155
3 Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan alat tangkap jaring insang permukaan
drift gillnet
Pengembangan alat tangkap jaring insang permukaan dengan pertimbangan bahwa alat tangkap ini dengan cukup baik mewakili 12 kriteria yang telah
ditetapkan dalam aspek ramah lingkungan dan aspek berkelanjutan. Alat tangkap ini ditujukkan untuk menangkap ikan pelagis besar. Jenis-jenis ikan hasil
tangkapan dari alat tangkap ini adalah ikan cakalang, tuna, tongkol, tenggiri dan ikan pelagis besar lainnya. Ukuran mata jaring dari alat tangkap ini adalah 4
sampai 7 inchi yang merupakan suatu ukuran mata jaring yang sangat subjektif bagi pengembangan perikanan secara bertanggungjawab. Alat tangkap ini juga
perlu ditangani secara serius dengan tetap memperhatikan faktor-faktor lingkungan sehingga potensi yang ada di perairan Maluku tetap berkelanjutan.
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dalam perikanan yang bertanggung jawab maka alat ini dapat sesuai dengan kriteria Code of Conduct for
Responsible Fisheries CCRF. Pengembangan dari ketiga alat tangkap ini dengan tetap mengacu pada aturan yang telah ditetapkan adalah merupakan tanggung
jawab yang harus diperhatikan dan dilaksanakan bersama, baik masyarakat maupun pemerintah.
5.6 Peluang pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku
Penentuan unit penangkapan ikan unggulan terpilih antara lain huhate 185,96, pancing tonda 14,45, jaring insang permukaan 4,18, masing-masing
sebagai prioritas pertama, kedua, ketiga sebagai alternatif pengembangan armada perikanan tangkap di perairan Maluku Tabel 32. Berdasarkan trend dan tingkat
produktifitas rata-rata, alat tangkap huhate lebih tinggi dari alat tangkap lain. Keberadaan unit penangkapan huhate di perairan Maluku mendapat respon
posistif dari masyarakat nelayan. Hal ini sesuai dengan pendapat Monintja 1986, aspek terpenting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan suatu alat tangkap
adalah penerimaan oleh nelayan yang dalam pengoperasiannya tidak menimbulkan friksi keresahan pada nelayan. Oleh karena itu keempat alat tersebut
paling tepat untuk menjadi pilihan dalam pengembangan alat penangkapan ikan.
156 Peningkatan produksi perikanan tangkap di perairan Maluku tidak dilakukan
dengan menambah unit-unit penangkapan, akan tetapi yang tepat adalah mengganti unit-unit armada penangkapan yang tidak produktif dengan unit-unit
penangkapan yang produktif. Bila kondisi demikian terjadi, menurut Dahuri 2003 adalah dengan mengendalikan intensitas dan teknis penangkapan sesuai
dengan potensi lestarinya agar keseimbangan stok dan tingkat pemanfaatan terjaga. Dalam rangka orientasi model pengembangan perikanan pelagis di
perairan Maluku, untuk ikan pelagis besar dilakukan dengan alat tangkap huhate, pancing tonda, dan jaring insang permukaan sedangkan untuk target species ikan
pelagis kecil dengan alat tangkap pukat cincin. Jika ditinjau berdasarkan urutan prioritas masing-masing aspek dan kriteria, sangat beragam dan tidak didominasi
oleh satu alat tangkap. Unit penangkapan unggulan tidak dapat dilihat secara parsial, akan tetapi keunggulan dari semua aspek dan kriteria. Hasil tersebut dapat
dilihat berdasarkan hasil standarisasi secara keseluruhan terhadap semua aspek yang menjadi indikator penilaian. Adapun unit penangkapan unggulan yang dapat
dikembangkan adalah unit-unit penangkapan yang menjadi prioritas pertama,
kedua, dan ketiga. Berdasarkan hasil standarisasi seluruh aspek, alat tangkap huhate, pancing tonda, dan jaring insang permukaan masing-masing sebagai
alternatif prioritas pengembangan. Pengembangan alat tangkap huhate seharusnya disertai dengan peningkatan
kapasitas teknologi alat penangkapan sehingga operasi penangkapan dapat dilakukan dengan radius yang cukup jauh dan tidak terfokus pada perairan pantai.
