Menurut Steven Stein dan Howard Book
45
tanpa diperbudak oleh kedua jenis tuntutan itu. Kemandirian bisa juga diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri dengan kedua kaki
sendiri inilah alasan mengapa kemandirian erat kaitannya dengan sikap asertif, dan mau bertanggung jawab. Ini artinya bertanggung
jawab atas kehidupan pribadi, menjadi diri sendiri, dan menentukan arah sendiri. Orang yang selalu mendambakan pengakuan dengan
cara apapun dan takut melakukan kesalahan sekecil apapun, akan sangat sulit hidup mandiri. Tentu saja kemandirian melibatkan
sejumlah risiko, dan kadang-kadang kita bisa melakukan kesalahan atau salah ucap. Kita harus belajar dari pengalaman ini, memaafkan
diri sendiri karena telah melakukan kesalahan, dan tidak membiarkan kesalahan itu menghambat kita di masa mendatang.
Tak seoarang pun yang bisa selalu 100 benar. Sejarah menunjukkan bahwa bahkan orang yang paling sukses dan paling
dikagumi pun ternyata pernah melakukan kesalahan fatal yang kelihatannya tidak bisa diperbaiki, atau berkali-kali menemui
kegagalan dalam proses mencapai suatu tujuan. Pikirkan sejumlah pemimpin dunia dan tokoh terkenal yang bangkit kembali setelah
mengalami kegagalan dalam beberapa kasus malah kegagalan yang sangat memalukan untuk kemudian mencapai keberhasilan yang
luar biasa. Semua orang tahu bahwa berbuat salah sesungguhnya
46
sangatlah manusiawi. Sepanjang hidup ini, tidak banyak orang yang mengingat kekeliruan kita. Alih-alih, lebih banyak orang yang
mengagumi keberhasilan kita. d Penghargaan Diri
Kemampuan untuk menghormati dan menerima diri sendiri sebagai pribadi yang pada dasarnya baik. Menghormati diri sendiri intinya
adalah menyukai diri sendiri apa adanya. Penghargaan diri adalah kemampuan mensyukuri berbagai aspek dan kemungkinan positif
yang kita serap dan juga menerima aspek negatif dan keterbatasan yang ada pada diri kita dan tetap menyukai diri kita. Penghargaan
diri adalah memahami kelebihan dan kekurangan kita, dan menyukai
diri sendiri,
“dengan segala kekurangan dan kelebihannya.” Unsur dasar dari kecerdasan emosional ini dikaitkan
dengan berbagai perasaan umum, seperti rasa aman, kekuatan batin, rasa percaya diri, dan rasa sanggup hidup mandiri. Perasaan yakin
pada diri sendiri ditentukan oleh adanya rasa hormat diri dan harga diri, yang tumbuh akibat kesadaran akan jati diri serta kesadaran
yang berkembang dengan cukup baik. Orang yang memiliki rasa penghargaan diri yang bagus akan merasa puas dengan diri mereka
sendiri. Lawan dari penghargaan diri adalah rasa rendah diri dan rasa tidak puas pada diri sendiri. Kita ingin menyukai dan
47
memandang diri sendiri dengan bangga, namun yang terpenting adalah mengetahui kelebihan dan kekurangan diri kita. Rendahnya
harga diri memang mungkin sekali menimbulkan gangguan fungsional, tapi harga diri yang tinggi dan dibuat-buat bisa
menimbulkan masalah juga. Harga diri sejati dibangun secara bertahap, selapis demi selapis, dengan cara meraih kebanggan yang
bisa dibenarkan dalam bentuk prestasi nyata, bukan karena optimisme semu yang disodorkan pihak ketiga.
e Aktualisasi Diri Kemampuan untuk mengejawantahkan kemampuan kita yang
potensial. Unsur kecerdasan emosional ini diwujudkan dengan ikut serta dalam perjuangan untuk meraih kehidupan yang bermakna,
kaya, dan utuh. Berjuang mewujudkan potensi kita berarti mengembangkan aneka kegiatan yang dapat menyenangkan dan
bermakna, dan bisa diartikan juga sebagai perjuangan seumur hidup dan kebulatan tekad untuk meraih sasaran jangka panjang.
Aktualisasi diri adalah suatu proses perjuangan berkesinambungan yang dinamis, dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan
bakat kita secara maksimal, dan berusaha dengan gigih dan sebaik mungkin untuk memperbaiki diri kita secara menyeluruh.
