3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional pada variabel-variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Peranan yaitu perihal atau tindakan spesifik yang dilakukan oleh para pihak
yang terlibat baik baik formal maupun informal dalam struktur sosial dalam mendukung sistem pengelolaan hutan rakyat. Peranan diukur dari tingkat
peranan para pihak formal maupun informal melalui ada tidaknya peran para pihak, intensitas pertemuan, jelassesuai tidaknya peran dan posisi para
pihak dalam pembagian peran dalam sistem pengelolaan hutan rakyat. 2.
Aturan yaitu segala ketentuan yang ada dalam kelompok masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berfungsi sebagai pengontrol dan
pengatur prilaku masyarakat. Aturan diukur dari tingkat pengetahuan, pemahaman, kepatuhan, pelanggaran, sangsi responden, dan pandangan
responden terhadap tingkat pengetahuan, pemahaman, kepatuhan, pelanggaran, sangsi yang dilakukan oleh anggota masyarakat lain dalam
pengelolaan hutan rakyat. 3.
Jaringan sosial yaitu pola pertukaran dan interaksi sosial yang menggambarkan hubungan antar masyarakat, baik dengan internal kelompok
sesama kelompok maupun eksternal kelompok di luar kelompok, diluar desa dan dengan para pihak pemerintah daerah, pemerintah pusat, dinas
terkait, Penyuluh, LSM dan pedagang tengkulak dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat. Jaringan diukur dari ada tidaknya menjalin
hubungan baik dengan internal kelompok maupun eksternal kelompok, tingkat intensitas kunjunganpertemuan, dan tingkat kepadatan organisasi
yang diikuti. 4.
Kepercayaan yaitu rasa percaya dalam berhubungan dengan orang lain yang dimiliki petani dalam mempersepsikan seseorang berdasarkan perasaan dan
kondisi yang dialami. Kepercayaan diukur dari kepercayaan terhadap pengetahuan petani tentang a peran dan posisi para pihak; b fungsi aturan
yang ada; dan c kepercayaan terhadap kemampuan hubungan sosial petani untuk mengelola hutan rakyat.
5. Solidaritas adalah upaya membantu orang lain sebagai wujud perhatian dan
kepedulian dari petani baik terhadap internal kelompok maupun eksternal kelompok. Solidaritas diukur dari kuat lemahnya tingkat keterlibatan petani
dalam kegiatan pengelolaan hutan pengadaan benih, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemasaran hasil hutan rakyat, modal, pengamanan
dan lainnya dan intensitasnya. 6.
Sistem pengelolaan hutan rakyat yaitu upaya menyeluruh dari kegiatan- kegiatan merencanakan, membina, mengembangkan dan menilai serta
mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Sistem pengelolaan hutan rakyat
diukur dari tingkat sub sistem produksi, tingkat sub sistem pengolahan hasil dan tingkat sub sistem pemasaran.
4. Sub sistem produksi yaitu tercapainya kesimbangan produksi dalam jumlah
jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik lahan hutan rakyat. Sub sistem produksi diukur dari tingkat pengambilan
keputusan penguasaan lahan dan hasil hutan individukomunal. 5.
Sub sistem pengolahan hasil yaitu proses sampai menghasilkan bentuk, produk akhir yang dijual oleh para petani hutan rakyat atau dipakai sendiri.
Sub sistem pengolahan hasil diukur dari tingkat orientasi produksi subsistenkomersial
7. Sub sistem pemasaran hasil yaitu tercapainya tingkat penjualan yang optimal,
dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat terjual dipasaran. Sub sistem pemasaran hasil diukur dari tingkat keragaman produksi
monokulturagroforestri kompleks 8.
Performansi hutan rakyat yaitu kondisi atau keadaan performa hutan yang dikelola oleh masyarakat pemilik hutan. Performansi hutan diukur dari
tingkat produktivitas, tingkat keberlanjutan, tingkat keadilan, dan tingkat efisiensi.
9. Produktivitas hutan rakyat yaitu kemampuan hutan rakyat menghasilkan
keluaran output produk yang bernilai. Produktivitas hutan rakyat diukur dari tingkat potensi jumlah pohon yang ada di lapangan yang dimiliki oleh petani
hutan rakyat. 10.