Hal ini mengingat jumlah alat penangkapan huhate di Maluku cukup tinggi walaupun membutuhkan biaya investasi alat tangkap ini cukup besar akan tetapi
dengan prospek pasar yang cukup baik memungkinkan nelayan mengusahakan alat tangkap ini. Tingkat produktifitas unit penangkapan huhate tertinggi diikuti
oleh pancing tonda, jaring insang permukaan, serta pukat cincin. Hal ini disebabkan tingkat harga komoditi yang dihasilkan sebanding dengan jumlah hasil
tangkapan yang diperoleh. Keberadaan unit penangkapan huhate di perairan Maluku mendapat respon positif dari masyarakat nelayan, hal ini sesuai dengan
pendapat Monintja 1986 yang mengatakan bahwa aspek terpenting yang perlu menjadi perhatian dalam pengembangan suatu alat tangkap adalah penerimaan
155 oleh nelayan dan dalam pengoperasiannya tidak menimbulkan friksi keresahan
nelayan, oleh karena itu keempat alat tangkap tersebut paling tepat untuk menjadi pilihan pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku.
Dalam rangka orientasi pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku sebaiknya menggunakan alat tangkap huhate, pancing tonda, jaring insang
permukaan untuk penangkapan ikan pelagis besar, sedangkan untuk ikan pelagis kecil menggunakan alat tangkap pukat cincin. Jika ditinjau berdasarkan urutan
prioritas masing-masing aspek dan kriteria, sangat beragam dan tidak didominasi oleh hanya oleh satu jenis alat tangkap saja. Hal ini mengindikasikan bahwa
masing-masing alat tangkap memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Berdasarkan hasil standardisasi seluruh aspek, alat tangkap huhate, pancing
tonda, pukat cincin, dan jaring insang permukaan masing-masing sebagai alternatif prioritas pengembangan ke depan di perairan Maluku.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2005 tentang Otonomi Daerah dimana batas kewenangan pengelolaan provinsi sejauh 4 mil laut. Bertolak
dari batas kewenangan tersebut masyarakat nelayan masih memungkinkan untuk melakukan ekspansi penangkapan tidak hanya terbatas pada daerah pantai
disekitar Teluk Ambon yang hanya berjarak 2 mil. Ikan merupakan sumberdaya yang memiliki keunikan serta karakteristik khusus dibanding sumberdaya lainnya
yaitu sebagai sumberdaya milik bersama dan dapat dimanfaatkan oleh siapa saja
open acces, oleh karena itu pemanfaatan sumberdaya ikan dilakukan oleh
nelayan tidak hanya terbatas disekitar pulau Ambon, akan tetapi dapat dilakukan
diluar pulau Ambon sampai di Laut Seram dan Laut Banda.
