Faktor-faktor yang Menentukan Kebijakan Harga Pangan dan Stabilitas

197 payment BOP. Secara relatif nilai koefisien variasi inflasi dan PDB akibat dampak kebijakan harga pangan lebih kecil dari dua kebijakan lainnya. Hasil tersebut dapat saja berbeda antar negara karena perbedaan sistem pemerintahan sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil juga berbeda. Pernyataan ini sesuai dengan hasil simulasi Gylfason 1990 yang menunjukkan bahwa hasil kebijakan endogenus dapat memiliki perbedaan yang mendasar sesuai dengan tipe pemerintahan, yaitu konservatif, liberal, atau netral. Studi Gunawan 1991 di Indonesia menunjukkan bahwa ketatnya pengaturan harga di Indonesia menyebabkan berkurangnya ketidakstabilan ekonomi makro.

7.5. Faktor-faktor yang Menentukan Kebijakan Harga Pangan dan Stabilitas

Ekonomi Makro Salah satu tujuan utama penelitian ini adalah ingin menjawab apakah kebijakan harga pangan yang dilakukan akibat adanya gangguan suplai, baik posistif maupun negatif, mampu meredam instabilitas ekonomi makro. Hal tersebut dalam model ini diterjemahkan sebagai berapa besar peran kebijakan tersebut dalam menjelaskan variabilitas variabel-variabel ekonomi makro. Makin besar perannya berarti kebijakan harga pangan dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi makro. Untuk memperjelas permasalahan, penelitian ini juga akan menjawab variabel apa saja yang berperan terhadap variabel-variabel ekonomi makro. Untuk mengetahui besarnya peran setiap guncangan shocks dalam menjelaskan variabilitas variabel ekonomi makro dianalisis dengan menggunakan teknik dekomposisi ragam kesalahan peramalan yang diorthogonalisasi Orthogonalized forecast error variance decomposition-FEVD. Hasil pendugaan dekomposisi ragam kesalahan peramalan dapat dilihat pada Tabel 27. 198

7.5.1. Faktor-faktor yang Menentukan Kebijakan Harga Pangan

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada saat awal dilakukan kebijakan harga pangan, variabilitas kebijakan harga pangan dijelaskan oleh guncangan kebijakan harga pangan itu sendiri yaitu 99.98. Variabel lain yang mampu menjelaskannya hanya inflasi itupun hanya 0.02. Akan tetapi semakin lama inflasi semakin menentukan hingga dalam jangka panjang peran inflasi terhadap kebijakan harga pangan mencapai 28.15 dan kebijakan harga pangan itu sendiri perannya makin menurun menjadi 47.05 Tabel 27. Salah satu bentuk kebijakan harga pangan adalah dana kredit pertanian. Besarnya dana yang terserap antara lain ditentukan oleh tingkat suku bunga. Kaitan tersebut terlihat sejak triwulan kedelapan dimana variabilitas kebijakan harga dijelaskan 4.00 oleh suku bunga hingga dalam jangka panjang mencapai 6.71. Sejak triwulan keempat investasi menjelaskan 4.44 variabilitas kebijakan harga pangan sampai jangka panjang mencapai 8.90. Investasi yang mendukung kebijakan harga pangan antara lain adalah investasi dalam industri pupuk. Dari temuan tersebut disimpulkan bahwa sesuai dengan tujuan kebijakan harga pangan yaitu secara mikro mampu meningkatkan ketersediaan pangan untuk mendukung ketahanan pangan. Hal ini dapat dilihat dari tingginya kebijakan harga pangan menjelaskan dirinya sendiri. Ini dapat ditafsirkan bahwa dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan terutama karena sangat terkait dengan stabilitas sosial, pemerintah yang berkuasa tetap memiliki perhatian yang penting terhadap ketahanan pangan dengan tidak banyak memperhitungkan aspek makro. Aspek makro yang menentukan kebijakan harga pangan adalah inflasi. Artinya kebijakan harga pangan dilakukan sebagai reaksi untuk menstabilkan inflasi. Hal ini ditunjukkan oleh peran inflasi menjelaskan variabilitas kebijakan harga pangan. Sebaliknya, kebijakan harga pangan, walaupun lebih kecil, juga memberikan 199 peran terhadap inflasi sehingga dapat dikatakan adanya hubungan kausalitas antara inflasi dan kebijakan harga pangan. Hasil ini sesuai dengan hasil studi Suparmin 2005 dimana pada masa Perintahan Orde Baru kenaikan harga beras signifikan pengaruhnya terhadap kenaikan jumlah operasi pasar murni. Bulog melakukan operasi pasar murni bila ada sinyal kenaikan harga beras di tingkat konsumen. Sebaliknya tidak ada pengaruh OPM terhadap penurunan harga beras di konsumen.

