Opsi pengembangan unit penangkapan ikan pilihan Strategi Pengembangan Perikanan Pelagis di Perairan Maluku

penangkapan ikan yang memperhatikan aspek ramah lingkungan di perairan Maluku adalah pancing tonda, jaring insang permukaan, huhate, rawai, payang dan perangkap, sedangkan yang tidak memperhatikan aspek berkelanjutan adalah pukat pukat cincin, pukat udang, pukat pantai, dan pukat tarik.

4.5 Opsi pengembangan unit penangkapan ikan pilihan

Unit penangkapan ikan yang dipilih sebagai opsi pengembangan di perairan Maluku adalah unit penangkapan ikan yang memenuhi lebih baik dan lengkap dari aspek aspek pengembangan, baik aspek biologi, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Analisis opsi pengembangan unit penangkapan ikan di perairan Maluku dilakukan dengan cara mengetahui terlebih dahulu nilai unit penangkapan ikan dari hasil analisis masing-masing aspek, kemudian nilai tersebut dijumlahkan. Selanjutnya nilai tertinggi dan terendah dijumlahkan, kemudian dibagi 2 dua untuk menentukan nilai cutting off. Nilai tertinggi adalah 8,38 pancing tonda dan nilai terendah adalah 4,61 pukat pantai. Nilai cutting off sebesar 6,49 yang artinya nilai terendah yang diambil menjadi opsi pengembangan unit penangkapan ikan di perairan Maluku adalah 6,49. Berdasarkan Tabel 47, unit penangkapan ikan yang menjadi opsi pengembangan di Maluku adalah pancing tonda, huhate, jaring insang permukaan, sedangkan unit penangkapan yang bukan menjadi opsi pengembangan adalah pukat pantai, pukat udang, pukat tarik, perangkap, pukat cincin. Tabel 47 Hasil seleksi unit penangkapan ikan yang layak dikembangkan di Maluku No Unit penangkapan ikan Aspek Seleksi Keterangan Biologi Berkelanjutan Ramah lingkungan 1 Pukat cincin 1 2 2,33 5,33 2 Pukat pantai 1 1,83 1,78 4,61 3 Bagan 1 2,66 2,78 6,44 4 Huhate 1 3,66 3,22 7,88 5 Pancing tonda 1 3,83 3,55 8,38 6 Jaring insang permukaan 1 3 3,22 7,22 7 Pukat udang 1 2 1,78 4,78 8 Payang 1 2,5 2,67 6,17 9 Pukat tarik 1 2 1,78 4,78 10 Rawai 1 2,33 2,67 6 11 Perangkap 1 2,66 2,33 5,99 Sumber: Olahan data lapangan 2009

4.6 Alokasi unit penangkapan ikan di perairan Maluku

Tujuan pembangunan perikanan di Provinsi Maluku adalah mengoptimalkan produksi sumberdaya hayati perikanan mencapai potensi lestari, serta dalam pengembangannya tidak terlepas dari ketersediaan potensi sumberdaya, tenaga kerja dan faktor penunjang seperti infrastruktur, institusi dan sebagainya. LGP digunakan untuk menentukan jumlah alokasi unit penangkapan, devisiasi tujuan pengelolaan perikanan tangkap dan pemakaian sumberdaya. Pencapaian tujuan pembangunan perikanan tangkap yang sifatnya kontradiktif membutuhkan suatu pendekatan yang tepat untuk menyerasikan tujuan yang telah ditentukan, sehingga memudahkan pengambil kebijakan untuk mengatasi permasalahan mengenai pengalokasian sumberdaya. Pendekatan optimalisasi alokasi alat penangkapan ikan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik linear goal programming LGP, yang dapat memberikan solusi terhadap permasalahaan eksploitasi sumberdaya ikan di perairan Maluku. Solusi LGP yang diperoleh akan meperlihatkan jumlah alokasi alat tangkap, deviasi tujuan pengelolaan perikanan tangkap dan pemakaian sumberdaya. Target tersebut didasarkan pada tujuan pembangunan perikanan Daerah Maluku, yang mencakup beberapa alat tangkap yang dioperasikan nelayan di Maluku antara lain pukat cincin purse seine, pukat pantai beach seine, bagan liftnet, huhate pole and line, pancing tonda troll line, serta jaring insang permukaan drift gillnet. Pengalokasian sumberdaya perikanan tangkap dapat dilakukan berdasarkan manajemen kapasitas yaitu untuk menyelaraskan kapasitas produktif sumberdaya dengan kemampuan armada demi keberlanjutannya. Untuk itu digunakan target hasil tangkapan maksimum MSY sebagai basis, dengan demikian diperlukan hasil estimasi kapasitas alat tangkap saat ini dan kapasitas yang seharusnya dialokasikan serta hasil tangkapannya. LGP terdiri dari persamaan fungsi tujuan, fungsi kendala dan variabel keputusan. Persamaan fungsi tujuan mengekspresikan variabel deviasional dari kendala tujuan yang harus diminimumkan. Variabel deviasional pada fungsi tujuan bermanfaat unuk menampung penyimpangan hasil penyelesaian diatas sasaran dan variabel deviasional yang berfungsi untuk menampung penyimpangan hasil penyelesaian di bawah sasaran. Variabel deviasional tersebut akan merubah kendala menjadi sarana untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Penerapan LGP pada hakekatnya akan memberikan informasi penting dalam pengalokasian sumberdaya perikanan tangkap secara optimal, yaitu: 1 berapa alokasi optimal alat tangkap yang digunakan, 2 berapa besar ketercapaian tujuan yang dikehendaki sesuai target yang ditetapkan, dan 3 berapa besar sumberdaya yang dimanfaatkan dalam mencapai tujuan. Berdasarkan target kebijakan pengembangan dan variabel keputusan, maka sasaran yang ingin dicapai dalam optimalisasi alokasi armada penangkapan ikan pelagis di perairan Maluku adalah: 1 Mengoptimumkan ketersediaan sumberdaya ikan SDI Sumberdaya ikan pelagis kecil yang tertangkap di perairan Maluku adalah selar, layang, tembang, teri, komu, dan kembung, sedangkan sumberdaya ikan pelagis besar adalah tuna, tenggiri, tenggiri papan, tongkol, cakalang, dan layur. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan SDI tersebut didasarkan atas nilai TAC total allowable catch dan kemampuan masing-masing alat tangkap untuk menangkap ikan pelagis kecil. Adapun perhitungan nilai TAC, kemampuan menangkap alat untuk menyusun persamaan kendala tujuan dapat dilihat pada Lampiran 1. 1 Ikan pelagis kecil i Ikan selar Selaroides spp Potensi lestari MSY ikan selar 5839,47 tontahun dengan TAC sebesar 4671,58 tontahununit. Ikan selar ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin, pukat pantai, dan bagan. Kemampuan pukat cincin untuk menangkap ikan selar adalah sebesar 10753,3 tontahununit, pukat pantai sebesar 1472,6 tontahununit, serta bagan 3138,2 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan selar adalah : 10753,3 X1 + 1472,6 X2 + 3138,2 X3 + DB1 - DA1 = 4671,58 ii Ikan layang Decapterus russelli Potensi lestari MSY ikan layang 11895 tontahun dengan TAC sebesar 9516 tontahununit. Ikan layang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin, pukat pantai, dan bagan. Kemampuan pukat cincin untuk menangkap ikan layang adalah sebesar 21.104,8 tontahununit, pukat pantai sebesar 2782,6 tontahununit, serta bagan 4673,3 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan layang adalah : 21.104,8 X1 + 2782,6 X2 + 4673,3 X3 + DB2 - DA2 = 9516 iii Ikan tembang Sardinella fimbriata Potensi lestari MSY ikan tembang 8176,74 tontahun dengan TAC sebesar 6541,40 tontahununit. Ikan tembang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin, pukat pantai, dan bagan. Kemampuan pukat cincin untuk menangkap ikan tembang adalah sebesar 3347,6 tontahununit, pukat pantai sebesar 15443,5 tontahununit, serta bagan 14817,4 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan tembang adalah : 3347,6 X1 + 15443,5 X2 + 14817,4 X3 +DB3 - DA3 = 6541,40 iv Ikan teri Stolephorus indicus Potensi lestari MSY ikan teri 4983,32 tontahun dengan TAC sebesar 3986,65 tontahununit. Ikan teri ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin, pukat pantai, dan bagan. Kemampuan alat tangkap pukat cincin untuk menangkap ikan teri adalah sebesar 1353,5 tontahununit, pukat pantai sebesar 8722 tontahununit, serta bagan 9569 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan teri adalah : 1353,5 X1 + 8722 X2 + 9569 X4 +DB4 - DA4 = 4983,32 v Ikan komu Auxiss thazard Potensi lestari MSY ikan komu 1493,82 tontahun dengan TAC sebesar 1195,5 tontahununit. Ikan komu ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin, pukat pantai, dan bagan. Kemampuan pukat cincin untuk menangkap ikan komu adalah sebesar 1070,1 tontahununit, pukat pantai sebesar 1359,4 tontahununit, serta bagan 1110,2 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan komu adalah : 1070,1 X1 + 1359,4 X2 + 1110,2 X3 + DB5 - DA5 = 1195,5 vi Ikan kembung Rastreliger kanagurta Potensi lestari MSY ikan kembung 1818,05 tontahununit dengan TAC sebesar 1454,44 tontahununit. Ikan kembung ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin, pukat pantai, dan bagan. Kemampuan pukat cincin untuk menangkap ikan kembung adalah sebesar 4525,1 tontahununit, pukat pantai sebesar 1955,4 tontahununit, serta bagan 1593,3 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan kembung adalah : 4525,1 X1 + 1955,4 X2 + 1593,3 X3 +DB6 - DA6 = 1818,05 2 Ikan pelagis besar i Ikan tuna Thunnus sp Potensi lestari MSY ikan tuna 9313,04 tontahununit dengan TAC sebesar 7450,72 tontahununit. Ikan tuna ditangkap dengan menggunakan alat tangkap huhate, pancing tonda, dan jaring insang. Kemampuan alat huhate untuk menangkap ikan tuna adalah sebesar 4715,4 tontahununit, pancing tonda sebesar 4453 tontahununit, serta jaring insang 3345,3 tontahununit. Adapun perhitungan nilai TAC, kemampuan menangkap alat untuk menyusun persamaan kendala tujuan dapat dilihat pada Lampiran 2. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan tuna adalah : 4715,4 X1 + 4453 X2 + 3345,3 X3 + DB7 – DA7 = 7450,72 ii Ikan tenggiri Scomberomorus commersoni Potensi lestari MSY ikan tenggiri 406,13 tontahununit dengan TAC sebesar 324,90 tontahununit. Ikan tenggiri ditangkap dengan menggunakan alat tangkap huhate, pancing tonda, dan jaring insang. Kemampuan alat tangkap huhate untuk menangkap ikan tenggiri adalah sebesar 18,8 tontahununit, pancing tonda sebesar 893,2 tontahununit, serta jaring insang 637,4 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan tenggiri adalah : 18,8 X1 + 893,2 X2 + 637,4 X3 + DB8 – DA8 = 324,90 iii Ikan tenggiri papan Scomberomorus gutatus Potensi lestari MSY ikan tenggiri papan 160 tontahununit dengan TAC sebesar 128 tontahununit. Ikan tenggiri papan ditangkap dengan menggunakan alat tangkap huhate dan pancing tonda. Kemampuan alat huhate untuk menangkap ikan tenggiri papan adalah sebesar 17,5 tontahununit, pancing tonda sebesar 557,1 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan tenggiri papan adalah : 17,5 X1 + 557,1 X2 + DB9 – DA9 = 128 iv Ikan tongkol Euthynnus affinis Potensi lestari MSY ikan tongkol 7030,82 tontahununit dengan TAC sebesar 5624,65 tontahununit. Ikan tongkol ditangkap dengan menggunakan alat tangkap huhate dan pancing tonda. Kemampuan alat huhate untuk menangkap ikan tongkol adalah sebesar 5850,3 tontahununit, pancing tonda sebesar 3710,2 tontahununit, dan jaring insang sebesar 2212,8 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan tongkol adalah : 5850,3 X1 + 3710,2 X2 + 2212,8 X3 + DB10 – DA10 = 5624,65 v Ikan cakalang Katsuwonus pelamis Potensi lestari MSY ikan cakalang 49133,78 tontahununit dengan TAC sebesar 39307,02 tontahununit. Ikan cakalang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap huhate dan pancing tonda, dan jaring insang. Kemampuan alat tangkap huhate untuk menangkap ikan cakalang adalah sebesar 100983,7 tontahununit, pancing tonda sebesar 8534,7 tontahununit, dan jaring insang permukaan sebesar 7183,7 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan cakalang adalah : 100983,7 X1 + 8534,7 X2 + 7183,7 X3 + DB11 – DA11 = 39307,02 vi Ikan layur Istiophorus oriental Potensi lestari MSY ikan layur 250 tontahununit dengan TAC sebesar 200 tontahununit. Ikan layur ditangkap dengan menggunakan alat tangkap pancing tonda, dan jaring insang. Kemampuan pancing tonda untuk menangkap ikan layur adalah sebesar 210,1 tontahununit, pancing tonda sebesar 124,3 tontahununit. Persamaan kendala tujuan untuk mengoptimalkan ketersediaan sumberdaya ikan layur adalah : 210,1 X2 + 124,3 X3 + DB12 – DA12 = 200 3 Memaksimumkan alat tangkap Meminimumkan alat penangkapan ikan dimaksudkan untuk menentukan alokasi optimal dari enam alat penangkapan ikan antara lain: pukat cincin purse seine, pukat pantai beach seine, bagan liftnet, huhate pole and line, pancing tonda troll line, serta jaring insang permukaan drift gillnet yang saat ini beroperasi di perairan Maluku. Berdasarkan data statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Maluku tercatat jumlah armada perikanan tangkap untuk kelima alat tersebut sampai tahun 2007 adalah 42902 unit. Namun, dengan pertimbangan keberlanjutan usaha perikanan dan sumberdaya ikan, maka pengalokasian alat penangkapan ikan adalah pukat cincin 272, pukat pantai 435, bagan 1659, huhate 404, pancing tonda 27.471, serta jaring insang permukaan 12.661 unit. Dengan demikian maka model persamaan adalah: DB13 + 272 X1 + 435 X2 + 1659 X3 + 404 X4 + 27471 X5 + 12661X6 +DB13- DA13= 42902 dimana: X1 = alat tangkap pukat cincin X2 = alat tangkap pukat pantai unit X3 = alat tangkap bagan unit X4 = alat tangkap huhate unit X5 = alat tangkap pancing tonda unit X6 = alat tangkap jaring insang permukaan unit Berdasarkan hasil analisis dengan program Lindo, target sasaran untuk mengoptimalkan upaya pengembangan alat penangkapan dapat tercapai. Hal ini di tunjukkan oleh nilai DB13= 0. 4 Memaksimumkan penyerapan tenaga kerja Mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja merupakan target untuk dicapai melalui pengalokasian optimum alat tangkap di perairan Maluku. Optimalisasi alokasi armada seyogianya dapat menyerap tenaga kerja nelayan pada jumlah tertentu yang tetap menghasilkan efisiensi teknis penangkapan yang lebih tinggi. Sasaran mengoptimalkan jumlah tenaga kerja merupakan bagian dari kebutuhan penangkapan yang berpengaruh terhadap keberhasilan operasi penangkapan ikan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan dan pengamatan di lokasi penelitian, rata-rata penyerapan tenaga kerja nelayan untuk masing-masing alat tangkap pukat cincin 25 orang, pukat pantai 14 orang, bagan 4 orang, huhate 28 orang, pancing tonda 2 orang, dan jaring insang permukaan 3 orang. Total sumberdaya manusia nelayan di Maluku berdasarkan data Statistik Perikanan dan Kelautan Maluku tahun 2006 tercatat 114.130 orang. Diasumsikan nelayan pelagis yang beroperasi di perairan Maluku sekitar 80, maka jumlah nelayan penuh 91.304 orang. Hal ini tentunya berhubungan dengan erat dengan alokasi upaya penangkapan serta target produksi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan sehingga diharapkan penyerapan tenaga kerja ditetapkan sesuai dengan alokasi rata-rata nelayan pada setiap alat tangkap. Dengan demikian model persamaan penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut: 25X1+ 14X2+ 4X3 + 28X4 + 2X5 + 3X6 + DB14+DA14= 91304 dimana: X1 = rata-rata penyerapan tenaga kerja nelayan pukat cincin orangunit X2 = rata-rata penyerapan tenaga kerja nelayan pukat pantai orangunit X3 = rata-rata penyerapan tenaga kerja nelayan bagan orangunit X4 = rata-rata penyerapan tenaga kerja nelayan huhate orangunit X5 = rata-rata penyerapan tenaga kerja nelayan pancing tonda orangunit X6 = rata-rata penyerapan tenaga kerja nelayan jaring insang permukaan orangunit Hasil analisis dengan program LINDO menunjukkan bahwa target sasaran mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja dapat tercapai yang ditunjukkan oleh nilai DB14 = 0. 5 Memaksimumkan penerimaan asli daerah PAD Memaksimumkan PAD adalah merupakan target untuk dicapai melalui pengalokasian alat penangkapan ikan pelagis. Kontribusi setiap alat tangkap dianggap sebagai PAD dari kegiatan perikanan pelagis di perairan Maluku. PAD yang diperoleh dari pungutan hasil perikanan dari setiap alat tangkap dapat ditetapkan 2,25 nilai total penjualan sesuai dengan peraturan yang berlaku di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan data lapangan yang kami temui bahwa setiap kilogram ikan pelagis kecil dijual dengan harga Rp 5000, maka kontribusi pukat cincin sebesar Rp 17.042.005, pukat pantai Rp 2.185.428, bagan Rp 2.010.420, huhate Rp 22.000.000, pancing tonda Rp 8.750.000, jaring insang permukaan Rp 3.000.000. Pungutan yang diperoleh melalui hasil perikanan pelagis di perairan Maluku pada saat kondisi hasil tangkapan maksimum lestari MSY yang diestimasi sebesar Rp 1.237.226.693, sehingga model persamaannya dapat dirumuskan sebagai, 17.042.005X1+2.185.428X2+2.010.420X3+22.000.000X4+8.750.000X5+3. 000.000X6 + DB15 + DA15=1.237.226.693 dimana: X1 = rata-rata kontribusi PAD oleh pukat cincin Rpunit X2 = rata-rata kontribusi PAD oleh pukat pantai Rpunit X3 = rata-rata kontribusi PAD oleh bagan Rpunit X4 = rata-rata kontribusi PAD oleh huhate Rpunit X5 = rata-rata kontribusi PAD oleh pancing tonda Rpunit X6 = rata-rata kontribusi PAD oleh jaring insang permukaan Rpunit Hasil analisis dengan program LINDO, memperlihatkan bahwa target sasaran mengoptimalkan PAD dari pungutan hasil perikanan ikan pelagis dapat tercapai. Hal ini ditunjukkan oleh nilai DB 15 = 0. 6 Meminimumkan penggunaan BBM Berdasarkan hasil analisis data lapangan, jenis BBM untuk kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan di perairan Maluku terdiri dari bersin, solar, dan minyak tanah. Total alokasi BBM untuk kegiatan perikanan sekitar 5000 litertrip dan penggunaan ini merupakan patokan maksimum sehingga tidak berimplikasi terhadap pembengkakan biaya BBM yang menyebabkan armada tidak bisa beroperasi. Kenaikan harga dan pengurangan subsidi BBM berdampak pada pola operasi penangkapan, karena BBM merupakan komponen terbesar biaya operasi yang harus ditanggung oleh nelayan. Kebijakan kenaikan harga BBM dan pengurangan subsidi tentunya merupakan ancaman bagi kelangsungan usaha penangkapan. Penggunaan BBM rata-rata dari armada penangkapan yang mengadakan operasi menunjukkan bahwa pukat cincin sekitar 200 litertrip, pukat pantai 10 litertrip, bagan 20 litertrip, huhate 3000 litertrip, pancing tonda 100.5 litertrip, serta jaring insang permukaan 75 litertrip. Alat tangkap pukat pantai, bagan, adalah merupakan alat tangkap yang menggunakan bahan bakar pada lampu sebagai sumber cahaya untuk mengumpulkan ikan. Dengan demikian, model persamaan matematis mengoptimalkan penggunaan BBM dalam pengembangan alat penangkapan ikan di perairan Maluku adalah: 200X1 + 10X2 + 20X3 + 3000X4 + 100.5X5 + 75X6 + DB16-DA16= 5000 dimana: X1 = penggunaan BBM oleh kapal pukat cincin litertrip X4 = penggunaan BBM oleh kapal huhate litertrip X5 = penggunaan BBM oleh kapal pancing tonda litertrip X6 = penggunaan BBM oleh kapal jaring insang permukaan litertrip Tabel 48 memperlihatkan tentang alokasi optimal unit-unit penangkapan ikan pelagis yang diharapkan dapat direkomendasikan penambahan atau pengurangan alat tangkap yang dioperasikan di perairan Maluku. Tabel 48 Alokasi alat tangkap dan solusi optimal perikanan pelagis di perairan Maluku No Jenis Armada Hasil Optimalisasi Aktual unit Solusi optimal Basis unit Penambahan pengurangan Keterangan 1 Pukat cincin X1 272 257 -15 Upaya yang di tempuh untuk pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Maluku adalah dengan penambahan unit tangkap dan perluasan daerah penangkapan 2 Pukat pantai X2 435 260 -175 3 Bagan X3 1659 1419 -240 4 Huhate X4 404 1457 +1053 5 Pancing tonda X5 27471 40940 +13469 6 Jaring insang X6 12661 30000 +17339 Sumber: data penelitian 2009 Hasil analisis LGP terhadap unit penangkapan ikan pelagis terlihat bahwa pengembangan berdasarkan solusi optimal untuk pukat cincin, pukat pantai, bagan, huhate, pancing tonda, dan jaring insang permukaan masing-masing 257 unit, 260 unit, 1419 unit, 1457 unit, 40940 unit, dan 30000 unit. Kenaikan jumlah alat tangkap untuk dikembangkan, antara lain: huhate 1053 unit, pancing tonda 13469 unit, dan jaring insang 17339 unit. Pengurangan terjadi pada jumlah alat tangkap pukat cincin 15 unit, pukat pantai 175 unit, serta bagan 240 unit. Pengurangan jumlah alat tangkap ikan pelagis kecil pukat cincin, bagan, dan pukat pantai disebabkan karena alat tangkap ini dianggap tidak ramah lingkungan sehingga kalau hal ini tidak ditindak-lanjuti akan mempengaruhi stok sumberdaya yang ada di perairan Maluku. Kenaikan jumlah alat tangkap ikan pelagis besar sangat berpengaruh pada sumberdaya sehingga pengelolaan dilakukan akan tetap berkelanjutan. Upaya yang ditempuh dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan adalah dengan penambahan jumlah armada penangkapan, perbaikan alat tangkap dengan penggunaan teknologi tepat guna, serta perluasan daerah penangkapan dengan memperhatikan aturan yang berlaku sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan pendapatan asli daerah. Kebijakan yang ditempuh berdasarkan solusi optimal basis pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku dalam pencapaian sasaran pengembangan yang dilakukan secara bertahap.

