Menurut Steven Stein dan Howard Book

45 tanpa diperbudak oleh kedua jenis tuntutan itu. Kemandirian bisa juga diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri dengan kedua kaki sendiri inilah alasan mengapa kemandirian erat kaitannya dengan sikap asertif, dan mau bertanggung jawab. Ini artinya bertanggung jawab atas kehidupan pribadi, menjadi diri sendiri, dan menentukan arah sendiri. Orang yang selalu mendambakan pengakuan dengan cara apapun dan takut melakukan kesalahan sekecil apapun, akan sangat sulit hidup mandiri. Tentu saja kemandirian melibatkan sejumlah risiko, dan kadang-kadang kita bisa melakukan kesalahan atau salah ucap. Kita harus belajar dari pengalaman ini, memaafkan diri sendiri karena telah melakukan kesalahan, dan tidak membiarkan kesalahan itu menghambat kita di masa mendatang. Tak seoarang pun yang bisa selalu 100 benar. Sejarah menunjukkan bahwa bahkan orang yang paling sukses dan paling dikagumi pun ternyata pernah melakukan kesalahan fatal yang kelihatannya tidak bisa diperbaiki, atau berkali-kali menemui kegagalan dalam proses mencapai suatu tujuan. Pikirkan sejumlah pemimpin dunia dan tokoh terkenal yang bangkit kembali setelah mengalami kegagalan dalam beberapa kasus malah kegagalan yang sangat memalukan untuk kemudian mencapai keberhasilan yang luar biasa. Semua orang tahu bahwa berbuat salah sesungguhnya 46 sangatlah manusiawi. Sepanjang hidup ini, tidak banyak orang yang mengingat kekeliruan kita. Alih-alih, lebih banyak orang yang mengagumi keberhasilan kita. d Penghargaan Diri Kemampuan untuk menghormati dan menerima diri sendiri sebagai pribadi yang pada dasarnya baik. Menghormati diri sendiri intinya adalah menyukai diri sendiri apa adanya. Penghargaan diri adalah kemampuan mensyukuri berbagai aspek dan kemungkinan positif yang kita serap dan juga menerima aspek negatif dan keterbatasan yang ada pada diri kita dan tetap menyukai diri kita. Penghargaan diri adalah memahami kelebihan dan kekurangan kita, dan menyukai diri sendiri, “dengan segala kekurangan dan kelebihannya.” Unsur dasar dari kecerdasan emosional ini dikaitkan dengan berbagai perasaan umum, seperti rasa aman, kekuatan batin, rasa percaya diri, dan rasa sanggup hidup mandiri. Perasaan yakin pada diri sendiri ditentukan oleh adanya rasa hormat diri dan harga diri, yang tumbuh akibat kesadaran akan jati diri serta kesadaran yang berkembang dengan cukup baik. Orang yang memiliki rasa penghargaan diri yang bagus akan merasa puas dengan diri mereka sendiri. Lawan dari penghargaan diri adalah rasa rendah diri dan rasa tidak puas pada diri sendiri. Kita ingin menyukai dan 47 memandang diri sendiri dengan bangga, namun yang terpenting adalah mengetahui kelebihan dan kekurangan diri kita. Rendahnya harga diri memang mungkin sekali menimbulkan gangguan fungsional, tapi harga diri yang tinggi dan dibuat-buat bisa menimbulkan masalah juga. Harga diri sejati dibangun secara bertahap, selapis demi selapis, dengan cara meraih kebanggan yang bisa dibenarkan dalam bentuk prestasi nyata, bukan karena optimisme semu yang disodorkan pihak ketiga. e Aktualisasi Diri Kemampuan untuk mengejawantahkan kemampuan kita yang potensial. Unsur kecerdasan emosional ini diwujudkan dengan ikut serta dalam perjuangan untuk meraih kehidupan yang bermakna, kaya, dan utuh. Berjuang mewujudkan potensi kita berarti mengembangkan aneka kegiatan yang dapat menyenangkan dan bermakna, dan bisa diartikan juga sebagai perjuangan seumur hidup dan kebulatan tekad untuk meraih sasaran jangka panjang. Aktualisasi diri adalah suatu proses perjuangan berkesinambungan yang dinamis, dengan tujuan mengembangkan kemampuan dan bakat kita secara maksimal, dan berusaha dengan gigih dan sebaik mungkin untuk memperbaiki diri kita secara menyeluruh. Kegairahan terhadap bidang yang kita minati akan menambah 48 semangat dan motivasi untuk terus memupuk minat itu. Aktualisasi diri merupakan bagian dari rasa