7.5.2. Faktor-faktor yang

Menetukan Stabilitas Ekonomi Makro Dalam jangka pendek guncangan tingkat harga sepenuhnya menjelaskan variabilitas inflasi. Guncangan lain yang memberikan peran cukup tinggi adalah guncangan nilai tukar 6.85 pada triwulan kedua kemudian makin meningkat hingga dalam jangka panjang mencapai 53.04 melampaui peran dari tingkat harga itu sendiri yang hanya 34.73. Temuan ini menunjukkan bahwa ke depan perekonomian Indonesia semakin terbuka. Pada perekonomian yang semakin terbuka volume perdagangan semakin meningkat sehingga tingkat inflasi domestik ditentukan oleh kestabilan nilai tukar. Hasil ini senada dengan pendapat Bank Indonesia 2002 dan Hartati 2004 yang menyatakan pengaruh depresiasi nilai tukar ke inflasi sangat kuat terjadi sejak berlakunya sistem nilai tukar mengambang bebas. Dengan rezim nilai tukar floating managed, nilai tukar tidak dapat secara langsung dikendalikan untuk menstabilkan inflasi. Tabel 27 menunjukkan pengendalian nilai tukar dapat dilakukan dengan kebijakan moneter. Artinya kebijakan moneter memberikan pengaruh tak langsung terhadap pengendalian inflasi melalui nilai tukar. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh guncangan kebijakan moneter terhadap variabilitas nilai tukar. Selanjutnya, sejak triwulan keempat nilai tukar mampu menjelaskan variabilitas inflasi yang cukup tinggi yaitu 34.48 dan 200 dalam jangka panjang meningkat menjadi 53.04. Perilaku demikian sesuai dengan pendapat Svensson 2000 pengaruh suatu guncangan terhadap variabel lain dapat secara langsung direct pass through maupun secara tidak langsung indirect pass through . Guncangan lain yang mempengaruhi inflasi adalah guncangan kebijakan harga pangan. Namun guncangan kebijakan harga pangan pengaruhnya baru terjadi pada triwulan keempat dan hanya menjelaskan 3.52 kemudian dalam jangka panjang menjadi 5.75. Dari hasil sebelumnya terlihat bahwa antara inflasi dan kebijakan harga pangan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa pengendalian inflasi sangat efektif dilakukan melalui pengendalian nilai tukar dengan melakukan kebijakan moneter, sedangkan kebijakan harga pangan pengaruhnya kurang signifikan dalam melakukan pengendalian inflasi. Namun dalam praktek harga pangan secara psikologis dapat mempengaruhi inflasi. Pengendalian inflasi yang disebabkan naiknya harga pangan dapat dilakukan melalui kebijakan harga pangan. Dalam jangka pendek guncangan output mampu menjelaskan 71.29 terhadap variabilitas PDB. Guncangan lain yang memberikan peran cukup berarti adalah inflasi dan nilai tukar. Dari sisi penawaran, naiknya harga-harga memicu pengusaha untuk berproduksi. Sebaliknya dari sisi permintaan naiknya harga akan menurunkan ekspor dan konsumsi domestik. Ketiga faktor tersebut akhirnya akan mempengaruhi PDB. Nilai tukar mempengaruhi PDB melalui perdagangan luar negeri. Makin menguat nilai tukar neraca perdagangan akan semakin menurun dan sebaliknya. Dalam jangka panjang, variabilitas PDB dijelaskan oleh guncangan output sebesar 35.96, guncangan tingkat harga 30.63, nilai tukar 22.11 dan kebijakan harga pangan 7.86. Peran inflasi cukup efektif menentukan variabilitas PDB. Sama 201 seperti pengendalian inflasi, upaya untuk meningkatkan pertumbuhan PDB dapat dilakukan melalui kebijakan moneter. Kebijakan ini akan mempengaruhi nilai tukar dan selanjutnya mempengaruhi inflasi dan PDB. Guncangan lain yang mempengaruhi variabilitas PDB adalah guncangan kebijakan harga pangan. Namun pengaruhnya tidak seefektif kebijakan moneter. Guncangan kebijakan harga pangan mulai berperan sejak triwulan keempat. Perilaku ini sama seperti kebijakan harga pangan mempengaruhi inflasi. Dari temuan ini disimpulkan bahwa kebijakan moneter secara tidak langsung efektif mempengaruhi PDB, sedangkan kebijakan harga pangan pengaruhnya kurang efektif. Guncangan terhadap penurunan kesempatan kerja mampu menjelaskan 98.04 variabilitas pengangguran. Guncangan lain yang mampu menjelaskan variabilitas pengangguran adalah kebijakan moneter. Dibandingkan pengaruhnya terhadap inflasi dan PDB, kebijakan moneter memberikan pengaruh langsung terhadap tingkat pengangguran melalui meningkatnya penawaran uang untuk meningkatkan aktivitas ekonomi yang menentukan penyerapan tenaga kerja. Sementara itu guncangan kebijakan harga pangan baik langsung maupun tidak langsung tidak memberikan peran yang berarti dalam menentukan variabilitas pengangguran. Dengan demikian kebijakan harga pangan tidak efektif mempengaruhi tingkat pengangguran. Hasil analisis sebelumnya menunjukkan bahwa kebijakan harga pangan yang kurang signifikan pengaruhnya terhadap PDB dan Inflasi tidak mampu ditranmisikan ke tingkat pengangguran. Karena kedua variabel itu tidak berperan mentukan variabilitas tingkat pengangguran Variabel ekonomi makro yang penting lainnya adalah neraca perdagangan. Guncangan kebijakan perdagangan dalam jangka pendek mampu menjelaskan variabilitas neraca perdagangan sebesar 78.09 dan guncangan nilai tukar yaitu 9.15, sedangkan guncangan lain tidak memberikan peran berarti. Dalam jangka 202 panjang variabilitas neraca perdagangan sangat ditentukan oleh guncangan kebijakan perdagangan 21.72, kebijakan moneter 46.93, dan guncangan investasi 13.95. Sementara itu kebijakan harga pangan baik langsung maupun tidak langsung tidak mampu menjelaskan variabilitas neraca perdagangan.

7.6. Ringkasan Hasil