Kontribusi sumberdaya ikan pelagis besar terutama ikan tuna dan cakalang di perairan pulau Ambon sangat besar dalam memenuhi cadangan lokal maupun
pasar internasional. Ikan pelagis besar ditangkap oleh nelayan menggunakan kapal kayu dengan alat tangkap pancing tonda, huhate dan jaring insang dengan fasilitas
teknologi yang terbatas. Sedangkan sumberdaya ikan pelagis kecil, nelayan menggunakan alat tangkap pukat cincin, bagan. Masalah yang dihadapi oleh
nelayan ialah sulitnya mendapatkan material pembuatan kapal karena umur kapal yang terbatas waktu penggunaannya di laut. Selain itu ukuran kapal dan bentuk
kapal yang kurang memadai, tidak adanya sarana pengawetan ikan hasil
156 tangkapan, akibatnya hasil tangkapan terbatas, cenderung menurun, mutu ikan
hasil tangkapan rendah, dan operasional kapal untuk melaut terbatas. Kapal huhate merupakan kapal penangkap ikan pelagis yang banyak
digunakan di perairan Maluku, namun dalam pengoperasiannya masih terdapat beberapa kendala yang harus diperhitungkan dan sering menjadi hambatan dalam
pengelolaan potensi sumberdaya ikan. Kendala-kendala tersebut antara lain: 1 tangkai pancing terbuat dari bambu, 2 desain palka kurang efektif, ukuran kapal
tidak memadai. Untuk mengatasi masalah tersebut diusulkan beberapa modifikasi untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena bahan pembuat joran pancing
terbuat dari fiberglass lebih baik dibandingkan dari bambu. Ukuran joran pancing bambu yang panjang 3,00 m banyak menguras tenaga pemancing saat
mengangkat ikan dari dalam air dibandingkan joran pancing fiberglass yang lebih pendek 2,75 m. Hal ini disebabkan karena ikan hasil tangkapan pada saat proses
pemancingan tidak jatuh pada deck kapal melainkan akan jatuh ke air. Bambu yang sekarang ini masih digunakan sebagai bahan pembuat joran pancing huhate
sangat berpengaruh terhadap operasi penangkapan. Hal ini disebabkan karena: 1 mudah patah, 2 mudah lapuk, 3 sukar didapatkan di alam akibat semakin
banyaknya penggusuran lahan bambu dan dijadikan sebagai perumahan rakyat oleh pemerintah.
Modifikasi joran pancing ini mempunyai kelebihan antara lain: lebih kuat, tahan lama, tidak mudah patah. Walaupun harganya mahal Rp 1.500.000
tentunya dapat diimbangi dengan hasil tangkapan yang diperoleh dari alat tangkap tersebut, hal ini tentunya sangat menguntungkan pihak pengelola armada
perikanan tangkap. Modifikasi joran pancing ini tentunya sangat diharapkan oleh nelayan sehingga operasi penangkapan sangat menguntungkan.
Perbandingan hasil tangkapan yang diperoleh dengan joran pancing bambu dan joran pancing fiberglass menunjukkan hasil yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan operasi penangkapan ikan dengan kapal huhate. Hal ini disebabkan karena modifikasi joran pancing fiberglass lebih elastis dan fleksibel
dalam pengangkatan hasil tangkapan ke kapal, waktu yang dibutuhkan hanya 4,5 detik untuk penangkatan ikan ke kapal bila dibandingkan dengan joran pancing
bambu 6,2 detik.
155 Ukuran kapal huhate saat ini dengan P x L x T 14,83; 3,24; 2,50 m
merupakan ukuran yang dijumpai di daerah Maluku. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya ikan karena jangkauan fishing ground semakin
jauh dan jumlah armada semakin banyak sehingga memungkinkan operasi penangkapan akan terganggu. Modifikasi prototipe yang diusulkan untuk
dikembangkan ini dengan ukuran kapal P x L x T 15,26; 3,64; 2,62 m merupakan modifikasi baru yang dapat membantu nelayan dalam mengelola
sumberdaya. Alasan diusulkannya modifikasi ukuran kapal lebih panjang mengingat fishing ground cukup jauh sehingga dibutuhkan kapal yang dapat
