Pembahasan ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
162
untuk berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan tidak taksa multi-tafsir, sambil sekaligus tetap peka terhadap kebutuhan orang lain dan reaksi mereka
dalam peristiwa tertentu. Kemampuan untuk bertindak dengan sikap asertif yang tepat dapat diuraikan dalam tiga cara. Pertama, kita harus memiliki
kesadaran diri yang memadai sehingga bisa mengenali perasaan sendiri sebelum mengungkapkannya. Kedua, kita harus mampu mengendalikan
nafsu sehingga bisa mengungkapkan ketidaksetujuan atau kemarahan tanpa membiarkannya meningkat menjadi kemarahan sengit, dan mampu
menyatakan berbagai keinginan secara tepat, dan dengan intensitas yang tepat. Ketiga, kita harus mampu mempertahankan hak-hak pribadi, alasan
pribadi, dan nilai-nilai yang sangat kita yakini kebenarannya. Ini berarti mampu untuk tidak sependapat dengan orang lain tanpa menggunakan
sabotase dan alasan yang emosional, dan mampu bertahan di jalur yang benar, mempertahankan pendapat sambil sekaligus tetap menghormati
pendapat orang lain dan peka terhadap kebutuhan mereka. Ini biasanya menghasilkan kompromi yang membangun, biasa disebut dengan istilah
“win-win situation”. Lemahnya sikap asertif ini bisa disebabkan juga oleh kebudayaan
“pekiwuh” yang mengakar kuat di tengah - tengah masyarakat Yogyakarta. Sehingga kebudaya
an “pekiwuh” ini membentuk karakter seseorang untuk enggan mengekspresikan segala sesuatu dalam diri secara
terbuka blak-blakan dan terkesan menahan diri. Oleh karena itu, perusahaan disarankan untuk mengadakan pelatihan atau seminar yang
163
berkaitan dengan usaha untuk memperbaiki dimensi sikap asertif yang dimiliki oleh setiap karyawan secara khusus dan kecerdasan emosional
secara umum. Hal ini bisa dilakukan secara berkesinambungan periodik mengingat kecerdasan emosional dapat terus diasah. Pelatihan atau seminar
tersebut dapat dilakukan oleh manajemen perusahaan sendiri ataupun dengan mengundang para praktisi trainer yang ahli dalam bidangnya.
b.
Dari hasil tabel skor indikator variabel lampiran 2 dapat diketahui bahwa indikator kreativitas dari variabel kinerja karyawan memiliki nilai paling
rendah. Dio Martin dikutip dari artikel dalam
http:boedijaeni.comartikel- motivasi
menyatakan bahwa tekanan sesungguhnya membentuk watak, karakter, dan sekaligus menentukan bagaimana orang bereaksi.
Bahkan tekanan membuat seseorang semakin kreatif dan tertantang untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, perusahaan disarankan membuat tolok ukur kinerja yang lebih jelas dan spesifik di setiap periode waktu,
dimana kinerja tersebut sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional dan kemampuan ability yang dimiliki oleh setiap salesman. Tolok ukur yang
dimaksud tidak melulu kuantitas kerja, tapi juga kualitas kerja. Dengan adanya tolok ukur yang jelas diharapkan karyawan salesman terpacu untuk
lebih lagi bekerja secara kreatif dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas hasil kerjanya.
164
c. Di pembahasan terlihat bahwa terdapat perbedaan hasil tingkat kecerdasan emosional dan kinerja karyawan antar wilayah SO. Hal ini normal terjadi
karena adanya perbedaan karakteristik dan kemampuan antar salesman karyawan. Untuk memangkas perbedaan tinggi rendahnya kinerja
organisasi antar SO Sales Office, perusahaan disarankan mengadakan pelatihan dan pengembangan yang didesain berdasarkan pada kebutuhan.
Kebutuhan pelatihan terkait dengan kebutuhan organisasi dan kebutuhan individu karyawan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pelatihan perlu
dilakukan analisis kebutuhan pelatihan training needs analysis=TNA. Analisis kebutuhan pelatihan merupakan penentuan sasaran program
pelatihan secara sistematik yang didasarkan pada analisis organisasi, analisis pekerjaan, dan analisis perorangan individual. Penyelenggaraan pelatihan,
sebagai suatu intervensi permasalahan kinerja atau kebutuhan organisasi, merupakan tahapan kegiatan yang dimulai dari analisis kebutuhan sampai
dengan evaluasi Sudarmanto, 2009:234-235. Selain itu perbedaan kinerja karyawan antar Sales Office SO juga bisa disebabkan oleh karena
perbedaan kebijakan antar Sales Office SO. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap masing - masing SO Head, terdapat perbedaan
strategi dalam pembuatan kebijakan. Jadi, masing – masing SO Head
memegang kendali dalam pembuatan kebijakan dalam hal ini tanggung jawab perusahaan kepada karyawannya. Misalnya, dalam penentuan
pemberian fasilitas bagi karyawan tidak semua Sales Office SO
165
memberikan inventaris motor, ada pula yang tidak memberikan reward kepada karyawan, jadi hanya memberikan gaji pokok dan tunjangan pada
umumnya. Oleh karena itu perusahaan dalam hal ini HSO provinsi DIY disarankan mengadakan evaluasi terhadap kinerja organisasi masing
– masing Sales Office SO kemudian melakukan intervensi untuk pembuatan
standarisasi kebijakan masing – masing Sales Office SO. Hal ini perlu
dilakukan untuk mengantisipasi kecemburuan sosial salesman antar Sales Office
SO, sehingga diharapkan besarnya perbedaan tingkat kinerja masing – masing Sales Office SO dapat diminimalisir.
2. Bagi Universitas Sanata Dharma a. Untuk penelitian mendatang perlu mengembangkan kembali penelitian ini
dengan membandingkan jenis kecerdasan selain kecerdasan emosional. Misalnya, masih terdapat jenis kecerdasan berdasarkan kecerdasan
intelektual dan spiritual. b. Penelitian mendatang juga bisa mengembangkan penelitian ini dengan
membandingkan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang
didasarkan faktor – faktor internal dan eksternal organisasi, selain faktor
internal karyawan.