaknya berdagang.
Selanjutnya pada table 4.10 pasal 43 ayat 4 mewakili equitable access, di tunjukan dengan bunyi ayat 4: Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
menyiarkan iklan Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat nonpartisan
18
paling sedikit satu kali dalam sehari dengan durasi 60 enam puluh detik. Pada ayat 4
seperti memberikan penjelasaan bahwa akses merata atau kesempatan yang sama tidak hanya untuk peserta pemilu atau pengiklan, namun juga berbicara mengenai
informasi yang didapat secara merata oleh masyarakat. Pada ayat 5 ayat 6 pasal 43 memiliki aspek yang sama freedom of expression and communication dari effective
communication, tampak pada teksnya: Iklan kampanye layanan masyarakat bisa
18
Firmanzah, Marketing Politik-Antara Pemahaman dan Realitas Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, h. 37.
Non-partisan adalah sekelompok masyarakat yang tidak menjadi anggota atau mengikatkan diri secara ideologis dengan partai politik tertentu. Kaum non-partisan melihat pentingnya kemampuan dan
kapasitas orang atau program kerja yang dicanangkan partai atau kandidat. Kelompok masyarakat ini menunggu partai politik mana yang dapat yang memberikan solusi atas permasalahan bangsa dan
negara ketika program-program dikomunikasikan selama periode menjelan pemilihan umum. Fenomena non-partisan ini menunjukan bahwa pemilih dewasa ini semakin keritis terhadap partai
politik.
pada ayat 6 tampak dengan bunyi ayat: penetapan dan penyiaran iklan kampanye pemilu layanan masyarakat dilakukan oleh media massa cetak dan lembaga
penyiaran. Dengan begitu kedua ayat tersebut memberikan kebebasan kepada media massa cetak dan lembaga penyiaran untuk produksi, penetapan dan penyiaran iklan
kampanye pemilu. Masih di pasal yang sama ayat 7 merupakan penjelas untuk ayat 5 pasal 43 dengan pasal 42 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3.
Kampanye di media massa harus mengandung prinsip netral. Untuk itu PKPU Nomor 1 Tahun 2012 pasal 43 menuntut persamaan tarif iklan kampanye komersial
diberlakukan sama untuk peserta pemilu, begitu juga dengan iklan layanan masyarakat harus lebih rendah tarifnya ketimbang komersial. Tidak hanya adil dan
berimbang terkait alokasi waktu, frekuensi, durasi, jumlah halaman, tetapi tarif pun dituntut untuk diberlakukan sama tanpa membedakan satu dengan yang lain. PKPU
Nomor 1 Tahun 2012 pasal 43 juga memberikan kebebasan bagi media massa cetak untuk mengatur hal terkait produksi, penetapan, dan penyiaran iklan kampanye.
Tabel 4.21 Pasal 45
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 No
Regulasi Aspek Regulasi
1 Komisi Penyiaran Indonesia atau
Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan,
penyiaran dan iklan kampanye Pemilu yang dilakukan oleh
lembaga penyiaran atau oleh media massa cetak, on-line dan
elektronik Effective communication interest of
democracy
2 Dalam hal terdapat bukti
pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Effective communication interest of democracy
3 Penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 diberitahukan kepada KPU dan
KPU Provinsi.
4 Dalam hal Komisi Penyiaran
Indonesia atau Dewan Pers tidak menjatuhkan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 dalam jangka waktu 7 tujuh hari sejak
ditemukan bukti pelanggaran kampanye, KPU, KPU Provinsi,
dan KPU KabupatenKota menjatuhkan sanksi kepada
pelaksana kampanye. Effective communication interest of
democracy
Table 4.11 pasal 45 PKPU Nomor 1 Tahun 2013 terdiri dari 4 ayat. Ayat 1,2, 3 dan 4 mewakili aspek yang sama, yakni interest of democracy. Hal ini beralasan
dengan ayat 1 yang berbunyi Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye Pemilu
yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau oleh media massa cetak, on-line dan elektronik. Pada ayat 1 KPI dan Dewan Pers diamanatkan untuk melakukan
pengawasan atas pemberitaan dan iklan kampanye di media massa. Ayat 2, memberikan kewenangan kepada KPI dan Dewan Pers untuk menjatuhkan sanksi
kepada lembaga penyiaran apabila terbukti melanggar dengan bunyi ayat 2 Dalam hal terdapat bukti pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,
Pasal 42 dan Pasal 43 Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers menjatuhkan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Penyiaran. Pada ayat 3 dengan
bunyi ayat penjatuhan sanksi sebagimana dimaksud pada ayat 2 diberitahukan
KPI dan KPU tidak menjatuhkan sanksi pada hari ke 7 tujuh sejak ditemukan bukti pelanggaran kampanye, KPU, KPU Provinsi, dan KPU KabupatenKota berhak
menjatuhkan sanksi kepada pelaksana kampanye. Regulasi
harus mencerminkan
keadilan dan
demokrasi dengan
menyeimbangkam hak dan kewajiaban, olah karena itu interest of democracy menjadi aspek yang terdapat pada pasal 45 PKPU Nomor 1 Tahun 2013. Khususnya penyiaran
sebagai penyalur informasi dan pendapat umum. Perannya makin strategis, terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di Indonesia.
