Komposisi fase gerak asetonitril : air 70 : 30

Gambar 28. Perbandingan peak bisfenol A dari sampel air dengan komposisi fase gerak 70 : 30 pada berbagai kecepatan alir Gambar 29. Perbandingan peak bisfenol A dari sampel botol dengan komposisi fase gerak 70 : 30 pada berbagai kecepatan alir Pada kedua gambar di atas warna hitam, merah, dan biru merupakan peak dari bisfenol A menggunakan komposisi fase gerak 70:30 pada kecepatan alir masing-masing 1; 0,8; dan 0,5 mLmenit. Dari kedua gambar tesebut terlihat bahwa puncak yang paling ramping dan simetris adalah yang dihasilkan oleh fase gerak 70:30 dengan kecepatan alir 1 mLmenit. Pada kecepatan alir 0,8 dan 0,5 mLmenit, puncak yang dihasilkan cenderung melebar. Kesimpulan dari data yang diperoleh adalah fase gerak yang dipilih sebagai fase gerak yang optimum adalah fase gerak asetonitril : air dengan perbandingan 70 : 30 pada kecepatan alir 1,0 mLmenit. Hal ini berdasarkan pertimbangan berikut.  Resolusi yang dihasilkan adalah yang paling besar dan lebih besar dari 1,5  Nilai N paling besar dan lebih besar dari 3000  HETP terkecil  Tailing factor 2  Nilai ∝ 1  Nilai k’ lebih dari 1 dan kurang dari 20  Kromatogram baku, ekstrak air, maupun ekstrak botol menunjukkan pemisahan yang sempurna puncak bisfenol A dari puncak lainnya  Puncak yang dihasilkan adalah yang paling ramping Selanjutnya dilakukan perhitungan koefisien variasi dari AUC dan waktu retensi baku bisfenol A pada tiga konsentrasi menggunakan komposisi fase gerak dan kecepatan alir yang optimal, yaitu asetonitril : air 70 : 30 dan kecepatan alir 1 mLmenit. Nilai koefisien variasi ini menunjukkan ripitabilitas dari sistem KCKT. Nilai koefisien variasi AUC dan waktu retensi baku bisfenol A pada konsentrasi 0,2; 0,8; dan 5 µgmL disajikan dalam tabel berikut. Tabel X . Nilai koefisien variasi AUC dan waktu retensi baku bisfenol A Konsentrasi µgmL AUC Waktu retensi menit CV AUC Waktu retensi 0,2 6505 3,472 1,65 0,04 6434 3,470 6645 3,469 0,8 17296 3,473 1,55 0,09 17375 3,467 16880 3,468 5 104051 3,467 1,10 0,02 105083 3,466 106362 3,467 Menurut Snyder, Kirkland, and Glajch, 2012 kriteria penerimaan untuk nilai koefisien variasi adalah ≤ 2. Pada ketiga konsentrasi baku di atas, pada ketiga replikasi nilai koefisien variasi AUC dan waktu retensi kurang dari 2. Hal ini menunjukkan analisis bisfenol A menggunakan fase gerak asetonitril : air 70 : 30 dan kecepatan alir 1 mLmenit menghasilkan keterulangan yang baik.

C. Validasi Metode Penetapan Kadar Bisfenol A

Validasi metode analisis merupakan suatu prosedur penjaminan bahwa metode analisis yang digunakan dapat diterima dan terpercaya sehingga dapat digunakan untuk tujuan analisis tertentu. Pada penelitian ini, validasi metode yang dilakukan merupakan validasi metode kategori II, karena yang dianalisis pada penelitian ini tergolong pengotor, bisfenol A yang dianalisis merupakan hasil degradasi dari polimer pembentuk botol yang terlepas ke air di dalam botol dan yang masih terrsisa di botol. Parameter validasi yang diujikan dalam penelitian ini antara lain spesifisitas, linearitas, akurasi, presisi, rentang, Limit of Detection LOD, dan Limit of Quantitation LOQ.

1. Selektifitas

Selektifitas merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit yang diinginkan dalam matriks tanpa mengalami gangguan dari analit lain. Dalam penelitian ini yang dimaksud matrik adalah ekstrak botol dan ekstrak air di mana selektifitas ditentukan dengan melihat puncak-puncak kromatogram terpisah dengan baik atau tidak dari nilai resolusi yang dihasilkan. Untuk memenuhi kriteria selektifitas, suatu metode dipersyaratkan memiliki resolusi ≥ 1,5 Snyder, Kirkland, and Glajch, 2012. Tabel XI. Resolusi puncak bisfenol A pada baku dan sampel Sampel Replikasi Resolusi Rs Rata-rata Rs Baku I 5,1523 5,3372 II 5,6241 III 5,2352 Ekstrak air I 5,1711 5,5066 II 6,2319 III 5,1168 Ekstrak botol I 1,8972 1,7849 II 1,7597 III 1,6978 Hasil di atas menunjukkan bahwa baik pada baku, sampel air, maupun sampel botol, puncak bisfenol A menghasilkan resolusi di atas 1,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini dapat memisahkan bisfenol A dengan baik dari senyawa-senyawa lain di dalam matrik atau dengan kata lain, metode ini memiliki selektifitas yang dapat diterima.

