Stabilisasi Harga Pangan pada Ekonomi Terbuka

75

c. Stabilisasi Harga Pangan pada Ekonomi Terbuka

Jika pasar pangan internasional besar dan stabil, setiap perubahan pada produksi domestik dapat dikompensasi ke dalam pasar internasional, sehingga pasar domestik akan secara otomatis terstabilisasikan. Argumen ini sangat logis tetapi asumsi yang mendasari logika ini tidak benar. Dalam hal padiberas, pasar internasional yang besar dan stabil tidak ada Gambar 16. P S S 1 P S 1 S P P 1 D D 1 0 Q Q a b Gambar 16. Hubungan Gangguan Produksi Pangan Domestik dengan Pasar Internasional Jika terjadi gangguan suplai positif Gambar 16a kurva penawaran bergeser ke kanan dari S ke S 1 , sehingga terjadi kelebihan suplai. Jika kelebihan suplai tersebut diekspor kurva suplai S 1 kembali lagi ke S . Demikian juga jika terjadi gangguan negatif Gambar 16b kurva penawaran akan bergeser ke kiri dari S ke S 1 , sehingga terjadi kekurangan suplai. Jika kekurangan suplai tersebut dipenuhi dari impor, maka kurva penawaran S 1 kembali lagi ke S . Kedua upaya tersebut menyebabkan harga akan menjadi stabil. Namun dalam prakteknya, struktur pasar beras dunia sangat berbeda dengan struktur pasar pangan lainnya. Bentuk yang paling membedakan adalah sangat kecil produksi beras dunia yang masuk ke dalam pasar internasional thin market. 76 Menurut Amang dan Sawit 2001 beras yang dipasarkan di pasar dunia hanya 4-7 persen dari total produksi beras dunia yaitu sebesar 15 juta ton. Jika Indonesia menggantungkan impor 10 persen saja dari kebutuhan domestik atau tiga juta ton, berarti akan menyerap 20 persen dari volume beras dunia yang diperdagangkan. Volume beras yang diperdagangkan tersebut dikuasai oleh enam negara eskportir penting yaitu Thailand, Vietnam, Cina, AS, Pakistan dan India. Selain itu, permintaan dan penawaran pasar beras internasional adalah tidak elastis merespon perubahan harga. Karena produsen di Asia memberikan prioritas tinggi pada stabilitas suplai domestik, termasuk mengadakan stok untuk cadangan. Jika demikian, negara importir yang kekurangan pangan tidak mudah mendapatkan beras dari pasar dunia, karena produsen mengutamakan untuk stok dan akan megekspor cadangan berasnya jika memiliki produksi baru, sehingga jumlahnya terbatas dan harganya relatif lebih mahal. Bentuk pasar beras internasional yang kecil dan penawaran serta permintaan yang tidak elastis menyebabkan harga menjadi tidak stabil. Menurut Amang dan Sawit 2001, selama periode 1965-1995, koefisien variasi harga beras di pasar dunia adalah 33 persen dibandingkan koefisien variasi harga beras di pasar domestik hanya delapan persen. Artinya harga beras domestik empat kali lebih stabil dibandingkan harga beras di pasar dunia. Dengan demikian, harga beras domestik akan sangat tidak stabil jika pemerintah mengijinkan perdagangan bebas tanpa batasan untuk beras. Ketidakstabilan harga beras akan diterjemahkan menjadi ketidakstabilan untuk komoditas non pangan yang akan memberikan pengaruh pada investasi dan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian pengendalian penawaran domestik dalam bentuk stok penyangga, pengendalian impor dan peningkatan teknologi diperlukan untuk mencegah ketidakstabilan harga beras domestik. 77 Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa gangguan panen atau panen raya dapat mempengaruhi kondisi ekonomi makro melalui berbagai jalur, di antaranya melalui inflasi, suku bunga bank, pertumbuhan ekonomi, investasi, kurva produksi agregat, dan penawaran uang. Untuk mengantisipasi dampak gangguan panen atau panen raya terhadap stabilitas ekonomi makro pemerintah melakukan kebijakan harga pangan. Tujuan utama kebijakan harga pangan adalah untuk meningkatkan ketersedian dan konsumsi pangan yang berkaitan dengan aspek ketahanan pangan. Kebijakan harga pangan juga diharapkan mampu meredam instabilitas ekonomi makro akibat adanya gangguan panen atau panen raya. Namun demikian kebijakan harga pangan yang menggunakan dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI dan APBN yang tidak terkendali juga dapat menyebabkan instabilitas ekonomi. Karena KLBI yang bersumber dari Bank Indonesia merupakan dana segar sehingga jika dana kebijakan harga pangan dari KLBI meningkat berarti penawaran uang meningkat. Demikian juga peningakatan dana APBN akan meningkatkan permintaan agregat. Peningkatan penawaran uang dan permintaan agregat akibat dari kebijakan harga pangan akan memicu terjadinya inflasi. Dengan menggunakan model VECM penelitian ini akan melihat bagaimana dampak dan pengaruh kebijakan harga pangan terhadap stabilitas ekonomi makro.

3.2. Kerangka Konseptual