4. 7 Modifikasi Prototipe Alat Tangkap di Perairan Maluku

Desain armada penangkapan harus sesuai dengan fungsinya seperti ukuran kapal, alat tangkap, mesin yang digunakan diharapkan akan berpengaruh terhadap pengelolaan potensi sumberdaya perikanan. Di Maluku, pengoperasian ketiga alat tangkap antara lain: huhate, pancing tonda, jaring insang permukaan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengembangan perikanan di daerah ini. Namun, masih terdapat berberapa kelemahan dari alat-alat tangkap ini dan perlu dikaji serta diusulkan prototipe sehingga akan diperoleh bentuk yang akan dikembangkan dimasa datang, yang adalah sebagai berikut:

4.7.1 Alat tangkap huhate pole and line

4.7.1.1 Joran pancing huhate

Konstruksi dari joran pancing huhate yang digunakan nelayan di Maluku umumnya sudah cukup sempurna ditinjau dari segi teknis. Dari segi teknis, suatu kelemahan pada alat huhate terdapat pada joran pancing, yang mana sampai sekarang nelayan masih menggunakan batang bambu. Pengembangan alat tangkap ini dapat dilakukan dengan mempergunakan modifikasi joran pancing yang lebih kokoh kuat, lentur, ringan dan tahan lama. Karakteristik joran pancing saat ini dan modifikasi baru yang akan dikembangkan disajikan pada Tabel 49 Tabel 49 Spesifikasi joran pancing saat ini dan arahan penyempurnaannya yang akan dikembangkan Spesifikasi Kelemahan Arahan penyempurnaan Kondisi yang diharapkan 1. Joran 1 Joran pancing masih menggunakan bambu Menggunakan bahan fiber glass dengan tulang dari bahan stainless steel 1 Lebih ringan 2Tidak tahan terhadap benturan keras 2 Tidak menguras tenaga pemancing 3 Mudah lapuk 3 Lebih kuat 4 Jenis bambu tersebut sukar diperoleh di alam 4 Tahan terhadap benturan keras 5 Bambu yang digunakan cukup berat 5 Umur pakai panjang 6 Tidak mudah lapuk 7 Tidak mudah patah Sumber: data penelitian 2009 Dasa dalam ope bahwa ter mengakiba tangkapan hasil tangk Suat memerluk panjang d mengkomp dikembang diharapkan alat tangk dapat berp Gambar d modifikas Gambar 3 ar pertimba erasi penang rlihat bahwa atkan pema n seringkali kapan jatuh tu kelemah kan biaya ya dan meningk mpensasikan gkan di m n dapat me kap huhate pengaruh t desain tang i baru, dapa G 1 Modifika angan untuk gkapan cak a ukuran jo ancing men i melewati h kelaut. han dari ang lebih be katnya efis kelemahan masa yang embantu ne dengan teta terhadap pe gkai pancin at dilihat pa Gambar 30 si joran pan k membuat m kalang deng oran 3 met ngalami ke bagian dec modifikasi esar. Meskip iensi penan n tersebut s akan data elayan khus ap memper engelolaan ng yang se ada Gambar Joran panci ncing yang a modifikasi p an menggu ter diangga sulitan pad ck kapal se prototipe pun demikia ngkapan me sehingga d ang. Modif susnya nela rhatikan asp sumberday ekarang dig 30 dan Gam ing huhate s akan dikem prototipe jo unakan kapa ap terlalu p da saat pan ehingga me alat huh an, dengan u erupakan fa apat dipert fikasi yang ayan yang pek-aspek l ya perikana gunakan ol mbar 31 saat ini. mbangkan pa oran baru, k al huhate sa panjang seh ncing, ikan enyebabkan hate ini a umur pakai aktor yang imbangan u g diusulkan mengopera lingkungan an dan kela leh nelayan ada kapal hu karena aat ini ingga hasil ikan adalah yang dapat untuk n ini asikan yang autan. n dan uhate. Perbandingan hasil tangkapan yang diperoleh antara joran pancing yang terbuat bambu dengan joran pancing modifikasi dari fiberglass dapat disajikan pada Tabel 50 Tabel 50 Perbandingan karakteristik joran pancing bambu dan joran pancing fiberglass Joran pancing bambu Joran pancing fiberglass 1 Berat ikan hasil tangkapan yang diangkat dengan joran ini dapat mencapai 9,2 kg Berat ikan hasil tangkapan yang diangkat dengan joran fiberglass mencapai 10,5 kg 2 Waktu yang dibutuhkan dalam 30 menit untuk 1 orang pemancing dalam mengangkat ikan hasil tangkapan mencapai 25 ekor Jumlah hasil tangkapan dapat mencapai 35 ekor Sumber: data penelitian 2009 4.7.1.2 Kapal huhate Di Maluku, kapal huhate pole and liner dapat digolongkan dalam dua jenis, yakni rurehe dan motor ikan. Rurehe adalah kapal huhate berukuran kecil yang menggunakan sistem motor tempel outboard engine system dimana ruang para pemancing terdapat di bagian buritan kapal, sedangkan motor ikan adalah kapal huhate berukuran lebih besar dari rurehe yang menggunakan motor dalam inboard engine system dan ruang para pemancing berada di bagian haluan kapal. Pengembangan perikanan huhate di Maluku ditinjau dari sisi peningkatan upaya penangkapan kaitannya dengan potensi sumberdaya ikan, khususnya dengan tujuan pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang, masih memiliki peluang yang cukup besar. Umumnya pembangunan kapal huhate pole and line di Maluku masih dilakukan di galangan kapal rakyat tanpa menggunakan acuan yang jelas sebagai indikator untuk membuat sebuah kapal yang layak, padahal dengan menggunakan desain dan perhitungan-perhitungan yang matang maka sebuah kapal akan layak untuk dibuat. Sekarang ini proses pembuatan kapal ikan yang digunakan untuk tujuan penangkapan, masyarakat masih menggunakan teknik-teknik tersendiri sesuai keahlian yang mereka miliki sehingga kadang-kadang mereka salah dalam perhitungan dan menyebabkan kapal akan mengalami gangguan pada saat operasi di laut. Proses pembuatannya dilakukan tanpa perencanaan desain dan konstruksi, tetapi pada pola kapal huhate yang dibangun terlebih dahulu harus berdasarkan spesifikasinya yang diinginkan pembeli. Hasil dari proses pembangunan kapal tersebut memang dapat digunakan untuk melakukan operasi penangkapan, tetapi pemenuhan standar kelayakan pengoperasian kapal belum diketahui. Kapal yang dibuat oleh desainer kapal yang ada di daerah Maluku secara keseluruhan hampir mempunyai ukuran yang hampir sama. Kelemahannya yaitu terletak pada ukuran panjang dan lebar kapal terlalu kecil sehingga stabilitas tidak berfungsi dengan baik. Beberapa daerah di Maluku yang melakukan pembangunan kapal huhate antara lain: Desa Tulehu, Waai, Negeri Lima, Hila. Operasi penangkapan ikan dari unit-unit perikanan huhate yang dilakukan di perairan Maluku adalah dengan sistem sistem one-day-fishing. Artinya bahwa pada saat menjelang pagi nelayan setelah memperoleh ikan umpan, kemudian mereka menuju ke daerah penangkapan yang dianggap sebagai tempat operasi penangkapan, setelah mendapatkan hasil tangkapan dan pada saat itu juga nelayan kembali ke fishing base. Hasil tangkapan yang diperoleh kadang-kadang langsung dijual kepasar ataupun disimpan di cold storage. Umumnya rata-rata waktu operasi penangkapan mulai dari pelayaran dari pangkalan pendaratan, pencarian kelompok ikan, pemancingan kelompok ikan hingga kembali ke pangkalan pendaratan dari unit-unit huhate di Maluku adalah 10 jam. Karakteristik kapal huhate saat ini dan modifikasi baru yang akan dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 51 Tabel 51 Spesifikasi kapal huhate saat ini dan modifikasi baru yang akan dikembangkan Spesifikasi Arahan penyempurnaan Kondisi yang diperoleh 1. Ukuran panjang 14,83, Lebar 3,24, tinggi 2,50 m Modifikasi kapal yang lebih panjang dan lebar 1 Ukuran panjang 15,26, lebar 3,64, tinggi 2,62 m 2 Flyng deck 2,00 m 2 Flyng deck 1,40 m 3 Palka ikan 1,00m 3 2 buah,1,2m 3 2buah, 1,5m 3 2buah, palka umpan hidup 1.50 m 3 2 buah 3 Volume palka ikan 1,2m 3 2bh; Volume 1,5m 3 2bh; Volume 1,7 m 3 2 bh, palka es 2,3m 3 2bh, palka umpan hidup1,75 m 3 3 bh, palka air tawar Volume 500 liter 2 buah 4 Jumlah pancing 30 buah dengan bahan dari bambu 4 Jumlah Joran pancing dengan bahan fiber glass 30 bh dengan panjang 2,75 m 5 Peralatan navigasi belum lengkap kompas, SSB, peta laut 5 Peralatan navigasi kompas, life jacket, hand GPS, SSB, peta laut. 6 Menggunakan bahan kayu yang di laminating dengan fiberglass 6 Menggunakan bahan fiberglass 7 Mesin listrik 2 kWh 7 Mesin listrik Merk Yanmar 5 kWh Sumber: data penelitian 2009 2,50 m Gambar 32 De Gambar 33 esain kapal huh Desain kapal hu 1 1 hate pandangan uhate pandang 1 2 1 2 n samping saat gan atas saat ini 3 4 ini di perairan M i di perairan Ma 4 Maluku aluku 5 Keter 1 Ba tan 2 Ba 3 Ru 4 Ru 5 W 6 Te ge angan: ak penampungan ngkapan ak umpan uang kemudi uang ABK C empat pemantaua rombolan ikan 85 hasil an 86 Gambar 34 K Gambar 35 K 7 Kapal huhate p Kapal huhate p 6 andangan dari s andangan atas 4 samping yang a yang akan dike 3 9 akan dikemban embangkan di p 2 2 1 1 1 gkan di Maluku perairan Maluku 1 8 u u 1 Bak penam tangkapan 2 Bak umpa 3 Ruang kem 4 Ruang AB 5 Tempat pe 6 Ruang tem peralatan 7 WC 8 Tempat p 9 Ruang m Keterangan: mpungan hasil an mudi BK emantauan mpat penyimpanan tangkap pemancingan mesin n Gambar 32 dan Gambar 33 memperlihatkan desain kapal huhate saat ini di perairan Maluku. Desain kapal huhate saat ini dimodifikasi sehingga didapatkan suatu bentuk desain kapal yang lebih efektif dalam pengelolaan sumberdaya ikan pelagis besar di perairan Maluku. Modifikasi kapal huhate Gambar 34 dan Gambar 35 dilakukan hanya dengan merubah ukuran panjang, lebar, tinggi serta memodifikasi palka dengan penambahan styrofoam pada dinding palka. Dibandingkan dengan desain kapal huhate yang dimiliki nelayan di Maluku, hanya satu keunggulan dari modifikasi prototipe kapal huhate yang diusulkan dengan sistem motor dalam ini adalah dapat memproduksikan skipjack loin. Kesesuaian ukuran kapal ataupun model kapal dengan ukuran alat, jenis ikan target, kebutuhan bahan bakar akan mempengaruhi kondisi kapal pada saat beroperasi yang berdampak pada keselamatan pelayaran secara umum. Hal ini didukung oleh pendapat Unus et al 2005 yang mengatakan bahwa suatu operasi penangkapan dapat optimal apabila dapat memperhatikan faktor keselamatan, pelayaran di laut, karena operasi penangkapan ikan merupakan aktifitas yang beresiko tinggi, selanjutnya dikatakan juga bahwa unsur kecelakaan sering terjadi laut pada kapal-kapal ukuran 12 meter dan presentase kecelakaannya 54, jenis kecelakaan tenggelam sebesar 40,66.

