1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi Perikanan Indonesia dapat diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 telah mencapai 4.383.103 ton, dan
tahun 2004 tercatat 4.320.241 ton per tahun DKP RI 2006. Angka-angka tersebut menunjukkan tingkat pemanfaatan pada tahun 2004 telah mencapai
76,5 per tahun. Berdasarkan tatalaksana untuk Perikanan yang Bertanggung- jawab Code of Conduct for Responsible Fisheries, CCRF yang diterbitkan oleh
FAO, jumlah tangkapan yang diperbolehkan Total Allowable Catch, TAC adalah sebesar 80 dari Maximum Sustainable Yield, MSY FAO 1995.
Mengacu pada TAC tersebut, maka produksi minimum lestari di perairan Indonesia yang diperbolehkan dapat diestimasi adalah sekitar 5,12 juta ton per
tahun. Provinsi kepulauan adalah sebuah provinsi yang seluruhnya terdiri dari satu
atau lebih gugus pulau laut, diantara gugus pulau yang secara alamiah berhubungan antara satu dengan yang lain sedemikian erat sehingga merupakan
satu kesatuan geografis, ekonomi, politik, sosial budaya serta pertahanan keamanan. Maluku termasuk diantara tujuh provinsi yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai Provinsi kepulauan selain, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Riau, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Kebijakan modernisasi perikanan rakyat melalui pengembangan kapal motor dan perbaikan teknologi alat penangkapan ikan telah dilakukan sejak tahun
1967. Modernisasi menurut Choliq 1996 diacu oleh Masyahoro 2004, perkembangan produksi perikanan laut sebesar 4,19 per tahun. Ciri khas
perikanan Indonesia adalah dominasi perikanan rakyat, artisanal dan skala kecil. Dari satu sisi, ciri ini adalah kekuatan dimana rakyat dalam jumlah besar dapat
ikut serta dan terlibat dalam kegiatan ekonomi. Dari sisi lain, ciri ini adalah kelemahan yang menunjukkan ketidakmampuan Indonesia dalam memanfaatkan
potensi sumberdaya ikan yang dimilikinya. Indonesia memiliki sekitar 600.000 armada perikanan, dari jumlah armada perikanan tersebut, sekitar 43 adalah
Perahu Tanpa Motor PTM, 223.831 buah, 28 armada perikanan yang menggunakan Perahu Motor Tempel PMT 156.388 buah sedangkan sisanya
adalah sekitar 29 atau 127.000 unit adalah Kapal Motor KM Nikijuluw 2008.
Besarnya perkiraan potensi sumberdaya ikan di seluruh perairan Indonesia adalah sekitar 4.391.589 ton per tahun dan perairan ZEE Indonesia 2.323.780 ton
tahun. Potensi sumberdaya ikan pelagis di Ambon mencapai 236.100 tontahun, nilai itu terdiri dari ikan pelagis besar 104.100 tontahun dan ikan pelagis kecil
132.000 tontahun. Melihat realitas di atas maka sebenarnya Maluku adalah salah satu provinsi yang mempunyai sektor perikanan dan kelautan yang menimpah, hal
ini merupakan kekayaan bagi pengembangan pembangunan. www.easycomputing.com.
Sampai saat ini penyediaan data potensi sumberdaya perikanan dan kelautan secara berkesinambungan di Indonesia termasuk Maluku masih merupakan
permasalahan,hal ini disebabkan oleh belum terfokusnya kegiatan pengkajian stok ikan secara nasional, apalagi regional dan lokal. Secara nasional, laut di provinsi
Maluku memiliki peranan penting dan strategis bagi kegiatan perikanan laut nasional, hal ini disebabkan karena sekitar 25 potensi perikanan tangkap
Indonesia berada di wilayah perairan laut provinsi Maluku. Potensi tersebut menyebar di tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP yaitu : WPP Laut Banda,
WPP Laut Arafura dan WPP Laut Seram sampai Teluk Tomini, yang secara kumulatif mengandung potensi sumberdaya ikan sebesar 1,640 juta tontahun.
Dari keseluruhan potensi sumberdaya ikan seperti disebutkan diatas tingkat
pemanfaatannya baru mencapai sekitar 42 DKP RI 2006.