mengelola sumberdaya secara maksimal. Perubahan modifikasi kapal yang diusulkan diharapkan dapat membantu nelayan dalam mengelola sumberdaya
perikanan secara berkelanjutan. Perubahan modifikasi ukuran kapal diikuti dengan perubahan modifikasi palka, hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
usaha penangkapan ikan. Desain palka saat ini masih belum memenuhi standar untuk menyimpan hasil tangkapan dan hasil tangkapan dijual pasaran lokal saja
dan belum dimodifikasi untuk menghasilkan produk skipjack loin yang merupakan suatu produk eksport. Melihat kelemahan yang ada maka, diusulkan
suatu bentuk modifikasi palka yang dapat menghasilkan produk eksport yang akhir-akhir ini permintaannya sangat tinggi baik di pasaran domestik maupun
pasaran internasional. Teknologi modifikasi palka yang diusulkan untuk dikembangkan tanpa
merubah bentuk palka saat ini, akan tetapi hanya dengan penambahan lapisan styrofoam pada dinding palka. Spesifikasi styrofoam dengan ketebalan 5-15 cm,
dengan kondisi dinding palka terbuat dari fiberglass. Hal ini disebabkan karena palka yang terbuat dari fiberglass tanpa dilapisi oleh styrofoam tentunya sangat
berpengaruh terhadap kualitas hasil tangkapan. Kelebihan modifikasi palka dengan penambahan lapisan styrofoam ini antara lain: 1 dapat memperlambat
proses pembusukan, 2 mutu hasil tangkapan lebih baik. Kelemahan dari desain palka ini hanya biaya pembuatan lebih besar tetapi
tentunya dapat diimbangi dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Desain palka kapal huhate saat ini hanya dapat menampung 450 sampai 500 ekorpalka
sedangkan kapal yang telah dimodifikasi palka dapat menampung 500
156 ekorpalka, sedangkan daya tahan ikan hasil tangkapan yang diperoleh di daerah
penangkapan sampai ke fishing base mencapai 12 jam pada palka yang telah dilapisi styrofoam dan untuk palka saat ini hanya mencapai 7 jam. Kondisi es pada
palka kapal saat ini mencair lebih cepat bila dibandingkan dengan kondisi paka yang telah dimodifikasi dengan styrofoam. Hal ini disebabkan karena dengan
menggunakan styrofoam proses pencairan es lebih lambat dibandingkan dengan tanpa styrofoam.
Peralatan navigasi pada kapal huhate saat ini belum memenuhi stándar berlayarnya sebuah kapal karena peralatan tersebut hanya berupa kompas, SSB,
peta laut. Diusulkannya penambahan peralatan navigasi seperti life jacket, hand GPS. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap keselamatan kapal pada saat
operasi penangkapan, mengingat selama ini kapal huhate yang beroperasi di perairan Maluku belum dilengkapi dengan semua peralatan keselamatan di laut
yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan operasi penangkapan. Alat tangkap pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap ikan tuna di perairan Maluku. Alat ini cukup efektif untuk mengelola sumberdaya perikanan, hal ini disebabkan karena alat ini
termasuk alat tangkap ramah lingkungan dan hanya menangkap ikan yang sesuai dengan ukuran mata pancing yang digunakan. Kelemahan alat ini sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan operasi penangkapan. Beberapa kelemahan alat ini antara lain: 1 ukuran senar No 800 termasuk ukuran kecil untuk
menangkap ikan tuna, 2 kail yang digunakan masih berbentuk “J“ J-shaped, 3 tidak digunakannya bahan pelindung dekat senar. Kelemahan dari alat ini dapat
diatasi dengan diusulkan modifikasi alat tangkap yang baru yang mempunyai spesifikasi: 1 ukuran senar No 1000, 2 kail berbentuk circle shapped, 3