kepuasan diri. 2 Ranah Antarpribadi a Empati Kemampuan untuk menyadari, memahami, dan menghargai perasaan dan pikiran orang lain. Empati adalah “menyelaraskan diri” peka terhadap apa, bagaimana, dan latar belakang perasaan serta pikiran orang lain sebagaimana orang tersebut merasakan dan memikirkannya. Bersikap empatik artinya mampu “membaca orang lain dari sudut pandang emosi”. Orang yang empatik peduli pada orang lain dan memperlihatkan minat dan perhatiannya pada mereka. Ketika kita mengutarakan pernyataan yang empatik, bahkan dalam keadaan yang penuh ketegangan atau perselisihan sengit pun, kita menggeser ketidaksepahaman. Ketidaksepahaman yang tadinya mengkhawatirkan dan diperdebatkan berubah menjadi persekutuan yang lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. Ada tiga pandangan yang keliru tentang empati. Pertama, orang terkadang mengelirukan empati dengan sikap “baik”, yakni mengutarakan pernyataan yang sopan dan menyenangkan seperti pada umumnya. Padahal, bukan ini yang dimaksudkan dengan empati. Kedua, banyak orang tidak bisa membedakan antara empati 49 dan simpati, padahal kedua hal itu sangat berbeda. Pada dasarnya, simpati mengutamakan si pembicara, dengan mengutarakan secara lisan tanggapan dan perasaannya mengenai keadaan yang dialami orang lain. Ungka pan empatik dimulai dengan kata “Anda”, seperti misalnya, “Anda pasti merasa atau mengira sesuatu.” Sebaliknya, pernyataan simpatik diawali dengan “Saya” dan mencerminkan pandangan si pembicara. Ketiga, sebagian orang mengira bahwa dengan mengucapkan pernyataan yang empatik mereka kelihatannya seperti sepakat dengan atau menerima pendapat orang lain, meskipun sebenarnya mereka mungkin tidak setuju. Pada dasarnya empatik adalah mengakui bahwa pihak lain memiliki pendapat sendiri. Dengan ungkapan yang empatik, kita mengakui keberadaan pendapat itu tanpa menyampaikan pendapat mengenai keabsahannya. b Tanggung Jawab Sosial Kemampuan untuk menunjukkan bahwa kita adalah anggota kelompok masyarakat yang dapat bekerja sama, berperan, dan konstruktif. Unsur kecerdasan emosional ini meliputi tindakan secara bertanggung jawab, meskipun mungkin kita tidak mendapatkan keuntungan apa pun secara pribadi, melakukan sesuatu untuk dan bersama orang lain, bertindak sesuai dengan hati 50 nurani, dan menjunjung tinggi norma yang berlaku dalam masyarakat. Orang yang mempunyai rasa tanggung jawab sosial memiliki kesadaran sosial dan sangat peduli pada orang lain. Kesadaran sosial dan kepedulian ini tampak dalam kemampuannya memikul tanggung jawab hidup bermasyrakat. Orang yang mempunyai tanggung jawab sosial memiliki kepekaan antarpribadi dan dapat menerima orang lain, serta dapat menggunakan bakatnya demi kebaikan bersama, tidak hanya demi dirinya sendiri. Orang yang tidak mempunyai tanggung jawab sosial akan menunjukkan sikap antisosial, bertindak sewenang-wenang pada orang lain, dan memanfaatkan orang lain. c Hubungan Antarpribadi Unsur kecerdasan emosional ini berarti kemampuan membina dan memelihara hubungan yang saling memuaskan yang ditandai dengan keakraban dan saling memberi serta menerima kasih sayang. Kepuasan bersama ini mencakup interaksi sosial bermakna yang berpotensi memberikan kepuasan serta ditandai dengan saling memberi dan menerima. Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi yang positif dicirikan oleh kepedulian pada sesama. Unsur kecerdasan emosional ini tidak hanya berkaitan dengan keinginan untuk membina persahabatan dengan orang lain, tetapi 51 juga kemampuan merasa tenang dan nyaman berada dalam jalinan tersebut, serta kemampuan memiliki harapan positif yang menyangkut interaksi sosial. Kiat apa sajakah yang dibutuhkan untuk memulai dan memelihara hubungan antarpribadi yang baik? Seperti semua unsur kecerdasan emosional lainnya, dibutuhkan kemampuan spesifik, dan sekali lagi kemampuan tersebut dapat dipelajari. Bagian pertama menyangkut sikap menyadari lingkungan