132
5.3. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan Pendapatan Regional
PDRB per kapita merupakan suatu indikator kesejahteraan wilayah misalnya provinsi. Semakin tinggi PDRB per kapita suatu wilayah mengindikasikan semakin
meningkat kesejahteraan penduduknya. Namun menurut Soehardjo et al. 1986, PDRB hendaknya jangan digunakan sebagai satu-satunya ukuran pembangunan suatu
wilayah, karena ia tidak selalu menunjukkan kualitas hidup rakyat yang bertempat tinggal di situ. Status gizi merupakan suatu komponen kualitas hidup sehingga
merupakan indeks pembangunan sosial yang penting. Untuk kasus provinsi di Indonesia dengan menggunakan data tahun 2002,
hubungan antara pangsa pengeluaran pangan
i
PF dalam dan PDRB per kapita
i
PDRK dalam ribu rupiah dapat dilihat Pada Gambar 22. Hubungan kedua variabel
memiliki arah yang berlawanan. Semakin tinggi PDRB per kapita maka pangsa pengeluaran pangan cenderung makin menurun. Dengan analisis ekonometrika
OLS, hubungan kedua variabel tersebut menjadi lebih erat jika menggunakan PDRB per kapita dengan tidak menggunakan migas persamaan 54 dibandingan dengan
PDRB per kapita yang menggunakan migas, persamaan 55.
i itm
PDRK PF
0074 .
6887 .
67 −
= ……………………………………54
R
2
= 0.5172; r = 0.7192; t stat. = - 4.96; F stat. = 24.63
i idm
PDRK PF
0044 .
2569 .
66 −
= ……………………………………55
R
2
= 0.3612; r = 0.6010; t stat. = - 3.61; F stat. = 13.01
133
10 20
30 40
50 60
70 80
5000 10000
15000 20000
25000 30000
35000
PDRB Ribu Rupiah Pangsa Pengeluaran Pangan
Sumber: BPS diolah
Gambar 22.a. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB-Tanpa Migas Per Kapita di Provinsi Indonesia, Tahun 2002
10 20
30 40
50 60
70 80
5000 10000
15000 20000
25000 30000
35000 40000
PDRB Ribu Rupiah Pangsa Pengeluaran Pangan
Sumber: BPS diolah
Gambar 22.b. Hubungan Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB Dengan Migas Per Kapita di Provinsi Indonesia, Tahun 2002
134 Jika dirinci menurut provinsi di Indonesia Tabel 16, DKI Jakarta memiliki
pangsa pengeluaran pangan paling kecil 45.09 dengan PDRB per kapita paling tinggi Rp 30 juta. Untuk provinsi lainnya pangsa pengeluaran pangan berada di atas
50 persen dengan PDRB jauh di bawah DKI. Temuan ini membuktikan bahwa makin tinggi PDRB per kapita suatu wilayah makin rendah pangsa pengeluaran pangannya
dan makin sejahtera penduduknya. Tabel 16. Pangsa Pengeluaran Pangan dan PDRB Per Kapita menurut Provinsi di
Indonesia, Tahun 2002 No
PDRB Per Kapita Tanpa Migas Rupiah
Pangsa Pengeluaran Pangan
Provinsi 1
30 233 939 45.09
DKI Jakarta 2
14 708 993 57.81
Kalimantan Timur 3
7 903 900 65.72
Bangka Belitung 4
7 291 544 66.34
Sumatera Utara 5
7 038 574 68.8
Kalimantan Tengah 6
6 829 913 52.89
Bali 7
6 772 482 64.35
Sumatera Barat 8
6 550 576 66.35
Kalimantan Selatan 9
6 433 961 59.65
Jawa Timur 10
5 551 828 62.94
Riau 11
5 440 302 60.6
Sulewsi Utara 12
5 283 487 55.17
DI Yogyakarta 13
5 150 544 67.43
Kalimantan Barat 14
5 134 840 65.12
Sumatera Selatan 15
5 083 211 59.38
Jawa Barat 16
5 000 000 – 4 000 000 59.77; 63.78; 63.91;
63.91; 66.70 Jateng, Sulteng,
Sulsel, Sultra, Jambi 17
3 946 660 - 2 201 109 64.69; 66.88; 67.55;
68.17; 68.50 Lampung, Bengkulu,
NTT, NTB, Gorontalo
135
Sumber: BPS diolah
Akan tetapi data pada provinsi-provinsi di Indonesia belum menunjukkan hubungan yang tegas, karena tidak ditemukan pola hubungan yang bertingkat dengan
baik, sebagian besar provinsi memiliki pangsa pengeluaran sekitar 60-an persen lihat Gambar 22. Untuk mempertegas hubungan ini, jika tersedia data, sebaiknya
menggunakan data antara negara-negara di dunia, dimana akan ditemui senjang kesejahteraan bertingkat dari kelompok negara maju, kelompok negara berpendapatan
menengah hingga negara berpendapatan rendah. Bila Tabel 16 diamati lebih cermat terlihat adanya hubungan yang sedikit
anomali antara pangsa pengeluaran pangan dengan PDRB per kapita. Provinsi yang PDRB per kapitanya relatif rendah, memiliki pangsa pengeluaran yang juga relatif
rendah. Contoh provinsi Bali dan D.I Yogyakarta. Sebaliknya Kalimantan Timur memiliki PDRB per kapita yang lebih tinggi, tetapi pangsa pengeluaran pangan
penduduknya masih relatif tinggi. Anomali tersebut membuktikan bahwa bukan hanya PDRB per kapita yang
menentukan ketahanan pangan atau tingkat kesejahteraan penduduk suatu daerah. Ketersediaan pangan, pengetahuan gizi dan pola konsumsi juga menentukan
ketahanan pangan di suatu daerah. Di samping itu PDRB per kapita yang tinggi belum menjamin bahwa penduduk di daerah itu memiliki pendapatan riil yang tinggi,
Sangat mungkin terjadi PDRB yang tinggi di suatu daerah dinikmati oleh penduduk di luar daerah tersebut. Namun demikian dari hasil analisis sebelumnya pangsa
pengeluaran pangan untuk Indonesia masih relevan untuk digunakan sebagai indikator ketahanan pangan atau tingkat kesejahteraan penduduk baik di tingkat rumah tangga
maupun di tingkat provinsi.
136
5.4. Dinamika Pangsa Pengeluaran Pangan 5.4.1. Menurut Kelompok Pendapatan