Kegairahan terhadap bidang yang kita minati akan menambah
48
semangat dan motivasi untuk terus memupuk minat itu. Aktualisasi diri merupakan bagian dari rasa kepuasan diri.
2 Ranah Antarpribadi a Empati
Kemampuan untuk menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang lain. Empati adalah “menyelaraskan
diri” peka terhadap apa, bagaimana, dan latar belakang perasaan serta pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut merasakan dan
memikirkannya. Bersikap empatik artinya mampu “membaca orang lain dari sudut pandang emosi”. Orang yang empatik peduli pada
orang lain dan memperlihatkan minat dan perhatiannya pada mereka. Ketika kita mengutarakan pernyataan yang empatik,
bahkan dalam keadaan yang penuh ketegangan atau perselisihan sengit pun, kita menggeser ketidaksepahaman. Ketidaksepahaman
yang tadinya mengkhawatirkan dan diperdebatkan berubah menjadi persekutuan yang lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Ada tiga pandangan yang keliru tentang empati. Pertama, orang terkadang mengelirukan empati dengan sikap “baik”, yakni
mengutarakan pernyataan yang sopan dan menyenangkan seperti pada umumnya. Padahal, bukan ini yang dimaksudkan dengan
empati. Kedua, banyak orang tidak bisa membedakan antara empati
49
dan simpati, padahal kedua hal itu sangat berbeda. Pada dasarnya, simpati mengutamakan si pembicara, dengan mengutarakan secara
lisan tanggapan dan perasaannya mengenai keadaan yang dialami orang lain. Ungka
pan empatik dimulai dengan kata “Anda”, seperti misalnya, “Anda pasti merasa atau mengira sesuatu.” Sebaliknya,
pernyataan simpatik diawali dengan “Saya” dan mencerminkan pandangan si pembicara. Ketiga, sebagian orang mengira bahwa
dengan mengucapkan
pernyataan yang
empatik mereka
kelihatannya seperti sepakat dengan atau menerima pendapat orang lain, meskipun sebenarnya mereka mungkin tidak setuju. Pada
dasarnya empatik adalah mengakui bahwa pihak lain memiliki pendapat sendiri. Dengan ungkapan yang empatik, kita mengakui
keberadaan pendapat itu tanpa menyampaikan pendapat mengenai keabsahannya.
b Tanggung Jawab Sosial Kemampuan untuk menunjukkan bahwa kita adalah anggota
kelompok masyarakat yang dapat bekerja sama, berperan, dan konstruktif. Unsur kecerdasan emosional ini meliputi tindakan
secara bertanggung jawab, meskipun mungkin kita tidak mendapatkan keuntungan apa pun secara pribadi, melakukan
sesuatu untuk dan bersama orang lain, bertindak sesuai dengan hati
50
nurani, dan menjunjung tinggi norma yang berlaku dalam masyarakat. Orang yang mempunyai rasa tanggung jawab sosial
memiliki kesadaran sosial dan sangat peduli pada orang lain. Kesadaran sosial dan kepedulian ini tampak dalam kemampuannya
memikul tanggung jawab hidup bermasyrakat. Orang yang mempunyai tanggung jawab sosial memiliki kepekaan antarpribadi
dan dapat menerima orang lain, serta dapat menggunakan bakatnya demi kebaikan bersama, tidak hanya demi dirinya sendiri. Orang
yang tidak mempunyai tanggung jawab sosial akan menunjukkan sikap antisosial, bertindak sewenang-wenang pada orang lain, dan
memanfaatkan orang lain. c Hubungan Antarpribadi
Unsur kecerdasan emosional ini berarti kemampuan membina dan memelihara hubungan yang saling memuaskan yang ditandai
dengan keakraban dan saling memberi serta menerima kasih sayang. Kepuasan bersama ini mencakup interaksi sosial bermakna
yang berpotensi memberikan kepuasan serta ditandai dengan saling memberi dan menerima. Keterampilan menjalin hubungan
antarpribadi yang positif dicirikan oleh kepedulian pada sesama. Unsur kecerdasan emosional ini tidak hanya berkaitan dengan
keinginan untuk membina persahabatan dengan orang lain, tetapi
51
juga kemampuan merasa tenang dan nyaman berada dalam jalinan tersebut, serta kemampuan memiliki harapan positif yang
menyangkut interaksi sosial. Kiat apa sajakah yang dibutuhkan untuk memulai dan memelihara hubungan antarpribadi yang baik?