Pada tahun 2001 Pusat Riset Perikanan Tangkap Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pusat
Penelitian Pengembangan Oceanologi LIPI melakukan suatu riset dan pengkajian terhadap kelimpahan stok ikan di perairan Indonesia. Pengkajian yang dilakukan
diseluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia, dan untuk Laut Banda diperoleh hasilnya adalah 248.400 tontahun Tabel 1
Tabel 1 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JBT di Laut Banda
No Kelompok Sumberdaya Ikan
Laut Banda Potensi ton
JBT ton 1 Pelagis
besar 104.100
83.300
Tuna
Cakalang
Paruh panjang
Tongkol
Tenggiri 21.200
38.400 4.500
22.200 17.800
17.000 30.700
3.600 17.800
14.200 2 Pelagis
kecil 132.000
105.600 3 Demersal
9.300 7.400
4 Udang
Penaeid
Udang karang 400
-- 400
300 --
300 5 Cumi-cumi
100 100
6 Ikan karang
2.500 2.000
TOTAL 248.400
198.700 7 Ikan
hias 226.100
180.900
Sumber : DKP Maluku 2007.
Hasil kajian tersebut juga menunjukkan bahwa telah terjadi aktifitas lebih tangkap over fishing di WPP Laut Banda terutama jenis ikan pelagis kecil, ikan
demersal dan cumi–cumi, sehingga peluang pengembangan di WPP Laut Banda hanya dapat dilakukan pada sumberdaya perikanan pelagis besar sedangkan
sumberdaya ikan pelagis kecil, ikan demersal dan cumi–cumi sudah menunjukkan tingkat pemanfaatan yang tinggi atau melampaui potensi lestari. Pengkajian
potensi sumberdaya ikan di WPP Laut Seram dan Teluk Tomini menunjukkan tingkat pemanfaatan yang baik kecuali komoditas udang penaeid yang telah
melampaui kapasitas atau telah terjadi over fishing sehingga perlu dibatasi aktifitas penangkapannya. Dalam konteks pemanfaatan sumberdaya kelautan dan
perikanan yang dilakukan oleh daerah memang terdapat keuntungan, tetapi juga sekaligus menjadi beban dan tanggung jawab daerah dalam pengendalian dan
pengolahannya, seperti: over eksploitasi, degradasi lingkungan, pencemaran dan keamanan maupun keselamatan pelayaran.
Dampak negatif akan timbul, apabila Pemerintah Daerah tidak memiliki persepsi yang tepat terhadap pemanfaatan sumberdaya dan perikanan. Artinya
sumberdaya kelautan dan perikanan tidak semata-mata untuk dieksplotasi tetapi juga harus diperhatikan kelestariannya yang tujuannya bukan hanya untuk
meningkatkan PAD, tetapi yang penting adalah untuk kesejahteraan nelayan. Hasil yang diperoleh dari kajian potensi tersebut di WPP Laut Seram dan Teluk
Tomini ini adalah 587.000 tontahun DKP Maluku 2007.
Tabel 2 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JBT di Laut Seram dan Teluk Tomini
No Kelompok Sumberdaya Ikan
Laut Seram dan Teluk Tomini Potensi ton
JBT ton 1 Pelagis
besar 106.000
85.300
Tuna
Cakalang
Paruh panjang
Tongkol
Tenggiri 19.900
55.500 3.700
15.000 12.500
15.900 44.000
3.000 12.000
10.000 2 Pelagis
kecil 378.800
303.000 3 Demersal
83.800 67.000
4 Udang
Penaeid
Udang karang 1.200
900 300
900 700
200 5 Cumi-cumi
7.100 5.700
6 Ikan karang
9.500 7.600
TOTAL 587.000
469.500 7 Ikan
hias 270.400
216.300
Sumber: DKP Maluku 2007
Hasil yang diperoleh dari kajian potensi tersebut di WPP Laut Seram dan Teluk Tomini ini adalah 587.000 tontahun DKP Maluku 2007. Sedangkan WPP
Laut Arafura pengkajian yang dilakukan menunjukkan adanya ketersediaan potensi sumberdaya ikan sebesar 792.100 tontahun Tabel 3. Berdasarkan hasil
kajian tersebut dapat dilihat bahwa hanya terdapat peluang untuk pengembangan penangkapan ikan pelagis kecil, sedang untuk sumberdaya ikan lainnya telah
mendekati tingkat kejenuhan sehingga memerlukan tindakan pengelolaan secara terbatas.
Kegiatan penangkapan ikan di laut akhir-akhir ini semakin berkembang dengan ditandai dengan berkembangnya jumlah kapal serta semakin jauhnya
daerah operasi penangkapan, namun juga banyak kapal ikan baik berbendera Indonesia maupun asing yang melakukan pelanggaran dalam aktifitas mereka
dalam melakukan operasi penangkapan di perairan Maluku. Aktifitas yang dilakukan oleh armada asing maupun nelayan dari Maluku sangat merugikan
nelayan setempat dengan kemampuan teknologi yang terbatas. Kondisi laut di perairan wilayah timur khususnya di perairan Maluku dan sekitarnya memiliki
potensi kekayaan besar serta merupakan jalur lalu-lintas kapal-kapal internasional sehingga berpeluang besar terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hukum di laut
DKP Maluku 2005.
