Latar Belakang Model pengembangan perikanan pelagis di Perairan Maluku

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi Perikanan Indonesia dapat diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2003 telah mencapai 4.383.103 ton, dan tahun 2004 tercatat 4.320.241 ton per tahun DKP RI 2006. Angka-angka tersebut menunjukkan tingkat pemanfaatan pada tahun 2004 telah mencapai 76,5 per tahun. Berdasarkan tatalaksana untuk Perikanan yang Bertanggung- jawab Code of Conduct for Responsible Fisheries, CCRF yang diterbitkan oleh FAO, jumlah tangkapan yang diperbolehkan Total Allowable Catch, TAC adalah sebesar 80 dari Maximum Sustainable Yield, MSY FAO 1995. Mengacu pada TAC tersebut, maka produksi minimum lestari di perairan Indonesia yang diperbolehkan dapat diestimasi adalah sekitar 5,12 juta ton per tahun. Provinsi kepulauan adalah sebuah provinsi yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugus pulau laut, diantara gugus pulau yang secara alamiah berhubungan antara satu dengan yang lain sedemikian erat sehingga merupakan satu kesatuan geografis, ekonomi, politik, sosial budaya serta pertahanan keamanan. Maluku termasuk diantara tujuh provinsi yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai Provinsi kepulauan selain, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Riau, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Kebijakan modernisasi perikanan rakyat melalui pengembangan kapal motor dan perbaikan teknologi alat penangkapan ikan telah dilakukan sejak tahun 1967. Modernisasi menurut Choliq 1996 diacu oleh Masyahoro 2004, perkembangan produksi perikanan laut sebesar 4,19 per tahun. Ciri khas perikanan Indonesia adalah dominasi perikanan rakyat, artisanal dan skala kecil. Dari satu sisi, ciri ini adalah kekuatan dimana rakyat dalam jumlah besar dapat ikut serta dan terlibat dalam kegiatan ekonomi. Dari sisi lain, ciri ini adalah kelemahan yang menunjukkan ketidakmampuan Indonesia dalam memanfaatkan potensi sumberdaya ikan yang dimilikinya. Indonesia memiliki sekitar 600.000 armada perikanan, dari jumlah armada perikanan tersebut, sekitar 43 adalah Perahu Tanpa Motor PTM, 223.831 buah, 28 armada perikanan yang menggunakan Perahu Motor Tempel PMT 156.388 buah sedangkan sisanya adalah sekitar 29 atau 127.000 unit adalah Kapal Motor KM Nikijuluw 2008. Besarnya perkiraan potensi sumberdaya ikan di seluruh perairan Indonesia adalah sekitar 4.391.589 ton per tahun dan perairan ZEE Indonesia 2.323.780 ton tahun. Potensi sumberdaya ikan pelagis di Ambon mencapai 236.100 tontahun, nilai itu terdiri dari ikan pelagis besar 104.100 tontahun dan ikan pelagis kecil 132.000 tontahun. Melihat realitas di atas maka sebenarnya Maluku adalah salah satu provinsi yang mempunyai sektor perikanan dan kelautan yang menimpah, hal ini merupakan kekayaan bagi pengembangan pembangunan. www.easycomputing.com. Sampai saat ini penyediaan data potensi sumberdaya perikanan dan kelautan secara berkesinambungan di Indonesia termasuk Maluku masih merupakan permasalahan,hal ini disebabkan oleh belum terfokusnya kegiatan pengkajian stok ikan secara nasional, apalagi regional dan lokal. Secara nasional, laut di provinsi Maluku memiliki peranan penting dan strategis bagi kegiatan perikanan laut nasional, hal ini disebabkan karena sekitar 25 potensi perikanan tangkap Indonesia berada di wilayah perairan laut provinsi Maluku. Potensi tersebut menyebar di tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP yaitu : WPP Laut Banda, WPP Laut Arafura dan WPP Laut Seram sampai Teluk Tomini, yang secara kumulatif mengandung potensi sumberdaya ikan sebesar 1,640 juta tontahun. Dari keseluruhan potensi sumberdaya ikan seperti disebutkan diatas tingkat pemanfaatannya baru mencapai sekitar 42 DKP RI 2006. Pada tahun 2001 Pusat Riset Perikanan Tangkap Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pusat Penelitian Pengembangan Oceanologi LIPI melakukan suatu riset dan pengkajian terhadap kelimpahan stok ikan di perairan Indonesia. Pengkajian yang dilakukan diseluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia, dan untuk Laut Banda diperoleh hasilnya adalah 248.400 tontahun Tabel 1 Tabel 1 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JBT di Laut Banda No Kelompok Sumberdaya Ikan Laut Banda Potensi ton JBT ton 1 Pelagis besar 104.100 83.300  Tuna  Cakalang  Paruh panjang  Tongkol  Tenggiri 21.200 38.400 4.500 22.200 17.800 17.000 30.700 3.600 17.800 14.200 2 Pelagis kecil 132.000 105.600 3 Demersal 9.300 7.400 4 Udang  Penaeid  Udang karang 400 -- 400 300 -- 300 5 Cumi-cumi 100 100 6 Ikan karang 2.500 2.000 TOTAL 248.400 198.700 7 Ikan hias 226.100 180.900 Sumber : DKP Maluku 2007. Hasil kajian tersebut juga menunjukkan bahwa telah terjadi aktifitas lebih tangkap over fishing di WPP Laut Banda terutama jenis ikan pelagis kecil, ikan demersal dan cumi–cumi, sehingga peluang pengembangan di WPP Laut Banda hanya dapat dilakukan pada sumberdaya perikanan pelagis besar sedangkan sumberdaya ikan pelagis kecil, ikan demersal dan cumi–cumi sudah menunjukkan tingkat pemanfaatan yang tinggi atau melampaui potensi lestari. Pengkajian potensi sumberdaya ikan di WPP Laut Seram dan Teluk Tomini menunjukkan tingkat pemanfaatan yang baik kecuali komoditas udang penaeid yang telah melampaui kapasitas atau telah terjadi over fishing sehingga perlu dibatasi aktifitas penangkapannya. Dalam konteks pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang dilakukan oleh daerah memang terdapat keuntungan, tetapi juga sekaligus menjadi beban dan tanggung jawab daerah dalam pengendalian dan pengolahannya, seperti: over eksploitasi, degradasi lingkungan, pencemaran dan keamanan maupun keselamatan pelayaran. Dampak negatif akan timbul, apabila Pemerintah Daerah tidak memiliki persepsi yang tepat terhadap pemanfaatan sumberdaya dan perikanan. Artinya sumberdaya kelautan dan perikanan tidak semata-mata untuk dieksplotasi tetapi juga harus diperhatikan kelestariannya yang tujuannya bukan hanya untuk meningkatkan PAD, tetapi yang penting adalah untuk kesejahteraan nelayan. Hasil yang diperoleh dari kajian potensi tersebut di WPP Laut Seram dan Teluk Tomini ini adalah 587.000 tontahun DKP Maluku 2007. Tabel 2 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JBT di Laut Seram dan Teluk Tomini No Kelompok Sumberdaya Ikan Laut Seram dan Teluk Tomini Potensi ton JBT ton 1 Pelagis besar 106.000 85.300  Tuna  Cakalang  Paruh panjang  Tongkol  Tenggiri 19.900 55.500 3.700 15.000 12.500 15.900 44.000 3.000 12.000 10.000 2 Pelagis kecil 378.800 303.000 3 Demersal 83.800 67.000 4 Udang  Penaeid  Udang karang 1.200 900 300 900 700 200 5 Cumi-cumi 7.100 5.700 6 Ikan karang 9.500 7.600 TOTAL 587.000 469.500 7 Ikan hias 270.400 216.300 Sumber: DKP Maluku 2007 Hasil yang diperoleh dari kajian potensi tersebut di WPP Laut Seram dan Teluk Tomini ini adalah 587.000 tontahun DKP Maluku 2007. Sedangkan WPP Laut Arafura pengkajian yang dilakukan menunjukkan adanya ketersediaan potensi sumberdaya ikan sebesar 792.100 tontahun Tabel 3. Berdasarkan hasil kajian tersebut dapat dilihat bahwa hanya terdapat peluang untuk pengembangan penangkapan ikan pelagis kecil, sedang untuk sumberdaya ikan lainnya telah mendekati tingkat kejenuhan sehingga memerlukan tindakan pengelolaan secara terbatas. Kegiatan penangkapan ikan di laut akhir-akhir ini semakin berkembang dengan ditandai dengan berkembangnya jumlah kapal serta semakin jauhnya daerah operasi penangkapan, namun juga banyak kapal ikan baik berbendera Indonesia maupun asing yang melakukan pelanggaran dalam aktifitas mereka dalam melakukan operasi penangkapan di perairan Maluku. Aktifitas yang dilakukan oleh armada asing maupun nelayan dari Maluku sangat merugikan nelayan setempat dengan kemampuan teknologi yang terbatas. Kondisi laut di perairan wilayah timur khususnya di perairan Maluku dan sekitarnya memiliki potensi kekayaan besar serta merupakan jalur lalu-lintas kapal-kapal internasional sehingga berpeluang besar terjadinya berbagai bentuk pelanggaran hukum di laut DKP Maluku 2005. Tabel 3 Potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan JBT di Laut Arafura No Kelompok Sumberdaya Ikan Laut Arafura Potensi ton JBT ton 1 Pelagis besar 50.900 40.700  Tuna  Cakalang  Paruh panjang  Tongkol  Tenggiri 9.000 17.500 3.400 15.400 5.600 7.200 14.000 2.700 12.300 4.500 2 Pelagis kecil 468.700 375.000 3 Demersal 246.800 197.400 4 Udang  Penaeid  Udang karang 21.500 21.400 100 17.200 17.200 100 5 Cumi-cumi 3.400 2.700 6 Ikan karang 800 600 TOTAL 792.100 633.600 7 Ikan hias 9.200 7.400 Sumber: DKP Maluku 2007 Sebagai provinsi kepulauan dengan tiga kawasan laut pulau yang juga sekaligus sebagai WPP, aktifitas usaha penangkapan ikan telah dilaksanakan di ketiga WPP dimaksud dan produksi yang dihasilkan dari usaha penangkapan ikan tahun 2006 adalah sebesar 484.401,2 ton. Jumlah ini baru 29,5 dibanding potensi sumberdaya ikan yang tersedia namun karena ketiga WPP tersebut dikelola juga oleh Provinsi lain. Daerah penangkapan ikan di perairan Indonesia, terkait dengan wilayah pengelolaan perikanan yang dinyatakan dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP. Wilayah pengelolaan perikanan laut Indonesia tersebut menurut kesepakatan Forum Koordinasi Pengelolaan Penangkapan Sumberdaya Ikan FKPPS-Direktorat Jenderal Perikanan, sebanyak 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP, yaitu : 571 Selat Malaka, Laut Andaman, 572 Samudera Hindia Barat Sumatera dan Selat Sunda, 573 Samudera Hindia Selatan Jawa hingga Nusa Tenggara, 711 Selat Karimata, Laut Natuna, Laut Cina Selatan, 712 Laut Jawa, 713 Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, Laut Bali, 714 Laut Banda, 715 Laut Aru, Laut Arafura, Laut Timor, 716 Laut Maluku, Teluk Tomini dan Laut Seram, 717 Laut Sulawesi, Laut Halmahera, dan 718 Samudera Pasific Komnasjiskanlut, 2008. Perairan provinsi Maluku mencakup WPP 714, WPP 715 dan WPP 716, seperti diperlihatkan pada Gambar 1 Sumber: KO Berd laut dan p maka luas Tabel 4, d pada kabu Tabel 4 L m No. 1. Kota A 2. Kabupa 3. Kabupa 4. Kabupa 5. Kabupa Sumber: Da Keterangan: Mur dalam per sumberday biota laut mengarah OMNASJISKA Gambar 1 dasarkan ba provinsi yai s perairan pr dikemukaka upatenkota Luas peraira mil laut Kab Ambon aten Maluku aten Buru aten Maluku aten Maluku ata Dan Informa Sebelum pem rdiyanto 20 rikanan tang ya perikana dan sumbe pada pene ANLUT 2008 1 Peta wilay atas wilayah itu 4 sampa rovinsi Mal an luas per di Provinsi an pada seti bupaten u Tengah u Tenggara u Tenggara B asi Spasial Sum mekaran kabup 007 menga gkap sangat an yang m erdaya man emuan ino 8 yah pengelo h pengelolaa ai 12 mil la luku pada w rairan yang Maluku. iap kabupat Barat mberdaya Perika aten atakan bahw t berkaitan meliputi sum nusia. Penge ovasi yang olaan perika an oleh kab aut, diukur wilayah ini a merupakan tenkota di p L 0-4 mil 1.268,7 16.254,0 3.743,0 15.364,0 17.740,0 anan dan Kelau wa arah peng dengan pen mberdaya al embangan t menghasil anan WPP bupatenkota r dari batas adalah 152.9 n daerah pe provinsi M Luas peraira 4-12 m 3.859 31.281 7.261 19.659 36.520 utan Provinsi M gembangan nyelenggara lam ekosis teknologi pe lkan modifi Indonesia. a yaitu 0 – s surut tere 950,2 km 2 . enangkapan Maluku hingg an km 2 mil Jum 9,5 5.1 1,0 47.5 ,0 11.0 9,0 35.0 0,0 54.2 Maluku 2003 IPTEK dan aan pemanf stim habitat enangkapan ikasi, konst . 4 mil ndah, Pada n ikan ga 12 mlah 28,2 535,0 004,0 023,0 260,0 n seni faatan t dan n ikan truksi serta alat dan bahan yang ramah lingkungan tidak merusak habitat, sumberdaya ikan, efektif, efisien, praktis serta memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan nelayan Pemanfaatan dan potensi sumberdaya ikan di Provinsi Maluku bertujuan untuk: 1 memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan, 2 meningkatkan penerimaan devisa bagi negara dari ekspor perikanan dan kelautan, 3 meningkatkan kesejahteraan nelayan, 4 meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia perikanan, 5 meningkatkan kecukupan gizi masyarakat dari hasil perikanan, 6 meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha, 7 menurunkan tingkat pelanggaran pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan DKP Maluku 2005. Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perikanan dan kelautan Maluku sampai tahun 2008 yang adalah sebagai berikut: 1 meningkatkan armada penangkapan sebesar 39.881 buah yang terdiri dari PTM 37.349 buah, PMT 1.773 buah, dan KM 759 buah, 2 penyerapan nelayan perikanan tangkap sebesar 121.791 orang, 3 produksi perikanan tangkap minimal sebesar 441.172 ton, 4 ekspor produksi perikanan minimal 338.599 ton, 5 PAD minimal mencapai Rp 11,4 milyar, 6 meminimalisir tingkat pelanggaran pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan DKP Maluku, 2005. Armada perikanan tangkap yang terdapat di Maluku masih bersifat tradisional, hal ini disebabkan karena :1 daerah penangkapan fishing ground dekat dengan pantai; 2 keterbatasan dana dari nelayan untuk membuat kapal penangkapan; 3 sumberdaya manusia rendah. Teknologi mendesain kapal penangkapan pada daerah ini juga masih bersifat tradisional karena mereka masih mengandalkan kemampuan untuk merancang kapal yang diturunkan secara turun- temurun. Hasil tangkapan utama yang didapatkan dari perairan Maluku adalah jenis ikan pelagis kecil dan pelagis besar serta demersal. Jika ukuran dan dimensi teknologi berubah, maka secara langsung berdampak pada jumlah, jenis, dan ukuran ikan yang tertangkap. Teknologi penangkapan yang dipergunakan di Maluku sebagian besar masih mempergunakan teknologi sederhana, karena masih rendahnya modal usaha yang dimiliki. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang seharusnya dikelola oleh nelayan setempat tidak dapat dilakukan secara optimal mengingat keterbatasan jumlah alat tangkap, perahu, dan teknologi yang digunakan masih tradisional, akibatnya sumberdaya ikan yang ada banyak dimanfaatkan oleh nelayan dari luar daerah maupun dari negara lain. Penguasaan dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan produk adalah merupakan persyaratan utama untuk membangun suatu industri nasional yang berkelanjutan dan kompetitif sebab itu, pemerintah Indonesia merumuskan empat langkah transfer teknologi menurut BPIS 1989, antara lain: 1 Memanfaatkan teknologi yang ada untuk menghasilkan produk yang tersedia di pasaran dengan menggunakan lisensi teknologi 2 Mengintegrasikan teknologi yang ada untuk mendesain dan menghasilkan produk baru 3 Mengembangkan teknologi untuk menciptakan teknologi baru yang diarahkan pada hasil desain dan produk masa depan 4 Melaksanakan riset dasar skala besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Permodelan adalah terjemahan bebas dari istilah modelling dan dari terminologi penelitian operasional didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual Eriyanto, 1988. Selanjutnya dikatakan pula bahwa model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung secara kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat, oleh karena itu model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Rau dan Wooten 1980 memandang bahwa model merupakan suatu penampakan dari suatu sistem yang sebenarnya. Model-model suatu ekosistem umumnya lebih sederhana dari kondisi yang sebenarnya. Proses kegiatan yang menggunakan pendekatan sistem sebagai kerangka bahasan dikenal dengan istilah ”modelling”. Nasenda dan Anwar 1985 menyatakan bahwa penggunaan modelling memiliki tujuan antara lain: 1 Menganalisa dan mengidentifikasi pola hubungan antara input-output dengan parameter kualitas lingkungan yang diamati 2 Menyusun suatu bentuk strategi optimal dalam sistem pengendaliannya 3 Mengidentifikasi kondisi-kondisi mana suatu alternatif kebijakan dapat diterima. Menurut Siswosudarmo et al. 2001, model dinamik adalah kumpulan dari variabel-variabel yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya dalam suatu perubahan kurun waktu yang tidak ditentukan. Selanjutnya dikatakan pula bahwa setiap variabel berkorespondensi dengan suatu besaran yang nyata atau besaran yang dibuat sendiri dan dapat mewakili nilai numerik serta sudah merupakan bagian