menggunakan diklormetan dan aseton dengan perbandingan 10 : 50 dan sampel air di-clean up oleh Pamungkas in process menggunakan metanol. Ekstraksi ini
dilakukan untuk meminimalkan campuran senyawa yang ada pada sampel. Digunakan ekstrak botol dan ekstrak air pada optimasi fase gerak dan kecepatan
alir agar pada optimasi ini diperoleh komposisi fase gerak dan kecepatan alir yang optimum untuk pemisahan bisfenol A pada sampel tersebut.
B. Optimasi Komposisi Fase Gerak dan Kecepatan Alir pada KCKT
untuk Penetapan Kadar Bisfenol A
Metode KCKT yang digunakan pada penelitian ini adalah metode KCKT fase terbalik, di mana fase gerak lebih polar daripada fase diamnya. Fase diam
yang digunakan adalah oktadesilsilan C-18 dan fase gerak yang merupakan campuran dari asetonitril dan air. Bisfenol A yang memiliki log K
ow
3,40 merupakan senyawa yang cenderung hidrofobik oleh karena itu digunakan KCKT
fase terbalik dimana fase diam lebih non polar dibandingkan dengan fase geraknya sehingga bisfenol A ini dapat berinteraksi dengan fase diam. Digunakan
fase diam C-18 yang cocok untuk menganalisis senyawa dengan kepolaran rendah, sedang, dan tinggi, serta memiliki pH di antara 2,5-7,5. pH bisfenol A
adalah ± 5 – 6. Fase diam C-18 ini cocok digunakan untuk senyawa yang
memiliki log K
ow
lebih dari 2, seperti bisfenol A yang memiliki log K
ow
3,40. Interaksi pada C-18 didasarkan pada interaksi hidrofobik atau van der Waals.
Bagian cincin benzen dari bisfenol A merupakan bagian hidrofobik yang akan berinteraksi dengan fase diam. Kemudian bagian polar dari bisfenol A -OH akan
berinteraksi dengan fase gerak yang sifatnya lebih polar daripada fase diam
sehingga bisfenol A dapat terelusi keluar dari kolom. Agar dapat terpisah dari matrik, harus terjadi interaksi antara senyawa dengan fase diam sebelum terelusi
oleh fase gerak keluar dari kolom. Dalam sistem KCKT fase terbalik seperti ini, senyawa-senyawa yang
polar akan terelusi terlebih dahulu daripada senyawa-senyawa yang non polar karena senyawa-senyawa non polar akan lebih terikat pada fase diam sehingga
waktu retensinya lebih lama. Bisfenol A memiliki bagian non polar bagian hidrofobik, yaitu pada cincin benzen, sehingga bisfenol A dapat tertahan pada
fase diamnya. Bisfenol A juga memiliki bagian polar -OH yang dapat berinteraksi dengan fase gerak yang polar sehingga bisfenol A dapat terelusi
melalui kolom. Oleh karena itu, diperlukan fase gerak dengan kekuatan yang optimal agar dapat membuat bisfenol A tertahan pada fase diam, kemudian dapat
terpisah dari senyawa lainnya di dalam matrik, dan kemudian dapat terelusi. Bagian polar dan non polar dari bisfenol A dapat dilihat pada gambar 18.
Gambar 18. Bagian polar dan polar pada bisfenol A
Pengamatan waktu retensi merupakan salah satu parameter analisis kualitatif senyawa pada penelitian ini. Setiap senyawa analit memiliki waktu
retensi yang berbeda. Pada saat senyawa analit berada dalam campuran, dapat dibedakan berdasarkan waktu retensinya masing-masing. Berikut merupakan
pengamatan waktu retensi dari baku bisfenol A, serta bisfenol A dalam ekstrak air dan ekstrak botol dengan beberapa komposisi fase gerak yang dioptimasi pada
kecepatan alir 1 mLmenit.
Tabel VIII. Waktu retensi baku bisfenol A, ekstrak air, dan ekstrak botol dengan beberapa komposisi fase gerak pada kecepatan alir 1 mLmenit
Konsentrasi µgmL
AUC Waktu
retensi
menit CV
AUC Waktu
retensi
0,2
6505 3,472
1,65 0,04
6434 3,470
6645 3,469
0,8
17296 3,473
1,55 0,09
17375 3,467
16880 3,468
5
104051 3,467
1,10 0,02
105083 3,466
106362 3,467
Dari tabel VIII, dapat dilihat bahwa waktu retensi antara baku bisfenol A
dan bisfenol A dalam ekstrak pada masing-masing perbandingan fase gerak hampir sama sehingga dapat dikatakan bahwa dalam ekstrak air dan ekstrak botol
tersebut terdapat senyawa bisfenol A. Dapat diamati pula waktu retensi tercepat terdapat pada komposisi fase gerak dengan perbandingan asetonitril : air 80 : 20.
Sedangkan waktu retensi paling lama terdapat pada komposisi fase gerak dengan perbandingan 70 : 30. Hal ini disebabkan pada KCKT fase terbalik, semakin polar
fase gerak, maka kemampuan mengelusinya akan semakin berkurang. Bisfenol A
akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang kandungan airnya lebih sedikit, karena lebih bersifat kurang polar seperti halnya bisfenol A itu sendiri like
dissolve like .
Berdasarkan pengamatan ini belum dapat ditentukan fase gerak mana yang paling optimal sebagai fase gerak yang akan digunakan dalam penetapan
kadar, karena masih ada faktor lain yang harus diperhatikan seperti resolusi, tailing factor
, jumlah lempeng N, HETP, ∝, dan k’ seperti tertera pada tabel IX.
Berdasarkan tabel IX, dapat dilihat pada komposisi fase gerak asetonitril : air 75 : 25 dan 80 : 20 terdapat banyak parameter yang tidak dapat dihitung
nilainya, karena bentuk puncak yang dihasilkan tidak beraturan puncak tidak memisah, terutama pada ekstrak botol dan baku. Nilai resolusi yang didapatkan
ini menggambarkan daya pemisahan yang terjadi pada kromatogram dua senyawa analit, yaitu antara bisfenol A dengan puncak terdekat. Puncak terdekat dengan
bisfenol A berada disebelah kiri puncak bisfenol A terelusi lebih dahulu. Tujuan pengamatan nilai resolusi ini adalah untuk mengetahui pada komposisi serta
kecepatan alir fase gerak berapakah yang dapat menghasilkan pemisahan kromatogram dengan nilai resolusi lebih dari 1,5 Snyder, Kirkland, and Glajch,
2012. Dari data yang diperoleh, tidak semua fase gerak menghasilkan resolusi 1,5 yaitu pada fase gerak asetonitril : air 70 : 30 dengan kecepatan alir 0,8
mLmenit, fase gerak 75 : 25 pada kecepatan alir 0,8 dan 1 mLmenit, serta fase gerak 80 : 20 dengan kecepatan alir 0,5 mLmenit.