Tabel 3 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JBT di Laut Arafura
No Kelompok Sumberdaya
Ikan Laut
Arafura Potensi ton
JBT ton 1 Pelagis
besar 50.900
40.700
Tuna
Cakalang
Paruh panjang
Tongkol
Tenggiri 9.000
17.500 3.400
15.400 5.600
7.200 14.000
2.700 12.300
4.500 2 Pelagis
kecil 468.700
375.000 3 Demersal
246.800 197.400
4 Udang
Penaeid
Udang karang 21.500
21.400 100
17.200 17.200
100 5 Cumi-cumi
3.400 2.700
6 Ikan karang
800 600
TOTAL 792.100
633.600 7 Ikan
hias 9.200
7.400
Sumber: DKP Maluku 2007
Sebagai provinsi kepulauan dengan tiga kawasan laut pulau yang juga sekaligus sebagai WPP, aktifitas usaha penangkapan ikan telah dilaksanakan di
ketiga WPP dimaksud dan produksi yang dihasilkan dari usaha penangkapan ikan tahun 2006 adalah sebesar 484.401,2 ton. Jumlah ini baru 29,5 dibanding
potensi sumberdaya ikan yang tersedia namun karena ketiga WPP tersebut dikelola juga oleh Provinsi lain.
Daerah penangkapan ikan di perairan Indonesia, terkait dengan wilayah pengelolaan perikanan yang dinyatakan dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan
WPP. Wilayah pengelolaan perikanan laut Indonesia tersebut menurut kesepakatan Forum Koordinasi Pengelolaan Penangkapan Sumberdaya Ikan
FKPPS-Direktorat Jenderal Perikanan, sebanyak 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP, yaitu : 571 Selat Malaka, Laut Andaman, 572 Samudera
Hindia Barat Sumatera dan Selat Sunda, 573 Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, 711 Selat Karimata, Laut Natuna, Laut Cina Selatan,
712 Laut Jawa, 713 Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Bali, 714 Laut Banda, 715 Laut Aru, Laut Arafura, Laut Timor, 716 Laut Maluku, Teluk
Tomini dan Laut Seram, 717 Laut Sulawesi, Laut Halmahera, dan 718 Samudera Pasific Komnasjiskanlut, 2008. Perairan provinsi Maluku mencakup
WPP 714, WPP 715 dan WPP 716, seperti diperlihatkan pada Gambar 1
Sumber: KO
Berd laut dan p
maka luas Tabel 4, d
pada kabu Tabel 4 L
m
No.
1. Kota A
2. Kabupa
3. Kabupa
4. Kabupa
5. Kabupa
Sumber: Da Keterangan:
Mur dalam per
sumberday biota laut
mengarah
OMNASJISKA
Gambar 1 dasarkan ba
provinsi yai s perairan pr
dikemukaka upatenkota
Luas peraira mil laut
Kab
Ambon aten Maluku
aten Buru aten Maluku
aten Maluku
ata Dan Informa Sebelum pem
rdiyanto 20 rikanan tang
ya perikana dan sumbe
pada pene
ANLUT 2008
1 Peta wilay atas wilayah
itu 4 sampa rovinsi Mal
an luas per di Provinsi
an pada seti
bupaten
u Tengah u Tenggara
u Tenggara B
asi Spasial Sum mekaran kabup
007 menga gkap sangat
an yang m erdaya man
emuan ino
8
yah pengelo h pengelolaa
ai 12 mil la luku pada w
rairan yang Maluku.
iap kabupat
Barat
mberdaya Perika aten
atakan bahw t berkaitan
meliputi sum nusia. Penge
ovasi yang olaan perika
an oleh kab aut, diukur
wilayah ini a merupakan
tenkota di p
L 0-4 mil
1.268,7 16.254,0
3.743,0 15.364,0
17.740,0
anan dan Kelau
wa arah peng dengan pen
mberdaya al embangan t
menghasil anan WPP
bupatenkota r dari batas
adalah 152.9 n daerah pe
provinsi M
Luas peraira 4-12 m
3.859 31.281
7.261 19.659
36.520
utan Provinsi M
gembangan nyelenggara
lam ekosis teknologi pe
lkan modifi Indonesia.
a yaitu 0 – s surut tere
950,2 km
2
. enangkapan
Maluku hingg
an km
2
mil Jum
9,5 5.1
1,0 47.5
,0 11.0
9,0 35.0
0,0 54.2
Maluku 2003
IPTEK dan aan pemanf
stim habitat enangkapan
ikasi, konst .