2. Pembuatan kurva baku dan linearitas

Kurva baku atau kurva kalibrasi merupakan kurva yang menunjukkan hubungan antara respon instrumen dengan konsentrasi analit pada beberapa seri baku. Dalam analisis menggunakan KCKT, respon instrumen merupakan area under curve AUC. Pada persamaan kurva baku, y merupakan respon instrumen, x adalah konsentrasi, a adalah intersep y, dan b adalah slope. Kurva baku digunakan dalam analisis kuantitatif yaitu untuk menentukan konsentrasi suatu analit dalam sampel apabila kadarnya belum diketahui dengan memasukkan nilai y, yaitu AUC pada konsentrasi yang ingin dicari, ke dalam persamaan regresi linier y = bx + a. Dalam penelitian ini, dibuat dua replikasi kurva baku dengan keterangan seperti yang tertera pada tabel XII. Tabel XII. Hasil persamaan regresi linier baku bisfenol A Kurva baku replikasi I Kurva baku replikasi II Konsentrasi baku µgmL Konsentrasi baku teoritis µgmL AUC Konsentrasi baku µgmL Konsentrasi baku teoritis µgmL AUC 0,01 0,0102 1852 0,01 0,0102 1686 0,05 0,0512 2500 0,05 0,0511 2264 0,1 0,1024 2897 0,1 0,1021 2639 0,2 0,2048 4717 0,2 0,2042 6505 0,4 0,4096 9235 0,4 0,4084 9226 0,6 0,6144 13138 0,6 0,6126 12098 0,8 0,8192 15845 0,8 0,8168 15536 1 1,0240 21137 1 1,0210 19839 3 3,0720 59942 3 3,0630 53266 5 5,1200 97128 5 5,1050 87555 7 7,1680 131560 7 7,1470 110473 11 11,2640 217193 11 11,2310 221953 Regresi a 1062,01300 Regresi a -306,54290 b 18901,66190 b 18363,06495 r 0,99962 r 0,99230 y = 18901,66190 x + 1062,01300 y = 18363,06495 x - 306,54290 Dari tabel XII, terlihat kurva baku pada replikasi I memiliki nilai r yang lebih mendekati 1 daripada kurva baku replikasi II. Setelah di-plot menggunakan menggunakan program Powerfit Utrecht University Faculteit Scheikunde, dengan tarap kepercayaan 95 kurva baku tersebut tidak menunjukkan hubungan yang linier, seperti yang ditunjukkan pada gambar 30. Oleh karena itu, kurva baku tersebut dibagi menjadi dua bagian, rentang bawah dari 0,01 – 0,8 µgmL dan rentang tengah dari 1 – 11 µgmL. Gambar 30. Kurva hubungan AUC vs konsentrasi bisfenol A menggunakan program Powerfit Utrecht University Faculteit Scheikunde, dengan tarap kepercayaan 95 Kemudian kurva baku rentang bawah dan rentang tengah di-plot menggunakan program Powerfit Utrecht University Faculteit Scheikunde, dengan tarap kepercayaan 95. Hasilnya, baik rentang bawah maupun rentang tengah memberikan hubungan AUC vs konsentrasi baku yang linier dengan nilai r, masing-masing 0,99718 dan 0,99919. Kedua nilai r ini memenuhi persyaratan r untuk uji kategori impurity , yaitu ≥ 0,98 Ahuja and Dong, 2005. Gambar 31. Kurva hubungan AUC vs konsentrasi bisfenol A menggunakan program Powerfit Utrecht University Faculteit Scheikunde, dengan tarap kepercayaan 95 pada rentang bawah 0,01 – 0,8 µgmL Gambar 32. Kurva hubungan AUC vs konsentrasi bisfenol A menggunakan program Powerfit Utrecht University Faculteit Scheikunde, dengan tarap kepercayaan 95 pada rentang atas 1 - 11 µgmL Kemudian kurva baku rentang bawah digunakan untuk perhitungan bisfenol A dalam ekstrak air. Kurva baku rentang bawah digunakan untuk perhitungan bisfenol A dalam ekstrak air. Linearitas suatu metode analisis adalah kemampuan metode tersebut untuk mendapatkan hasil uji respon yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada suatu rentang tertentu. Linearitas dapat dilihat melalui kurva baku yang menunjukkan hubungan antara AUC dengan konsentrasi bisfenol A pada beberapa seri baku. Nilai r yang diperoleh pada kurva baku rentang bawah dan atas, masing-masing adalah 0,99718 dan 0,99919. Kedua nilai r ini memenuhi persyaratan r untuk uji kategori impurity, y aitu ≥ 0,98 Ahuja and Dong, 2005. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini memiliki linearitas yang baik.

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

7 92 56

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok ``Merek X``.

0 3 131

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

0 0 141

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok Merek X

0 3 129

Skripsi Berjudul OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM MINUMAN SERBUK BERAROMA SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

0 1 130

Persetujuan Pembimbing VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU

0 1 116

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Penetapan kadar teobromin dan kafein dalam ekstrak serbuk cokelat merk ``X`` menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 1 119

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan - USD Repository

0 0 139

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 196