Menurut Daniel Goleman Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
42
sungguh berupaya untuk menyelesaikan permasalahan satu demi satu, pada akhirnya kita hanya akan berputar-putar saja dalam
lingkaran kemelut. Orang yang naluri kesadaran dirinya kuat bisa mengetahui saat mereka merasa kurang bersemangat, mudah kesal,
sedih, atupun bergairah, dan menyadari bagaimana berbagai perasaan tersebut bisa mengubah perilaku mereka sehingga
menyebabkan orang lain menjauhi mereka. Biasanya mereka juga bisa mengetahui kejadian yang memicu timbulnya perasaan
tersebut. Kemampuan seseorang untuk mengenali perasaannya dan cara dia menyikapinya, membuatnya mampu mengendalikan
perilaku yang berpotensi membuat dirinya dijauhi orang lain. b Sikap Asertif
Sikap asertif ketegasan, keberanian menyatakan pendapat meliputi tiga komponen dasar : 1 kemampuan mengungkapkan perasaan
misalnya untuk menerima dan mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual; 2 kemampuan mengungkapkan keyakinan
dan pemikiran secara terbuka mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara
emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun kita mungkin harus mengorbankan sesuatu; dan 3 kemampuan untuk
mempertahankan hak-hak pribadi tidak membiarkan orang lain
43
mengganggu dan memanfaatkan kita. Orang yang asertif bukan orang yang suka terlalu menahan diri dan juga bukan pemalu,
mereka bisa mengungkapkan perasaannya biasanya secara langsung tanpa bertindak agresif ataupun melecehkan. Sikap asertif
sering salah dimengerti. Ini mengherankan karena sikap asertif berarti kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan
tidak taksa multi-tafsir, sambil sekaligus tetap peka terhadap kebutuhan orang lain dan reaksi mereka dalam peristiwa tertentu.
Kemampuan untuk bertindak dengan sikap asertif yang tepat dapat diuraikan dalam tiga cara. Pertama, kita harus memiliki kesadaran
diri yang memadai sehingga bisa mengenali perasaan sendiri sebelum
mengungkapkannya. Kedua
, kita
harus mampu
mengendalikan nafsu
sehingga bisa
mengungkapkan ketidaksetujuan atau kemarahan tanpa membiarkannya meningkat
menjadi kemarahan sengit, dan mampu menyatakan berbagai keinginan secara tepat, dan dengan intensitas yang tepat. Ketiga,
kita harus mampu mempertahankan hak-hak pribadi, alasan pribadi, dan nilai-nilai yang sangat kita yakini kebenarannya. Ini berarti
mampu untuk tidak sependapat dengan orang lain tanpa menggunakan sabotase dan alasan yang emosional, dan mampu
bertahan di jalur yang benar, mempertahankan pendapat sambil
44
sekaligus tetap menghormati pendapat orang lain dan peka terhadap kebutuhan mereka. Ini biasanya menghasilkan kompromi yang
membangun, biasa disebut dengan istilah “win-win situation”. Karena jalinan hubungan antara dua pihak menjadi lebih kuat jika
masing-masing saling menghormati pendapat yang lain, maka kedua pihak bisa mengakhiri pertentangan sambil tetap
terpenuhinya kebutuhan mereka, atau setidaknya sebagian. c Kemandirian
Kemandirian memiliki definisi kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak
merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang mandiri mengandalkan dirinya sendiri dalam merencanakan dan
membuat keputusan penting. Kendati demikian, mereka bisa saja meminta dan mempertimbangkan pendapat orang lain sebelum
akhirnya membuat keputusan yang tepat bagi mereka sendiri. Ingat, meminta pendapat orang lain jangan selalu dianggap pertanda
ketergantungan. Orang yang mandiri mampu bekerja sendiri, mereka tidak mau bergantung pada orang lain dalam memenuhi
kebutuhan emosional mereka. Kemampuan untuk mandiri bergantung pada tingkat kepercayaan diri dan kekuatan batin
seseorang, dan keinginan untuk memenuhi harapan dan kewajiban
45
tanpa diperbudak oleh kedua jenis tuntutan itu. Kemandirian bisa juga diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri dengan kedua kaki
sendiri inilah alasan mengapa kemandirian erat kaitannya dengan sikap asertif, dan mau bertanggung jawab. Ini artinya bertanggung
jawab atas kehidupan pribadi, menjadi diri sendiri, dan menentukan arah sendiri. Orang yang selalu mendambakan pengakuan dengan
cara apapun dan takut melakukan kesalahan sekecil apapun, akan sangat sulit hidup mandiri. Tentu saja kemandirian melibatkan
sejumlah risiko, dan kadang-kadang kita bisa melakukan kesalahan atau salah ucap. Kita harus belajar dari pengalaman ini, memaafkan
diri sendiri karena telah melakukan kesalahan, dan tidak membiarkan kesalahan itu menghambat kita di masa mendatang.
Tak seoarang pun yang bisa selalu 100 benar. Sejarah menunjukkan bahwa bahkan orang yang paling sukses dan paling
dikagumi pun ternyata pernah melakukan kesalahan fatal yang kelihatannya tidak bisa diperbaiki, atau berkali-kali menemui
kegagalan dalam proses mencapai suatu tujuan. Pikirkan sejumlah pemimpin dunia dan tokoh terkenal yang bangkit kembali setelah
mengalami kegagalan dalam beberapa kasus malah kegagalan yang sangat memalukan untuk kemudian mencapai keberhasilan yang
luar biasa. Semua orang tahu bahwa berbuat salah sesungguhnya