Seleksi teknologi penangkapan berdasarkan aspek ekonomi

156 kapal dengan ukuran yang lebih besar. Cara tersebut selain dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang lebih juga dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Karunia et al. 2008, mengatakan bahwa arah pembangunan nasional harus ditindaklanjuti melalui strategi peningkatan kesejahteraan dan dijabarkan melalui kebijakan peningkatan kesejahteraan guna menanggulangi kemiskinan, yakni dengan cara: 1 modal usaha untuk mengembangkan kewirausahaan, 2 pemberdayaan sumberdaya manusia, dan 3 penguatan kelembagaan dan pengembangan teknologi, oleh karena itu model peningkatan kesejahteraan nelayan perikanan tangkap skala kecil menggunakan ketiga indikator tadi.

5.2.4 Seleksi teknologi penangkapan berdasarkan aspek ekonomi

Pancing tonda menempati prioritas pertama pengembangan setelah dilakukan seleksi berdasarkan aspek ekonomi. Prioritas kedua adalah huhate, jaring insang permukaan pada posisi ketiga, kemudian yang terakhir adalah pukat cincin, bagan, dan pukat pantai. Pancing tonda dan huhate unggul pada semua kriteria penilaian penerimaan kotor per trip Z1, penerimaan kotor per jam operasi Z2, penerimaan kotor per alat tangkap per bulan Z3, penerimaan kotor per tahun Z4, dan penerimaan kotor per tenaga kerja Z5. Penerimaan kotor per trip pancing tonda Rp 3.750.000, huhate Rp 15.000.000, sedangkan penerimaan per bulan pancing tonda Rp 56.250.000, huhate Rp 192.000.000. Hal ini disebabkan karena pada kedua alat ini penerimaan yang diterima, baik penerimaan kotortrip operasi, penerimaan kotorjam, penerimaan kotor alat tangkapbulan, penerimaan kotortahun melampaui hasil penerimaan yang diterima dari alat tangkap pukat cincin, pukat pantai, bagan dan jaring insang permukaan. Penerimaan kotor per trip pukat cincin Rp3.600.000, pukat pantai Rp 150.000, bagan Rp 180.000, penerimaan per bulan pukat cincin Rp 49.000.000, pukat pantai Rp 2.400.000, dan bagan Rp 3.750.000. Pukat pantai merupakan alat tangkap yang menduduki urutan paling rendah dalam memenuhi semua kriteria penilaian. Modal yang dibutuhkan untuk 1 unit pukat pantai adalah Rp. 65.000.000. Hal ini tentunya membutuhkan kerja keras dari nelayan, apabila hal ini tidak tercapai maka tentunya nelayan akan mengalami kerugian yang besar. Alat tangkap bagan walaupun tidak unggul pada penerimaan kotortrip, 155 penerimaan kotorbulan skor 1 namun alat ini unggul pada penerimaan kotortahun, penerimaan kotortenaga kerja skor 3. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pukat cincin merupakan alat tangkap yang efektif dalam menghasilkan ikan hasil tangkapan. Perkembangan pemanfaatan sumberdaya ikan di Laut Cina Selatan tidak terlepas dari perkembangan alat tangkap pukat cincin pasca pelarangan alat tangkap trawl memperlihatkan bahwa pukat cincin merupakan alat tangkap yang produktif, efektif dan efisien Atmaja, Wiyono dan Nugroho 2001. Suyasa et al. 2007 mengatakan bahwa alat tangkap pukat cincin merupakan alat tangkap yang paling efektif untuk menangkap ikan pelagis kecil sehingga dipergunakan sebagai alat tangkap baku dalam mengevaluasi status perikanan pelagis kecil di perairan Laut Jawa 5.2.5 Seleksi teknologi penangkapan berdasarkan penilaian gabungan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi Penentuan prioritas pengembangan kegiatan perikanan di suatu daerah tidak hanya dilihat dari satu atau dua aspek tetapi dari berbagai macam aspek yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan kegiatan tersebut. Demikian pula pada kegiatan pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku, ditentukan dengan menganalisis semua aspek yakni biologi, teknis, sosial, dan ekonomi. Setelah menganalisa keempat aspek tersebut maka hasil yang diperoleh adalah prioritas pertama pengembangan pada unit penangkapan huhate. Hal ini disebabkan karena huhate unggul pada aspek biologi 736,46, sosial 2,7. Sementara pancing tonda pada urutan kedua dan unggul pada aspek teknis 2, 21 dan aspek ekonomi 2,9 serta jaring insang permukaan menduduki prioritas ketiga dalam pengembangan unit penangkapan ikan di perairan Maluku. Sejalan dengan tujuan strategis pengembangan perikanan pelagis di Provinsi Maluku yang memprioritaskan peningkatan jumlah hasil tangkapan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia, maka prioritas pengembangan pancing tonda, huhate, jaring insang, serta pukat cincin merupakan suatu alternatif yang paling efektif untuk mendukung tujuan strategis tersebut. Haluan dan Nurani 1988 menyatakan bahwa pukat cincin adalah unit penangkapan ikan pelagis yang paling produktif. Demikian pula, Yuliansyah 2002 menyatakan bahwa 156 pukat cincin merupakan unit penangkapan yang tepat dikembangkan untuk menangkap ikan-ikan pelagis. Heriawan 2008 dalam menentukan prioritas pengembangan unit penangkapan ikan pelagis kecil di perairan Pandeglang juga memprioritaskan purse seine sebagai yang pertama. Tujuan pengembangan adalah meningkatkan kesejahteraan nelayan perikanan pada dasarnya dengan tidak mengabaikan faktor keberlanjutan dan faktor ramah lingkungan. Faktor keberlanjutan tersebut berkaitan dengan perikanan tangkap yang bertanggungjawab, karena bila hanya mementingkan keinginan saat ini dengan melakukan penangkapan berlebih over exploited dan eksploitasi yang hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya ditakutkan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, bahkan penurunan hasil tangkapan. Fauzi dan Anna 2005 mengatakan bahwa pembangunan perikanan tangkap harus didekati dengan pendekatan menyeluruh holistic yang menyangkut beberapa aspek, seperti ekologi tingkat eksploitasi, keragaan rekruitmen, perubahan ukuran tangkap, dan sebagainya, ekonomi tingkat subsidi, kontribusi perikanan, penyerapan tenaga kerja dan sebagainya, sosial pertumbuhan komunitas, status konflik, tingkat pendidikan dan sebagainya, teknologi produktivitas alat, selektivitas alat, ukuran kapal, dan sebagainya, dan etik illegal fishing, mitigasi terhadap habitat dan ekosistem, sikap terhadap limbah dan bycatch. Kesteven 1973 dan Monintja 2000 diacu dalam Wisudo 2008 mengemukakan bahwa komponen-komponen utama dari sistem perikanan tangkap adalah sumberdaya ikan, unit penangkapan ikan, masyarakat nelayan, prasarana pelabuhan, sarana penunjang galangan kapal, bahan alat tangkap ikan, dan mesin kapal, unit pemasaran dan unit pengolahan. Keseluruhan komponen tersebut sangat menentukan upaya mewujudkan perikanan tangkap bertanggungjawab. Pengembangan perikanan bertanggungjawab pada dasarnya ditujukkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, memenuhi kebutuhan pangan, dan sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan beserta lingkungannya. 155

5.2.6 Aspek berkelanjutan berdasarkan CCRF