Analisis Hasil Validasi Analisis Hasil

penyerapan absorpsi energi oleh molekul. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul bisfenol A yang menyerap radiasi. Selain memiliki gugus kromofor, bisfenol A juga memiliki gugus auksokrom -OH yang memiliki elektron n. Elektron n ini memiliki energi yang lebih tinggi daripada e lektron π sehingga untuk dapat tereksitasi memerlukan energi yang lebih rendah sehingga memerlukan panjang gelombang yang lebih besar daripada yang diperlukan pada transisi π ke π. Hal ini menyebabkan pergeseran batukromik. Di mana benzen yang menyerap pada panjang gelombang 260 nm, karena adanya auksokrom maka terjadi pergeseran panjang gelombang sehingga menjadi lebih panjang, oleh karena itu bisfenol A menyerap pada panjang gelombang 278 nm. Walaupun bisfenol A memiliki dua buah cincin benzen, namun yang memberikan serapan hanya salah satu cincin karena struktrur cincin tersebut sama dan keduanya tidak berikatan secara langsung. Gambar 14. Kromofor dan auksokrom pada bisfenol A Pengukuran serapan dilakukan pada rentang panjang gelombang 200-300 nm karena menurut Li, Chen, Liu, Dong, and Liu 2006 panjang gelombang maksimum bisfenol A berada pada rentang tersebut, yaitu 278 nm. Tabel VI . Serapan baku bisfenol A dalam pelarut metanol pada panjang gelombang maksimum Konsentrasi λ maksimal Absorbansi 1 ppm 277,5 0,038 2 ppm 277,5 0,047 5 ppm 278 0,115 10 ppm 278 0,195 20 ppm 278 0,404 30 ppm 278 0,59 40 ppm 278 0,77 50 ppm 278,5 0,976 60 ppm 278 1,153 70 ppm 278 1,361 Berdasarkan data dari tabel di atas, digunakan panjang gelombang 278 nm sebagai panjang gelombang maksimum untuk selanjutnya digunakan dalam optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. Digunakan beberapa seri konsentrasi dalam penentuan panjang gelombang maksimum ini untuk melihat apakah respon yang dihasilkan benar-benar berasal dari serapan maksimum bisfenol A dengan melihat bentuk spektranya. Berdasarkan gambar 15 dapat dilihat bahwa pada ketiga seri konsentrasi yang berbeda dihasilkan bentuk spektra yang sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa spektra tersebut merupakan spektra dari bisfenol A. Gambar 15. Bentuk spektra panjang gelombang maksimum bisfenol A pada A konsentrasi 20 µgmL, B konsentrasi 40 µgmL, dan C konsentrasi 60 µgmL Penggunaan beberapa seri konsentrasi juga dilakukan untuk melihat apakah dengan naiknya konsentrasi bisfenol A dalam larutan, absorbansinya juga meningkat. Hal ini menunjukkan sensitifitas dari metode ini, karena dengan naiknya konsentrasi bisfenol A, absorbansinya juga naik. Pada penelitian ini dihasilkan korelasi yang baik antara kenaikan absorbansi dan kenaikan konsentrasi bisfenol A yang ditunjukkan dari nilai r yang mendekati 1, yaitu 0,9998. Gambar 16. Kurva absorbansi pada panjang gelombang maksimum vs konsentrasi baku bisfenol A

2. Pembuatan fase gerak

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Rykowska and Wasiak 2006, yaitu menggunakan fase gerak asetonitril : air dengan perbandingan 75 : 25. Pada penelitian ini, dilakukan optimasi komposisi fase gerak dengan menambah dan mengurangi jumlah asetonitril untuk mendapatkan komposisi optimum fase gerak sehingga dapat menghasilkan pemisahan yang optimum dilihat dari bentuk peak, tailing factor, resolusi, nilai N, HETP, ∝, dan k’. Komposisi fase gerak yang dioptimasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel VII. Komposisi fase gerak, indeks polaritas, dan pH Komposisi fase gerak Asetonitril : Air P’ = Φ a P’ a + Φ b P’ b Indeks polaritas 70 : 30 0,7 x 5,8 + 0,3 x 10,2 7,12 75 : 25 0,75 x 5,8 + 0,25 x 10,2 6,9 80 : 20 0,8 x 5,8 + 0,2 x 10,2 6,68 y = 0,0191x + 0,0136 r = 0,9998 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 10 20 30 40 50 60 70 80 Abs o rba ns i Konsentrasi µgmL Kurva Absorbansi pada Panjang Gelombang Maksimum vs Konsentrasi Baku Bisfenol A

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

7 92 56

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok ``Merek X``.

0 3 131

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

0 0 141

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok Merek X

0 3 129

Skripsi Berjudul OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM MINUMAN SERBUK BERAROMA SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

0 1 130

Persetujuan Pembimbing VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU

0 1 116

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Penetapan kadar teobromin dan kafein dalam ekstrak serbuk cokelat merk ``X`` menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 1 119

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan - USD Repository

0 0 139

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 196