dari dirinya. Pengembangan sub sektor perikanan tangkap yang baik dan ideal harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan kebutuhan optimal dari setiap komponen atau sub-sistemnya. Oleh karena itu, untuk mengembangkan sub sektor perikanan tangkap di perairan Maluku tersebut secara optimal harus mengacu pada pola yang tepat, jelas dan komprehensip. Selanjutnya, berdasarkan pola yang diperoleh ini diharapkan dapat dirumuskan suatu model untuk pengembangan perikanan tangkap yang optimal agar pemanfaatan sumberdaya ikan dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Sumberdaya ikan di perairan Maluku merupakan aset yang harus dimanfaatkan secara bijaksana. Meskipun sumberdaya tersebut bersifat dapat pulih renewable, namun tingkat kecepatan pemulihannya dapat saja tidak seimbang dengan laju pemanfaatannya. Untuk itu, dalam memanfaatkan sumber daya tersebut perlu dikaji faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadapnya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut terutama adalah aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh manusia dengan menggunakan berbagai macam alat penangkapan ikan. Armada perikanan tangkap di Maluku pada tahun 2007 didominasi oleh perahu tanpa motor PTM sebanyak 39.124 unit; perahu motor tempel PMT 3781 unit; kapal motor KM 5GT 533 unit; 10-20 GT 276 unit; 30-50 GT 34 unit; 50-100 GT 16 unit, serta 200 GT sebanyak 20 unit DKP Maluku 2007. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku perlu dikembangkan, hal ini didasarkan pada letak geografis Provinsi Maluku yang sebagian besar wilayahnya adalah laut mengandung kekayaan sumberdaya hayati laut yang cukup banyak, baik dari keanekaragamannya maupun jumlahnya hingga saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal karena kondisi armada perikanan yang masih didominasi oleh perahu tanpa motor. Teknologi alat penangkapan ikan telah mengalami perkembangan dan menjadi penting seiring dengan meningkatnya kegiatan dan usaha manusia dalam memajukkan industri perikanan di bidang usaha penangkapan ikan. Setiap pengoperasian unit penangkapan ikan akan berdampak baik terhadap sumberdaya ikan yang ditangkap maupun lingkungannya, sehingga perlu dikaji sampai sejauh mana dampaknya dan bagaimana meminimalkan dampaknya. Praktisi teknologi penangkapan ikan sudah memulai mengembangkan alat tangkap yang dimaksud, baik dengan melakukan modifikasi atau membuat rancangan alat tangkap yang ramah lingkungan. Disamping teknologi itu sendiri, adalah penting bagi pemanfaatan sumberdaya ikan untuk memahami pengelolaan penangkapan ikan yang meliputi perencanaan, pengoperasian, dan optimalisasi pemanfaatan ikan. Rekayasa alat tangkap harus mempertimbangkan aspek-aspek kondisi sumberdaya ikan yang ada, habitat ikan, peraturan perundang-undangan, dan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan agar supaya teknologi yang diciptakan tidak mubazir atau bahkan merusak sumberdaya ikan dan lingkungannya. Perairan Maluku memiliki potensi sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis kecil dan besar yang cukup besar, namun diduga tingkat pemanfaatannya masih belum optimal. Pemanfaatan dan potensi sumberdaya ikan di Provinsi Maluku bertujuan untuk: 1 memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan, 2 meningkatkan penerimaan devisa bagi negara dari ekspor perikanan dan kelautan, 3 meningkatkan kesejahteraan nelayan, 4 meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia perikanan, 5 meningkatkan kecukupan gizi masyarakat dari hasil perikanan, 6 meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha, 7 menurunkan tingkat pelanggaran pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan DKP Maluku 2005. Upaya pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku membutuhkan identifikasi permasalahaan serta pemecahannya. Hal ini dapat dilakukan melalui proses pendekatan penyusunan model pengembangan perikanan pelagis yang merupakan salah satu dasar pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Maluku.

1.2 Perumusan Masalah