4.7.1.3 Modifikasi palka kapal huhate yang diusulkan pengembangannya

Terdapat kelemahan pada sebagian besar pole and liner yang ada di Maluku antara lain: pada kapal dengan inboard engine, desain palka hanya menghasilkan produk untuk pasaran lokal dan belum dimodifikasi untuk menghasilkan produk skipjack loin yang merupakan suatu bentuk produk ekspor. Hanya ada satu hal yang diusulkan untuk penyempurnaan konstruksi modifikasi palka dirubah agar dapat berfungsi untuk menghasilkan produk skipjack loin yang merupakan suatu bentuk produk eksport yang belakangan ini permintaan akan produk tersebut sangat tinggi. Gambar 36 menunjukkan bentuk desain palka kapal huhate saat ini serta Gambar 37 menunjukkan modifikasi palka yang diusulkan pengembangannya di perairan Maluku Peru dinding p terjadi pa 1998 me adalah den desain pal pada Tabe Tabel 52 Spesif 1 Desain pa terbuat dar fiberglass 2 Tidak men Styrofoam dinding pal 3 Desain p untuk pasar lokal Sumber: d Mod dinding p dibuat ini kapal huh ubahan ben palka denga ada hasil ta enyatakan b ngan meng lka kapal h el 52 2 Spesifika penyem fikasi lka hanya i lapisan m nggunakan pada lka K t alka hanya kebutuhan l data peneliti difikasi pal palka tanpa mempunya ate saat ini Gambar ntuk palka d an tujuan angkapan. H bahwa unt ggunakan bu huhate saat asi desain mpurnaannya Kelemah Tidak memproduksi loin Kualitas hasil t tidak baik ian 2009 lka ini han merubah ai beberapa k antara lain: 36 Desain p dengan car dapat mem Hal ini sep tuk memper usa styrofo ini dan ara n palka k a han dapat skipjack M de sty di tangkapan nya diubah bentuk pal kelebihan b : 1 mempe palka kapal ra penamba mperlambat pendapat de rtahankan k oam pada p ahan penye kapal huha Arahan penyempurn Modifikasi palka engan penam yro foam inding palka h dengan m ka yang ad bila dibandin erlambat pro l huhate saat ahan bahan proses pe engan IPPT kualitas ika peti atau p empurnaann ate saat in naan a kapal mbahan pada 1Pen pad 2 Mo ket 15 3Biay mo bes dii tan dip 4 Me pem tan 5 Me skip menambah da. Modifik ngkan deng oses pembu t ini styrofoam embusukan TP DKI Ja n pasca tan alka. Spesi nya dapat d ni dan ar Kondisi yan diperoleh ambahan styr da palka kapal h odifikasi palka d tebalan styrofoa cm ya pembuatan odifikasi palka c sar tetapi dapat mbangi dengan ngkapan yang peroleh emperlambat pr mbusukan pada ngkapan enghasilkan pro pjack loin styrofoam kasi palka gan kondisi sukan pada pada yang akarta ngkap fikasi dilihat rahan g rofoam huhate dengan am 5- cukup n hasil roses a hasil oduk pada yang palka a hasil tangkapan yang siap modifikas pembuatan tangkapan memperol modifikas terlihat pa Tabel 53 P d 1 Dapa 2 Daya palka 3 Kond cepat Sumber: d Gamb 4.7.2 Ala 4.7.2.1 Al Pada Maluku, p yakni: 1 u n, 2 mutu h untuk di ek i palka in n modifikas n ikan pel leh perubah i yang dibu ada Tabel 53 Perbandinga di perairan M Desain p t menampung tahan hasil a mencapai 7 j disi es dalam data penelit bar 37 Modi t tangkap p lat pancing a alat tangk pada umum ukuran sena hasil tangkap kspor yang ni mempun si palka ini lagis besar han perband uat untuk d 3 an desain pa Maluku alka saat in g 450 ekorpalk tangkapan d am m palka menc tian 2009 ifikasi palka pancing ton tonda kap pancing mnya ditem ar yang digu Stryro foa apan merupa akhir-akhir nyai keteba i cukup bes r yang di dingan desa dikembangk alka saat ini ni ka M di dalam D 12 cair lebih K a yang akan nda troll li tonda trol mukan bebe unakan nom am pada palka akan suatu b r ini permin alan styrof sar tapi dap peroleh d ain palka ka kan di pera i dengan mo M Menampung 67 Daya tahan ha 2 jam Kondisi es dala n dikembang ine ll line yang erapa kelem mor 800 term Dindin dengan keteb bentuk prod ntaannya se foam 5-15 pat diimban dari kapal apal huhate iran Maluk odifikasi pa Modifikasi p 75 ekorpalka asil tangkapan am palka lamb gkan pada k g digunakan mahan pada masuk kateg ng palka dari f balan 5-15 cm duk skipjack emakin ting cm, 4 ngi dengan huhate. U e saat ini de ku adalah se alka kapal h alka n dapat menc bat mencair kapal huhate n oleh nelay a konstruks gori ukuran fiberglass k loin gi, 3 biaya hasil Upaya engan eperti huhate apai e. yan di sinya, senar yang kecil untuk menangkap ikan tuna. Diameter senar yang kecil efektif untuk memperdayai ikan agar tidak melihat dan terusik oleh senar yang digunakan, akan tetapi hanya mampu menangkap ikan tuna dengan berat 50 – 60 kg, tapi itu pun memerlukan waktu yang lama untuk memperoleh ikan yang telah terkait. Sementara terhadap ikan tuna yang beratnya di atas 60 kg, sering terjadi putusnya senar tersebut, 2 tidak digunakannya bahan pelindung senar pada bagian dekat mata pancing dapat menyebabkan putusnya senar karena tidak tahan terhadap gesekan gigi ikan sewaktu penarikan ikan yang sudah terkait pada mata pancing, 3 tidak menggunakan swivel sehingga menyebabkan kusutnya senar, serta 4 kail yang digunakan masih berbentuktipe “J” J-shaped yang mana sering terbukanya mata pancing pada saat penarikan ikan tuna yang telah terkait pada mata pancing menyebabkan lolosnya ikan, sehingga gagal tangkap. Kelemahan-kelemahan pada konstruksi alat pancing tonda dapat di atasi bila menggunakan ukuran senar yang lebih besar misalnya nomor 1000 sampai 1500 dengan tipe kail circle-shapped No.1, yang dilengkapi dengan swivel, bahan pelindung pada bagian senar dekat mata pancing. Tabel spesifikasi modifikasi alat tangkap pancing tonda serta kondisi yang diharapkan dapat disajikan pada Tabel 54 Tabel 54 Spesifikasi modifikasi alat tangkap pancing tonda. Spesifikasi lama Arahan penyempurnaan Kondisi yang diharapkan 1. Ukuran senar terlalu kecil N0 800 Modifikasi prototipe alat pancing tonda untuk dikembangkan di perairan Maluku 1 Ukuran senar besar No 1000-1500 2 Type kail “J” shapped 2 Type kail cyrcle shapped No 1 3 Tidak menggunakan bahan pelindung dekat senar 3 Menggunakan bahan pelindung dekat senar 4 Tidak menggunakan swivel 4 Menggunakan swivel dekat mata pancing 5 Ikan yang terkait pada mata pancing mudah terlepas 5 Ikan yang terkait sukar untuk terlepas 6 Menggunakan satu mata pancing 6 Dapat dioperasikan lebih dari 1 unit pancing Sumber: data penelitian 2009 Tabel 54 menunjukkan perbandingan spesifikasi alat tangkap pancing tonda saat ini dengan kondisi yang diharapkan. Pada kondisi ini diharapkan modifikasi yang diusulkan dapat membantu nelayan dalam meningkatkan pendapatan. Gambar desain alat tangkap pancing tonda yang dioperasikan oleh nelayan saat ini serta gambar modifikasi prototipe alat pancing tonda yang diusulkan untuk dik Gambar 3 Gambar 3 Gamba Hasi yang dius penangkap ini. Tabel 55 1 2 Sumbe kembangka 9 8 Desain p Maluku ar 39 Mod dikem il perbandin sulkan se pan dilakuk Perbanding yang diusu Panc Hasil tangk ekortrip Berat ikan kg er: data pen n di peraira pancing tond . difikasi prot mbangkan m ngan keung esuia hasil kan di perair gan keungg ulkan untuk cing tonda s kapan relati hasil tangka nelitian 2009 an Maluku da yang dio totipe alat menangkap ggulan panc tangkapan ran Maluku gulan alat p dikembang saat ini if sedikit apan 0,8 kg- 9 dapat disaj operasikan n pancing to ikan tuna d cing tonda n yang dip u dapat disaj pancing ton kan Modi 11 Relatif ekortri -35 Berat ik kg Monofila Horseha Rubber PlasticBone ajikan pada nelayan saa onda yang di perairan M saat ini de peroleh pad jikan pada nda saat ini ifikasi yang f lebih b ip kan dapat m amen air Maize Gambar 38 at ini di per diusulkan u Maluku. engan modi da saat op Tabel 55 be i dan modi g diusulkan banyak 16 mencapai 45 8 dan rairan untuk fikasi perasi erikut fikasi 6 5

4.7.2.2 Kapal pancing tonda

Salah satu jenis usaha perikanan tangkap yang memiliki prospek sangat baik untuk dapat dikembangkan di Provinsi Maluku pada saat ini adalah pancing tonda troll line. Pengembangan perikanan pancing tonda di Maluku dilihat dari sisi peningkatan upaya penangkapan kaitannya dengan potensi sumberdaya ikan, khususnya dengan tujuan pemanfaatan sumberdaya ikan cakalang dan tuna besar yang tersedia, memiliki peluang yang cukup besar. Kapal tonda adalah kapal penangkapan ikan yang digunakan untuk menangkap ikan ekonomis penting seperti cakalang, tuna besar dan tenggiri yang memiliki kecepatan renang yang tinggi. Metode penangkapan pancing tonda adalah mengejar kelompok ikan-ikan , maka diperlukan kecepatan kapal yang tinggi dan ruang dek yang luas. Berdasarkan Gambar 40 dan Gambar 41 terlihat bahwa kapal tonda yang dimiliki nelayan di Maluku dengan daerah penangkapan yang luas dan jauh dari tempat pendaratan memiliki beberapa kelemahan lain seperti: 1 ukuran kapal yang relatif kecil p x l x d = 7 sampai 8 x 0,80 x 1,05 m dengan daya tampung hasil tangkapan sebesar 0,5 ton, 2 kapal tidak dilengkapi dengan peralatan navigasi maupun peralatan keselamatan kerja di laut, 3 mesin yang digunakan berbahan bakar bensin, 4 kapal tidak dilengkapi dengan tempat penyimpanan hasil tangkapan cool box yang memadai sehingga penanganan hasil tangkapan tidak efisien akibat ukuran kapal terlalu kecil, 5 sering terjadi kecelakaan di laut, serta 6 kapal tidak laik laut pada saat laut berombakbergelombang. Keunggulan kapal pancing tonda yang dioperasikan di perairan Maluku saat ini belum dapat mengatasi kelemahan yang ada sehingga perlu pengembangan lanjutan tentang modifikasi kapal dengan keunggulan yang sangat membantu nelayan sehingga dapat meningkatkan produktifitas. Ukuran kapal yang lebih besar disamping lebih laik laut dan daya tampung hasil tangkapan yang lebih besar, juga dapat meningkatkan kenyamanan kerja. Sedangkan perlengkapan kompas dan life-jacket dapat digunakan untuk menghindari tersesatnya nelayan di laut khususnya pada waktu cuaca berkabut atau pada jarak dimana tidak lagi terlihat pulau sebagai objek baringan, serta jika terjadi kecelakaan di laut, nelayan dapat menggunakannya sebagai tindakan penyelamatan pertama. 1,05 m m Gambar 40 D Gambar 41 D Desain kapal pa Desain kapal pa ancing tonda pa ancing pandang andangan sampi gan atas tonda s 3 1,05 m ing saat ini di M saat ini di Malu 2 1,05 m Maluku. uku. 1 Ketera 1 Tem 2 Tem 3 Tem angan: mpat mesin mpat duduk nelayan mpat cool box 126 n Berdasarkan pada kelemahan, maka diusulkan modifikasi prototipe kapal tonda untuk dikembangkan di perairan Maluku dengan spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 56 Tabel 56 Spesifikasi dan kondisi positif yang diharapkan kapal pancing tonda di perairan Maluku Spesifikasi lama Kelemahan Spesifikasi baru Kondisi positif yang diperoleh 1 Ukuran kapal kecil Pekerjaan pelaksanaan Operasi penangkapan tidak efektif 1 Ukuran kapal diperbesar Pelaksanaan operasi penangkapan dapat berjalan dengan lancar 2 Daya tampung 0,5 ton Hasil tangkapan tidak maksimal 2 Daya tampung 0,8 ton Hasil tangkapan dapat lebih banyak ditampung 3 Tidak dilengkapi dengan peralatan navigasi atau peralatan keselamatan kerja di laut Dapat menyebabkan hilangnya nelayan di laut 3 Dilengkapi dengan peralatan navigasi seperti life jacket dan kompas Dapat membantu nelayan dalam keselamatan kerja di laut 4 Menggunakan bahan bakar bensin Biaya operasional besar 4 Menggunakan bahan bakar minyak tanah Dapat menekan biaya operasional sehingga dapat menguntungkan nelayan 5 Tidak dilengkapi dengan peralatan penanganan hasil tangkapan yang efektif Hasil tangkapan hanya untuk konsumsi lokal 5 Dilengkapi dengan modifikasi cool box yang baru Produk hasil tangkapan dapat di eksport 6 Jumlah ABK 2 orang Operasi penangkapan tidak efektif 6 Jumlah ABK 2 orang Dapat menambah lapangan pekerjaan 7 Mesin 25 PK Kecepatan kapal lebih lambat karena disesuaikan dengan ukuran kapal 7 Mesin 40 PK Kecepatan kapal lebih besar sehingga olah gerak kapal lebih baik Sumber: data penelitian 2009 Sasaran yang dicapai pada kajian prototipe pancing tonda troll line adalah: 1 tersedianya konsep tentang teknologi penangkapan ikan pada perikanan pancing tonda troll line serta informasi lainnya yang berguna bagi nelayan maupun investor yang ingin menanamkan modal pada jenis usaha perikanan ini, 2 terjadinya peningkatan produktifitas, 3 tercapainya peluang pemanfaatan optimal sebesar jumlah tangkapan yang diperbolehkan khususnya terhadap sumberdaya ikan madidihang dan cakalang yang merupakan spesies target utama, melalui peningkatan jumlah unit penangkapan pancing tonda, 4 bertambahnya lapangan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran, 5 tercapainya kualitas produksi yang tinggi sehingga memperbesar peluang ekspor, 6 meningkatnya pendapatan nelayan. Deskripsi bentuk dimensi utama modifikasi kapal pancing tonda sistem outboard engine yang akan dikembangkan di perairan Maluku disajikan pada Gambar 42 Gambar 42 B Lebar 1,85 m Bentuk dan dim 1 2 mensi utama modifikasi prototip Panjang 8, 8,50 m Tinggi 0 3 pe kapal tonda s ,50 m m 0,72 m sistem outboard 4 d engine yang d 5 diusulkan untuk Ketera 1 Tem 2 Tem 3 temp 4 Tem pera 5 Tem dikembangkan angan: mpat mesin mpat duduk nelayan pat cool box mpat penyimpanan alatan tangkap mpat jangkar haluan 126 n. n n