menggunakan swivel dekat mata pancing. Modifikasi prototipe alat pancing tonda yang diusulkan ini memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan yang dimiliki nelayan adalah sebagai berikut :1 senar tidak mengalami kekusutan pada waktu rontaan ikan yang terkait
pada mata pancing karena telah dilengkapi dengan swivel, 2 dapat menangkap ikan tuna dengan berat di atas 60 kg tanpa putusnya senar, 3 pengangkatan
penarikan ikan yang sudah terkait pada mata pancing, dapat dilakukan dalam
155 kurun waktu yang lebih pendek dibandingkan pada penggunaan ukuran senar
yang lebih kecil, 4 senar terlindung terhadap gesekan gigi atau gigitan ikan, 5 ikan yang telah terkait pada mata pancing sukar terlepas, 6 dapat mengoperasikan
lebih dari dua unit pancing dalam satu kapal tanpa terbelit satu sama lain disaat kapal melakukan manuver, 7 peluang untuk memperoleh ikan lebih dari satu ekor
pada satu unit pancing lebih besar karena menggunakan lebih dari satu mata pancing. Keunggulan dari modifikasi alat ini sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan operasi penangkapan ikan. Perairan Maluku dengan potensi sumberdaya ikan pelagis besar
membutuhkan kapal pancing tonda yang efektif untuk mengelola potensi tersebut. Kapal pancing tonda yang saat ini beroperasi di perairan Maluku memiliki
beberapa kelemahan yang perlu diatasi dan diperbaiki sehingga operasi bisa optimal baik dari segi kapal maupun teknologi yang digunakan untuk pengelolaan
potensi sumberdaya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain: 1 ukuran kapal kecil panjang: 7-8 m; lebar: 0,80 m; tinggi: 1,05 m mengakibatkan pekerjaan
pelaksanaan operasi penangkapan tidak efektif, 2 daya tampung 0,5 ton diakibatkan ukuran kapal kecil, 3 kapal tidak dilengkapi dengan peralatan
navigasi, 4 menggunakan bahan bakar minyak bensin mengakibatkan biaya operasional semakin besar, 5 tidak dilengkapi dengan tempat penyimpanan hasil
tangkapan yang memadai sehingga penanganan hasil tangkapan tidak efisien. Kelemahan-kelemahan yang ada pada kapal tonda ini dapat diatasi dengan
modifikasi kapal baru memiliki kelebihan antara lain: 1 ukuran kapal lebih besar panjang 8,50; lebar 1,85; tinggi 1,15 m, 2 daya tampung 0,8 ton, 3
menggunakan fiberglass, 4 kekuatan mesin 40 PK menggunakan bahan bakar kerosene, 5 menggunakan desain cool box yang dilapisi dengan styrofoam, 6
dilengkapi dengan peralatan navigasi seperti kompas dan lifejacket yang fungsinya dapat membantu nelayan dalam keselamatan kerja di laut. Modifikasi
baru yang diusulkan untuk dikembangkan ini tentunya dibuat dengan berbagai pertimbangan yang mendasar dan sangat berguna bagi kepentingan pengelola
sumberdaya perikanan. Kelebihan lain adalah volume palka dan bak umpan lebih besar, ruang kerja lebih luas.
156 Salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan operasi penangkapan kapal
pancing tonda adalah cool box. Keberadaan cool box sangat berpengaruh terhadap kualitas ikan hasil tangkapan. Cool box kapal pancing tonda saat ini sangat
memprihatinkan akibatnya hasil tangkapan yang diperoleh hanya untuk konsumsi lokal dengan harga yang jauh lebih rendah. Modifikasi palka yang diusulkan
untuk dikembangkan diharapkan dapat membantu nelayan sehingga pengelolaan sumberdaya pelagis besar dapat maksimal. Hal ini disebabkan karena modifikasi
cool box mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan cool box saat ini antara lain: 1 menggunakan bahan fiberglass, 2 menggunakan bahan styrofoam
pada dinding cool box, 3 harganya dapat dijangkau oleh nelayan, 4 kualitas hasil
tangkapan baik untuk dieksport.