sosial kita; bagian ini mengajari kita tentang kapan, di mana, dan mengapa kita memulai dan mengakhiri berbagai macam interaksi. Bagian kedua , yakni peningkatan keterampilan antarpribadi, menyangkut aspek verbal maupun nonverbal, antara lain cara menjadi pendengar yang baik, cara mengalihkan topik pembicaraan, dan lain-lain. Bagian ketiga menyorot keterampilan berbicara di depan khalayak. Apabila kita merasa nyaman berbicara di depan sekelompok orang, kita berpeluang jauh lebih besar untuk dapat mengembangkan jaringan pergaulan yang bermanfaat dan mengembangkan hubungan antarpribadi yang tahan lama dan bermakna. 52 3 Ranah Penyesuaian Diri a Pemecahan Masalah Pemecahan masalah merupakan kemampuan untuk mengenali dan merumuskan masalah, serta menemukan dan menerapkan pemecahan yang ampuh. Memecahkan masalah bersifat multifase dan mensyaratkan kemampuan menjalani proses berikut : 1 memahami masalah dan percaya pada diri sendiri, serta termotivasi untuk memecahkan masalah itu secara efektif; 2 menentukan dan merumuskan masalah sejelas mungkin misalnya dengan mengumpulkan informasi yang relevan; 3 menemukan sebanyak mungkin alternatif pemecahan misalnya curah gagasan; 4 mengambil keputusan untuk menerapkan salah satu alternatif pemecahan misalnya menimbang-nimbang kekuatan dan kelemahan setiap alternatif, kemudian memilih alternatif terbaik; 5 menilai hasil penerapan alternatif pemecahan yang digunakan, dan 6 mengulang proses di atas apabila masalahnya tetap belum terpecahkan. Pemecahan masalah berkaitan dengan sikap hati-hati, disiplin, dan sistematik dalam menghadapi dan memandang masalah. Kemampuan ini juga berkaitan dengan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan menghadapi, bukan menghindari masalah. Mencurahkan perhatian pada pemecahan masalah 53 sangatlah penting. Di lingkungan kerja di mana pun, para penyelia akan meminta pegawainya menghadap mereka bukan melaporkan kesulitan yang mereka hadapi, melainkan menyampaikan pemecahan masalah yang siap dijalankan. Dalam era ekonomi yang semakin sarat persaingan dewasa ini, yang dibutuhkan adalah para pemecah masalah, bukan pelapor atau pengumpul masalah. Tuntutan ini, apabila kita dapat memenuhinya, akan membuat kita menjadi semakin mandiri. b Uji Realitas Kemampuan menilai kesesuaian antara apa yang dialami dan apa yang secara objektif terjadi. Uji realitas adalah “menyimak” situasi yang ada di depan kita. Uji realitas adalah kemampuan melihat hal secara objektif, sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita inginkan atau takutkan. Menguji derajat kesesuaian ini mensyaratkan pencarian bukti-bukti objektif untuk menegaskan, membenarkan, dan mendukung perasaan, persepsi, dan pikiran kita. Penekanannya adalah pada kepragmatisan, keobjektifan, cukupnya persepsi kita, dan keaslian gagasan serta pikiran kita. Aspek penting unsur kecerdasan emosional ini meliputi kemampuan berkonsentrasi dan memusatkan perhatian kita ketika berusaha menilai dan menghadapi situasi yang ada di depan kita. Uji realitas 54 ini berkaitan dengan tidak menarik diri dari dunia luar, penyesuaian diri dengan situasi langsung, dan ketenangan serta kejelasan persepsi dan proses berpikir. Secara sederhana, uji realitas adalah kemampuan untuk secara akurat “menilai” situasi yang ada di depan kita. c Sikap Fleksibel Kemampuan menyesuaikan emosi, pikiran, dan perilaku dengan perubahan situasi dan kondisi. Unsur kecerdasan emosional ini mencakup seluruh kemampuan kita untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak biasa, tidak terduga, dan dinamis. Orang yang fleksibel adalah orang yang tangkas, mampu bekerja sama yang menghasilkan sinergi, dan dapat menanggapi perubahan secara luwes. Orang seperti ini bersedia berubah pikiran jika ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka salah. Pada umumnya mereka terbuka dan mau menerima gagasan, orientasi, cara, dan kebiasaan yang berbeda. Kemampuan