Bahan Penelitian METODE PENELITIAN
b.
Optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir. Detektor pada alat
KCKT di atur pada panjang gelombang maksimum. Sejumlah 20 µL larutan baku bisfenol A 30 ppm, sampel air yang telah diekstraksi dan
sampel botol yang telah dekstraksi yang sudah disaring dengan millipore dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase
terbalik menggunakan fase gerak yang telah dibuat seperti pada langkah di atas. Sistem operasi KCKT fase terbalik dilakukan dengan mengubah-
ubah volume komposisi fase gerak dan flow rate. Pengubahan volume komposisi asetonitril : air pada fase gerak tersebut meliputi
perbandingan 60 : 40, 70 : 30, dan 80 : 20, serta flow rate yang meliputi
0,8; 1; dan 1,2 mLmenit untuk masing-masing fase gerak. 5.
Validasi Penetapan Kadar Bisfenol A dengan KCKT Fase Terbalik
a. Pembuatan kurva baku dan penentuan linearitas. Detektor pada alat
KCKT diatur pada panjang gelombang maksimum. Larutan kerja bisfenol A 0,01; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 2; 4; 7; dan 11 µgmL
yang telah disaring dengan millipore dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL
menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan replikasi sebanyak 3 masing
– masing diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow
rate hasil optimasi. Dari kromatogram akan diperoleh luas area bisfenol
A untuk masing-masing konsentrasi. Luas area ini kemudian diplotkan terhadap konsentrasi bisfenol A untuk memperoleh regresi linier dengan
persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasi r yang akan digunakan untuk penentuan parameter validasi linearitas dan rentang.
b. Limit of Detection LOD. Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang
gelombang maksimum. Larutan kerja bisfenol A 0,01; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; dan 0,8 µgmL yang telah disaring dengan millipore dan di-
degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik
sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Dihitung LOD dari persamaan kurva regresi linier yang diperoleh.
c. Penentuan persen perolehan kembali recovery dan presisi adisi baku
bisfenol A dalam sampel air dan penentuan LOQ untuk sampel air. Baku 100 ppm sebanyak 0,15; 0,12; 0,09; 0,06; 0,03 mL ditambahkan air
sampel hingga volumnya menjadi 100 mL. Sampel diekstraksi pada sistem EFP dan dielusikan menggunakan metanol dengan jumlah sesuai
dengan hasil optimasi dan diadd sampai volum 10 mL. Baku dan sampel yang sudah terekstraksi diinjeksikan dalam sistem KCKT. Dilakukan
replikasi sebanyak tiga kali, kemudian dihitung perolehan kembali, presisi, dan LOQ Pamungkas, in process.
d. Penentuan persen perolehan kembali recovery dan presisi adisi baku
bisfenol A dalam sampel botol dan penentuan LOQ untuk sampel botol. Ditimbang kurang lebih 0,250 g botol plastik, yang telah dipotong kecil-
kecil dan dicuci, sebanyak enam kali, kemudian dimasukkan ke dalam enam gelas beker yang berbeda. Gelas beker pertama hanya diisi
potongan plastik, gelas beker kedua sampai keenam masing-masing