Pemisahan Puncak dalam Kromatografi

kromatografi. Jumlah lempeng N adalah ukuran kuantitatif dari efisiensi kolom Ahuja and Dong, 2005. Persamaan untuk menghitung N. � = , � � � Konsep lempeng secara tradisional berasal dari proses penyulingan di industri menggunakan kolom yang distilasi terdiri dari beberapa lempeng di mana cairan kondensasi berada dalam kesetimbangan dengan uap yang naik. Dengan demikian, semakin panjang kolom distilasi akan memiliki lebih banyak lempeng atau terjadinya equilibrium. Demikian pula dalam kromatografi, tinggi setara lempeng teoritis atau HETP height equivalent theoretical plate sama dengan panjang kolom L dibagi dengan jumlah lempeng teoritis N Ahuja and Dong, 2005. HETP merupakan panjang kolom kromatografi dalam mm yang diperlukan sampai terjadinya satu kali kesetimbangan molekul analit dalam fase gerak dan fase diam Gandjar dan Rohman, 2010. HETP dihitung dengan rumus. ���� = � � Nilai N yang tinggi disarankan untuk pemisahan yang baik yang nilainya sebanding dengan semakin panjangnya kolom L dan semakin kecilnya nilai H. Istilah H merupakan tinggi setara lempeng teoritis atau HETP height equivalent theoretical plate Rohman, 2009. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi dan nilai HETP yang rendah. Ukuran partikel berpengaruh terhadap nilai H. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin tinggi bilangan lempeng teoritis Rohman, 2009. Dalam sistem kromatografi, diharapkan memiliki bilangan lempeng N yang tinggi yang menunjukkan efisiensi kolom yang tinggi. Beberapa parameter yang dapat meningkatkan efisiensi kolom pada kromatografi cair, antara lain ukuran partikel fase diam kecil, lapisan fase diam tipis, bentuk fase diam teratur, temperatur tinggi, lapisan fase diam merata, ukuran partikel fase diam sama, serta koefisien difusi yang tinggi pada fase diam dan fase gerak Watson, 2003. Menurut WHO, nilai N hendaknya 2000 cit., Yin, 2011. Kolom yang efisien akan mempunyai resolusi yang baik. Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi digambarkan dalam kromatogram yang dihasilkan. Untuk hasil pemisahan yang baik, puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya dengan sedikit tumpang tindih overlapping atau tidak ada tumpang tindih sama sekali. Tingkat pemisahan antara puncak-puncak kromatografi yang bersebelahan merupakan fungsi jarak antara puncak maksimal dan lebar puncak yang berhubungan Ahuja and Dong, 2005. Dalam KCKT, resolusi didefinisikan sebagai perbedaan antara waktu retensi dua puncak yang saling berdekatan ∆ � = � − � dibagi dengan rata- rata lebar puncak � + � . Rumus unntuk menghitung resolusi adalah sebagai berikut. � = 2∆ � � + � Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik base line resolution Ahuja and Dong, 2005. Sesuai persamaan di atas, resolusi yang besar akan tercapai jika perbedaan waktu retensi analit cukup besar dan lebar puncak analit dengan analit yang lainnya adalah sekecil mungkin. Sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan tersebut, resolusi komponen-komponen dalam kromatografi tergantung pada waktu retensi relatif pada sistem kromatografi tertentu dan lebar puncak Ahuja and Dong, 2005. Pada kondisi ideal, puncak kromatografi akan memiliki bentuk puncak Gaussian dengan simetri sempurna. Pada kenyataannya, sebagian besar puncak cenderung mengalami fronting atau tailing. Seperti ditunjukkan dalam gambar 6, tailing factor T f seperti yang didefinisikan oleh USP merupakan ukuran puncak asimetri. Dalam perhitungan ini, lebar puncak dihitung pada 5 puncak tinggi W 0.05 Ahuja and Dong, 2005. Gambar 6 . Diagram yang menunjukkkan perhitungan tailing factor Tf serta diagram yang menunujukkan fronting dan tailing Ahuja and Dong, 2005 Kebanyakan puncak memiliki nilai tailing factor antara 0,9 dan 1,4; dengan nilai 1,0 mengindikasikan puncak yang simetris sempurna. Puncak yang tailing biasanya disebabkan oleh adsorpsi atau interaksi kuat lainnya analit dengan fase diam, sedangkan puncak fronting dapat disebabkan oleh kolom yang overloading , reaksi kimia atau isomerisasi selama proses kromatografi Ahuja and Dong, 2005. Menurut WHO, nilai tailing factor yang masih memenuhi kriteria penerimaan adalah 2 cit., Yin, 