mereka untuk mengubah pikiran dan perilaku tidaklah semau gue ataupun dibuat-buat, melainkan sesuai dengan umpan balik perubahan yang mereka terima dari lingkungan. Orang yang tidak memiliki kemampuan ini cenderung kaku dan keras kepala. Mereka sulit beradaptasi di 55 lingkungan yang baru dan kurang pintar memanfaatkan peluang baru. 4 Ranah Penanganan Stres a Ketahanan Menanggung Stres Ketahanan menanggung stres merupakan kemampuan untuk menghadapi peritiwa yang tidak menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi berantakan, dengan secara aktif dan positif mengatasi stres. Kemampuan ini didasarkan pada 1 kemampuan memilih tindakan untuk menghadapi stres banyak akal dan efektif, dapat menemukan cara yang pas, tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya; 2 sikap optimis menghadapi pengalaman baru dan perubahan pada umumnya dan optimis pada kemampuan sendiri untuk mengatasi masalah yang tengah dihadapi; dan 3 perasaan bahwa kita dapat mengendalikan atau berperan dalam menangani situasi stres dengan tetap tenang dan memegang kendali. Ketahanan menanggung stres berarti memiliki segudang tanggapan yang sesuai untuk menghadapi situasi yang menekan. Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin, tanpa terbawa emosi. Orang yang tahan menghadapi stress akan menghadapi, bukan menghindari krisis dan 56 masalah, tidak menyerah pada rasa tidak berdaya atau putus asa. Perasaan cemas, yang sering muncul ketika ketahanan ini luntur, akan berdampak buruk pada kinerja secara umum karena kecemasan akan menurunkan konsentrasi, sulit mengambil keputusan, dan muncul masalah somatik seperti gangguan tidur. Ketidakmampuan menangani stres sering mengakibatkan kecemasan, depresi, kurang konsentrasi, tidak bisa mengambil keputusan dengan baik, dan susah tidur serta sejumlah gejala penyakit lain seperti sesak napas, sakit dada, diare, napas pendek, dan mual. Kita mengira kita memahami apa stres itu dan bagaimana stres dapat mempengaruhi hidup kita. Padahal, sekalipun misalnya pemahaman itu benar, kita sulit melakukan hal-hal konkret untuk menghindarinya mengingat padatnya jadwal kegiatan kita. Ketahanan menanggung stres memungkinkan kita dapat menangani dan mengendalikan maslah satu per satu, tanpa menjadi panik. b Pengendalian Impuls Kemampuan menolak atau menunda impuls, dorongan, atau godaan untuk bertindak. Pengendalian impuls ini mencuatkan kemampuan menampung impuls agresif, tetap sabar dan mengendalikan sikap agresif, permusuhan, serta perilaku yang tidak bertanggung jawab. Masalah dalam hal pengendalian impuls ini akan muncul dalam 57 bentuk sering merasa frustasi, impulsif, sulit mengendalikan amarah, bertindak kasar, kehilangan kendali diri, menunjukkan perilaku yang meledak-ledak dan tak terduga. Orang yang bisa mengendalikan impulsnya dengan efektif memiliki kemampuan untuk berpikir terlebih dahulu, tidak grusa-grusu. Kemampuan ini memberinya ruang mental untuk menimbang-nimbang alternatif dan menilai pilihan yang ada sehingga tindakan dan pernyataan mereka masuk akal dan penuh pertimbangan. Selanjutnya, hal ini akan menghasilkan keputusan yang bijaksana dan perilaku yang bertanggung jawab. Rencana yang disusun setelah melalui masa perenungan selalu berpeluang lebih besar untuk sukses. Orang yang secara sadar mampu mengendalikan impuls, akan tetap fleksibel dan spontan sehingga tidak kaku atau kolot dan tetap dapat tenang meskipun dalam keadaan tertekan serta akan selalu meraih “kemenangan” dalam setiap “pertandingan”. Setiap kali kita mendengar ledakan emosi, kita tahu kita berhadapan dengan orang yang benar-benar tidak mampu mengendalikan impuls. Mengendalikan impuls dengan efektif bukan berarti harus meredam atau mengabaikan keberanian yang berharga. Justru kemampuan mengendalikan impuls adalah kemampuan untuk berhati-hati 58 sebelum melangkah, menangani dengan bijaksana dan tenang terhadap berbagai dorongan emosi yang meledak-ledak.