4.7.2.3 Mo

Keb perairan M Hal ini ka tangkapan pasaran d merupakan operasi p berdampak Bebe keuntunga pemilik k dengan me Hal dikare menjadi le jangka wa dengan m 2008. Desa dengan m biaya yang Kondisi c berarti seh ini lebih b dapat disaj odifikasi co beradaan co Maluku sela alau tidak d n yang mer domestik m n salah sa enangkapan k pada kebe erapa kapal an penggun kapal serta enggunakan enakan mer ebih panjan aktu operasi mutu yang m ain cool box membuat mo g cukup bes ool box pan hingga perlu baik. Kond ajikan pada G Gambar 4 ool box kap ool box pa ama ini mem icarikan sol rupakan pr maupun in atu faktor y n, hal ini erhasilan us l penangkap naan cool b pelaku us n cool box d reka dapat g hingga 4 ional lebih l masih bisa d x pada kapa odifikasi bar sar sehingga ncing tonda u dicari solu isi desain k Gambar 43 3 Desain co pal pancing ada kapal mpunyai be lusinya mak roduk ekspo ternasional. yang sanga tentunya k saha perikan apan untuk box. Dari h saha penan dapat menin mengubah sampai satu lama maka diterima pa al pancing t ru yang leb a diharapka a saat ini m usi sehingg konstruksi c ool box kapa g tonda pancing to eberapa kel ka akan ber ort dengan . Cool bo at berpenga kalau tidak nan tangkap ukuran 10- hasil survey gkapan dip ngkatkan pe pola opera u minggu o volume pro asar dan ko tonda di pe bih efektif d an dapat me merupakan s a penangan cool box ka al pancing t onda yang lemahan ya rdampak pa n nilai jual ox pada ka aruh terhad k diperhatik p. -30 GT mu y dan tany peroleh kes endapatan se asional dari perasional s oduksi juga nsumen D rairan Malu dengan tanp enguntungk suatu hamba nan hasil tan apal pancin tonda di Ma dioperasika ang perlu di ada kualitas yang ting apal penan dap keberha kan maka ulai menem a jawab de simpulan b ecara siginif one day fi sehingga de lebih menin DKP Proboli uku dapat d pa menggun kan bagi nel atan yang c ngkapan di ng tonda sa aluku. an di iatasi. hasil ggi di ngkap asilan akan mukan engan bahwa fikan. ishing engan ngkat inggo diatasi nakan layan. cukup kapal aat ini Kelemahan cool box pada kapal pancing tonda di perairan Maluku adalah terletak pada bahan pembuat cool box, ukuran species target, serta kualitas cool box tersebut. Desain cool box dengan kualitas yang kurang baik, tidak sebanding dengan ukuran kapal, daya tampung sedikit, harga relatif murah, tidak sebanding dengan ikan target, serta kualitas hasil tangkapan tidak baik adalah ciri-ciri dari cool box di Maluku. Akibat kemajuan teknologi secara langsung berdampak pada jangkauan wilayah penangkapan fishing area yang semakin jauh dan lama waktu tempuh trip, untuk itu dibutuhkan fasilitas palka ikan sebagai sarana penyimpanan ikan diatas kapal yang dapat menunjang sehingga mampu mempertahankan mutu dan kesegaran ikan hasil tangkapan. Perbandingan desain cool box saat ini dan modifikasi yang diusulkan pada kapal pancing tonda dapat disajikan pada Tabel 57 Tabel 57 Perbandingan desain cool box saat ini dan modifikasi yang diusulkan untuk dikembangkan di perairan Maluku Desain cool box saat ini Modifikasi yang diusulkan 1 Harga cool box Rp 650.000 Harga cool box Rp 2.250.000 2 Nilai jual ikan Rp 25.000 Nilai jual ikan Rp 60.000 3 Daya tampung sedikit 4-8 ekor Daya tampung lebih banyak 8-12 ekor 4 Kualitas cool box kurang baik Kualitasnya cukup baik Sumber: data penelitian 2009 Sebagai komoditas yang mudah cepat membusuk, ikan memerlukan penanganan yang cepat dan cermat dalam mempertahankan mutunya sejak diangkat dari dalam air. Penyebab utama pembusukan adalah kegiatan bakteri yang menyebabkan kegiatan pembusukan yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri, lingkungan tempat hidupnya di air, dan yang berasal dari sumber yang kontak dengan ikan antara lain tangan manusia, wadah, peralatan, air pencuci,dan lain-lain. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan. Pembusukan lebih cepat pada suhu tinggi dan sebaliknya pembusukan dapat dihambat pada suhu yang rendah. Pendinginan adalah merupakan perlakuan yang paling umum dalam mempertahankan mutu ikan hasil tangkapan terutama pada saat penanganan. Untuk mempertahankan ikan yang telah didinginkan agar suhu tetap rendah diperlukan suatu wadah yang tanpa penahan insulator menyebabkan panas dari luar merembet dengan cepat untuk mencairkan es yang berakibat suhu ikan naik dan akhirnya memacu proses pembusukan. Oleh karena itu salah satu alternatif untuk mengatasi penanganan ikan hasil tangkapan di atas kapal agar mutu ikan dipertahankan adalah dengan peti berinsulansi atau disebut dengan cool box. Gambar modifikasi kerangka cool box dapat disajikan pada Gambar 44 Gambar 44 Kerangka cool box. Keterangan: - Panjang : 120 cm - Bahan insulasi : styrofoam - Lebar : 70 cm - Lapisan cool : fiberglass - Tinggi : 65 cm - Tebal dinding : 6 cm Cool box yang ideal konstruksi adalah mampu menghemat penggunaan es karena daya insulasinya besar, kuat, tahan lama, pelapis bahan cool box dari bahan yang halus permukaannya, tahan karat, kedap air, dan mudah dibersihkan. Konstruksi cool box berinsulasi terdiri dari 3 bagian pokok, antara lain: 1 rangka peti, yang terdiri dari tulang rangka dari balok kayu dengan dinding peti dari papan atau kayu lapis sebagai penunjang kekuatan dasar sebuah peti, 2 lapisan insulator, terbuat dari styrofoam yang tidak menyerap uap air yang berfungsi untuk menahan penyerapan panas, 3 lapisan penutup, dinding peti terbuat dari fiberglass atau bahan lain. Bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan cool box yaitu: 1 Bahan kerangka cool box, 2 insulator styrofoam, 3 lapisan fiberglass resin, katalis, serat glass, 4 peralatan perkakas tukang kayu, peralatan pengecatan, gerinda. Teknik pembuatan cool box fiberglass dilakukan dengan tahapan-tahapan: 1 Pembuatan desain, 2 kerangka cool box, 3 lapisan insulator, 4 lapisan fiberglass Pembuatan modifikasi cool box dibuat persegi dengan penutup dibagian atas. Cool box dibuat sedemikian rupa agar dapat dipasang dan dibongkar pada kedudukannya didalam kapal. Pembuatan modifikasi cool box pada kapal pancing tonda dapat disajikan pada Tabel 58 Tabel 58 Pembuatan modifikasi cool box pada kapal pancing tonda Spesifikasi cool box Kerangka cool box Pemasangan insulasi -Panjang 120 cm -Lebar 70 cm -Tinggi 65 cm -Tebal dinding 6 cm -Bahan Insulasi styrofoam -Lapisan coolbox fiberglass - Kayu kaso ukuran 4x6x400 cm - Kayu dihaluskan dan digabungkan pada setiap ruas sehingga berebntuk kerangka cool box - Rangka cool box diperkuatditutup bagian dalam dengan papan tipis atau kayu lapis tripleks yang berfungsi sebagai dinding - Pertemuan kayu yang masih ada ditutup dengan dempul duco - Dempul yang telah kering dihaluskan dengan kertas amplas - Dasar cool box dibuat lubang air yang terbuat dari pipa paralon PVC dengan diameter 1 inchi - Insulasi dipasang antara kedua dinding tripleks atau kayu papan - Insulasi polyurethane terdiri dari 2 jenis yaitu polyurethane A berwarna coklat dan polyurethane B berwarna hitam. Kedua cairan ini kemudian dicampurkan 1:1 - Untuk mendapatkan lapisan fiberglass yang tebal, maka pekerjaan penempelan matte bisa diulangditambah lalu dilakukan penguasan kembali dengan larutan yang sama - Tutup cool box dilakukan dengan cara yang sama seperti dalam pembuatan dinding cool box - Setelah kering, seluruh permukaan cool box yang dilapisi fiberglass dihaluskan dengan menggunakan gerinda dan amplas. Untuk permukaan yang lubang, didempul dan selanjutnya dilapisi kembali dengan larutan yang ditambah sedikit talk agar diperoleh permukaan cool box yang halus dan rata. Sumber: data penelitian 2009 Setelah modifikasi cool box dibuat maka, proses selanjutnya adalah cara penggunaannya yang adalah sebagai berikut: 1 bersihkan cool box sebelum dan sesudah dipakai, 2 lapisi dasar cool box dengan es balok yang telah dihaluskan dengan ketebalan 5-6 cm, 3 susun ikan secara berlapis-lapis dengan es, 4 lapisan paling atas es dengan ketebalan 5 cm, 5 tutup cool box dengan rapat dan jangan sering dibuka, kecuali pada saat penambahan es. Manfaat penggunaan desain cool box yang dibuat sangat penting bagi pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan, antara lain: 1 menghemat penggunaan es dan daya awet ikan akan lama, 2 meningkatkan harga jual ikan karena mutunya lebih terjamin, 3 waktu penangkapan lebih lama, 4 menekan tingkat kerusakan ikan hasil tangkapan, 5 memperluas jangkauan pemasaran termasuk nelayan. U cm, tingg styrofoam Tabel 59 B K 1 Kayu kas 4 batang 2 Rep ukura 3 Tripleks u 5 lembar 4 Paku tima kg 5 Paku bias 6 Amplas N 7 Kuas No 4 8 Ember pla Sumber: d Pros diproduks dapat disaj Gamba untuk kep Untuk mem gi 65 cm, 3 cm dipe Bahan pemb Kerangka ka so ukuran 4x6 an 4x3x400 cm ukuran 80x120 r ah ukuran 6, 7 sa ukuran 4 da No 1 dan 2 10 4 dan 5 10 bu astic 5 buah data peneliti ses pembuat i dalam jum ajikan pada G ar 45 Penut Ga perluan eks mbuat cool tebal dindin erlukan bah buatan cool ayu 6x40 cm m 2 batang 0x60mm 7, 10 cm 2 an 7 cm 3 kg 0 lembar uah ian 2009 tan cool bo mlah yang c Gambar 45, tup dinding ambar 47 Pe sport dan, box dengan ng 6 cm, j han-bahan a l box pada k I 1 Styrofoa 200x100 lembar 2 Plastik u meter ox ini dilaku cukup bany , 46, 47, dan cool box elapisan fibe 6 dapat n ukuran pa jenis insula adalah dapat kapal pancin Insulasi am ukuran 0x5 cm 4 ukuran 0,8 ml ukan secara yak,adapun n 48 Gambar 46 erglass bagi meningkat anjang 120 asi styrofoa t dilihat pad ng tonda Lap l 25 1 Ma 2 Res 25 3 Kat 4 Pig 5 Tal a sederhana proses pem Pemasanga ian dalam tkan penda 0 cm, leba am, tebal la da Tabel 59 pisan fibergl tte 405 30 kg sin 157 BQTN kg talis 2 kg men biru 25 k 2 kg a sehingga mbuatan coo an styrofoam apatan ar 70 apisan glass g N kg dapat ol box m

4.7.2.4 T la

Tekn disesuaika Kawasan terjadi inte teknologi Sumberda menyebab pergerakan lingkunga sumberday lingkunga perlu men menjadi t lingkunga adalah fak ikan. Peng dengan je digunakan dengan m khususnya tangkap p Gamb eknologi p ayang-laya nologi yang an dengan t perairan d eraksi antar penangkap aya ikan da bkan penye n ikan dis an perairan ya ikan berd annya. Akib ngetahui k tujuan pena an perairan, ktor yang sa ggunaan te enis ikan y n. Sebagai mengunakan a jenis ikan pancing tond bar 48 Cool penangkap ang g digunakan tingkah laku dapat dikata ra sumberda pan ikan da alam aktivit baran sumb sebabkan o n yang m dasarkan ko batnya jika karakteristik angkapan. D , jenis tekn angat mene eknologi pe yang tertang contoh ada layang-lay n tuna. Keb da sangat d box yang su an ikan t n dalam pem u ikan sasar akan sebag aya ikan yan alam hal in tasnya sang berdaya ika oleh proses merupakan ondisi fisiol akan men k perairan Disamping nologi pena entukan dala enangkapan gkap dan d alah pengo yang untuk berhasilan o ditentukan o udah siap d una denga manfaatan s ran yang m gai daerah ng menjadi ni jenis alat gatlah dina an tidak m s adaptasi habitatnya, oginya sang ngembangka dan poten faktor sum angkapan i am keberha ikan akan di lokasi m operasian al menangkap operasi pen oleh penget dipergunakan an menggu sumberdaya menjadi tujua penangkap tujuan pena t tangkap y amis dan ke merata di la ikan terha , hal ini gat bergantu an suatu ka nsi sumberd mberdaya ik ikan yang asilan oper n berhasil j mana alat t lat tangkap ap jenis ika nangkapan i tahuan akan n unakan me a ikan tuna an penangk an ikan ap angkapan de yang digun eadaan ini aut. Dinam adap perub terjadi k ung pada ko awasan per daya ikan kan dan ko akan digun rasi penangk jika disesu tangkap ter p pancing t an pelagis b ikan dengan n lapisan re 126 etode harus kapan. pabila engan nakan. yang misnya bahan karena ondisi rairan yang ondisi nakan kapan uaikan rsebut tonda besar, n alat enang ikan, dimana lapisan renang ikan ini sangat dipengaruhi oleh struktur suhu ke arah vertikal. Pengetahuan tentang lapisan renang ikan juga akan menentukan seberapa dalam alat tangkap pancing tonda diturunkan kedalam perairan untuk menangkap jenis ikan yang menjadi target penangkapan. Pembentukan daerah penangkapan ikan juga didasarkan pada jenis alat tangkap atau teknologi penangkapan ikan yang digunakan, hal ini dikarenakan setiap jenis alat tangkap mempunyai tujuan penangkapan ikan yang berbeda. Operasi penangkapan diharapkan posisi umpan selalu berada di permukaan air dengan dibantu pelampung kecil sehingga yang dihubungkan dengan tali layangan. Angin sangat berpengaruh pada operasi penangkapan karena akan memberikan efek gerakan pada umpan akibat pengaruh layang-layang. Kajian prototipe dari teknologi penangkapan ikan tuna dengan layang- layang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas usaha pada perikanan pancing tonda. Aspek-aspek yang dikaji mencakup efisiensi dan efektifitas operasi penangkapan ikan, termasuk biaya operasional, suasana kerja yang baik yang dapat mengurangi kecelakaan di laut. Penggunaan teknologi baru ini sangat membantu nelayan dalam mengadakan operasi penangkapan ikan. Prinsip kerja metode layang-layang ini sangat sederhana yaitu dengan menaikkan layang-layang yang dilengkapi dengan tali yang dihubungkan dengan umpan yang telah disediakan dan diturunkan ke permukaan air. Tali dari layang-layang tersebut dihubungkan dengan salah seorang nelayan yang ada di perahu. Layang-layang yang ada di udara akan bergerak sesuai dengan keadaan angin yang bergerak ke arahnya. Kecepatan kapal pada saat operasi penangkapan diharapkan 1 miljam. Konstruksi layang-layang tersebut terbuat dari bambu dengan tinggi 1,00 meter dan lebar 0,75 cm, dengan bahan plastik serta diameter bambu sebagai rangkanya 1 cm. Sistem teknologi penggunaan metode layang-layang dalam penangkapan ikan tuna dengan alat tangkap pancing tonda menggunakan 1 umpan maupun 2 umpan untuk pengoperasian alat tangkap pancing tonda adalah sama Gambar 49 dan Gambar 50 Gambar 49 T Gambar 50 T Teknologi pena Teknologi pena angkapan ikan tu angkapan ikan tu una dengan pen una dengan pen nggunaan metod nggunaan metod de layang-layan de layang-layan ng sistem 1 pan ng sistem 2 pan cing cing K T L B D Keterangan: Tinggi rangka layan Lebar: 0,75 m Bahan: plastik dan r Diameter rangka: 1 126 ng-layang :1 m rotan cm Perb penangkap metode lay tonda di p Tabel 60 Pen 1 Has 2 Tid 3 Biay 4 Biay Sumber: d Peng tangkap dikembang masih me dengan ke penangkap dalam pen maka laya diperoleh praktis, d pengopera yang besa 51 Gam bandingan j pan dilakuk yang-layang erairan Mal Perbanding penggunaan ngoperasian sil tangkapan r ak efektif ya eksploitasi ya alat tangka data peneliti ggunaan me pancing t gkan di per enggunakan ecepatan 3 pan dapat d nangkapan i ang-layang tidak akan apat dijang asiannya.Pe ar bila diban mbar 51 Pen di pe jumlah has kan terhadap g dalam pen luku disajik gan teknik n layang-lay n pancing to relatif sedikit i Rp 650.000 ap Rp 750.000 ian 2009 etode layang tonda mer rairan Malu n cara yang sampai 5 m dilakukan. K ikan tuna ad tidak dap n berhasil. gkau oleh n nggunaan m ndingkan de nangkapan erairan Malu sil tangkapa p teknik pen nangkapan kan pada Tab pengoperas yang onda saat in 9 ekortrip g-layang pa rupakan b uku mengin g lama yait miljam mem Kelemahan d dalah angin. at dioperas Kelebihan nelayan bai metode yang engan pengg ikan tuna d uku an yang di nangkapan ikan tuna d abel 60 sian pancin ni Te Hasil tang Lebih efe Biaya eks Biaya alat ada penangk entuk tekn ngat selama tu dengan m motong arah dari penggu Hal ini dis sikan sehin dari peng ik dari seg g lama mem gunaan meto engan alat t iperoleh pa saat ini den dengan alat ng tonda saa eknik layang gkapan 14 ek ektif sploitasi Rp 30 t tangkap Rp 2 kapan ikan nologi bar a ini nelaya menggunak h ruaya ika unaan metod ebabkan ka ngga hasil ggunaan me gi investasi mbutuhkan b ode layang- tangkap pan ada saat op ngan penggu tangkap pan at ini dan t g-layang kortrip 00.000 255.000 tuna denga ru yang an pancing t kan kapalp an tuna seh de layang-la arena tanpa tangkapan etode ini a maupun t biaya ekspl -layang Ga ncing tonda 126 perasi unaan ncing eknik an alat perlu tonda erahu ingga ayang angin yang adalah eknik loitasi ambar