Keunggulan modifikasi ini diusulkan untuk dikembangkan sehingga dapat membantu nelayan. Hal ini disebabkan karena setiap pengusaha perikanan
tangkap mengharapkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dikelolanya. Harga jual ikan tuna saat ini dengan desain palka yang sederhana
adalah Rp 25.000kg jauh lebih murah dibandingkan dengan harga jual dengan modifikasi cool box dengan bahan lapisan styrofoam sebesar Rp 60.000kg. Nilai
jual yang tinggi tentunya sangat diharapkan oleh nelayan sehingga hal ini merupakan suatu acuan jelas sehingga perlu pengembangan yang lebih baik. Hal
ini disebabkan karena kualitas dari desain cool box saat ini tidak terlalu baik sehingga menyebabkan nilai jualnya jauh lebih rendah dibandingkan modifikasi
yang diusulkan untuk dikembangkan. Dalam pemanfaatan potensi sumberdaya pelagis besar dengan alat tangkap
pancing tonda sangat dibutuhkan teknologi yang dapat membantu nelayan. Salah satu teknologi baru yang sederhana diusulkan untuk dikembangkan adalah
teknologi penangkapan ikan pelagis dengan menggunakan metode layang-layang. Penggunaan metode layang-layang sangat praktis sehingga dapat dilakukan oleh
nelayan. Dalam pengoperasian alat tangkap dengan menggunakan metode ini, mesin kapal dimatikan serta kapal dibiarkan hanyut sesuai arah arus sehingga hal
ini memungkinkan biaya eksploitasi dapat dikurangi sekitar 50. Penggunaan metode ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan cara lama yang digunakan
oleh nelayan antara lain:
155 1
Dapat menghemat BBM sampai 35-50 2
Penggunaan teknologi sangat sederhana 3
Kecepatan kapal relatif kurang lebih 1 miljam 4
Konstruksi layang-layang terbuat dari bambu dan plastik dengan ukuran tinggi 1,00 m dan lebar 0,75 m, diameter bambu 1 cm.
Penggunaan teknologi ini merupakan terobosan baru dan dapat dijangkau oleh nelayan sehingga dapat menekan biaya operasi penangkapan. Kelebihan dari
teknologi sederhana ini adalah dapat menghemat BBM hingga 50. Dibandingkan dengan metode penangkapan ikan yang digunakan saat ini,
penggunaan metode yang baru ini diharapkan akan memberikan respon positif bagi nelayan. Perbandingan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dari teknik
penangkapan ikan saat ini dengan penggunaan metode layang-layang menunjukkan bahwa penggunaan metode ini memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi nelayan. Hal ini disebabkan karena penggunaan metoda layang-layang tidak membutuhkan biaya eksploitasi yang besar Rp 350.000 bila dibandingkan
dengan penangkapan ikan saat ini Rp 650.000. Melihat kondisi yang ada saat ini, diharapkan perubahan yang terjadi akibat transfer teknologi yang dilakukan
akan memberikan dampak positif bagi pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Maluku.
Pukat cincin purse seine merupakan alat penangkapan ikan yang sudah lama dikenal oleh nelayan yang mendiami pesisir pantai di perairan Maluku. Di
Maluku, pukat cincin purse seine dikenal dengan nama “jaring bobo” dan digunakan untuk menangkap ikan pelagis, terutama ikan pelagis kecil. Ukuran
kapal pukat cincin di daerah ini dikategorikan sebagai ukuran kecil panjang 18,25m; lebar 2,75m; tinggi 1,75m, hal ini mengakibatkan pekerjaan pada saat
operasi tidak efektif karena sebagian ABK harus berada disisi kiri kapal untuk mengimbangi kestabilan kapal. Pada sisi lain pada kapal ini juga tidak dilengkapi
dengan peralatan navigasi dan peralatan penanganan hasil tangkapan yang memadai sehingga hal ini sangat berpengaruh pada saat operasi penangkapan.