4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Turunnya Kecerdasan Emosional

Faktor utama yang menyebabkan turunnya kecerdasan emosional menurut Goleman 2009:468 adalah : a. Beban kerja yang berlebihan, peningkatan beban kerja mengurangi masa istirahat yang dibutuhkan untuk pemulihan. Habisnya cadangan energi dan daya dengan sendirinya berdampak buruk kepada mutu kerja. b. Kurangnya otonomi, membuat karyawan merasa tidak menghargai kemampuan mereka untuk menilai dan kemampuan lain yang sudah ada sejak semula. c. Imbalan yang tidak memadai, beban kerja berlebihan ditambah terbatasnya wewenang dan tidak terjaminnya kelangsungan pekerjaan yang mengakibatkan hilangnya kenikmatan dalam bekerja. d. Hilangnya sambung rasa, meningkatnya isolasi dalam lingkungan pekerjaan yang mengakibatkan merapuhnya hubungan dan kenikmatan yang timbul dari rasa kebersamaan berkurang. e. Perlakuan tidak adil, perlakuan ini dapat berupa ketidakadilan besarnya upah untuk kenaikan antara atasan dengan bawahannya atau 59 beban kerja, dan diacuhkannya pernyataan keberatan atau kebijakan- kebijakan yang arogan. f. Konflik nilai, ketidaksesuaian antara prinsip-prinsip seseorang dan tuntutan pekerjaan.

5. Ciri-ciri Orang yang Mempunyai Kecerdasan Emosional Tinggi dan Rendah

Menurut Cooper dan Sawaf 2002:li, emosi adalah pengorganisasi yang hebat dalam bidang pikiran dan perbuatan, yang meskipun demikian tidak dapat dipisahkan dari penalaran dan rasionalitas. EQ juga berperan membantu IQ manakala seseorang perlu memecahkan masalah-masalah penting atau membuat keputusan penting, dan memungkinkan seseorang untuk melakukan hal-hal tersebut dengan cara yang istimewa dan dalam waktu singkat, dalam beberapa menit, atau beberapa saat, alih- alih dalam waktu sehari atau lebih yang sangat menguras pikiran dan tenaga bila tanpa bantuan EQ. Menurut Jack Blok dalam Goleman, 2002:60, secara spesifik gender ia menjelaskan bahwa kaum pria yang tinggi kecerdasan emosionalnya, secara sosial mantap, mudah bergerak dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, untuk memikul tanggung jawab, dan mempunyai pandangan moral, serta simpatik dan hangat dalam hubungan-hubungan mereka. Kehidupan emosional mereka kaya tetapi wajar, mereka merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dengan orang lain, dan dunia pergaulan lingkungannya. 60 Sebaliknya, kaum wanita yang cerdas secara emosional cenderung bersikap tegas dan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, dan memandang dirinya sendiri secara positif, serta kehidupan memberi makna bagi mereka. Sebagaimana kaum pria, mereka mudah bergaul dan ramah, serta mengungkapkan perasaan mereka dengan takaran yang wajar misalnya, bukan dengan meledak-ledak yang nanti akan disesalinya, mereka mampu menyesuaikan diri dengan beban stress. Kemantapan pergaulan mereka membuat mereka mudah menerima orang-orang baru, mereka cukup nyaman dengan dirinya sendiri sehingga selalu ceria, spontan, dan terbuka terhadap pengalaman sensual. Menurut Hawari 2003:20-22 yang dikutip dari artikel dalam http:paudanakceria.wordpress.com20110510kecerdasan-emosional , orang - orang yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi adalah orang yang mampu mengendalikan diri, sabar, tekun, tidak emosional, tidak reaktif bila mendapat kritik, tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, lebih mengutamakan rasio daripada emosi, mempunyai sikap terbuka, transparan, menepati janji, jujur, dan satu kata dengan perbuatan. Sementara itu, Hein yang dikutip dari http:file.upi.eduDirektoriFIPJUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN197907122005011- NURDINKARYA_ILMIAH_8.pdf , , mengemukakan tentang tanda – tanda atau ciri - ciri kecerdasan emosional secara spesifik. Ciri-ciri tersebut meliputi: a. Ciri-ciri kecerdasan emosional yang tinggi meliputi : 1 Dapat mengespresikan emosi dengan jelas. 