2011. Efektivitas pemisahan Rs dalam analisis HPLC tergantung pada kedua faktor termodinamika retensi dan selektifitas dan faktor kinetika lebar puncak dan efisiensi kolom. Hubungan resolusi untuk parameter lain dapat dinyatakan agak kuantitatif dalam persamaan resolusi: � = � ′ � ′ + + ∝− ∝ + √� 4 Retensi Selektifitas Efisiensi Ahuja and Dong, 2005. Dari persamaan resolusi tersebut menunjukkan bahwa R s dikendalikan oleh retensi, sele ktifitas, dan efisiensi. Untuk memaksimalkan Rs, k’ harus relatif besar. Selektifitas dipengaruhi oleh kondisi kolom dan fase gerak. Jumlah lempeng N dimaksimalkan dengan menggunakan kolom panjang atau menggunakan kolom yang dikemas dengan partikel yang lebih kecil. Strategi untuk meningkatkan resolusi adalah menemukan kekuatan pelarut yang mengelusi semua zat antara k’ 1 dan 20 dan untuk memisahkan semua analit dengan memvariasikan pelarut organik dan pengubah fase gerak lainnya. Jika cara ini tidak berhasil, fase diam berbeda bisa dicoba Ahuja and Dong, 2005. Fenomena pelebaran pita dalam proses kromatografi gas pertama kali dipelajari oleh van Deemter pada tahun 1950 dan menghasilkan persamaan van Deemter, menghubungkan HETP atau tinggi piring dengan kecepatan aliran linear V. Gambar 7 . Kurva persamaan van Deemter yang menunjukkan hubungan antara HETP lawan kecepatan linear rata-rata Ahuja and Dong, 2005 Gambar 7 menunjukkan bagaimana kurva van Deemter adalah kurva yang berasal dari tiga istilah terpisah A, BV, dan CV yang pada gilirannya dikendalikan oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel d p , dan koefisien difusi D m . Istilah A merupakan difusi eddy atau multi-path effect dan sebanding dengan d p . B merupakan difusi longitudinal dan sebanding dengan D m . Istilah C merupakan resistensi terhadap transfer massa dan sebanding dengan d 2 p D m . Persamaan van Deemter adalah yang paling terkenal dan muncul untuk menjelaskan konsep pelebaran pita di HPLC meskipun dikembangkan untuk kromatografi gas Ahuja and Dong, 2005. Gambar 8 . Kurva persamaan van Deemter dengan tiga kolom kemas ukuran partikel 10, 5, dan 3 µm Ahuja and Dong, 2005 Gambar 8 menunjukkan percobaan van Deemter kurva untuk tiga kolom kemas dengan ukuran partikel 10, 5, dan 3 µm. Gambar tersebut menunjukkan bahwa d p yang kecil menghasilkan HETP yang lebih rendah atau kolom partikel kecil memiliki efisiensi lebih per satuan panjang karena istilah A sebanding dengan d p Ahuja and Dong, 2005. Gambar 9 menunjukkan hubungan linear log k’ vs konten pelarut organik untuk tiga pelarut organik yang umum digunakan pada KCKT fase terbalik. THF lebih kuat daripada ACN, yang juga lebih kuat daripada MeOH pada KCKT fase terbalik Ahuja and Dong, 2005. Gambar 9 . H ubungan log k’ vs organic solvent modifier untuk metanol, asetonitril, dan tetrahidrofuran Ahuja and Dong, 2005 Berikut penyebab terjadinya pelebaran pita akan dibahas satu per satu. a. Difusi Eddy. Penyebab difusi Eddy adalah karena kolom diisi dengan partikel fase diam yang kecil. Fase gerak membawa analit yang melewati kolom sebagian akan terelusi terlebih dahulu meninggalkan yang lainnya karena melewati jalur yang lurus di dalam kolom. Analit lain terelusi setelah itu karena harus melewati beberapa penghalang di sepanjang kolom Meyer, 2004. Gambar 10 . Difusi Eddy Meyer, 2004 b. Distribusi aliran. Fase gerak mengalir diantara partikel fase diam. Aliran akan lebih cepat pada bagian celah antara dua partikel daripada yang dekat dengan partikel Meyer, 2004. Gambar 11 . Distribusi aliran Meyer, 2004 c. Difusi longitudinal. Analit dalam fase gerak menyebar ke segala arah dengan difusi. Difusi terjadi dengan arah yang sama atau berlawanan dengan aliran fase gerak Watson, 2003. Gambar 12 . Pelebaran pita oleh difusi longitudinal Meyer, 2004 d. Transfer massa. Fenomena ini terjadi karena adanya pori pada partikel fase diam. Fase gerak dapat masuk ke dalam pori dan kemudian molekul analit masuk ke dalam pori yang dapat menyebabkan lamanya waktu yang diperlukan analit tersebut untuk terelusi sehingga menyebabkan terjadinya pelebaran pita Meyer, 2004. Gambar 13 . Transfer massa. Atas = Struktur pori partikel fase diam; Bawah = Transfer massa antara fase gerak dan fase diam Meyer, 2004

F. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah proses yang digunakan dalam penelitian laboratorium, di mana karakteristik kinerja dari metode yang digunakan sesuai dengan syarat ditentukan pada metode yang digunakan. Metode uji yang berbeda memiiki ketentuan yang berbeda pula. Berikut kategori uji yang paling biasa digunakan beserta data validasi yang diperlukan The United States Pharmacopeia, 2007. Kategori I, metode analisis untuk kuantitasi komponen utama dari senyawa obat atau senyawa aktif termasuk pengawet pada produk akhir sediaan farmasi. Kategori II, metode analisis untuk menentukan pengotor dalam senyawa obat atau senyawa degradasi pada produk akhir sediaan farmasi. Metode ini termasuk uji kuantitatif dan uji batas. Kategori III, metode analisis untuk menentukan karakteristik kinerja contohnya kelarutan, pelepasan obat. Kategori IV, uji identifikasi The United States Pharmacopeia, 2007. Untuk setiap kategori uji, diperlukan informasi analisis yang berbeda. Tabel II menunjukkan data yang biasanya diperlukan pada setiap kategori uji. Tabel II. Data yang diperlukan untuk uji validasi Parameter Validasi Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kuantitatif Uji Batas Akurasi Ya Ya Tidak Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak Spesifisitas Ya Ya Ya Ya LOD Tidak Tidak Ya Tidak LOQ Tidak Ya Tidak Tidak Linearitas Ya Ya Tidak Tidak Rentang Ya Ya Tidak Tidak mungkin diperlukan, tergantung sifat dari uji yang spesifik Validasi metode analisis dapat diverifikasi hanya dengan penelitian di laboratorium. Oleh karena itu, dokumentasi dari hasil penelitian yang berhasil merupakan persyaratan dasar untuk menentukan apakah metode ini cocok untuk aplikasi yang dimaksud. Dokumentasi yang sesuai harus menyertai setiap proposal baru atau revisi prosedur analitis kompendial The United States Pharmacopeia, 2007. Validasi metode analisis merupakan suatu proses tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan yang dilakukan di laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Parameter-parameter tersebut antara lain sebagai berikut. a. Spesifisitas. Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit yang diinginkan dalam matriks tanpa mengalami gangguan dari analit lain Gandjar dan Rohman, 2010. b. Linearitas dan rentang. Linearitas merupakan kemampuan suatu metode pada rentang tertentu untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi jumlah analit di dalam sampel. Rentang adalah jarak antara level terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah dipakai untuk mendapatkan presisi, linearitas dan akurasi yang bisa diterima The United States Pharmacopeia, 2007. c. Presisi dan repeatability. Presisi merupakan derajat keterulangan hasil uji ketika metode dilakukan secara berulang pada sampel yang homogen dengan beberapa kali sampling. Repeatability adalah ukuran keterulangan yang dihasilkan dari prosedur analisis laboratorium dalam jangka waktu yang pendek, oleh analis dan peralatan yang sama The United States Pharmacopeia, 2007. d. Akurasi. Akurasi adalah kedekatan hasil uji yang diperoleh dengan nilai yang sebenarnya The United States Pharmacopeia, 2007. e. LOD Limit of Detection dan LOQ Limit of Quantitation. LOD merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. LOQ merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan The United States Pharmacopeia, 2007.