Keberlanjutan yaitu kemampuan hutan rakyat untuk menjaga produktivitasnya dari waktu ke waktu yang dapat menyediakan manfaat bagi
masyarakat. Keberlanjutan diukur dari usaha yang dilakukan petani untuk
mempertahankan keberadaan pohon jumlah dan jenis tanaman yang di tanam sama dengan jumlah tanaman yang ditebang.
11. Keadilan yaitu pemerataan manfaat keuntungan dari keberadaan usaha
hutan rakyat bagi anggota kelompok yang bekerjasama dan berhak menerima manfaat sesuai aturan yang ada. Keadilan diukur berdasarkan kesesuaian
pelaksanaan aturan tertulis dan aturan tidak tertulis terhadap manfaat yang dirasakan oleh petani dalam kerjasama pengelolaan hutan rakyat lestari.
12. Efisiensi yaitu minimalisasi biaya dalam proses pengelolaan usaha hutan
rakyat hingga menghasilkan produk kayu. Efisiensi diukur berdasarkan tingkat unit usaha hutan rakyat yang dihitung berdasarkan input-output
produksi keuntungan dari pendapatan usaha hutan rakyat dikurangi modal yang dikeluarkan.
Pengukuran terhadap variabel-variabel berdasarkan definisi operasional
dalam penelitian ini disajikan pada Lampiran 1. 3.3.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Selopuro Komunitas Petani
Sertifikasi Kecamatan Batuwarno dan di Desa Belikurip Komunitas Petani Hutan Rakyat Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah.
Penentuan dua lokasi tersebut dipilih secara sengaja purposive dengan pertimbangan bahwa Kelurahan Selopuro adalah kelurahan yang masyarakatnya
mengelola hutan rakyat dan sudah mendapat sertifikasi LEI pada tahun 2004, sedangkan Desa Belikurip adalah desa yang masyarakatnya mengelola hutan
rakyat dan belum mendapat sertifikasi. Masyarakat di dua lokasi tersebut mengelola hutan rakyat secara lestari. Selain itu berdasarkan pada hasil
wawancara dan diskusi dengan staf, baik dari Dinas Kehutanan dan Perkebunanan Kabupaten Wonogiri maupun LSM PERSEPSI di Wonogiri, bahwa keberadaan
hutan rakyat di dua lokasi tersebut menarik untuk diteliti karena masyarakat di dua lokasi tersebut mengelola hutan rakyat secara lestari.
Waktu penelitian dalam pengambilan data dan pengamatan di lapangan dilakukan selama tiga bulan, dari Bulan Februari sampai Bulan April 2012.
3.4. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dalam penelitian sosial lebih mengacu kepada keakuratan deskripsi setiap variabel
dan keakuratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya, serta dilandasi pada suatu asumsi bahwa suatu gejala itu dapat diklasifikasikan, dan
hubungan gejala bersifat kausal sebab akibat, maka peneliti dapat melakukan penelitian dengan memfokuskan pada beberapa variabel saja Irawan 2007;
Singarimbun 2008. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 5 variabel modal sosial yaitu peranan, aturan, jaringan, kepercayaan dan solidaritas.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai. Metode survai adalah metode penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama
dalam mengumpulkan data. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner terstruktur kepada responden
Irawan 2007; Singarimbun 2008. Responden dalam penelitian ini yaitu komunitas petani yang memilikimengelola lahan baik pekarangan maupun
tegalan hutan rakyat yang ditanami tanaman kehutanankeras.
3.4.1. Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data-data tersebut meliputi: data kondisi umum lokasi penelitian, data
unsur modal sosial masyarakat pemilikpengelola hutan rakyat dan data performansi usaha hutan rakyat terdiri dari data produktivitas hutan rakyat, data
keberlanjutan hutan rakyat, data keadilan usaha hutan rakyat dan data efisiensi usaha hutan rakyat.