19
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 pasal 100 pengawasan lembaga penyiaran, media cetak, dan on-line
dimandatkan kepada KPI dan Dewan Pers, sesuai hak dan kewajiban bahwa mereka menjalankan tugas dan fungsi terkait untuk melakukan pengawasn dibidangnya
masing-masing.
Tabel 4.22 Pasal 46
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 No
Regulasi Aspek Regulasi Mike Feintuck
1 Sanksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat 2 dapat berupa:
a. teguran tertulis; b. penghentian sementara mata
acara yang bermasalah; c. pengurangan durasi dan waktu
pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu;
d. denda; e. pembekuan kegiatan
pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu untuk
Effective communication interest of democracy
19
Masduki, Regulasi Penyiaran Dari Otoriter Ke Liberal Yogyakarta: LKis, 2007, h. 264.
f. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran
atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak.
2 Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara dan pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan
Pers bersama KPU.
Pasal 46 PKPU No 1 Tahun 2013 pada ayat 1 mengandung interest of democracy dari effective communication, dengan alasan bahwa sanksi yang dijelaskan
pada ayat 1 sebagai salah satu bentuk dari perlindungan kepentingan publik. Seperti diketahui bahwa media penyiaran memiliki regulasi lebih ketat ketimbang media
lainnya, selain sebagai ranah publik media penyiaran juga meminjam spektrum frekuensi radio kepada pemerintah untuk digunakan sebaik-baiknya bagi
kemakmuran rakyat seperti tertuang pada UU No 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Terlebih pada masa kampanye tak sedikit yang menggunakan media penyiaran untuk
menjangkau masyarakat luas untuk mempromosikan dirinya maupun golongan, meski hal ini tak sebanding elektabilitas peserta pemilu. Pada ayat 2 pasal 46 menjadi
penjelas pada ayat 1 pasal 46.
3 Pedoman Perilaku Penyiaran P3 dan Standar Program Siaran
SPS Tahun 2012 Komisi Penyiaran Indonesia.
Tabel 4.23 Pedoman Perilaku Penyiaran
Pasal 50 Siaran Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah
No Regulasi
Aspek Regulasi
2 Lembaga Penyiaran wajib
bersikap adil dan proposional terhadap para peserta Pemilihan
Umum danatau Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Diversity both political and cultural equitable access dan effective
communication interest democracy
3 Lembaga penyiaran tidak boleh
bersikap partisan terhadap salah satu peserta Pemilihan Umum
danatau Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Effective communication diversity communication
4 Lembaga Penyiaran tidak boleh
menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh
peserta Pemilihan Umum danatau Pemilihan Umum
Kepala Daerah. Diversity both political and cultural
pluralism in content
5 Lembaga penyiaran wajib
tunduk pada Peraturan Perundang-Undangan serta
Peraturan dan Kebijakan Teknis tentang Pemilihan Umum
danatau Pemilihan Umum Kepala Daerah yang ditetapkan
oleh lembaga yang berwenang.
Selain UU Nomor 8 Tahun 2012, PKPU Nomor 1 Tahun 2013, dan PKPU Nomor 15 Tahun 2013, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
P3SPS juga menjadi objek yang diteliti. Pada Pedoman Perilaku Penyiaran P3 peniliti mengambil 1 pasal untuk dianalisis, yakni pasal 50 mengenai Siaran
Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah. Pasal 50 terdiri dari 5 ayat dan tiap ayat mewakili berbagai aspek regulasi.