G. Landasan Teori

Bisfenol A bahan yang digunakan untuk pembuatan polikarbonat yang umum digunakan dalam pembuatan botol minum. European Commission 1996 mengklasifikasikan bisfenol A sebagai zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia karena merupakan endocrine discrupting chemical EDC yang mengganggu produksi, pelepasan, transportasi, metabolisme, pengikatan, aksi, dan eliminasi hormon alami manusia. Informasi terbaru mengenai dosis bisfenol A harian yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia menurut European Food Safety Authority adalah sebesar 0,05 mgkgBBhari. Pemaparan pada manusia terjadi akibat migrasi bisfenol A yang lepas dari wadah plastik ke dalam makanan atau minuman. Lepasnya bisfenol A ini salah satunya disebabkan oleh panas dan sinar ultraviolet. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetapan kadar bisfenol A dalam air minun yang diberi paparan sinar matahari tropis Indonesia sebagai sumber panas yang juga mengandung ultraviolet dan penetapan kadar bisfenol A yang meluruh dari botol akibat perlakuan tersebut. Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan penetapan kadar bisfenol A pada ekstrak air dalam botol dan ekstrak botol air minum yang diberi pengaruh penyinaran matahari tropis Indonesia dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi KCKT fase terbalik dengan fase gerak asetonitril : air dan fase diam C- 18. KCKT dipilih untuk analisis bisfenol A karena mampu memisahkan dari suatu campuran sekaligus menentukan kadarnya, mudah, cepat, sensitif, serta bisfenol A dapat dianalisis menggunakan KCKT secara langsung tanpa derivatisasi terlebih dahulu. Detektor UV dipilih karena bisfenol A memiliki kromofor yang dapat memberikan serapan di daerah UV. Digunakan fase diam C-18 karena fase diam ini cocok untuk senyawa yang memiliki log K ow lebih dari 2, seperti bisfenol A yang memiliki log K ow 3,40; fase diam ini digunakan untuk menganalisis senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi dan memiliki pH di antara 2,5-7,5. Bisfenol A memiliki koefisien partisi oktanolair K ow 10 3,40 sehingga merupakan senyawa yang hidrofobik, namun sedikit polar karena memiliki dua gugus hidroksil serta memiliki pH ± 5 – 6. Interaksi pada C-18 didasarkan pada interaksi hidrofobik atau van der Waals. Bagian cincin benzen dari bisfenol A merupakan bagian hidrofobik yang akan berinteraksi dengan fase diam. Untuk dapat mengelusi bisfenol A, fase gerak air ditambahkan pelarut organik untuk mengurangi kepolaran dari fase gerak. Digunakan pelarut organik asetonitril karena memiliki kekuatan elusi yang cukup besar pada fase diam C-18. Bisfenol A juga memiliki bagian polar -OH yang dapat berinteraksi dengan fase gerak yang polar sehingga bisfenol A dapat terelusi melalui kolom. Ekstraksi bisfenol A dari dalam minuman dilakukan dengan ekstraksi fase padat atau solid phase extraction SPE. Sementara itu, ekstraksi bisfenol A dari dalam botol dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan diklormetan dan aseton. Ekstraksi ini dilakukan untuk mengurangi pengotor pada matrik. Penelitian mengenai pengaruh sinar matahari ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh karena itu perlu dilakukan optimasi dan validasi metode penetapan kadar terlebih dahulu untuk memperoleh data yang dapat dipercaya. Optimasi dilakukan dengan mencari komposisi fase gerak dan kecepatan alir yang optimal untuk mendapatkan nilai resolusi, N, ∝, k’, HETP, dan tailing factor, yang merupakan parameter pemisahan puncak, yang dapat diterima. Hasil optimasi ini akan digunakan dalam validasi metode untuk menjamin bahwa hasil

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

7 92 56

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok ``Merek X``.

0 3 131

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan.

0 0 141

Validasi metode kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau pada rokok Merek X

0 3 129

Skripsi Berjudul OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR ASPARTAM DALAM MINUMAN SERBUK BERAROMA SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK

0 1 130

Persetujuan Pembimbing VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU

0 1 116

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

0 2 146

Penetapan kadar teobromin dan kafein dalam ekstrak serbuk cokelat merk ``X`` menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 1 119

Pengaruh paparan sinar matahari terhadap kadar bisfenol A dalam air yang berasal dari botol polikarbonat dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan metode pengayaan - USD Repository

0 0 139

Optimasi dan validasi metode penetapan kadar bisfenol A. dalam ekstrak air dan ekstrak botol air minum menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

0 0 196