4.7.3 Alat tangkap pukat cincin purse seine

4.7.3.1 Kapal pukat cincin

Jumlah dan perkembangan pukat cincin di provinsi Maluku selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,92 . Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan ialah dengan mengunakan alat-alat penangkapan yang dalam pengoperasiannya dapat menangkap ikan dalam jumlah yang besar. Alat tangkap yang memiliki karakteristik demikian adalah pukat cincin purse seine. Pukat cincin purse seine ini merupakan jaring yang dioperasikan dengan jalan melingkari gerombolan ikan yang bergerombol yang menjadi tujuan penangkapan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan melalui kegiatan penangkapan ikan dengan pukat cincin purse seine ditujukan untuk menangkap ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar. Dengan demikian pengembangan jenis alat tangkap ini, selain dengan mempertimbangkan penerapan teknologi penangkapan ikan berupa desain dan konstruksi unit penangkapan, daerah penangkapan, dan kesiapan sumberdaya manusia nelayan, harus pula sesuai dengan ketersediaan potensi sumberdaya ikan yang ada. Nelayan-nelayan di Kota Ambon yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan operasi penangkapan dengan pukat cincin purse seine yang tujuan utama penangkapannya adalah ikan pelagis kecil. Armada-armada pukat cincin ini beroperasi di perairan Teluk Ambon Bagian Luar dan Pesisir Selatan Pulau Ambon ini bukan seluruhnya adalah milik nelayan-nelayan dari desa-desa yang ada di Kota Ambon, tetapi sebagian besar adalah milik pengusaha atau nelayan yang memiliki modal besar yang menitipkan unit penangkapannya untuk dikelola oleh nelayan-nelayan ini. Armada-armada penangkapan yang ada sekarang ini berkemampuan jelajah yang relatif rendah yakni hanya dapat melakukan kegiatan operasi penangkapan dalam rentang waktu sehari atau setiap trip penangkapannya hanya dapat dilakukan maksimal dalam waktu satu hari one day fishing. Pukat cincin yang digunakan oleh nelayan di perairan Maluku berdasarkan konstruksinya terdiri dari pukat cincin tipe Jepang satu kapal. Desain pukat cincin di Maluku dengan panjang antara 250 sampai 350 meter dan lebar jaring 50 sampai 75 meter digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil, sedangkan kapal yang digunakannya dianggap belum cocok dengan ukuran jaring yang digunakan sehingga perlu diperbaharui modifikasi, ukuran, alat bantu penangkapan, serta peralatan navigasi pada kapal tersebut. Hal ini disebabkan karena kapal pukat cincin yang beroperasi di perairan Maluku mempunyai ukuran panjang dengan lebar yang seimbang dengan ukuran jaring yang dipakai sehingga pada saat operasi penangkapan perlu ada penyeimbangan di sebelah sisi kiri atau kanan kapal untuk mengimbangi ABK yang menarik jaring. Pada saat ini kapal pukat cincin juga sangat diminati oleh nelayan di daerah ini karena disamping menguntungkan juga membutuhkan tenaga kerja yang banyak sehingga perlu penanganan yang serius sehingga sumberdaya yang ada dapat dikelola dan dimanfaatkan secara maksimal. Spesifikasi kapal pukat cincin dan arahan penyempurnaannya dapat ditunjukkan pada Tabel 61 Tabel 61 Spesifikasi kapal pukat cincin dan arahan penyempurnaannya Spesifikasi lama Kelemahan Spesifikasi baru Kondisi positif yang diharapkan 1 Ukuran kapal kecil P = 18,25 m, L = 2,75 m, T = 1,95m Pekerjaan pelaksanaan Operasi penangkapan tidak efektif 1 Ukuran kapal diperbesar P = 20,07 m, L = 3,01 m, T = 2,02m Pelaksanaan operasi penangkapan dapat berjalan dengan lancar 2Tidak dilengkapi dengan peralatan navigasi atau peralatan keselamatan kerja di laut Dapat menyebabkan hilangnya nelayan di laut 3 Dilengkapi dengan peralatan navigasi seperti life jacket dan kompas Dapat membantu nelayan dalam keselamatan kerja di laut 3 Tidak dilengkapi dengan peralatan penanganan hasil tangkapan yang efektif Hasil tangkapan hanya untuk konsumsi lokal 4Dilengkapi dengan modifikasi palka yang baru Produk hasil tangkapan dapat di eksport 4 Mesin 40 PK 3 buah Kecepatan kapal lebih lambat karena tidak sesuai dengan ukuran kapal 4 Mesin 40 PK 4 buah Kecepatan kapal lebih besar sehingga oleh gerak kapal lebih baik Sumber: data penelitian 2009 Pembuatan kapal pukat cincin purse seiner di Maluku dirancang dan dibuat sendiri oleh nelayan setempat pada galangan kapal rakyat. Hal ini perlu sejalan dengan pendapat Ayodhyoa 1972 bahwa pemilihan kasko dan dimensi kapal harus disesuaikan dengan kegunaan kapal tersebut serta harus memperhitungkan proposional dimensi utama. Desain kapal pukat cincin saat ini di perairan Maluku dapat dilihat dan modifikasi kapal pukat cincin yang diusulkan untuk dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 52, Gambar 53, dan Gambar 54 6 4 5 P 3 Gambar 52 P: 18,25 m T: 1,95 m P: 18,25 m 1 7 2 Desain kapal p 2 pukat cincin saa 8 8 at ini di Maluku L: 2,75 m K 1 2 3 4 5 6 7 8 u Keterangan: 1 Tempat operasi 2 Ruangan tempa penyimpangan 3 Palka 4 Ruangan penyi 5 Tempat mesin 6 WC 7 Tempat pemant gerombolan ika 8 Ruangan tempa haluan i penangkapan at alat tangkap mpanan BBM tauan an at jangkar 126 86 G L:3,1 m 4 6 Gambar 53 Mod Gambar 54 3 1 2 1 2 difikasi prototip 4 Modifikasi pr P: 20,7 1 1 5 7 8 pe kapal pukat c ototipe kapal pu 7 m 2 cincin pandang ukat cincin pan gan dari samping ndangan dari ata Keter 1 Tem 2 Tem 3 Tem 4 Tem 5 Tem 6 WC 7 Tem 8 Tem T: 2,20 g yang diusulk as yang diusulk rangan: mpat penampungan mpat peralatan alat mpat penyimpanan mpat mesin mpat winch C mpat kegiatan oper mpat pemantauan g kan untuk dikem kan dikembang n hasil tangkapan tangkap bahan bakar rasi penangkapan gerombolan ikan mbangkan gkan Pekerjaan yang pertama dilakukan adalah pemilihan material yang akan digunakan. Ada beberapa jenis kayu yang biasanya digunakan pada pembangunan kapal pukat cincin di Maluku sesuai dengan peruntukannya, antara lain: kayu jati Tectona grandis, gofasa Vitex cotassus Reinw, dan kayu merbau Instia spp. Rancangan kapal harus memperhatikan platform perencanaannya tujuan dan proses penangkapan serta rancangan umum yang menampilkan tataletak kapal secara lengkap. Iskandar 1990, mengatakan bahwa tujuan pembuatan gambaran umum adalah guna penentuan ruang kapal secara umum. Gambar ini terdiri dari beberapa bagian yakni gambar tampak samping, tampak atas, tampak depan, serta tampak belakang. Gambar tampak samping menunjukkan tata ruang kapal dari buritan hingga bagian bawah dek, yang terdiri dari ruang mesin, ruang palka ikan, ruang peralatan dan dapur sedangkan tampak atas menunjukkan tata ruang diatas dek yang terdiri dari ruangan dibagian buritan yang berfungsi sebagai ruang kemudi dan ruang akomodasi dan tampak belakang dan depan untuk menentukan bentuk badan kapal. Kebutuhan material kayu untuk pembuatan 1 satu unit kapal pukat cincin disajikan pada Tabel 62 Tabel 62 Kebutuhan material kayu untuk pembuatan 1 satu unit kapal pukat cincin purse seiner No Peruntukan Ukuran PxLxT Jumlah 1 Lunas 20,07m x 22 cm x 18 cm 1 potong 2 Pondasi motor 10 cm x 90 cm x 3 cm 1 potong 3 Papan rata 3,5 cm x 20 cm x 3 cm 4 m 3 4 Senta 7 cm x 18 cm x 22 cm 4,5 m 3 5 Siweng 18 cm x 25 cm x 6 m 1 potong 6 Papan putar 10 cm x 20 cm x 2 m 1 m 3 7 Papan putar 10 cm x 20 cm c 1,5 m 5 m 3 8 Papan tindis 8 cm x 25 cm x 3 m 1 m 3 9 Papan dek 3,5 cm x 25 cm x 3 m 3 m 3 10 Rangka poro 6 cm x 15 cm x 3 m 1 m 3 11 Rangka poro 6 cm x 15 cm x 3,5 m 1 m 3 12 Tiang gawang 10 cm x 20 cm x 4 m 1 m 3 13 Papan les 8 cm x 25 cm x 12 m 1 m 3 14 Papan rumah 2,5 cm x 25 cm x 3 m 1 m 3 15 Kayu gading Sesuai Bentuk 6 m 3 16 Gading + tajong 10 cm x 10 cm 3 m 3 Sumber: data penelitian 2009 Selain material kayu di atas, dibutuhkan juga bahan dan alat lainnya sebagai perlengkapan dalam pembuatan kapal pukat cincin purse seine, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 63 Tabel 63 Kebutuhan alat dan bahan lainnya untuk pembuatan kapal pukat cincin purse seine No Alat dan bahan Kebutuhan Satuan 1 Lampu gas buterfly 20 Buah 2 Senter 6 batere 1 Buah 3 Katrol besar dia. 17 cm 2 Buah 4 Kikir limar bundar 6 Buah 5 Baut 38 600 Buah 6 Baut 12 600 Buah 7 Besi 8 mm 6 Staft 8 Paku putih 5 cm 10 Kg 9 Paku putih 7 cm 15 Kg 10 Paku putih 10 cm 10 Kg 11 Paku putih 15 cm 10 Kg 12 Paku biasa 5 cm 6 Kg 13 Paku biasa 7 cm 6 Kg 14 Paku biasa 10 cm 6 Kg 15 Kaca riben 5mm 20 cm x 25 cm 24 Potong 16 Dempul glasik 300 Kaleng 17 Dempul damar 25 Kaleng 18 Pisau dempul scaaper 4,5 cm 1 Lusin 19 Cat minyak Glotex 200 Kaleng 20 Tinner 100 Kaleng 21 Kuas putih besar 6 Buah 22 Kuas putih sedang 6 Buah 23 Kertas amplas no. 3 5 Lusin 24 Kertas amplas no. 2,5 5 Lusin Sumber: data penelitian 2009

4.7.3.2 Modifikasi palka kapal pukat cincin

Teknologi alat bantu penangkapan yang diusulkan adalah winch, mesin listrik, alat navigasi, lifejacket, dan modifikasi palka yang telah di lapisi dengan styrofoam. Desain palka saat ini berukuran kecil, tidak efektif, dibuat secara sederhana, menggunakan fiberglass dengan kualitas kurang baik, kualitas hasil tangkapan kurang baik. Melihat kelemahan yang ada pada kapal pukat cincin saat ini, maka diusulkan modifikasi palka dengan mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: ukuran palka besar, lebih efektif, palka dilengkapi dengan styrofoam, kualitas hasil tangkapan cukup baik sehingga dapat dieksport. Kondisi palka kapal pukat cincin saat ini dan modifikasi yang diusulkan pengembangannya dapat disajikan pada Gambar 55 dan 56 Gamb Pers kriteria an 1 Persyar alat-ala dalam p 2 Persyar Uku beroperasi dengan lam 3 Persyar Dinding Gam bar 56 Mod pukat syaratan pa ntara lain: ratan teknis at yang terb palka mema ratan ekonom uran ruang i dan mena manya oper ratan sanitas S g palka dari mbar 55 Ko difikasi palk t cincin alka ideal s antara lain buat dari log adai, dan 4 mis g palka d angkap ika rasi penangk si dan higie Stryrofoam pa i fiberglass ndisi palka ka yang diu menurut K n: 1 dindin gam melalu membatasi disesuaikan an. Adanya kapan. ene ada palka deng kapal puka usulkan pen Kuncoro 20 ng palka di i dinding pa i awak kapa dengan a sistem ref gan ketebalan t cincin saa ngembangan 005, mem iisolasi, 2 alka, 3 kon al keluar ma kemampuan frigerasi pa 5-10 cm at ini nnya pada mpunyai kri tidak mema ndisi penera asuk palka. n kapal d alka disesu kapal iteria- asang angan dalam uaikan Palka harus mempunyai sistem sanitasi dan higiene yang baik. Palka harus mudah dibersihkan pada saat sebelum maupun sesudah penyimpanan ikan dan tidak terbuat dari bahan yang korosif sehingga ikan yang disimpan di dalamnya aman dari pencemaran bakteri 4 Persyaratan biologis Palka dibuat dengan drainase yang baik untuk mengeluarkan air, lelehan es, lendir, dan darah yang terkumpul di dasar palka. 5 Persyaratan biaya Jenis palka yang biasa dipakai kapal perikanan terdiri dari :1 palka yang tidak diisolasi digunakan pada kapal yang berukuran kecil dan lama operasinya hanya 1-2 hari, 2 palka yang diisolasi digunakan pada kapal berukuran sedang dan lama operasinya 1 minggu, 3 palka yang diisolasi dan direfrigerasi digunakan pada kapal berukuran besar dan beroperasi selama 1 bulan atau lebih. Desain palka pada kapal pukat cincin di perairan Maluku dari segi konstruksi belum dapat mengatasi keberadaan hasil tangkapan, hal ini disebabkan karena konstruksi palka yang dibuat masih bersifat tradisional yaitu dengan menggunakan cool box yang terbuat dari fiberglass tanpa menggunakan styrofoam sebagai lapisan dinding pada fiberglass tersebut. Kelemahan dari desain palka tersebut dapat mempengaruhi mutu hasil tangkapan. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dibuat modifikasi teknologi baru untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan merancang modifikasi palka yang dilapisi dengan styrofoam sebagai dinding pada palka sehingga dapat diharapkan mutu hasil tangkapan yang diperoleh dapat lebih baik. Rekayasa alat tangkap harus mempertimbangkan kondisi sumberdaya ikan, habitat ikan, peraturan perundang-undangan, dan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan agar supaya teknologi yang diciptakan tidak mubazir atau bahkan merusak sumberdaya ikan dan lingkungannya. Pembuatan kapal pukat cincin purse seiner yang dibuat sendiri oleh nelayan di Maluku pada galangan kapal rakyat. Hal ini sejalan dengan pendapat Ayodhyoa, 1972 bahwa pemilihan kasko dan dimensi kapal disesuaikan dengan kegunaan kapal tersebut serta harus memperhatikan proporsional dimensi utama. Spesifikasi alat bantu penangkapan pada kapal pukat cincin yang diusulkan adalah dilengkapi dengan mesin listrik, kompas, radio komunikasi, winch dan lifejacket. Palka tem styrofoam

