166 hanya menerima upah buruh atau bagi hasil yang kurang signifikan pengaruhnya
terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga mereka. Data pada Tabel 23 menunjukkan bahwa distribusi petani yang menguasai
lahan kurang dari setengah hektar jumlahnya makin meningkat dari 44.5 pada tahun 1983 menjadi 51.5 dan 55.0 pada tahun 1993 dan tahun 2003. Penurunan jumlah
penguasaan lahan tersebut dapat disebabkan makin terkonsentrasinya penguasaan lahan pada penduduk kelompok berpendapatan tingggi dan atau dapat juga
disebabkan oleh makin mengecilnya penguasaan lahan akibat adanya budaya mewariskan lahan kepada anak. Faktor kedua ini terlihat pada Tabel 23 dengan
semakin banyaknya jumlah rumah tangga petani dari waktu ke waktu selama 30 tahun terakhir. Masalah penguasaan lahan ini sebenarnya dapat dicegah dengan
mengimplementasikan dan menyempurnakan Undang-undang Pokok Agraria Tahun 1960 yang hingga kini belum efektif dilakukan Jajaki, 2005.
Tabel 23. Distribusi Rumah Tangga Pertanian Pengguna Lahan Menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai, Tahun 1983, 1993, dan 2003
Luas Lahan Yang Dikuasasi Tahun
Satuan 0.5 Ha
= 0.5 Ha Jumlah Rumah Tangga
1983 ribu unit
7 601 9 475
17 076 44.5
55.5 100.0
1993 ribu unit
10 908 10 253
21 161 51.5
48.5 100.0
2003 ribu unit
13 314 10 909
24 223 55.0
45.0 100.0
Sumber: Sensus Pertanian 1983, 1993, dan 2003 BPS, 2004a, 1995, 1984
6.5. Ringkasan Hasil
Kebijakan harga pangan selama ini mampu menyediakan kalori dan protein hingga melampaui anjuran dalam pedoman Pola Pangan Harapan. Akan tetapi
ketersediaan tersebut belum diikuti oleh kualitas yang memadai, karena sebagian besar 64 dipenuhi dari sumber nabati.
167 Kebijakan harga input-output, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
sangat mempengaruhi ketersediaan pangan energi, namun ketersediaan pangan tidak responsif inelastis terhadap perubahan kebijakan harga input-output. Kebijakan
harga output dalam jangka pendek mempengaruhi ketersediaan pangan, akan tetapi dalam jangka panjang pengaruhnya tidak signifikan, sedangkan kebijakan harga input,
baik jangka pendek maupun jangka panjang, tidak berpengaruh terhadap ketersediaan pangan. Ketiga kebijakan tersebut masih difokuskan kepada penyediaan energi serta
bias terhadap penyediaan protein. Kebijakan harga input-output, baik jangka pendek maupun jangka panjang,
tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi energi dan konsumsi protein. Ini membuktikan bahwa ketersediaan pangan ditingkat nasional tidak menjamin akses
pangan penduduk di tingkat rumah tangga. Selain itu kebijakan harga pangan cenderung dinikmati oleh rumah tangga petani berlahan luas dibandingkan rumah
tangga petani yang menguasai lahan sempit. Temuan ini sejalan dengan hasil bab lima dengan menggunakan analisis dinamika pangsa pengeluaran pangan. PDB
mempengaruhi ketersediaan energi namun tidak mempengaruhi konsumsi energi. Terhadap ketersediaan protein PDB hanya berpengaruh dalam jangka panjang,
sedangkan terhadap konsumsi protein secara statistik tidak terkointegrasi. Temuan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Saliem et al. 2001 di
Lampung, D.I. Yogyakarta, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara yang membuktikan bahwa ketahanan pangan ditingkat provinsi cukup baik, namun di tingkat rumah
tanggga kaarena masih terdapat 21-33 persen rumah tangga yang rawan pangan. Hal utama yang menyebabkan kasus tersebut adalah aspek pendapatan rumah tangga.
Oleh karena itu kebijakan harga pangan yang dilakukan tidak hanya memperhatikan sisi produksi tetapi juga dari sisi pendapatan petani, terutama petani berpendapatan
rendah.
168
VII. DAMPAK KEBIJAKAN HARGA PANGAN TERHADAP
STABILITAS EKONOMI MAKRO
Berdasarkan hasil pengujian awal variabel yang digunakan merupakan beda pertama first difference, ordo lag optimum yang digunakan adalah tiga, dan rank
kointegrasinya adalah dua. Dengan demikian dari sembilan persamaan dalam model ada dua persamaan yang dapat menjelaskan hubungan jangka panjang untuk
menjelaskan keseluruhan fenomena yang tercakup dalam model yang dianalisis. Setelah dilakukan pengujian awal dilanjutkan dengan pendugaan model VECM yang
akan digunakan untuk inovasi akuntansi dengan teknik IRF dan FEVD.
7.1. Hasil Pendugaan Model
Sebelum pendugaan model terlebih dahulu dilakukan restriksi umum general restriction atau just identifying restriction
berdasarkan metode Johansen yaitu dengan membuat matriks identitas 2 x 2 sesuai rank kointegrasi yang dihasilkan
sebelumnya. Pada penelitian yang tujuan utamanya hanya menganalisis IRF dan FEVD, seperti yang dilakukan Supriana 2004 dan Bafadal 2005, tidak dilakukan
restriksi spesifik untuk menentukan dua persamaan yang terkointegrasi. Pada penelitian ini, seperti yang dilakukan Nuryati 2004 dan Riswandi
2004, dianggap perlu mengetahui dua persamaan yang terkointegrasi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, selain melakukan restriksi umum juga dilakukan restriksi
khsusus. Restriksi tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Hasil uji restriksi umum dan
restriksi spesifik dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 21.
Hasil uji statistik dari restriksi umum dan restriksi spesifik menunjukkan bahwa sistem persamaan yang digunakan exactly identifying dengan nilai Likelihood
Ratio 21.2291 dan persamaan kointegrasi over identifying dengan nilai Likelihood