Seperti semua unsur kecerdasan emosional lainnya, dibutuhkan kemampuan spesifik, dan sekali lagi kemampuan tersebut dapat
dipelajari. Bagian
pertama menyangkut
sikap menyadari
lingkungan sosial kita; bagian ini mengajari kita tentang kapan, di mana, dan mengapa kita memulai dan mengakhiri berbagai macam
interaksi. Bagian
kedua ,
yakni peningkatan
keterampilan antarpribadi, menyangkut aspek verbal maupun nonverbal, antara
lain cara menjadi pendengar yang baik, cara mengalihkan topik pembicaraan, dan lain-lain. Bagian ketiga menyorot keterampilan
berbicara di depan khalayak. Apabila kita merasa nyaman berbicara di depan sekelompok orang, kita berpeluang jauh lebih besar untuk
dapat mengembangkan jaringan pergaulan yang bermanfaat dan mengembangkan hubungan antarpribadi yang tahan lama dan
bermakna.
52
3 Ranah Penyesuaian Diri a Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah merupakan kemampuan untuk mengenali dan merumuskan masalah, serta menemukan dan menerapkan
pemecahan yang ampuh. Memecahkan masalah bersifat multifase dan mensyaratkan kemampuan menjalani proses berikut : 1
memahami masalah dan percaya pada diri sendiri, serta termotivasi untuk memecahkan masalah itu secara efektif; 2 menentukan dan
merumuskan masalah
sejelas mungkin
misalnya dengan
mengumpulkan informasi yang relevan; 3 menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan misalnya curah gagasan; 4
mengambil keputusan untuk menerapkan salah satu alternatif pemecahan
misalnya menimbang-nimbang
kekuatan dan
kelemahan setiap alternatif, kemudian memilih alternatif terbaik; 5 menilai hasil penerapan alternatif pemecahan yang digunakan,
dan 6 mengulang proses di atas apabila masalahnya tetap belum terpecahkan. Pemecahan masalah berkaitan dengan sikap hati-hati,
disiplin, dan sistematik dalam menghadapi dan memandang masalah. Kemampuan ini juga berkaitan dengan keinginan untuk
melakukan yang terbaik dan menghadapi, bukan menghindari masalah. Mencurahkan perhatian pada pemecahan masalah
53
sangatlah penting. Di lingkungan kerja di mana pun, para penyelia akan meminta pegawainya menghadap mereka bukan melaporkan
kesulitan yang mereka hadapi, melainkan menyampaikan pemecahan masalah yang siap dijalankan. Dalam era ekonomi yang
semakin sarat persaingan dewasa ini, yang dibutuhkan adalah para pemecah masalah, bukan pelapor atau pengumpul masalah.
Tuntutan ini, apabila kita dapat memenuhinya, akan membuat kita menjadi semakin mandiri.
b Uji Realitas Kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang dialami dan apa
yang secara objektif terjadi. Uji realitas adalah “menyimak” situasi yang ada di depan kita. Uji realitas adalah kemampuan melihat hal
secara objektif, sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita inginkan
atau takutkan.
Menguji derajat
kesesuaian ini
mensyaratkan pencarian bukti-bukti objektif untuk menegaskan, membenarkan, dan mendukung perasaan, persepsi, dan pikiran kita.
Penekanannya adalah pada kepragmatisan, keobjektifan, cukupnya persepsi kita, dan keaslian gagasan serta pikiran kita. Aspek penting
unsur kecerdasan
emosional ini
meliputi kemampuan
berkonsentrasi dan memusatkan perhatian kita ketika berusaha menilai dan menghadapi situasi yang ada di depan kita. Uji realitas
54
ini berkaitan dengan tidak menarik diri dari dunia luar, penyesuaian diri dengan situasi langsung, dan ketenangan serta kejelasan
persepsi dan proses berpikir. Secara sederhana, uji realitas adalah kemampuan untuk secara akurat “menilai” situasi yang ada di depan
kita. c Sikap Fleksibel
Kemampuan menyesuaikan emosi, pikiran, dan perilaku dengan perubahan situasi dan kondisi. Unsur kecerdasan emosional ini
mencakup seluruh kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak biasa, tidak terduga, dan dinamis.
Orang yang fleksibel adalah orang yang tangkas, mampu bekerja sama yang menghasilkan sinergi, dan dapat menanggapi perubahan
secara luwes. Orang seperti ini bersedia berubah pikiran jika ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka salah. Pada umumnya
mereka terbuka dan mau menerima gagasan, orientasi, cara, dan kebiasaan yang berbeda. Kemampuan mereka untuk mengubah
pikiran dan perilaku tidaklah semau gue ataupun dibuat-buat, melainkan sesuai dengan umpan balik perubahan yang mereka
terima dari lingkungan. Orang yang tidak memiliki kemampuan ini cenderung kaku dan keras kepala. Mereka sulit beradaptasi di
55
lingkungan yang baru dan kurang pintar memanfaatkan peluang baru.