Melihat kelemahan yang ada maka, diusulkan modifikasi yang sesuai dengan kebutuhan pengoperasian alat ini. Modifikasi prototipe kapal yang
diusulkan mempunyai panjang 20,07; lebar 3,01; dan tinggi 2,02 meter, dengan
156 menggunakan mesin 40 PK 4 buah. Modifikasi ini tentunya memiliki kualitas
dalam pembuatan kapal ikan, dilengkapi dengan peralatan navigasi, serta memiliki modifikasi palka yang dilapisi dengan lapisan styrofoam sehingga diharapkan
kualitas ikan hasil tangkapan akan lebih baik. Desain palka saat ini belum dapat mengatasi keberadaan hasil tangkapan, hal ini disebabkan karena desain pada
kapal ini masih bersifat tradisional walaupun terbuat dari bahan fiberglass dengan kualitas kurang baik. Hasil tangkapan yang diperoleh dari alat tangkap ini juga
kadang-kadang dibiarkan diatas deck kapal sehingga sangat berpengaruh terhadap kualitas ikan.
Program palkanisasi harus dilaksanakan secara memadai yang berfungsi agar tetap menjaga kualitas ikan hasil tangkapan. Kapal-kapal penangkap ikan
yang tidak berpalka optimal tidak mampu menjaga kualitas ikan sehingga hasil tangkapan hanya laku sekitar Rp 5.000 per kg. Padahal dengan penanganan yang
baik, ikan tangkapan pada saat didaratkan masih berkualitas A atau B dengan harga jual rata-rata Rp 20.000 per kg. Teknologi alat bantu penangkapan pada
armada ini belum begitu baik karena pada saat operasi penangkapan sering mengalami kegagalan, oleh sebab itu diusulkan suatu teknologi sederhana baru
yang diharapkan dapat membantu nelayan mengatasi masalah ini. Salah satu teknologi sederhana baru adalah modifikasi “winch”. Winch merupakan alat bantu
penangkapan untuk meringankan beban pada saat penarikan jaring dilakukan Gambar 59. Penggunaan teknologi winch ini diharapkan dapat membantu
nelayan untuk menarik tali cincin yang tujuannya agar ikan-ikan yang menjadi tujuan target sulit lolos. Winch ini terbuat dari as belakang mobil truk bekas, belt
tali kipas, mesin hand tracktor type Kubota Rb 85DI-TI. Biaya yang dikeluarkan untuk mesin hand tractor sebesar Rp 6.000.000, sedangkan biaya as
truck bekas sebesar Rp 500.000. Walaupun biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk pengadaan alat ini tetapi tentunya dapat diimbangi dengan nilai jual hasil
tangkapan ikan pelagis. Penggunaan teknologi baru ini sangat diperlukan oleh pengusaha perikanan
tangkap sehingga hasil yang diperoleh dapat maksimal. Desain yang diusulkan untuk dikembangkan ini merupakan terobosan teknologi sederhana yang mampu
meningkatkan pendapatan nelayan. Dari aspek sosial pengunaan teknologi winch
155 ini hanya memerlukan jumlah nelayan yang relatif kecil 10 sampai 15 orang bila
dibandingkan dengan jumlah nelayan tanpa menggunakan winch pada kapal pukat cincin yang jauh lebih besar 20 sampai 25 orang. Dari aspek ekonomi modifikasi
winch ini dalam pembuatannya memerlukan biaya yang relatif besar, akan tetapi ini dapat diimbangi dengan hasil tangkapan yang diperoleh. Sedangkan dari aspek
teknis, pengoperasian winch ini sangat praktis dan dalam pengoperasiannya dapat dikendalikan dengan mudah sehingga operasi penangkapan dapat dilakukan
dengan baik. Penggunaan waktu yang dibutuhkan dengan modifikasi teknologi baru ini dalam penarikan alat tangkap pukat cincin adalah 25 sampai 35 menit
sedangkan tanpa menggunakan winch adalah 55 menit. Kecepatan waktu yang dibutuhkan oleh alat ini sangat tergantung pada jumlah tenaga yang dihasilkan
mesin yang digunakan pada alat winch. Alat tangkap huhate, pancing tonda, pukat cincin, merupakan unit
penangkapan unggulan yang perlu dikembangkan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Wisudo et al. 2003 bahwa untuk meningkatkan produksi dibidang
perikanan adalah dengan penerapan teknologi modern pada sarana dan teknis digunakan, dalam hal ini termasuk unit penangkapan. Peningkatan produksi tidak
selalu akan memberikan hasil atau pendapatan yang tinggi akan tetapi perlu dibutuhkan pula strategi dalam pemasaran produk yang dihasilkan.