4.7.3.3 M

Dis cincin pu Pukat cinc body, ba atas jaring bagian baw tali kolor. sesuatu ge dikerucutk Dengan p sehingga t Pada dengan tu pelingkara supaya ika berikut ini Su Gam Pe dilakukan lari kearah mpat penamp pada dindin Modifikasi ebut pukat urse line at cin purse s ahu should g terdapat t wahnya terd Prinsip me erombolan kan dengan erkataan la tidak dapat a waktu me ujuan agar an alat tang an tidak lol i. umber: Purba mbar 57 Ilu pe lingkaran ja penarikan h bawah ja pungan hasi ng palka seh winch pad cincin kare tau tali keru seine terdir der, dan ka ali ris atas, dapat tali ri enangkap ik ikan denga n demikian in ialah den melarikan d elingkari ger r gerombol gkap, arah, k los dari ala ayanto.A, Riy ustrasi kemu elingkaran a aring dilaku tali kolor d aring. Nel il tangkapan hingga diha da kapal pu ena dilengk ut untuk me ri dari bebe antong bun tali pelamp is bawah, ta kan dengan an jaring, s n ikan-ikan ngan memp diri dan akh rombolan ik lan ikan a kecepatan d at tangkap, yanto.M, Fit ungkinan ik alat tangkap ukan sampa dengan mak layan di M n juga dilen arapkan has ukat cincin kapi dengan enarik jaring erapa bagian nt yang tid pung dan p ali pemberat pukat cinc setelah itu akan terkum perkecil rua hirnya tertan kan, kapal d akan seger dan posisi k seperti diilu tri.A.D.P. 20 an yang me p pukat cinc ai kedua tep ksud untuk Maluku mele ngkapi deng il tangkapan n n cincin un g saat opera n, yaitu say dak menonjo pelampung, t, cincin, br in, ialah de jaring pad mpul pada ang lingkup ngkap Ayod dijalankan s ra terkepun kapal harus ustrasikan p 010 eloloskan di in pi jaring ber k mencegah engkapi kap gan penamb n akan terja ntuk menari asi penangk yap wing, ol. Pada b sedangkan ridle, becket engan melin a bagian b bagian kan p gerak dari dhyoa 1972 secepat mun ng. Pada sedemikian pada Gamb iri pada saat rtemu, kemu h ikan agar pal pukat c bahan amin. ik tali kapan. perut bagian pada t, dan ngkari bawah ntong. i ikan 2. ngkin saat n rupa bar 57 t udian tidak cincin dengan tia kolor dari memungk mencegah galah sehi Sum Gambar 5 Pros lama sehi penangkap teknologi membantu Pada prins cincin dili sebelah ka yang tela sehingga a Peng menarik t lolos. Mo dijangkau winch pad nelayan pa ang yang d dua sisi. A kinkan menj h hal ini bia ingga ikan t mber: Purbaya 8 Ilustrasi tali kolo ses penangk ngga apabi pan akan k baru yang d u nelayan p sipnya alat ilitkan di s anan, kemud ah dilekatka akan menari ggunaan te ali cincin s odifikasi te oleh nelay da kapal pu ada saat pen dipasangi k Antara kedu jadi tempat asanya digu akut dan lar anto.A, Riya kemungkin or pada alat kapan pada ila tidak di keluar men dapat memb pukat cincin ini hanya d ebelah kiri dian mesin an pada a ik tali cincin eknologi se sehingga ik eknologi ya yan. Hal ini ukat cincin narikan jari katrol bloc ua tepi jarin ikan untuk unakan pem ri ke arah te anto.M, Fitri. nan ikan yan t tangkap pu alat tangka ilakukan se ninggalkan bantu meng n dalam me dimodifikas dari as mo hand trakto as roda be n. ederhana in kan yang m ang diranca i dapat ditu n mempuny ng sehingga ck untuk m ng sering ti k melarikan mberat atau ersebut. .A.D.P. 201 ng melolosk ukat cincin ap ini memb cara tepat, jaring, un gatasi masal engadakan si sedemikia obil dan u or yang tela elakang kem ni sangat m menjadi tuju ang ini san unjukkan pa yai keuntun a dapat mem memudahkan idak tertutup n diri Gam dengan men kan diri pad butuhkan w ikan yang ntuk itu di ah ini. Tekn operasi pen an rupa seh ujung tali c ah dihubung mudian me membantu an penangk ngat sederh ada Gambar ngan adalah mpercepat p n penarikan p rapat seh mbar 58. U ngerak-gera da saat pena waktu yang menjadi tu ibutuhkan nologi ini sa nangkapan hingga ujung incin lainny gkan dengan esin dihidu nelayan d kapan akan hana dan d r 59. Modif h: 1 memb proses pena n tali ingga Untuk akkan arikan agak ujuan suatu angat ikan. g tali ya di n belt upkan dalam sulit dapat fikasi bantu arikan sehingga i as belaka dioperasik mengguna Maluku da Tabel 64 1 Wak purs 2 Jum lebi Sumber: d Gamb ikan yang m ang mobil kan. Perba akan winch apat disajik Perbanding operasi pe Maluku Menggu ktu yang di se line 25 – 35 mlah ABK pa ih sedikit 15 o data peneliti bar 59 Mod a b a b menjadi targ truk, 3 andingan p yang digu an pada Tab gan penggun enangkapan unakan win butuhkan me 5 menit ada kapal pu orang ian 2009 difikasi winc tampak sa tampak at get sulit un harganya m penggunaan unakan nela bel 64 naan winch dengan al nch enarik tali ukat cincin ch yang diop amping tas tuk lolos, 2 murah, 4 n modifika ayan pukat dan tanpa lat tangkap Tanpa m Waktu yang d Dibutuhkan A perasikan p 2 menggun lebih efek asi winch cincin saat menggunak p pukat cin menggunak dibutuhkan 55 ABK 20-25 or pada kapal p nakan bahan ktif, 5 m dengan t t ini di per kan winch d ncin di per kan winch 5 menit rang pukat cincin 85 n dari mudah tanpa rairan dalam rairan n