4 mil ndah,
Pada n ikan
ga 12
mlah
28,2 535,0
004,0 023,0
260,0
n seni faatan
t dan n ikan
truksi
serta alat dan bahan yang ramah lingkungan tidak merusak habitat, sumberdaya ikan, efektif, efisien, praktis serta memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan
nelayan Pemanfaatan dan potensi sumberdaya ikan di Provinsi Maluku bertujuan
untuk: 1 memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan, 2 meningkatkan penerimaan devisa bagi negara dari ekspor
perikanan dan kelautan, 3 meningkatkan kesejahteraan nelayan, 4 meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia perikanan, 5 meningkatkan
kecukupan gizi masyarakat dari hasil perikanan, 6 meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha, 7 menurunkan tingkat pelanggaran
pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan DKP Maluku 2005. Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perikanan dan kelautan
Maluku sampai tahun 2008 yang adalah sebagai berikut: 1 meningkatkan armada penangkapan sebesar 39.881 buah yang terdiri dari PTM 37.349 buah, PMT 1.773
buah, dan KM 759 buah, 2 penyerapan nelayan perikanan tangkap sebesar 121.791 orang, 3 produksi perikanan tangkap minimal sebesar 441.172 ton, 4
ekspor produksi perikanan minimal 338.599 ton, 5 PAD minimal mencapai Rp 11,4 milyar, 6 meminimalisir tingkat pelanggaran pemanfaatan sumberdaya
kelautan dan perikanan DKP Maluku, 2005. Armada perikanan tangkap yang terdapat di Maluku masih bersifat
tradisional, hal ini disebabkan karena :1 daerah penangkapan fishing ground dekat dengan pantai; 2 keterbatasan dana dari nelayan untuk membuat kapal
penangkapan; 3 sumberdaya manusia rendah. Teknologi mendesain kapal penangkapan pada daerah ini juga masih bersifat tradisional karena mereka masih
mengandalkan kemampuan untuk merancang kapal yang diturunkan secara turun- temurun.
Hasil tangkapan utama yang didapatkan dari perairan Maluku adalah jenis ikan pelagis kecil dan pelagis besar serta demersal. Jika ukuran dan dimensi
teknologi berubah, maka secara langsung berdampak pada jumlah, jenis, dan ukuran ikan yang tertangkap. Teknologi penangkapan yang dipergunakan di
Maluku sebagian besar masih mempergunakan teknologi sederhana, karena masih rendahnya modal usaha yang dimiliki. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang
seharusnya dikelola oleh nelayan setempat tidak dapat dilakukan secara optimal mengingat keterbatasan jumlah alat tangkap, perahu, dan teknologi yang
digunakan masih tradisional, akibatnya sumberdaya ikan yang ada banyak dimanfaatkan oleh nelayan dari luar daerah maupun dari negara lain.
Penguasaan dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan produk adalah merupakan persyaratan utama untuk membangun suatu industri nasional
yang berkelanjutan dan kompetitif sebab itu, pemerintah Indonesia merumuskan empat langkah transfer teknologi menurut BPIS 1989, antara lain:
1 Memanfaatkan teknologi yang ada untuk menghasilkan produk yang tersedia di pasaran dengan menggunakan lisensi teknologi
2 Mengintegrasikan teknologi yang ada untuk mendesain dan menghasilkan produk baru
3 Mengembangkan teknologi untuk menciptakan teknologi baru yang diarahkan pada hasil desain dan produk masa depan
4 Melaksanakan riset dasar skala besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Permodelan adalah terjemahan bebas dari istilah modelling dan dari terminologi penelitian operasional didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau
abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual Eriyanto, 1988. Selanjutnya dikatakan pula bahwa model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung
maupun tidak langsung secara kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat, oleh karena itu model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek
dari realitas yang sedang dikaji. Rau dan Wooten 1980 memandang bahwa model merupakan suatu
penampakan dari suatu sistem yang sebenarnya. Model-model suatu ekosistem umumnya lebih sederhana dari kondisi yang sebenarnya. Proses kegiatan yang
menggunakan pendekatan sistem sebagai kerangka bahasan dikenal dengan istilah ”modelling”.
