menggunakan mikropipet kemudian dimasukkan ke dalam labu 10 mL. Selanjutnya diencerkan dengan metanol hingga tanda. Setelah itu, larutan
disaring dengan milipore dan di-degassing selama 15 menit.
3. Penyiapan Sampel
a. Sampel air. Sebanyak 200 mL sampel air di-clean up menggunakan
sistem ekstraksi fase padat EFP dan dielusikan menggunakan metanol dengan jumlah sesuai dengan hasil optimasi. Hasil ekstraksi kemudian
dilarutkan dengan metanol Pamungkas, in process. b.
Sampel botol. Ditimbang kurang lebih 0,250 g botol plastik yang telah dipotong kecil-kecil dan dicuci. Sampel ini kemudian dilarutkan dalam 10
mL diklormetan, diaduk hingga larut, lalu 30 mL aseton ditambahkan perlahan. Larutan didiamkan selama 10 menit. Larutan tersebut kemudian
disaring dengan kertas saring untuk diambil supernatannya, kemudian diklormetan dan aseton diuapkan dengan menggunakan gas nitrogen lalu
dilarutkan dengan metanol Kristiyanto, in process.
4. Optimasi KCKT fase terbalik
a. Penentuan panjang gelombang λ maksimum bisfenol A. Penentuan
panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara merekam spektra larutan baku bisfenol A pada konsentrasi 1, 2, 5, 20, 30, 40, 50, 60, dan
70 µgmL dengan pelarut metanol pada rentang 200-300 nm terhadap blanko metanol. Berdasarkan spektra dapat diketahui panjang gelombang
yang menghasilkan serapan yang maksimum pada masing-masing konsentrasi, kemudian ditentukan panjang gelombang yang akan
digunakan dalam optimasi.
b.
Optimasi komposisi fase gerak dan kecepatan alir. Detektor pada alat
KCKT di atur pada panjang gelombang maksimum. Sejumlah 20 µL larutan baku bisfenol A 30 ppm, sampel air yang telah diekstraksi dan
sampel botol yang telah dekstraksi yang sudah disaring dengan millipore dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase
terbalik menggunakan fase gerak yang telah dibuat seperti pada langkah di atas. Sistem operasi KCKT fase terbalik dilakukan dengan mengubah-
ubah volume komposisi fase gerak dan flow rate. Pengubahan volume komposisi asetonitril : air pada fase gerak tersebut meliputi
perbandingan 60 : 40, 70 : 30, dan 80 : 20, serta flow rate yang meliputi
0,8; 1; dan 1,2 mLmenit untuk masing-masing fase gerak. 5.
Validasi Penetapan Kadar Bisfenol A dengan KCKT Fase Terbalik
a. Pembuatan kurva baku dan penentuan linearitas. Detektor pada alat
KCKT diatur pada panjang gelombang maksimum. Larutan kerja bisfenol A 0,01; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 2; 4; 7; dan 11 µgmL
yang telah disaring dengan millipore dan di-degassing selama 15 menit, diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL
menggunakan fase gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan replikasi sebanyak 3 masing
– masing diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow
rate hasil optimasi. Dari kromatogram akan diperoleh luas area bisfenol
A untuk masing-masing konsentrasi. Luas area ini kemudian diplotkan terhadap konsentrasi bisfenol A untuk memperoleh regresi linier dengan