4 Ranah Penanganan Stres a Ketahanan Menanggung Stres
Ketahanan menanggung stres merupakan kemampuan untuk menghadapi peritiwa yang tidak menyenangkan dan situasi yang
penuh tekanan tanpa menjadi berantakan, dengan secara aktif dan positif mengatasi stres. Kemampuan ini didasarkan pada 1
kemampuan memilih tindakan untuk menghadapi stres banyak akal dan efektif, dapat menemukan cara yang pas, tahu apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya; 2 sikap optimis menghadapi pengalaman baru dan perubahan pada umumnya dan
optimis pada kemampuan sendiri untuk mengatasi masalah yang tengah dihadapi; dan 3 perasaan bahwa kita dapat mengendalikan
atau berperan dalam menangani situasi stres dengan tetap tenang dan memegang kendali. Ketahanan menanggung stres berarti
memiliki segudang tanggapan yang sesuai untuk menghadapi situasi yang menekan. Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan untuk
tetap tenang dan sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin, tanpa terbawa emosi. Orang yang tahan
menghadapi stress akan menghadapi, bukan menghindari krisis dan
56
masalah, tidak menyerah pada rasa tidak berdaya atau putus asa. Perasaan cemas, yang sering muncul ketika ketahanan ini luntur,
akan berdampak buruk pada kinerja secara umum karena kecemasan akan menurunkan konsentrasi, sulit mengambil
keputusan, dan muncul masalah somatik seperti gangguan tidur. Ketidakmampuan
menangani stres
sering mengakibatkan
kecemasan, depresi, kurang konsentrasi, tidak bisa mengambil keputusan dengan baik, dan susah tidur serta sejumlah gejala
penyakit lain seperti sesak napas, sakit dada, diare, napas pendek, dan mual. Kita mengira kita memahami apa stres itu dan bagaimana
stres dapat mempengaruhi hidup kita. Padahal, sekalipun misalnya pemahaman itu benar, kita sulit melakukan hal-hal konkret untuk
menghindarinya mengingat padatnya jadwal kegiatan kita. Ketahanan menanggung stres memungkinkan kita dapat menangani
dan mengendalikan maslah satu per satu, tanpa menjadi panik. b Pengendalian Impuls
Kemampuan menolak atau menunda impuls, dorongan, atau godaan untuk bertindak. Pengendalian impuls ini mencuatkan kemampuan
menampung impuls agresif, tetap sabar dan mengendalikan sikap agresif, permusuhan, serta perilaku yang tidak bertanggung jawab.
Masalah dalam hal pengendalian impuls ini akan muncul dalam
57
bentuk sering merasa frustasi, impulsif, sulit mengendalikan amarah, bertindak kasar, kehilangan kendali diri, menunjukkan
perilaku yang meledak-ledak dan tak terduga. Orang yang bisa mengendalikan impulsnya dengan efektif memiliki kemampuan
untuk berpikir terlebih dahulu, tidak grusa-grusu. Kemampuan ini memberinya ruang mental untuk menimbang-nimbang alternatif
dan menilai pilihan yang ada sehingga tindakan dan pernyataan mereka masuk akal dan penuh pertimbangan. Selanjutnya, hal ini
akan menghasilkan keputusan yang bijaksana dan perilaku yang bertanggung jawab. Rencana yang disusun setelah melalui masa
perenungan selalu berpeluang lebih besar untuk sukses. Orang yang secara sadar mampu mengendalikan impuls, akan tetap fleksibel
dan spontan sehingga tidak kaku atau kolot dan tetap dapat tenang meskipun dalam keadaan tertekan serta akan selalu meraih
“kemenangan” dalam setiap “pertandingan”. Setiap kali kita mendengar ledakan emosi, kita tahu kita berhadapan dengan orang
yang benar-benar
tidak mampu
mengendalikan impuls.
Mengendalikan impuls dengan efektif bukan berarti harus meredam atau mengabaikan keberanian yang berharga. Justru kemampuan
mengendalikan impuls adalah kemampuan untuk berhati-hati
58
sebelum melangkah, menangani dengan bijaksana dan tenang terhadap berbagai dorongan emosi yang meledak-ledak.