Kebijakan untuk menggantikan unit penangkapan yang kurang produktif di perairan Maluku perlu dilakukan secara hati-hati karena akan berdampak pada
struktur sosial dari masyarakat nelayan. Keberhasilan perikanan tangkap tidak hanya dilihat dari aspek produksi, akan tetapi bagaimana produk yang dihasilkan
tersebut dapat dipasarkan dengan baik serta dengan harga yang layak. Faktor pendukung lain yang dapat menunjang keberhasilan pengembangan perikanan
tangkap di Maluku adalah adanya pabrik es. Es merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi usaha penangkapan ikan sebab es sangat menentukan
kualitas komoditi ikan yang dipasarkan. Kualitas ini pula selanjutnya menentukan besar kecilnya tingkat harga yang ditawarkan serta penerimaan dari hasil
penjualan. Keberadaan desain cool box sangat dipengaruhi oleh es karena es merupakan bahan yang dapat membantu nelayan dalam menghasilkan kualitas
eksport ikan hasil tangkapannya. Kebutuhan akan es pada kapal penangkapan
156 sangat ditentukan oleh besarnya palka dan besarnya kapal yang dipakai sebagai
kapal penangkap. Kapal huhate pada umumnya membutuhkan es balok sebanyak 20 sampai 30 balok es. Balok-balok es itu kemudian dihancurkan menjadi
kepingan-kepingan kecil dan dimasukan ke dalam palka. Sedangkan pada kapal pancing tonda hanya membutuhkan 2 sampai 3 balok es dan pada kapal pukat
cincin digunakan es sebanyak 5 sampai 10 balok. Kristal-kristal es yang telah dihancurkan tadi mempunyai fungsi yang sama juga pada kapal pancing tonda dan
pukat cincin. Adapun matriks pengembangan teknologi tepat guna perikanan tangkap di Maluku disajikan pada Tabel 72
Tabel 72 Matriks pengembangan teknologi tepat guna perikanan tangkap di Maluku
No Alat tangkapkapalteknologi
Kondisi saat ini Pengembangan teknologi
1 Huhate
- Pancing - Kapal
- Modifikasi palka - Bahan bambu
- Ukuran kapal kecil - Tidak efisien dalam
penyimpanan hasil tangkapan - Bahan fiberglass
- Ukuran kapal diperbesar - Lebih efisien dengan
menggunakan styrofoam pada dinding palka
2 Pancing tonda
- Alat tangkap - Kapal
- Modifikasi cool box - Teknologi penangkapan ikan tuna
dengan menggunakan metode layang- layang
- Ukuran snar kecil No 800 - Type kail “J” shapped
- Ukuran kapal kecil - Tidak efektif dalam penyimpanan
hasil tangkapan - Teknologi penangkapan secara
manual - Ukuran snar lebih besar No
1000 - Type kail cyrcle shapped
- Ukuran kapal diperbesar - Menggunakan styrofoam
- Menggunakan layang- layang sebagai alat bantu
penangkapan 3
Pukat cincin
- Kapal - Modifikasi palka
- Modifikasi winch - Ukuran kapal kecil
- Tidak efisien dalam penyimpanan hasil tangkapan
- Hauling jaring menggunakan tenaga manusia
- Ukuran kapal diperbesar - Lebih efisien dengan
menggunakan bahan styrofoam pada dinding
palka - Menggunakan winch
sebagai alat bantu pada waktu hauling
Sumber: Hasil penelitian 2009
5.7 Model Konseptual Pengembangan Perikanan Pelagis di Maluku