Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Sepertinya begitu klise alasan-alasan ketiga pentolan media tersebut, tentu ada yang mereka kejar, ada yang mereka cari, bahkan bisa jadi ada yang ingin
mereka lindungi. Pemenuhan aktualisasi diri pun juga bisa menjadi alasan, tidak merasa puas dan terus menerus ingin berada dipuncak tertinggi pun bisa menjadi
alasan. Seperti yang dikemukakan oleh Abraham Maslow mengenai hirarki kebutuhan.
Namun peneliti tidak akan fokus pada aktualisasi diri para pengusaha yang ingin mencapai puncak tertinggi, menjadi Presiden atau Wakil Presiden Republik
Indonesia. Penelitian ini lebih fokus pada regulasi media massa, yaitu regulasi media penyiaran sebagai politic driven, karena tidak dapat dinafikan momentum
politik tanpa media penyiaran. Hal ini dikarenakan media penyiaran merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya dalam
jumlah yang sangat banyak. Maka dari itu penyiaran memegang peranan yang sangat penting pada proses politik. Seperti data yang di peroleh Tempo dari
Komisi Penyiaran Indonesia iklan Abu Rizal Bakrie tayang 143 kali di TVOne pada periode 1-30 April 2013. Adapun pemberitaan Abu Rizal Barkrie di televisi
yang sama pada periode 4-30 April 2013 sebanyak sembilan kali.
3
Data terbaru yang peneliti dapatkan dari Komisi Penyiaran Indonesia pada bulan Oktober
2013, terdapat iklan Abu Rizal Bakrie sebanyak 430 spot, termasuk iklan ARB dengan atribut Partai Golkar. Pada tanggal 1
–12 November terdapat 128 iklan Abu Rizal Bakrie di TVOne.
Tidak lebih banyak dari TV One yang dimiliki Abu rizal Bakrie, Surya Paloh sebagai pemilik Media Group juga menggunakan medianya sebagai alat
3
Erwan Hermawan, “Ical Kerap Tayang, TV One Klaim tidak ada Intervensi,” berita diakses pada 10 September 2013 dari http:www.tempo.coreadnews20130703078493127
Ical-Kerap-Tayang-TV-One-Klaim-Tak-Ada-Intervensi.
kampanye, dikutip dari Tempo.Co yang mendapat data dari Komisi Penyiaran Indonesia bahwa iklan Partai Nasional Demokrat dan Surya Paloh tampil 31 kali
di Metro TV pada Periode 6-30 April 2013. Pemberitaan tentang NasDem pada bulan yang sama ditampilkan 20 kali.
4
Selanjutnya data KPI menunjukan, sepanjang Oktober hingga November 2012, RCTI menayangkan 127 iklan Partai NasDem. Iklan ini ditayangkan ketika
pemilik MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, masih berkongsi dengan Surya Paloh, pendiri Partai NasDem. Setelah berpisah dengan Surya Paloh Februari lalu, Hary
Tanoe lantas berlabuh di Hanura. Perubahan afiliasi ini langsung tercemin dari kebijakan redaksi di semua stasiun TV milik Hary Tanoe. KPI menemukan, pada
2 –15 April 2013, ada 11 pemberitaan mngenai Hanura yang ditayangkan RCTI,
MNC TV, dan Global TV.
5
Berdasarkan data pantauan Komisi Penyiaran Indonesia yang peneliti dapatkan pada September 2013, dari 43 Segmen
pemberitaan politik, 21 diantaranya adalah pemberitaan tentang Partai Hanura, sedangkan 22 adalah pemberitaan yang terdiri dari berbagai partai politik.
Dalam UU Republik Indonesia No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 36 sudah dijelaskan bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh
mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran P3SPS pasal 11 berbunyi, lembaga penyiaran wajib
menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran. Namun hal-hal yang telah diatur dengan mudah dilanggar dengan terlalu
4
Erwan Hermawan, “Ditanya Independensi Metro TV, Ini Jawaban Pemred” berita diakses pada 12 September 2013 dari http:www.tempo.coreadnews20130703078493143Ditanya-
Independensi-Metro-TV-Ini-Jawaban-Pemred.