4.8 Strategi Pengembangan Perikanan Pelagis di Perairan Maluku

Perumusan strategi pengembangan perikanan pelagis dan desain alat tangkap dengan pendekatan analisis SWOT yang meliputi kekuatan strength, kelemahan weakness, peluang opportunity, dan ancaman treaths. Analisis ini mengacu pada logika bahwa organisasiinstitusi yang berwenang dan bertanggungjawab dalam pengelolaan sumberdaya selalu berada dalam satu sistem yang selalu berhubungan dan saling mempengaruhi dengan demikian, untuk menghasilkan suatu rencana pengelolaan, maka organisasi perlu mengenali dan menguasai informasi lingkungan strategis berdasarkan analisis LAN RI 2007. Analisis ini bermanfaat untuk mendeteksi perubahan dan peristiwa penting dalam pengelolaan, merumuskan tantangan dan peluang akibat perubahan, menghasilkan informasi tentang orientasi masa depan, dan merekomendasi kegiatan yang dibuat oleh organisasi. Pencermatan lingkungan strategik dalam pengelolaan pengembangan armada perikanan tangkap pada hakekatnya digunakan untuk mengetahui kondisi teknologi armada perikanan tangkap saat ini di perairan Maluku. Hal tersebut dilakukan untuk mencermati kondisi di dalam dan di luar institusi pengelolaan berupa kelemahan dan kekuatan sebagai lingkungan internal, serta peluang dan tantangan sebagai lingkungan eksternal LAN RI 2007. Dalam upaya memberikan arahan strategi pembangunan perikanan tangkap di Provinsi Maluku, dilakukan analisis SWOT dengan melihat faktor internal kekuatan dan kelemahan dan eksternal peluang dan ancaman. Ketersediaan potensi sumberdaya ikan pelagis dan dukungan sarana dan prasarana perikanan kapal, alat tangkap, nelayan dan pusat-pusat pendaratan ikan, serta jumlah nelayan, kelompok usaha maupun usaha perikanan tangkap skala besar merupakan suatu kekuatan dalam rangka pengembangan perikanan skala kecil. Masih rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan nelayan, modal usaha, diversifikasi usaha penangkapan ikan pelagis dan manajemen yang lemah merupakan unsur kelemahan dalam rangka meningkatkan produktifitas usaha penangkapan. Sementara unsur peluang meliputi pengaturan kegiatan perikanan tangkap disentralisasi, semakin berkembangnya teknologi tepat guna untuk penangkapan ikan pelagis, perluasan daerah penangkapan ikan yang produktif, dan dukungan pemerintah daerah melalui instansi terkait dalam rangka memberikan pembinaan yang bersifat teknis dan non teknis kepada nelayan. Unsur ancaman meliputi belum diterapkannya selektifitas alat tangkap, pengaturan kegiatan penangkapan belum terarah, masih terjadi pencurian ikan oleh kapal-kapal asing dan penangkapan ikan pelagis dengan menggunakan bahan peledak. Hasil identifikasi berdasarkan LINSTRA sebagai berikut: 1 Strength kekuatan 1 Produksi SDI di perairan Maluku dengan kapal 30 GT cukup tinggi 2 Bahan baku pembuatan kapal dengan fiberglass cukup tersedia 3 SDM untuk ABK armada penangkapan cukup tersedia 4 Di daerah ini cukup banyak tersedia alat tangkap, sumberdaya ikan, serta rumpon sebagai alat pengumpul ikan. 5 Galangan kapal rakyat juga tersedia di daerah ini 6 Penerapan CCRF perlu dilakukan agar sumberdaya tetap terjaga 2 Weakness kelemahan 1 Tidak tersedianya basic design kapal ikan sebagai acuan pembangunan kapal ikan 2 Kurangnya permodalan dalam pembuatan kapal dan alat tangkap 3 Penghasilan nelayan dari sub sektor perikanan tangkap belum memadai dan lebih rendah dari pada upah minimum regional subsektor perikanan di Maluku 4 Pengelolaan usaha perikanan tangkap masih tradisional sederhana 5 Pembagian hasil usaha pengelolaan kapal tidak merata antara pemilik kapal dan anak buahnya. 6 Kurangnya pasokan untuk pengadaan mesin kapal, teknologi penangkapan ikan dan alat navigasi kapal 3 Peluang opportunity 1 Permintaan akan ikan meningkat, baik untuk kebutuhan pasar lokal, regional, dan eksport 2 Peningkatan dan penambahan kapal ikan 30GT dengan alat tangkap huhate 3 Pengolahan hasil tangkapan baik berupa ikan kaleng atau ikan beku untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri 4 Perlu adanya pengadaan cold storage 5 Perlunya dukungan kebijakan dari Pemda untuk meningkatkan usaha perikanan 6 Perlunya dukungan kebijakan dari Pemda untuk meningkatkan usaha perikanan 4 Ancaman threats 1 Penetapan batas-batas daerah penangkapan belum diterapkan oleh pemerintah 2 Beroperasinya armada kapal asing baik legalilegal di perairan Maluku 3 Selektivitas alat tangkap belum diterapkan sesuai dengan CCRF 4 Persaingan harga ikan di pasaran lokal dan regional 5 Pemakaian bahan peledak oleh beberapa nelayan untuk menangkap ikan 6 Belum dibatasinya ukuran minimal mata jaring dari alat tangkap yang digunakan Sasaran kebijakan pembangunan perikanan tangkap yang ditempuh pemerintah daerah Maluku saat ini adalah memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan secara optimal dengan mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Hal ini mengacu pada kebijakan pemerintah pusat melalui Departemen Kelautan dan Perikanan. Secara ringkas, tujuan dirumuskan sebagai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan devisa, kecukupan gizi, penyerapan tenaga kerja, perbaikan teknologi alat tangkap dalam rangka pijakan strategis bagi pengembangan perikanan tangkap ke depan. Sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis besar di perairan Maluku cukup banyak sehingga perlu dikelola dengan baik dan perlu armada perikanan tangkap yang lebih efektif dalam mengelolanya. Dalam konteks perikanan tangkap, keberadaan kapal penangkap huhate 30GT dalam mengelola sumberdaya perikanan pelagis besar di daerah ini cukup banyak sekitar 404 unit. Dari sisi teknologi, mereka cukup berpengalaman dan menguasai teknologi penangkapan sehingga memudahkan proses penangkapan. Kapal huhate yang digunakan memiliki beberapa kelemahan yang perlu di tangani secara serius sehingga hasil tangkapan dapat optimal. Bahan baku fiberglass untuk pembuatan kapal huhate tersedia cukup banyak sehingga memungkinkan nelayan dapat membuat kapal huhate secara baik walaupun masih belum begitu sempurna. Ketersediaan tenaga kerja nelayan berkaitan dengan produksi cukup banyak, mengingat nelayan yang mengadakan operasi penangkapan di perairan Maluku sebagian besar berasal dari lulusan SMA untuk alat tangkap pancing tonda 35 , huhate sebagian besar lulusan SD 67. Faktor yang berpengaruh terhadap ketersediaan sumberdaya ikan adalah kapal penangkap. Di daerah ini ada beberapa daerah yang biasanya kapal penangkap dibuat oleh nelayan dan tersebar di daerah-daerah tertentu seperti: Tulehu, Asilulu, Negerilima dan beberapa daerah lain di Maluku. Galangan kapal yang dibuat di daerah ini cukup sederhana dalam pembuatan kapal perikanan. Hal ini dilakukan karena semakin banyaknya permintaan akan kapal penangkap. Pembuatan kapal ini dilakukan tanpa adanya perhitungan-perhitungan tentang kelayakan kapal dan bersifat tradisional sehingga hal ini merupakan sebuah hambatan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah. Kajian basic design kapal perikanan adalah suatu pekerjaan untuk merancang kapal-kapal penangkapan ikan. Untuk merancang basic design kapal penangkapan ikan, agar hasil yang diperoleh maksimal mengacu pada dua dasar, yaitu laik laut dan layak tangkap. Untuk membuat atau merancang kapal agar laik laut dapat mengacu pada prinsip-prinsip perancangan suatu kapal yang sesuai dengan kaidah perancangan kapal. Sedangkan untuk kapal dapat menjadi laik tangkap, harus mengacu pada ilmu-ilmu perikanan khususnya teknologi penangkapan yang digunakan. Dalam membuat basic design kapal penangkapan ikan, diawali dengan survei yang antara lain meliputi pengukuran terhadap kapal- kapal penangkapan ikan yang sudah ada dan dioperasikan oleh para nelayan. Dan hasil pengukuran akan dilakukan kajian dan analisis terhadap data yang diperoleh di lapangan, baik ditinjau dari aspek fisik kapal dan aspek ekonomi. Khususnya hasil analisis aspek fisik kapal, akan dijadikan acuan untuk membuat rancangan- rancangan basic design pada pekerjaan ini. Tanpa pengawasan yang efektif akan menyulitkan pemerintah untuk menerapkan pentingnya basic desain dalam pembuatan kapal ikan. Mengingat selama ini dalam mendesain kapal ikan, nelayan masih menggunakan cara-cara tradisional yang diturunkan secara turun temurun oleh pendahulu mereka. Permasalahan utama yang sering dihadapi adalah ketersediaan modal. Ini dicerminkan antara lain berupa keterbatasan kredit dengan persyaratan yang relatif mudah untuk usaha agribisnis perikanan. Minimnya lembaga keuangan di daerah kabupaten dan kecamatan, menjadi penyebab terhambatnya usaha perikanan di daerah. Modal memiliki peranan penting dalam memperbesar kapasitas produksi dan meningkatkan permintaan efektif. Besarnya potensi sumberdaya perikanan dan kelautan membutuhkan investasi untuk pembentukan modal. Berdasarkan pendekatan ekonomi, bahwa setiap penambahan satu unit modal akan memperbesar satu satuan output dalam setiap kegiatan produksi, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Kebutuhan terhadap alat-alat produksi terutama teknologi modern merupakan faktor produksi yang akan memudahkan setiap kegiatan produksi, terutama dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Kurangnya modal merupakan kendala yang sangat berpengaruh dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Dalam proses pembuatan kapal ikan dibutuhkan dana yang cukup besar sehingga hal ini menjadi kendala bagi nelayan di Maluku. Peran pemerintah dalam memberikan bantuan kepada nelayan merupakan salah satu tanggungjawab yang harus dilaksanakan mengingat keterbatasan dana pada nelayan. Salah satu cara yang efektif adalah pinjaman melalui bank kepada nelayan dengan bunga yang rendah sehingga nelayan dapat memanfaatkan itu dengan baik. Investasi berperan dalam pengadaan dan perbaikan kapal dan unit penangkapan. Hal ini dibutuhkan nelayan karena pada umumnya mereka memiliki keterbatasan modal untuk pengembangan usaha. Modal investasi diperuntukan bagi pengembangan pukat cincin, huhate, pancing tonda. Dengan demikian, investasi merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan dalam pengembangan perikanan tangkap. Klasifikasi nelayan tersebut atas dasar teknik kepemilikan alat produksi itu masih dibedakan berdasarkan kegiatan menjadi nelayan penuh, nelayan sebagai sambilan utama, dan nelayan sebagai sambilan tambahan. Sampai dengan tahun 2000, jumlah total nelayan Indonesia sekitar 2.486.456 orang atau mengalami kenaikan sebesar 3,21 dibandingkan tahun 1999 dan dalam kurun waktu 1990- 2000 telah mengalami peningkatan sebesar 5 per tahun. Nelayan berprofesi penuh pada tahun 2000 berjumlah 1.212.195 orang atau mengalami kenaikan sebesar 3,06 dibandingkan pada tahun sebelumnya. Kenaikan jumlah tenaga kerja yang menjadi nelayan sambilan utama pun mengalami kenaikan 5,06 dibanding tahun sebelumnya atau berjumlah 911.163 orang pada tahun 2000. Melihat laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, mengakibatkan perlunya tambahan lapangan kerja yang cukup besar sehingga sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu andalan untuk menyerap tenaga kerja tersebut DKP Maluku 2007. Kondisi cuaca yang tidak menentu akan berpengaruh pada fluktuasi hasil tangkapan, sehingga perlu diantisipasi dalam operasi penangkapan ikan. Fluktuasi produksi mempengaruhi pendapatan nelayan, yang diperoleh melalui sistem bagi hasil perikanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan nelayan di Maluku tergolong rendah dan belum memadai Rp 450.000bulan jika dibandingkan dengan upah minimum regional sektor perikanan Maluku tahun 2005 sebesar Rp 615.000bulan. Pengelolaan sumberdaya perikanan yang dilakukan oleh nelayan di Maluku masih bersifat tradisional. Hal ini disebabkan kemampuan dana yang dimiliki oleh nelayan, dan oleh sebab itu perlu ada dukungan dari pemerintah atau swasta untuk membantu nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di daerah ini. Peran serta pihak stakeholder ini sangat diharapkan sehingga dapat merubah struktur pengelolaan sumberdaya yang ada. Sistem bagi hasil yang selama ini dilakukan antara pihak pemilik kapal dengan ABK tidak merata. Hasil tangkapan yang diperoleh dibagi dengan sistem 60 : 40 artinya bahwa nelayan pemilik kapal 60 dan ABK 40 dari total harga hasil tangkapan. Hal ini tentunya meresahkan ABK karena jumlah yang diperoleh relefan dengan hasil yang mereka peroleh. Oleh sebab itu sebaiknya total harga hasil tangkapan dibagi 50 : 50 antara pemilik kapal dengan ABK. Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal dan eksternal kemudian dilakukan pembobotan, ranking, dan skor dari masing-masing unsur SWOT dapat disajikan pada Tabel 65 dan Tabel 66 Tabel 65 Matrik faktor strategi internal pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku Kode Unsur SWOT Bobot Rating Skor Faktor Internal A B AxB KEKUATAN K1 Produksi SDI di Perairan Maluku cukup besar serta penggunan kapal huhate 30 GT cukup tinggi 0,10 4 0,40 K2 Bahan baku untuk pembuatan kapal huhate dengan fiber glass cukup tersedia 0,10 4 0,40 K3 SDM untuk semua ABK kapal cukup banyak tersedia 0,05 3 0,15 K4 Tersedianya alat tangkap, umpan, dan alat pengumpul ikan rumpon 0,10 3 0,30 K5 Tersedianya galangan kapal rakyat untuk pembuatan kapal ikan 0,05 4 0,20 K6 Penerapan Perikanan yang berwawasan lingkungan dan bertanggungjawab CCRF Sub-total 0,10 3 0,30 1,75 KELEMAHAN L1 Tidak tersedianya basic design kapal ikan sebagai acuan pembangunan kapal ikan 0,10 2 0,20 L2 Kurangnya permodalan dalam pembuatan kapal dan alat tangkap 0,10 1 0,10 L3 Pendapatan nelayan masih rendah 0,05 1 0,05 L4 Pengelolaan usaha perikanan tangkap masih tradisional sederhana 0,10 1 0,10 L5 Pembagian hasil usaha pengelolaan kapal tidak merata antara pemilik kapal dan anak buahnya. 0,05 2 0,10 L6 Kurangnya pasokan untuk pengadaan mesin kapal, teknologi penangkapan ikan dan alat navigasi kapal Sub-total 0,10 2 0,20 0,75 TOTAL SKOR 1,00 2,50 Sumber: data penelitian 2009 Tabel 65 diatas menunjukkan adanya pengelompokkan alternatif strategi internal sebagai kekuatan menjadi menjadi beberapa peringkat, dan ini menghasilkan alternatif produksi SDI di perairan Maluku cukup besar serta penggunaan kapal huhate 30GT cukup tinggi rating 4 sementara kelemahan yang terjadi sebagai akibat pendapatan nelayan rendah rating 1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kekuatan yang dimiliki diharapkan dapat meningkatkan pendapatan yang diterima nelayan. Tabel 66 Matrik faktor strategi eksternal pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku Kode Unsur SWOT Bobot Rating Skor Faktor Eksternal A B AxB PELUANG P1 Permintaan ikan meningkat baik pasar lokal, regional dan luar negeri 0,10 4 0,40 P2 Peningkatan dan penambahan kapal ikan 30GT dengan alat tangkap huhate pole and line 0,10 3 0,30 P3 Pengolahan hasil tangkapan baik berupa ikan kaleng atau ikan beku untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri 0,05 3 0,15 P4 Perlu adanya pengadaan cold storage 0,10 3 0,30 P5 Perlunya dukungan kebijakan dari Pemda untuk meningkatkan usaha perikanan 0,05 4 0,20 P6 Kebijakan tentang teknologi tepat guna pada armada penangkapan untuk menjaga mutu ikan dan kualitas ikan 0,10 4 0,40 Sub-total ANCAMAN 1,75 A1 Batas-batas daerah penangkapan belum diterapkan 0,10 4 0,40 A2 Beroperasinya armada kapal asing baik legalilegal di perairan Maluku 0,10 3 0,30 A3 Selektifitas alat tangkap belum diterapkan 0,05 3 0,15 A4 Persaingan harga ikan di pasaran lokal dan regional 0,10 3 0,30 A5 Pemakaian bahan peledak oleh beberapa sebagian nelayan 0,05 4 0,20 A6 Belum dibatasinya selektifitas ukuran mata jaring dari alat tangkap yang digunakan Sub-total 0,10 4 0,40 1,75 TOTAL SKOR 1,00 3,50 Sumber: data penelitian 2009 Tabel 66 diatas menunjukkan adanya pengelompokkan alternatif strategi eksternal menjadi menjadi beberapa peringkat yang sangat berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan. Peluang akibat permintaan akan ikan di pasaran domestik maupun pasaran internasional merupakan peluang yang sangat berpengaruh terhadap alternatif strategi guna mengatasi ancaman yang terjadi rating 4. Ancaman yang terjadi akibat beroperasinya kapal-kapal ilegal di perairan Maluku rating 3 merupakan ancaman yang cukup serius sehingga perlu pengawasan dari instansi terkait sehingga potensi sumberdaya perikanan dapat berkelanjutan. Alternatif strategi dengan memanfaatkan peluang dalam pengelolaan sumberdaya merupakan langkah konkrit yang harus diantisipasi oleh pihak pemerintah dalam menangani masalah ini merupakan suatu terobosan sehingga dapat mengantisipasi ancaman yang kemungkinan akan terjadi. Strategi yang akan dibuat dijabarkan dan dilaksanakan untuk diimplementasikan pada masyarakat dan stakeholder lainnya dapat dilakukan secara maksimal, hal ini tertuang dalam Tabel 67 berikut ini Tabel 67 Strategi pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL KEKUATAN S Produksi SDI di Perairan Maluku cukup banyak serta penggunaan kapal huhate 30 GT cukup tinggi Bahan baku untuk pembuatan kapal huhate dengan fiber glass cukup tersedia SDM untuk semua ABK kapal cukup banyak tersedia Tersedianya alat tangkap, umpan, dan alat pengumpul ikan rumpon Tersedianya galangan kapal rakyat untuk pembuatan kapal ikan Penerapan Perikanan yang berwawasan lingkungan dan bertanggungjawab CCRF KELEMAHAN W Tidak tersedianya Basic design kapal ikan sebagai acuan pembangunan kapal ikan Kurangnya permodalan dalam pembuatan kapal dan alat tangkap Pendapatan nelayan masih rendah Pengelolaan usaha perikanan tangkap masih tradisional sederhana Pembagian hasil usaha pengelolaan kapal tidak merata antara pemilik kapal dan ABK Kurangnya pasokan untuk pengadaan mesin kapal, teknologi penangkapan ikan dan alat navigasi kapal PELUANG O Permintaan ikan meningkat, baik pasar lokal, regional dan luar negeri Peningkatan dan penambahan kapal ikan 30GT dengan alat tangkap huhate pole and line Pengolahan hasil tangkapan baik berupa ikan kaleng atau ikan beku untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri Perlu adanya pengadaan cold storage Perlunya dukungan kebijakan dari Pemda untuk meningkatkan usaha perikanan Perlu adanya kebijakan tentang teknologi tepat guna pada armada penangkapan untuk menjaga mutu ikan dan kualitas ikan Strategi SO Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan penambahan armada kapal ikan Penerapan CCRF perlu segera dilaksanakan sehingga SDI tetap lestari Strategi WO Peningkatan investasi dari luar untuk usaha perikanan skala kecil Menyediakan cold storage dan pengadaan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan. ANCAMAN T Batas-batas daerah penangkapan belum diterapkan Beroperasinya armada kapal asing baik legalilegal di perairan Maluku Selektifitas alat tangkap belum diterapkan Persaingan harga ikan di pasaran lokal dan regional Pemakaian bahan peledak oleh sebagian nelayan Strategi ST Melakukan aturan batas penangkapan sesuai dengan fungsi masing-masing alat tangkap dan menetapkan tempat pemasangan rumpon yang sesuai Memaksimalkan potensi perikanan dan penentuan galangan kapal perikanan pada daerah desa nelayan yang dianggap produktif. Strategi WT Menerapkan adanya basic design kepada armada kapal perikanan yang akan dibangun dan sekaligus design alat tangkap dan teknologi tepat guna Menerapkan ukuran mata jaring yang sesuai dengan selektifitas alat tangkap Sumber: data penelitian 2009 Analisis pilihan strategi dikembangkan berdasarkan matriks internal- eksternal LAN RI 2007. Analisis ini menyatakan bahwa apa yang harus dicapai dalam pengelolaan, serta kegiatan spesifik apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengelolaan. Dalam hal ini, pengalokasian sumberdaya perlu dilakukan untuk menjelaskan berbagai kemungkinan strategi pengembangan perikanan ikan pelagis dan desain alat tangkap di Maluku. Pemilihan strategi ini dilakukan ini untuk menjelaskan berbagai macam kemungkinan strategi pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku. Setelah diberi bobotnilai unsur-unsur SWOT dihubungkan dengan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif strategi SO, ST, WO,WT. Kemudian alternatif-alternatif tersebut dijumlah bobotnilainya untuk menentukan peringkat masing-masing. Strategi dengan peringkat tertinggi merupakan alternatif strategi yang diprioritaskan untuk dilakukan. Alternatif strategi pada matriks hasil analisis SWOT dijabarkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk meraih peluang yang ada SO, penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang ST, penggunaan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang ada WO dan penggurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang WT. Prioritas strategi pengembangan didasarkan pada skor masing-masing faktor yang disusun berdasarkan Tabel IFAS internal strategic factor analysis summary dan Tabel EFAS external strategic factor analysis summary penentuan prioritas strategi dilakukan dengan instrumen analisis SWOT Rangkuti 2000. Tabel 68 Priorias strategi pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku IFAS EFAS Kekuatan S 1,75 Kelemahan W 0,75 Peluang O 1,75 Strategi SO 2,90 Strategi WO 1,65 Ancaman T 1,75 Strategi ST 1,85 Strategi WT 1,20 Sumber: data penelitian 2009 Berdasarkan IFAS internal strategic factor analysis summary prioritas strategi pengembangan perikanan pelagis hasil analisis SWOT Tabel 68 terlihat bahwa penggunaan unsur-unsur strategi kekuatan S 1,75 mempunyai peluang besar untuk mengalahkan kelemahan 0,75. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan di perairan Maluku cukup banyak serta penggunaan kapal huhate untuk penangkapan ikan pelagis cukup tersedia walaupun terdapat beberapa kelemahan yang dihadapi seperti kurangnya permodalan dalam pembuatan kapal dan alat tangkap, teknologi masih sederhana, tidak tersedianya basic design. Untuk menunjang kekuatan yang ada dengan melihat kelemahan yang terjadi maka perlu pengembangan teknologi tepat guna seperti perbaikan teknologi, SDM ditingkatkan, modal, sehingga pengelolaan sumberdaya dapat maksimal. Berdasarkan EFAS external strategic factor analysis summary terlihat bahwa strategi kekuatan SO 2,90 berupa pengembangan usaha perikanan tangkap dengan penambahan armada penangkapan dan penerapan CCRF merupakan kekuatan besar untuk menindaklanjuti peluang O 1,75 sebagai proses untuk mengantisipasi permintaan akan ikan meningkat pada pasaran domestik maupun internasional. Strategi WO 0,165 berupa peningkatan investasi dari luar untuk skala usaha perikanan skala kecil, penyediaan cold storage dan pengadaan teknologi tepat guna merupakan strategi yang sangat membantu dalam mengantisipasi kekuatan penambahan armada tangkap. Strategi ST 1,85 menegaskan tentang penetapan aturan batas penangkapan sesuai dengan fungsi masing-masing alat tangkap mengalahkan ancaman T 1,75 mengingat penetapan batas-batas penangkapan sampai saat ini belum ditetapkan oleh instansi yang berkepentingan untuk menetapkan kebijakan ini. Hal ini sangat didukung dengan strategi WT 1,20 dengan menerapkan adanya basic design serta penggunaan ukuran mata jaring yang selektif sehingga sumberdaya dapat berkelanjutan. Berdasarkan matrik skor strategi, maka prioritas kebijakan pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku adalah sebagai berikut: 1 Strategi – SO, kebijakannya: 1 Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan penambahan armada kapal ikan 2 Penerapan CCRF segera dilaksanakan sehingga SDI tetap lestari 2 Strategi – ST, kebijakannya: 1 Menerapkan aturan batas penangkapan sesuai dengan fungsi masing- masing alat tangkap dan menetapkan tempat pemasangan rumpon yang sesuai 2 Memaksimalkan potensi sumberdaya yang ada dan penentuan galangan kapal perikanan di daerah-daerah yang dianggap sebagai desa nelayan produktif 3 Strategi – WO, kebijakannya: 1 Peningkatan investasi dari luar daerah untuk peningkatan usaha perikanan skala kecil 2 Menyediakan cold storage dan pengadaan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan 4 Strategi – WT, kebijakannya: 1 Menerapkan adanya basic design kepada armada kapal perikanan yang akan dibangun sekaligus desain alat tangkap dan teknologi tepat guna 2 Menerapkan ukuran mata jaring yang sesuai sesuai selektifitas alat tangkap. Tahapan ini merupakan kegiatan analisis secara terpadu semua pertimbangan berkaitan dengan empat unit alat tangkap yang dijadikan opsi, menentukan kriteria pembatasnya dan menentukan prioritas pengembangannya. Untuk mendapatkan hasil yang menyeluruh dan akurat, maka berbagai komponen yang berinteraksiterkait dengan pengembangan teknologi alat penangkapan ikan akan dijadikan sebagai kriteria pembatas limitting factor pengembangan dan selanjutnya dianalisis secara struktur menggunakan AHP. Strategi pengembangan perikanan tangkap merupakan suatu bentuk kegiatan untuk menentukan prioritas yang tepat dari tujuh alternatif armada yang bisa dikembangkan berdasarkan hasil analisis Linear Goal Programming LGP, hanya akan dipilih beberapa alat tangkap untuk dikembangkan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat maka berbagai komponen yang berinteraksi dengan pengembangan teknologi alat penangkapan ikan akan dijadikan sebagai komponen yang berinteraksi dengan pengembangan armada serta dijadikan kriteria dan pembatas limitting factor pengembangan serta analisis dilakukan secara terstruktur dengan menggunakan AHP Analysis Hierarky Process. Berdasarkan hasil analisis terhadap kriteria dan sasaran pengembangan perikanan tangkap menurut Baruadi, Yuniarti 2002, dan Saaty 1986 dengan mempertimbangkan kondisi perikanan tangkap di perairan Maluku, maka kriteria pengembangan teknologi armada perikanan tangkap di daerah ini adalah: 1 Kriteria pengembangan perikanan pelagis level II antara lain: 1 Nelayan NLY 2 Pengusaha Perikanan Tangkap PPT 3 Selektifitas Alat Tangkap SAT 4 Produktifitas Tenaga Kerja PTK 5 Pendapatan Asli Daerah PAD 6 Penggunaan Bahan Bakar Minyak BBM 2 Kriteria pembatas limiting factor pengembangan perikanan pelagis level III, antara lain: 1 Potensi sumberdaya ikan PSDI 2 Potensi teknologi PT 3 Sumberdaya manusia SDM 4 Teknik operasi penangkapan ikan OPI 5 Kondisi perairan KP 6 Peluang pasar PP. Unit penangkapan yang termasuk dalam opsi pengembangan level IV adalah pukat cincin, huhate, pancing tonda. Adapun penyusunan sistem pengembangan perikanan pelagis di perairan Maluku dapat dilihat pada Gambar 60. Hasil analisis rasio kepentingan setiap pengembangan, kriteria pembatas dan opsi pengembangan setelah diolah menggunakan program AHP ditunjukkan pada Gambar 61. 155 5 PEMBAHASAN 5.1 Tingkat pemanfaatan sumberdaya dan peluang pengembangannya di Maluku Penangkapan ikan pada dasarnya merupakan aktifitas eksploitasi sumberdaya ikan di laut. Pemanfaatan potensi sumberdaya ikan pelagis secara optimal dapat dilakukan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya tersebut dengan meningkatkan efisiensi eksploitasi yaitu pengoperasian alat tangkap yang efektif teknologi, pengetahuan tentang sumberdaya ikan yang ditangkap jenis, penyebaran, dan perkiraan jumlah, oleh karena itu informasi tentang keberadaan sumberdaya suatu perairan laut sangat penting untuk diketahui. Pemanfaatan sumberdaya perlu kehati-hatian agar tidak sampai pada kondisi tangkap lebih. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan diketahui dengan terlebih dahulu mengetahui besarnya potensi sumberdaya stok. Menurut Azis 1989 dan Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan 1998, estimasi stok ikan di Indonesia dilakukan dengan enam metode pendekatan, yaitu sensustransek, sweept area, akustik, production surplus, tagging, dan ekstraintra-polasi. Diantara ke-enam metode pendekatan tersebut, metode surplus production adalah relatif paling murah, cepat dan sederhana dalam pengerjaannya. Faktor penentu keberhasilan penggunaan metode ini terletak pada keakuratan data yang digunakan antara lain data time series hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Informasi tentang status potensi sumberdaya yang tersedia perlu diketahui untuk pengelolaan sumberdaya secara optimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya yang ada. Nikijuluw 2002 menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan perlu kehati-hatian agar tidak sampai pada kondisi kelebihan penangkapan overfishing. Suyasa et al 2007 menyatakan bahwa potensi ikan laut di Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun, dimana sekitar 73,43 persen atau 4,7 juta ton diantaranya adalah dari kelompok ikan pelagis, baik itu ikan pelagis besar maupun ikan pelagis kecil. Potensi ikan pelagis diperkirakan sekitar 3,6 juta ton per tahun atau 56,25 persen dari potensi ikan secara keseluruhan, dan baru dimanfaatkan sekitar 49,50 persen. Hasil analisis produksi 156 sumberdaya ikan pelagis kecil dengan menggunakan model surplus produksi Schaefer menunjukkan bahwa nilai MSY ikan pelagis kecil yang tertinggi di perairan Maluku adalah ikan layang sebesar 11.895 ton per tahun dengan effort optimal sebesar 24.387 trip per tahun dan ikan komu memiliki MSY yang paling rendah yaitu 1493 ton per tahun dengan effort optimal 38650 trip per tahun. Penyebaran kurva yang tidak normal pada tahun 2001 disebabkan karena faktor non teknis akibat konflik horizontal menyebabkan keamanan tidak terjamin sehingga jumlah nelayan melaut berkurang sementara stok ikan konstan sehingga hasil tangkapan meningkat terhadap jumlah armada yang sedikit. Effort optimal ikan komu Auxist thazard memiliki nilai tertinggi yaitu 38.560 trip per tahun dan terendah pada ikan selar sebesar 24.165 trip per tahun. Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Maluku dalam kurun waktu lima tahun terakhir 2001 sampai 2005 belum mencapai titik maximum sustainable yield MSY. Hasil analisis dengan model surplus produksi Schaefer terhadap ikan pelagis besar menunjukkan bahwa ikan cakalang mempunyai MSY tertinggi sebesar 49.133,78 tontahun dengan effort optimal 49.565 trip per tahun. Sedangkan ikan layur mempunyai MSY terendah sebesar 250,00 tontahun dengan effort optimal 500.000 trip per tahun dan sekaligus merupakan effort yang tertinggi sedangkan ikan tuna sebesar 55.716,67 trip per tahun. Kondisi tersebut memberikan dugaan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan masih memungkinkan untuk dieksploitasi, mengingat pada batas yang melebihi potensi lestari belum tercapai sehingga memberikan peluang untuk meningkatkan produksi. Pauly 1979 dan Panayotou 1982 yang diacu dalam Atmaja dan Haluan 2003, menggunakan MSY sebagai titik sasaran acuan pengelolaan perikanan terutama ketidakpastian sehubungan dengan kekurangan data pada laju penangkapan ikan. Maximum sustainable yield MSY menurut Cunningham 1981 yang diacu dalam Atmaja dan Haluan 2003 hanya digunakan sebagai titik sasaran acuan pengelolaan sumberdaya ikan dalam jangka waktu yang pendek. Secara umum sumberdaya ikan pelagis kecil dan pelagis di perairan Maluku tingkat pemanfaatannya masih dibawah MSY. Hal ini disebabkan karena teknologi penangkapan masih bersifat tradisional berdampak pada produksi yang rendah 155 akibat produktifitas yang rendah. Berbeda seperti yang dilaporkan Atmaja dan Nugroho 2001, tentang perikanan pelagis di Laut Jawa yang telah mengalami kelebihan kapasitas dan kondisi stok ikan pelagis yang menurun drastis maka, perikanan pelagis kecil di perairan Maluku dapat dikatakan underutilized. Teknologi yang relevan dalam memacu pertumbuhan produksi perikanan dan pendapatan nelayan adalah teknologi yang dapat meningkatkan kapasitas penangkapan ikan dengan memperbesar armada penangkapan serta penggunaan alat tangkap yang lebih efektif dan efisien Solihin 2003. Wisudo 2008 mengatakan bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pada suatu daerah penangkapan fishing ground diupayakan sesuai dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang boleh dimanfaatkan. Apabila tingkat pemanfaatan di suatu wilayah penangkapan ikan melebihi nilai optimumnya, maka akan terjadi penurunan efisiensi usaha penangkapan ikan, bahkan akan menyebabkan fenomena tangkap lebih overfishing. Sebaliknya, bila tingkat pemanfaatan sumberdaya ikannya tidak optimal tentu akan merugikan, karena kelimpahan sumberdaya ikan yang ada hanya disia-siakan mati secara alamiah natural mortality atau bahkan dimanfaatkan oleh para nelayan asing, sehingga tidak memberikan manfaat yang optimal untuk masyarakatnya. Tujuan konsep MSY adalah pengelolaan sumberdaya alam yang sederhana yakni mempertimbangkan fakta bahwa persediaan sumberdaya biologis seperti ikan tidak dimanfaatkan terlalu berat, karena akan menyebabkan hilangnya produktivitas Hermawan 2006. Tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil maupun pelagis besar di perairan Maluku perlu ditingkatkan hingga batas optimum. Murdiyanto 2004 menyatakan bahwa bila tingkat pemanfaatan dibawah angka MSY, akan terjadi tingkat pemanfaatan yang belum optimal, artinya walaupun tidak membahayakan ketersediaan stok ikan tetapi sumberdaya ikan tersebut masih kurang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Bila dilakukan perbandingan terhadap dua keadaan diatas sebagai konsekuensi dari upaya tangkap yang berlebih, maka penurunan produktifitas unit penangkapan lebih besar dibandingkan dengan peningkatan hasil tangkapan. Keadaan tersebut dapat dipahami mengingat jumlah nelayan terus meningkat secara tidak langsung akan 156 berdampak terhadap jumlah alat tangkap. Seperti yang dikatakan Gulland 1983 meningkatnya jumlah kapal maka bagian yang diperoleh dari masing-masing kapal produktifitas akan semakin kecil. Meski demikian jika kita cermati baik produksi yang telah dicapai maupun upaya tangkap yang telah dilakukan sudah mendekati batas lestari. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius, mengingat trend jumlah penduduk pesisir nelayan semakin bertambah demikian pula alat tangkap yang digunakan. Mengacu kepada kondisi aktual tersebut, maka sangat diperlukan kehati- hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, mengingat perikanan tangkap di perairan Maluku memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi baik secara ekologi, sosial maupun ekonomi. Aktualisasi dari upaya kehati-hatian dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Maluku yaitu dilakukannya tatalaksana mengenai sikap dan perilaku praktek yang bertanggungjawab dalam kegiatan perikanan tangkap. Upaya konkritnya dapat dilakukan dengan mengacu kepada prinsip kehati-hatian precautionary sebagaimana yang tertuang dalam Code of Conduct of Responsible Fisheries CCRF FAO 1995. Inti dari prinsip tersebut terdapat pada penekanan pemanfaatan sumberdaya yang dibatasi hingga 80 dari MSY. Perhatian terhadap CCRF berimplikasi terhadap kebijakan pengembangan perikanan dimana target produksi ikan pelagis kecil di perairan Maluku menjadi 6180 tontahun dari jenis ikan selar dengan upaya penangkapan 1138,64 triptahun dan merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis ikan pelagis lainnya. Sedangkan jenis ikan kembung 1320 tontahun dengan upaya penangkapan sebesar 1056 triptahun. Sementara untuk jenis ikan pelagis besar menempatkan jenis ikan tuna dengan target produksi sebanyak 4315,2 tontahun dengan upaya penangkapan 862,4 triptahun. Jenis ikan tongkol dengan target produksi sebesar 975,2 tontahun dengan upaya penangkapan 1950,4 triptahun dan sekaligus merupakan yang terendah dibandingkan dengan jenis ikan pelagis besar lainnya. Walapun ketentuan yang tercantum dalam CCRF bersifat tidak mengikat, akan tetapi karena bangsa Indonesia khususnya di Maluku yang merupakan bagian dari masyarakat dunia seyogyanya tidak mengabaikan prinsip yang termuat dalam CCRF. Selain karena memuat prinsip pengelolaan, juga mengandung nilai- nilai keberlanjutan, baik sumberdaya ikan maupun usaha penangkapan ikan. Oleh 155 karena itu pada masa yang akan datang target produksi dan upaya penangkapan dapat ditetapkan tidak melebihi dari kondisi tersebut. Perbandingan tingkat pemanfaatan dan pengupayaan pada kondisi lestari dan batas pemanfaatan ikan pelagis kecil dan pelagis besar sebagaimana dalam CCRF dapat terlihat pada Tabel 69 dan Tabel 70 Tabel 69 Perbandingan pemanfaatan ikan pelagis kecil dan pengupayaan pada kondisi aktual, estimasi MSY, F opt dan CCRF 80 Jenis Ikan pelagis kecil Aktual Estimasi CCRF 80 Kondisi Produksi ton Tingkat MSYton Effort aktual trip Effort optimal trip MSYton F opt trip Selar 3451,2 5.839 8.711 24.165 6180 1138,4 Under overfishing Layang 6765,5 11.895 9.801 24.387 898,4 1797,6 Under overfishing Tembang 708 8.176 21.619 28.595 1124,8 899,8 Under overfishing Teri 292 4.983 25.192 31.570 1227,2 981,7 Under overfishing Komu 355,7 1.493 20.895 38.650 2587,2 2069,7 Under overfishing Kembung 831,3 1.818 16.718 30,150 1320 1056 Under overfishing Sumber: data penelitian 2009 Tabel 70 Perbandingan pemanfaatan ikan pelagis besar dan pengupayaan pada kondisi aktual, estimasi MSY, F opt dan CCRF 80 Jenis Ikan pelagis besar Aktual Estimasi CCRF 80 Kondisi Produksi ton Tingkat MSYton Effort aktual trip Effort optimal trip MSYton F opt trip Tuna 93.130 9.313 120.859 55.716 4315,2 862,4 Under overfishing Tenggiri 40,613 406,13 128.228 142.500 2820,8 5642,4 Under overfishing Tenggiri papan 140 160,00 77.471 400.000 2128,8 4257,6 Under overfishing Tongkol 7.030 7.030 101.330 41.925 975,2 1950,4 Under overfishing Cakalang 49.133 49.133 70.445 49.565 1246,4 2488,8 Under overfishing Layur 25.00 250,00 156,046 500.000 3023,2 3023,2 Under overfishing Sumber: data penelitian 2009 Perbandingan kondisi aktual terlihat bahwa terjadi kenaikan terhadap tingkat MSY, effort optimal pada ikan pelagis. Fenomena yang terjadi adalah pemanfaatan yang dilakukan baik pada ikan pelagis kecil maupun pelagis besar di perairan Maluku belum mengalami tangkap lebih pada perairan tersebut, besarnya laju pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil dan besar di perairan Maluku diduga karena tekanan pemanfaatan sumberdaya di perairan tersebut dilakukan 156 setiap hari oleh kapal-kapal dengan peralatan teknologi modern yang datang dari luar daerah ini untuk mengeksploitasi potensi sumberdaya. Secara garis besar faktor yang menyebabkan semakin besarnya tekanan pemanfaatan potensi sumberdaya ikan di perairan Maluku terbagi atas dua yaitu: faktor internal, dan faktor eksternal, antara lain: 1 Faktor internal: 1 Sumberdaya manusia 2 Teknologi penangkapan dominan sederhana 3 Kemampuan modal untuk meningkatkan kapasitas armada kecil 4 Rendahnya produktifitas unit penangkapan 2 Faktor eksternal: 1 Peningkatan jumlah nelayan 2 Fishing ground 3 Peningkatan jumlah unit penangkapan yang datang dari luar daerah Bertitik tolak dari kondisi tersebut dimana pemanfaatan potensi sumberdaya ikan pelagis kecil dan besar telah melampaui batas pemanfaatan dalam prinsip kebijakan pemanfaatan CCRF alternatif sehingga perlu dilakukan beberapa kebijakan antara lain: 1 Mengganti unit penangkapan ikan yang tidak produktif dengan alat tangkap yang produktif 2 Melakukan rasionalisasi unit penangkapan berdasarkan kapasitasdaya dukung sumberdaya yang ada di perairan tersebut 3 Melakukan kontrol terhadap jumlah unit penangkapan dan dilakukan oleh instansi terkait 4 Melakukan ekspansi fishing ground out shore Pengembangan usaha perikanan tangkap ikan pelagis di perairan Maluku diarahkan pada peningkatan faktor biologi, teknik, ekonomi, dan sosial dalam sub sistem potensi sumberdaya ikan, sub sistem teknologi, sub sistem mutu, sub sistem pemasaran, sub sistem kelayakan usaha dan sub sistem infrastruktur. Hal tersebut dimaksud agar sistem usaha perikanan tangkap ikan pelagis yang ada dapat menguntungkan bagi pelaku usaha dan berkelanjutan. Peningkatan yang diharapkan yaitu dapat meningkatkan produksi dengan tetap menjaga kelestarian 155 sumberdaya, peningkatan pendapatan, kesejahteraan nelayan serta para pelaku yang terlibat dalam sistem usaha tersebut.

5.2 Teknologi Penangkapan Tepat Guna dan Alokasi Unit Penangkapan