komunikasi antar individu, termasuk juga menyelesaikan konflik yang mungkin timbul diantara mereka, juga diperlukan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kebersamaan antar individu guna mencapai hal-hal diluar kemampuan individu yang hanya mencari keuntunganmanfaat untuk kesejahteraan dirinya sendiri.
Keempat aktivitas organisasi sosial diatas dapat dilakukan baik dengan cara formal maupun informal serta dapat dilakukan pada setiap level organisasi sosial
maupun antar level dalam suatu organisasi.
5.1.1.2. Unsur Aturan
Aturan rules dan peranan roles mendukung empat fungsi dasar dan kegiatan yang diperlukan untuk tindakan kolektif, yaitu pembuatan keputusan,
mobilisasi dan pengelolaan sumberdaya, komunikasi dan koordinasi, dan resolusi konflik Uphoff 2000. Pada komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan
Selopuro dan Desa Belikurip terdapat aturan tertulis Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri dan aturan tidak tertulis nilai, norma, kesepakatan dan tata kelakuan
lainnya yang menjadi pedoman bertindak petani dalam pengelolaan hutan rakyat. Aturan tertulis yang terdapat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
yang mengatur petani dalam pemanfaatan pemanenan hutan adalah berupa peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri. Peraturan
tersebut dituangkan dalam: 1 Peraturan Bupati Wonogiri No. 1 Tahun 2007 Tentang Retribusi Ijin Pengangkutan Kayu Rakyat di Kabupaten Wonogiri; 2
Surat Bupati Wonogiri Perihal Pengendalian Penebangan dan Peredaran Kayu Rakyat; 3 Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri No.522.438.25 Perihal
Pembentukan Tim Pelayanan Izin Menebang Pohon Milik Rakyat Tingkat Kecamatan.
Selain aturan tertulis, pada komunitas petani sertifikasihutan rakyat tiap lingkungandusun mempunyai aturan yang telah disepakati bersama oleh anggota.
Aturan itu biasanya ditetapkan melalui musyawarah pada waktu pertemuan rutin kelopok. Beberapa KPSKT menuangkan aturan itu dalam bentuk tertulis. Namun,
pada umumnya aturan tersebut hanya berupa kesepakatan tidak tertulis yang sudah biasa dilakukan petani. Secara rinci, aturan-aturan yang dibuat ditiap
KPSKT itu tidak sama antara KPSKT yang satu dengan KPSKT yang lain. Akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu untuk mendukung upaya pelestarian
fungsi hutan. Aturan tersebut berisi ketentuan umum yang menyangkut kewajiban dan larangan yang harus ditaanti anggota serta sanksi bagi pelanggar.
Aturan-aturan yang ada dalam salah satu KPSKT, meliputi: a setiap anggota diharuskan menghadiri pertemuan; b tidak dapat hadir 2 kali pertemuan
berturut-turut tanpa pemberitahuan, simpanan pokok dihapus dan keluar dari kelompok; c setiap tebang satu harus ada penggantinya yang sudah tumbuh; d
setiap tebangan jangan sampai merusak pohon yang ada disekitarnya; e setiap melakukan kegiatan penebangan wajib ijin kepada kepala lingkungan atau kepala
kelurahan; f setiap musim penghujan diharuskan menanam pohon pada tanah yang masih kosong; g tidak dibenarkan mengembala ternak di areal hutan
rakyat. Selain aturan-aturan tersebut, juga diatur hak dan kewajiban pada KPSKT
dalam pengelolaan hutan rakyat, meliputi: a menilai laporan pertanggungjawaban pengurus; b turut mengesahkan rencana kegiatan
kelompok; c melaksanakan rencana kegiatan dan keputusan kelompok; d menetapkan dan mengangkat pengurus; e ikut membuat perubahan AD dan ART
yang diperlukan kelompok; f mengingatkan dan menegur pengurus bila terjadi penyimpangan dalam tugasnya.
Aturan-aturan tersebut pada dasarnya sudah merupakan kebiasaantradisi yang sudah dilaksanakan masyarakat dalam mengelola hutan. Namun, aturan
tersebut dibakukan dalam kelompok pada saat pengajuan sertifikasi. Penentuan aturan yang diuraikan berikut ini dinilai dengan 13 tiga belas
indikator. Secara ringkas distribusi responden menurut tingkat aturan disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan, pemahaman, kepatuhan, pelanggaran dan sanksi terhadap aturan dalam
pengelolaan hutan rakyat.
