Seleksi teknologi penangkapan berdasarkan aspek biologi

156 diperbolehkan, 3 kegiatan usaha harus menguntungkan, 4 investasi rendah, 5 penggunaan bahan bakar minyak rendah, dan 6 memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

5.2.1 Seleksi teknologi penangkapan berdasarkan aspek biologi

Tujuan utama pengelolaan sumberdaya perikanan ditinjau dari segi biologi adalah dalam upaya konservasi stok ikan untuk menghindari tangkap lebih King and Ilgorm 1989 dalam Hermawan 2006. Dengan kata lain bahwa untuk keberlanjutan perikanan tangkap diperlukan upaya agar tidak terjadi tangkap lebih melalui konservasi stok ikan. Seleksi pemilihan teknologi penangkapan berdasarkan aspek biologi terhadap jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil di perairan Maluku menghasilkan pengembangan alat tangkap huhate, jaring insang permukaan, pancing tonda sebagai prioritas utama, kedua, dan ketiga diikuti oleh purse seine, bagan dan pukat pantai pada posisi berikutnya. Alat tangkap huhate memiliki CPUE lebih besar bila dibandingkan dengan alat tangkap lain, begitu pula jumlah trip 58.909,2 lebih unggul dari jaring insang permukaan 720,49 dan pancing tonda 393,27. Sedangkan untuk kategori komposisi hasil tangkapan jumlah jenis menempatkan bagan skor 5 pada urutan pertama dan diikuti oleh pukat cincin skor 3 dan pukat pantai skor 3. Kelemahan dari huhate, pancing tonda, jaring insang permukaan adalah hanya menangkap ikan tertentu dengan ukuran yang hampir seragam, seperti cakalang, tuna. Sementara untuk ukuran ikan yang layak tertangkap secara biologi menempatkan alat tangkap ikan pelagis besar seperti huhate skor 3, pancing tonda skor 3 dan jaring insang permukaan skor 3 sebagai yang terbaik dibandingkan dengan alat tangkap ikan pelagis kecil yang hampir menangkap semua jenis ukuran ikan. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap kelangsungan sumberdaya ikan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Heriawan 2008 di perairan Kabupaten Pandeglang yang menempatkan pukat cincin sebagai prioritas utama pengembangan, dan jaring insang menempati urutan kedua. Perbedaan ini disebabkan karena untuk daerah Pandeglang untuk komposisi hasil tangkapan menduduki urutan pertama, sedangkan Provinsi Maluku, huhate menduduki urutan utama. 155 Semakin kecil nilai prioritasnya untuk komposisi hasil tangkapan, mengakibatkan semakin buruk nilai prioritasnya. Hal ini disebabkan karena alat tangkap ikan pelagis kecil dengan ukuran mata jaring yang hampir sama 0,25 mm untuk pukat pantai dan bagan akan sangat mempengaruhi hasil tangkapan ikan pelagis kecil dari faktor biologi. Hal ini berbanding terbalik dengan alat tangkap ikan pelagis besar yang sebagian besar sebagai alat tangkap ramah lingkungan. Khususnya untuk jaring insang permukaan dengan ukuran mata jaring 4 sampai 7 inchi khususnya menangkap jenis ikan pelagis besar yang sesuai dengan ukuran mata jaring. Sementara untuk alat huhate dan pancing tonda, walaupun komposisi hasil tangkapan yang diperoleh tidak sebanyak alat tangkap pukat cincin namun dari aspek biologi lebih baik dibandingkan pukat cincin karena ikan yang tertangkap mempunyai ukuran yang sama serta sesuai dengan ukuran mata pancing yang digunakan.

5.2.2 Seleksi teknologi penangkapan berdasarkan aspek teknis