Bab lima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dari penelitian
                                                                                mendeskripikan  perbedaan  sebagai  dua  bagaian  yang  terpisah  dan  berlawanan.
4
Senada  dengan  pandangan  filosofis,  dualisme  menurut  kamus  ilmiah  populer adalah pandangan atau teori  yang  mengatakan  bahwa realitas  itu terdiri dari atas
dua  substansi  yang  berlainan,  yang  satu tidak  dapat  dimasukan  dalam  yang  lain. Jiwa  dan  materi,  nyawa  dan  badan,  semua  itu  sering  dilukiskan  sebagai  realitas
yang bertentangan. Dualisme  itu  berupa  tegangan  antara  subyektivisme  dan  obyektivisme,
voluntarisme  dan  determinisme.  Subyektivisme  dan  voluntarisme  merupakan tendensi  cara pandang  yang  memprioritaskan tindakan atau pengalaman  individu
diatas  gejala  keseluruhan.  Adapun  obyektivisme  dan  determinisme  merupakan kecenderungan  cara  pandang  yang  memprioritaskan  gejala  keseluruhan  di  atas
tindakan dan pengalaman individu.
5
Menurutnya ilmu-ilmu sosial telah dijajah oleh dualisme dengan memetakan pelaku
versus struktur.
Hal tersebut
yang membuat
Giddens pun
memproklamirkan  bahwa  pelaku  dan  struktur  merupakan  dualitas,  keduanya mempunyai relasi yang saling berpengaruh.
Giddens termasuk sosiolog yang memerangi dualisme. Ia menciptakan suatu kerangka  pemikiran  teoritis  yang  bertujuan  untuk  menjembatani  pertentangan
yang  selama  ini  berlaku  dalam  dualisme  dan  banyak  memperoleh  komentar beragam dari para ahli ilmu sosial.
Ia  menyusun  gagasan  untuk  merekonstruksi  teori  sosial  dengan  jalan melakukan  kritik  terhadap  tiga  mazhab  pemikiran  sosial  terpenting:  sosiologi
4
Derek  Layder,  Understanding  Social  Theory,  2
th
ed.  London,  Sage  Publication  Ltd, 2004. h. 1.
5
B.  Herry  Priyono,  Anthony  Giddens  Suatu  Pengantar  Jakarta:  Kepustakaan  Populer Gramedia, 2002, h. 6.
interpretatif,  fungsionalisme  dan  strukturalisme.  Ia  bermaksud  mempertahankan pemahaman  yang  diajukan  oleh  tiga  tradisi  tersebut  sekaligus  menemukan  cara
mengatasi berbagai ketidaksesuaian antara ketiganya. Rencana tersebut mancakup rekonseptualisasi atas konsep-konsep tindakan, struktur dan sistem dengan tujuan
mengintegrasikannya  menjadi  pendekatan  teori  baru.  Giddens  menamakan pendekatan baru ini “teori strukturasi” theory of structuration.
6
Teori  Strukturasi  didasarkan  pada  premis  bahwa  dualisme  ini  harus dikonseptualisaikan  ulang sebagai sebuah dualitas struktur.
Instead of dualism we should think in terms of a „duality of structure‟. In  this  formulation,  structure  and  action  are  intrinsically  related  to  each
other two sides of the same coin through social practices.
7
Bahwa  antara  agen  dan  struktur  bukanlah  sesuatu  yang  terpisah,  atau Giddens  menyebutnya  sebuah  dualisme,  melainkan  mewakili  sebuah  dualitas.
Menurut  gagasan  tentang  dualitas  struktur,  kelengkapan-kelengkapan  struktural dari  sistem-sistem  sosial  adalah  sarana  sekaligus  hasil  dari  praktik-praktik  yang
terorganisir secara rutin.
8
David  Marsh  dan  Gerry  Stoker  dalam  bukunya  yang  berjudul  Teori  dan Metode  dalam  Ilmu  Politik  menuliskan  bahwa  terlalu  ambisius  atau  bahkan
konyol  jika  mengadakan  perdebatan  yang  terkenal  menghasilkan  kebingungan, bahkan  kegilaan  mengenai  struktur  dan  agen.
9
Teori  strukturasi  yang  dicetuskan oleh  Giddens  menurut  beberapa  ahli  memang  sulit  untuk  dipahami  dan
mengundang  banyak  kritik.  Namun  ketika  kita  berusaha  untuk  lebih  dalam  lagi
6
Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis Terhadap Para Filosofi Terkemuka. Penerjemah Maufur dan Daryatno Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2005, h. 193.
7
Derek  R  Layder.  Understanding  Social  Theory,  2
th
ed.London:  Sage  Publication,  2006, h. 187.
8
Anthony  Giddens,  Teori  Strukturasi:  Dasar-dasar  Pembentukan  Struktur  Sosial Masyarakat. Penerjemah Maufur dan Daryatno Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h. 40.
9
David  Marsch  dan  Gery  Stoker,  Teori  dan  Metode  dalam  Ilmu  Politik  Bandung:  Nusa Media, 2011, h. 328.
                                            
                