Ayat 1 mewakili public service, tampak pada teksnya bahwa lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilihan Umum danatau
yang ada pada public service, dimana akses merata ini menuntut alokasi waktu yang cukup bagi peliputan pemilu sebagai bentuk pemberian informasi yang dibutuhkan
masyarakat. Ayat 2 mewakili aspek equitable access dari diversity both political and cultural yang juga tampak pada teksnya bahwa lembaga penyiaran wajib bersikap
adil. Masih dipasal dan ayat yang sama juga mewakili interest of democracy dari effective communication dengan bunyi lanjutan ayat 2 wajib bersikap proposional
terhadap para peserta Pemilihan Umum danatau Pemilihan Umum Kepala Daerah. Pada ayat 3 pasal 50 mencerminkan diverse communication dari effective
communication, tampak dengan bunyi ayat 3 lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap salah satu peserta Pemilihan Umum danatau Pemilihan Umum
Kepala Daerah. Ketika salah satu lembaga penyiaran menjadi partisan, maka yang terjadi adalah pembatasan rentan sudut pandang dan media tidak bisa lagi melayani
kebutuhan masyarakat secara real. Selanjutnya pada pasal 50 ayat 4 mewakili aspek pluralism in content, tampak
pada ayat 4 pada teksnya bahwa lembaga Penyiaran tidak boleh menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilihan Umum danatau
Pemilihan Umum Kepala Daerah. Negara harus menjamin bahwa publik menerima keragaman dalam siaran yang berupa informasi memadai selama pemilihan, termasuk
melalui penyiaran yang telah diatur agar informasi berimbang dengan tidak menyiarkan program yang dibiayi atau disponsori oleh peserta pemilu. Sedangkan
pada ayat 5 Lembaga penyiaran wajib tunduk pada Peraturan Perundang-Undangan serta Peraturan dan Kebijakan Teknis tentang Pemilihan Umum danatau Pemilihan
Umum Kepala Daerah yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Pada ayat ini bertolak belakang dengan penjelasan pasal 100 dan pasal 101 UU No 8 Tahun 2012,
teknis oleh lembaga yang berwenang. Lembaga yang berwenang adalah KPU, KPU memiliki otoritas dalam pemilu dan KPI menyetujui menyerahkan perturan terkait
kepada lembaga berwenang yaitu KPU melalui ayat ini. Namun di sisi lain KPI dan KPU tidak dapat sejajar untuk menyamakan persepsi meski telah diatur dan
disepakati melalui UU No 8 Tahun 2012 tentang pemilu dan Pedoman Perilaku Penyiaran yang dimiliki KPI.
Pedoman perilaku penyiaran P3 pasal 50 sebagai regulasi yang dikeluarkan oleh KPI memang diperlukan pembenahan, dalam hal ini harus lebih det il. Karena
pada saat ini lembaga penyiaran begitu piawai memainkan peran mereka sebagai agen ganda dalam memberikan informasi kepada masyarakat. P3 pasal 50 dapat dikatakan
sebagai lapisan paling luar atau dapat dilihat sebagai permukaan yang tidak cukup lagi untuk membendung realitas yang terjadi saat ini.
Tabel 4.24 Standar Program Siaran
Pasal 71 Siaran Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah
No Regulasi
Aspek Regulasi
1 Program siaran wajib
menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilihan Umum
dan Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Public Service
2 Program siaran wajib bersikap
adil dan proposional terhadap para peserta Pemilihan Umum
dan Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Diversity both political and cultural equitable
access dan
effective
communication interest democracy
3 Program siaran dilarang
memihak salah satu peserta Pemilihan Umum dan Pemilihan
Umum Kepala Daerah. Diversity both political and cultural
equitable access,
effective communication interest democracy dan
diversity communication
5 Program siaran wajib tunduk
pada peraturan perundang- undangan serta peraturan dan
kebijakan teknis tentang Pemilihan Umum dan Pemilihan
Umum Kepala Daerah yang ditetapkan oleh lembaga yang
berwenang. effective
communication interest
democracy
6 Program siaran iklan kampanye
tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta
peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Pada pedoman perilaku penyiaran P3 tentu yang menjadi fokusnya adalah lembaga penyiaran, sedangkan pada standar program siaran SPS yang menjadi
fokus utamanya adalah program siaran. Aspek yang mewakili berbagai ayat pada pasal 50 mengenai Siaran Pemilihan Umum dan Pemilihan Umum Kepala Daerah
pedoman perilaku penyiaran P3 juga mewakili yang ada pada standar program siaran SPS pasal 71 yang juga mengenai Siaran Pemilihan Umum dan Pemilihan
Umum Kepala Daerah. Kemudian pada standar program siaran SPS terdapat ayat 6 yang tidak dimiliki pedoman perilaku penyiaran pasal 50 yang berbunyi program
siaran iklan kampanye tunduk pada peraturan perundang-undangan, serta peraturan dan kebijakan teknis tentang kampanye yang ditetapkan oleh lembaga yang
berwenang. Pada ayat ini bertolak belakang dengan penjelasan pasal 100 dan pasal 101 UU No 8 Tahun 2012, ayat ini mewajibkan tunduk pada peraturan perundang-
berwenang adalah KPU, KPU memiliki otoritas dalam pemilu dan KPI menyetujui menyerahkan perturan terkait kepada lembaga berwenang yaitu KPU melalui ayat ini.
Namun di sisi lain KPI dan KPU tidak dapat sejajar untuk menyamakan persepsi meski telah diatur dan disepakati melalui UU No 8 Tahun 2012 tentang pemilu dan
Standar Program Siaran yang dimiliki KPI.