3.4.2. Teknik Penentuan Responden
Penentuan responden ditentukan secara acak dari masyarakat yang memilikimengelola hutan rakyat di dua lokasi penelitian yaitu Komunitas Petani
Sertifikasi di Kelurahan Selopuro Kecamatan Batuwarno dan Komunitas Petani Hutan Rakyat di Desa Belikurip Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri
Provinsi Jawa Tengah. Jumlah responden dari masing-masing desa sebanyak 30 responden, jadi jumlah total responden adalah 60 responden. Jumlah responden
tersebut ditentukan atas berbagai pertimbangan, yaitu: tingkat homogenitas
populasi yang tinggi dan jumlah tersebut dianggap cukup karena untuk data yang akan dianalisis dengan teknik statistika parametrik dapat menggunakan data
minimal 30 Usman dan Akbar 2008.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara melalui kuesioner terstruktur
kepada responden masyarakat Kelompok Tani Hutan Rakyat Sertifikasi dan masyarakat Kelompok Tani Hutan Rakyat, pengukuran dan pengamatan
observation lapangan pada lokasi hutan rakyat di dua lokasi dilakukan untuk menambah dan menunjang data dan informasi. Data sekunder diperoleh dari studi
literatur dan data-data laporan dokumentasi dari berbagai sumber serta instansi terkait, untuk mendukung penelitian ini berupa: laporan dari instansi terkait,
laporan hasil penelitian, peraturan perundangan, gambar, peta, data pendukung yang ada di tingkat kelompok tani, tingkat desa, tingkat kecamatan maupun
tingkat kabupaten serta dokumen-dokumen terkait dari instansi lainnya.
3.5.1. Pengukuran Lapangan di Lahan Hutan Rakyat
Pengukuran lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data mengenai potensi hutan rakyat pada masing-masing lahan pekarangan dan tegalan dan
menguatkan data hasil wawancara dengan responden terkait jumlah pohon yang dimiliki oleh petani hutan rakyat. Data pengukuran ini merupakan salah satu
bentuk identifikasi vegetasi yang dapat menjelaskan kondisi tegakan hutan rakyat yaitu pohon dan permudaannya serta tumbuhan bawah Soerianegara dan
Indrawan 2002. Metode inventarisasi tegakan yang digunakan bersumber pada Keputusan
Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor 143KptsDJI1974 tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan
Kelestarian Hutan RPKH, Perum Perhutani. Penggunaan metode ini dengan mempertimbangkan kerapatan pohon yang tinggi dan jarak tanam yang tidak
beraturan serta memperhatikan keterbatasan tenaga, waktu, dan biaya. Plot ukur yang digunakan adalah circular plot atau plot lingkaran yang
dibagi dalam 3 ukuran berdasarkan perbedaan fase pertumbuhan, yaitu:
a. Diameter lingkaran 7,94 m luas 0,02 ha untuk tegakan dominan umur
mudapancang tinggi 1,5 m; diameter 2-10 cm; b.
Diameter lingkaran 11,28 m luas 0,04 ha untuk tegakan dominan umur sedangtiang diameter 10-20 cm; dan
c. Diameter lingkaran 17,8 m luas 0,1 ha untuk tegakan dominan umur
tuapohon diameter 20 cm. c
17,8 M
b
11,28 M
a
7,94 M
Gambar 2. Metode Inventarisasi Tegakan pada Hutan Rakyat
Penentuan jumlah plot berdasarkan intensitas sampling 0,3 dari luas lahan pekarangan dan tegalan yang dimilikidikelola responden dimasing-masing
lokasi. Luas lahan di Kelurahan Selopuro adalah 262.77 Ha terdiri atas luas lahan pekarangan 96,22 Ha dan luas lahan tegalan 166,55 Ha. Jumlah plot contoh yang
dibuat di Kelurahan Selopuro sebanyak 8 plot 3 plot di pekarangan dan 5 plot di tegalan dengan luas 0,8 ha. Sedangkan luas lahan di Desa Belikurip adalah 395
Ha terdiri atas luas lahan pekarangan 145 Ha dan luas lahan tegalan 250 Ha. Jumlah plot contoh yang dibuat di Desa Belikurip sebanyak 12 plot 4 plot di
pekarangan dan 8 plot di tegalan dengan luas 1,2 ha. Pengukuran pohon dilakukan dengan menentukan pohon tengah terlebih
dahulu. Pohon tengah dalam plot ditentukan berdasarkan pohon yang terbaik, lurus, besar, sehat dan merupakan pohon peninggi pertama. Penentuan pohon
yang masuk dalam plot didasarkan pada, apabila lebih dari setengah diameter batang pohon paling tepi masih menyentuh tali ukuran jari-jari plot sepanjang
17,8 meter. Kemudian dilakukan pengukuran dan penandaan pohon. Batas luar