61 2 Tidak merasa takut untuk mengekspresikan perasaannya. 3 Tidak didominasi oleh perasaan-perasaan negatif. 4 Dapat memahami membaca komunikasi non verbal. 5 Membiarkan perasaan yang dirasakannya untuk membimbingnya. 6 Menyeimbangkan perasaan dengan rasionalitas, logika dan kenyataan. 7 Berperilaku sesuai dengan keinginan, bukan karena keharusan, dorongan dan tanggung jawab. 8 Memiliki sikap independent, percaya diri dan otonomi moral. 9 Termotivasi secara intrinsik. 10 Tidak termotivasi karena kekuasaan, kekayaan, status, kebaikan dan persetujuan. 11 Memiliki emosi yang fleksibel. 12 Optimis, tidak menginternalisasikan kegagalan. 13 Peduli dengan perasan orang lain. 14 Senang untuk menyatakan perasaan. 15 Tidak digerakan oleh ketakutan atau kekhawatiran. 16 Dapat mengidentifikasikan berbagai perasaan secara bersamaan. b. Ciri-ciri kecerdasan emosional yang rendah meliputi : 1 Tidak mempunyai rasa tanggung jawab terhadap perasaan diri sendiri, tetapi menyalahkan orang lain. 62 2 Tidak mengetahui perasaan sendiri sehingga sering menyalahkan orang lain. Sering menyalahkan, suka memerintah, suka mengkritik, sering mengganggu, sering mengkuliahi, sering curang. 3 Suka menyalahkan orang lain. 4 Berbohong tentang apa yang ia rasakan. 5 Membiarkan segala hal terjadi atau bereaksi berlebihan terhadap kejadian yang sederhana kecil sekalipun. 6 Tidak memiliki perasaan dan integritas. 7 Tidak sensitif terhadap perasaan orang lain. 8 Tidak mempunyai rasa empati dan rasa kasihan. 9 Kaku, tidak fleksibel. 10 Merasa tidak aman, defensif dan sulit menerima kesalahan dan sering merasa bersalah. 11 Tidak bertanggung jawab. 12 Pesimistik dan sering menganggap dunia tidak adil. 13 Sering merasa kecewa, pemarah, sering menyalahkan, menggunakan kepandaian yang dimilikinya untuk menilai dan mengkritik tanpa rasa hormat terhadap perasaan orang lain. 63

6. Pengembangan Kecerdasan Emosional

Diperlukan suatu langkah-langkah yang lebih konkret dalam mengembangkan kecerdasan emosional. Berikut ini beberapa tips dari Anthony Dio Martin 2011:53- 55 dalam mengembangkan kecerdasan emosional : a. Langkah pertama : kendalikan pikiran Mulailah dengan berpikir positif. Positif terhadap diri sendiri dan juga positif terhadap orang lain. Epictetus mengatakan, “Kita tidak terganggu oleh hal-hal di luar kita, tetapi oleh bagaimana pikiran kita dalam memandang sesuatu.” Sudah berulang kali terbukti bahwa pikiran yang negatif senantiasa menciptakan emosi yang negatif. Dan dalam jangka waktu yang panjang, perasaan itu menciptakan tindakan yang negatif pula terhadap diri sendiri maupun orang lain. Misalnya, telah dibuktikan bahwa rata-rata orang yang mencoba bunuh diri memiliki perasaan yang sangat negatif terhadap dirinya. Selain itu, orang yang juga negatif terhadap orang lain sering kali diliputi rasa was-was, curiga, tidak percaya pada orang lain, paranoia kecurigaan berlebih pada orang lain, dan juga mudah mengalami stress. Orang yang demikian di kantor, sering kali menunjukkan prestasi yang tidak optimal dan juga dijauhi rekan-rekannya karena emosi-emosinya yang negatif.