Nasenda dan Anwar 1985 menyatakan bahwa penggunaan modelling memiliki tujuan antara lain:
1 Menganalisa dan mengidentifikasi pola hubungan antara input-output dengan parameter kualitas lingkungan yang diamati
2 Menyusun suatu bentuk strategi optimal dalam sistem pengendaliannya 3 Mengidentifikasi kondisi-kondisi mana suatu alternatif kebijakan dapat
diterima. Menurut Siswosudarmo et al. 2001, model dinamik adalah kumpulan dari
variabel-variabel yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya dalam suatu perubahan kurun waktu yang tidak ditentukan. Selanjutnya dikatakan
pula bahwa setiap variabel berkorespondensi dengan suatu besaran yang nyata atau besaran yang dibuat sendiri dan dapat mewakili nilai numerik serta sudah
merupakan bagian dari dirinya. Pengembangan sub sektor perikanan tangkap yang baik dan ideal harus
dilakukan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan kebutuhan optimal dari setiap komponen atau sub-sistemnya. Oleh karena itu, untuk
mengembangkan sub sektor perikanan tangkap di perairan Maluku tersebut secara optimal harus mengacu pada pola yang tepat, jelas dan komprehensip.
Selanjutnya, berdasarkan pola yang diperoleh ini diharapkan dapat dirumuskan suatu model untuk pengembangan perikanan tangkap yang optimal agar
pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
Sumberdaya ikan di perairan Maluku merupakan aset yang harus dimanfaatkan secara bijaksana. Meskipun sumberdaya tersebut bersifat dapat
pulih renewable, namun tingkat kecepatan pemulihannya dapat saja tidak seimbang dengan laju pemanfaatannya. Untuk itu, dalam memanfaatkan sumber
daya tersebut perlu dikaji faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadapnya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut terutama adalah aktivitas
penangkapan yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan berbagai macam alat penangkapan ikan.
Armada perikanan tangkap di Maluku pada tahun 2007 didominasi oleh perahu tanpa motor PTM sebanyak 39.124 unit; perahu motor tempel PMT
3781 unit; kapal motor KM 5GT 533 unit; 10-20 GT 276 unit; 30-50 GT 34 unit; 50-100 GT 16 unit, serta 200 GT sebanyak 20 unit DKP Maluku 2007.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku perlu dikembangkan, hal ini didasarkan pada letak
geografis Provinsi Maluku yang sebagian besar wilayahnya adalah laut mengandung kekayaan sumberdaya hayati laut yang cukup banyak, baik dari
keanekaragamannya maupun jumlahnya hingga saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal karena kondisi armada perikanan yang masih didominasi oleh
perahu tanpa motor. Teknologi alat penangkapan ikan telah mengalami perkembangan dan
menjadi penting seiring dengan meningkatnya kegiatan dan usaha manusia dalam memajukkan industri perikanan di bidang usaha penangkapan ikan. Setiap
pengoperasian unit penangkapan ikan akan berdampak baik terhadap sumberdaya ikan yang ditangkap maupun lingkungannya, sehingga perlu dikaji sampai sejauh
mana dampaknya dan bagaimana meminimalkan dampaknya. Praktisi teknologi penangkapan ikan sudah memulai mengembangkan alat
tangkap yang dimaksud, baik dengan melakukan modifikasi atau membuat rancangan alat tangkap yang ramah lingkungan. Disamping teknologi itu sendiri,
adalah penting bagi pemanfaatan sumberdaya ikan untuk memahami pengelolaan penangkapan ikan yang meliputi perencanaan, pengoperasian, dan optimalisasi
pemanfaatan ikan. Rekayasa alat tangkap harus mempertimbangkan aspek-aspek kondisi sumberdaya ikan yang ada, habitat ikan, peraturan perundang-undangan,
dan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan agar supaya teknologi yang diciptakan tidak mubazir atau bahkan merusak sumberdaya ikan dan
lingkungannya. Perairan Maluku memiliki potensi sumberdaya perikanan khususnya ikan
pelagis kecil dan besar yang cukup besar, namun diduga tingkat pemanfaatannya masih belum optimal. Pemanfaatan dan potensi sumberdaya ikan di Provinsi
Maluku bertujuan untuk: 1 memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan, 2 meningkatkan penerimaan devisa bagi
negara dari ekspor perikanan dan kelautan, 3 meningkatkan kesejahteraan nelayan, 4 meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia perikanan,
5 meningkatkan kecukupan gizi masyarakat dari hasil perikanan, 6 meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha, 7 menurunkan
tingkat pelanggaran pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan DKP Maluku 2005.
Upaya pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku membutuhkan identifikasi permasalahaan serta pemecahannya. Hal ini dapat dilakukan melalui
proses pendekatan penyusunan model pengembangan perikanan pelagis yang merupakan salah satu dasar pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Maluku.
1.2 Perumusan Masalah