5
Dewi Rina, “Ratusan Iklan Politik Terselubung di Layar TV” berita diakses pada 30 September 2013 dari http:www.tempo.coreadfokus201305112759Ratusan-Iklan-Politik-
Terselubung-di-Layar-TV.
dominannya partai politik dan media massa dibandingkan regulasi yang ada. Independensi dan netralitas yang seharusnya dijaga untuk kepentingan publik
telah terdistorsi dikarenakan penyembahan luar biasa kepada pemilik modal dan kepentingan tertentu.
Dengan demikian telah terbukti sepanjang sejarah bahwa manusia atau golongan yang mempunyai kekuasaan tak terbatas akan menyalahgunakan atau
menyelewengkan sehingga berakibat diinjak-injaknya hak asasi manusia. Maka dari itu tepatlah diktum ya
ng dikemukakan oleh Lord Acton: “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakannya, akan tetapi
manusia yang mempunyai kekuasaan absolut sudah pasti menyalahgunakannya power tends to corrupt, but absolute power corrupt absolutely.
6
Selain itu David Marsh dan Gerry Stoker menyatakan bahwa persoalan struktur-agensi harus dipandang sebagai sesuatu yang penting,
7
argumen dasarnya seperti yang dijelaskan oleh Masduki dalam bukuya berjudul Regulasi Penyiaran
dari Otoriter ke Liberal yang mendeskripsikan pengaruh structure-agency. Struktur meliputi sistem, regulasi, aturan main, kelas sosial dan agensi meliputi
para aktor sosial dan tindakannya, baik secara individu maupun kolektif
8
bukanlah entitas yang terpisah, keduanya saling tergantung dan berkaitan secara internal. Proses ini oleh Anthony Giddens disebut dengan „strukturasi’. Sejatinya
proses strukturasi sedang berlangsung dalam dunia penyiaran dan semakin kuat menjelang pemilu 2014, tarik menarik dan interplay antara struktur tentunya
dengan agensi akan sangat kentara.
6
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010, h. 174.
7
David Marsch dan Gery Stoker, Teori dan Metode dalam Ilmu Politik Bandung: Nusa Media, 2011, h. 325.
8
Masduki, Regulasi Penyiaran dari Otoriter ke Liberal Yogyakarta: LKiS, 2007, h. 55
Selanjutnya teori strukturasi memberikan jalan terbaik untuk terbentuknya hegemoni, seperti yang dinyatakan oleh Antonio Gram
sci adalah bahwa “struktur pemikiran rutin, taken-for-granted, memberikan kontribusi terhadap struktur
kekuasaan.
9
Hegemoni merujuk pada upaya pelanggengan kekuasaan yang dilakukan oleh kelompok yang berkuasa. Media penyiaran selalu dirasakan
sebagai hal yang power full dan terdapat ideologi yang dominan di dalamnya. Tentu hal ini yang menyebabkan media penyiaran yang terkait secara langsung
dengan pusaran politik para pemilik media mempunyai daya hegemonik yang cukup tinggi.
Aspek krusial dari ide tentang hegemoni ini bukan karena ia beroperasi dengan memaksa orang melawan keinginan mereka atau penilaian lebih baik
untuk menyerahkan kuasa kepada pihak yang sudah ada dan lebih kuat, akan tetapi bahwa ia bekerja dengan memenangkan kesepakatan consent untuk
membuat dunia menjadi bisa dimengerti sehingga pada kenyataannya masuk akal.
10
Dari permasalahan yang telah di paparkan, akhirnya peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana regulasi kampanye pemilu 2014 di media penyiaran dan
mengidentifikasi bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh para pengusaha media penyiaran yang terjun dalam politik praktis sekarang ini. Sehingga peneliti
menjadikan permasalah yang telah di paparkan sebagai penelitian ilmiah yang berjudul:
“Analisis Regulasi Kampanye Pemilu 2014 Di Media Penyiaran”.
9
Warner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapaan di Dalam Media Massa Jakarta: Kencana, 2011, h. 337.
10
John Hartley, Communication, Cultural, Media Studies Yogyakarta: Jalasutra, 2010, h. 103.