No Jenis aturan
Tingkat Aturan
Kelurahan Selopuro Desa Belikurip
Rendah Sedang
Tinggi Rendah
Sedang Tinggi
1 Aturan Tertulis Perda Kab. Wonogiri
A Diri
Responden a Pengetahuan
3 97
10 23
67 b Pemahaman
3 3
93 10
23 67
c Kepatuhan
20 27 53 7 43 50 d
Pelanggaran 20 27 53 7 43 50
e Sangsi
0 0 100 0 0 100 B
Petani lain
a Pengetahuan 3
97 10
23 67
b Pemahaman 3
7 90
10 23
67 c
Kepatuhan 20 63 17 7 43 50
d Pelanggaran
20 63 17 7 43 50 e
Sangsi 0 0 100 0 0 100
2 Aturan tidak tertulis normaaturan
kebiasaan A
Diri Responden
a Pengetahuan
0 0 100 0 0 100 b
Pemahaman 0 3
97 0 3
97 c
Kepatuhan 0 0 100 7 7 87
d Pelanggaran
0 0 100 7 7 87 e
Sangsi 0 0 100 0 0 100
B Petani
lain a
Pengetahuan 0 0 100 0 0 100
b Pemahaman
0 3 97
0 3 97
c Kepatuhan
0 0 100 7 7 87 d
Pelanggaran 0 0 100 7 7 87
e Sangsi
0 0 100 0 0 100
Berdasarkan Tabel 19, tingkat pengetahuan dan pemahaman petani terhadap aturan tertulis dan aturan tidak tertulis di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
adalah tergolong tinggi masing-masing tingkat pengetahuan sebesar 97 dan 67, 100 dan 100, begitu pula tingkat pemahaman sebesar 93 dan 67,
97 dan 97. Hal ini menunjukkan bahwa petani mengetahui dan paham terhadap aturan, baik aturan tertulis berupa peraturan yang dibuat oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Wonogiri terkait aturan dan prosedur pemanfaatanpenebangan pohon yang boleh ditebang, maupun aturan tidak tertulis berupa nilai, norma,
kesepakatan dan tata kelakuan lainnya yang menjadi pedoman bertindak petani dalam pengelolaan hutan rakyat meliputi: a setiap anggota diharuskan
menghadiri pertemuan; b tidak dapat hadir 2 kali pertemuan berturut-turut tanpa pemberitahuan, simpanan pokok dihapus dan keluar dari kelompok; c setiap
tebang satu harus ada penggantinya yang sudah tumbuh; d setiap tebangan jangan sampai merusak pohon yang ada disekitarnya; e setiap melakukan
kegiatan penebangan wajib ijin kepada kepala lingkungan atau kepala kelurahan; f setiap musim penghujan diharuskan menanam pohon pada tanah yang masih
kosong; g tidak dibenarkan mengembala ternak di areal hutan rakyat. Tingkat kepatuhan dan pelanggaran petani terhadap aturan tertulis dan aturan
tidak tertulis di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip adalah tergolong tinggi masing-masing sebesar 53 dan 50, 100 dan 87. Hal ini menunjukkan
bahwa petani patuh terhadap aturan, baik aturan tertulis maupun aturan tidak tertulis. Bila dilihat dari prosentase kedua aturan tersebut aturan tidak tertulis
lebih tinggi dibanding dengan aturan tertulis baik di Kelurahan Selopuro maupun di Desa Belikurip. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih mematuhi nilai,
norma, kesepakatan dan kebiasaan yang ada dimasyarakat dibanding mematuhi peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri terkait
pemanfaatanpenebangan pohon. Alasan tidak patuh mentaati aturan tersebut, karena sebagian besar petani
memanenmenjual pohon ketika dalam keadaan mendesak saja 100, jadi jika ada kebutuhan mendesak dan harus menunggu pohon sampai sesuai persyaratan
aturan tersebut, siapa yang akan menanggung kebutuhan petani. Selama ini pemerintah mengeluarkan aturan, namun tidak mengatasi kebutuhan petani. Lain
halnya, kalau dengan mengeluarkan aturan tersebut pemerintah pun dapat mengatasi kebutuhan-kebutuhan petani tersebut, seperti adanya bantuan ternak,
modal bergilir, insentif bagi yang mempertahankan hutannya dan bantuan lain sesuai kebutuhan petani, maka petani pun akan mematuhi aturan tertulis yang
dikeluarkan pemerintah tersebut. Tingkat sangsi yang diterima petani atas pelanggaran terhadap aturan tertulis
dan aturan tidak tertulis di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip adalah tergolong tinggi masing-masing sebesar 100. Hal ini menunjukkan bahwa
petani tidak pernah mendapat sangsi apapun, walaupun melakukan pelanggaran. Pelanggaran yang dilakukan petani adalah pelanggaran terhadap aturan tertulis,
sedangkan terhadap aturan tidak tertulis sebagian besar 100 dan 87 petani tidak melakukan pelanggaran mematuhi aturan tidak tertulis. Hal ini
menunjukkan bahwa petani lebih mematuhi nilai, norma, kesepakatan dan
kebiasaan yang ada dimasyarakat dibanding mematuhi peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri terkait pemanfaatanpenebangan pohon.
Tingkat pengetahuan dan pemahaman anggota komunitas yang lain terhadap aturan tertulis dan aturan tidak tertulis di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
adalah tergolong tinggi masing-masing tingkat pengetahuan sebesar 97 dan 67, 100 dan 100, begitu pula tingkat pemahaman sebesar 90 dan 67,
97 dan 97. Hal ini menunjukkan bahwa anggota komunitas yang lain mengetahui dan paham terhadap aturan, baik aturan tertulis berupa peraturan yang
dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri terkait aturan dan prosedur pemanfaatanpenebangan pohon yang boleh ditebang, maupun aturan tidak tertulis
berupa nilai, norma, kesepakatan dan tata kelakuan lainnya yang menjadi pedoman bertindak petani dalam pengelolaan hutan rakyat.
Tingkat kepatuhan dan pelanggaran anggota komunitas yang lain terhadap aturan tertulis dan aturan tidak tertulis di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
adalah tergolong tinggi masing-masing sebesar 63 dan 50, 100 dan 87. Hal ini menunjukkan bahwa petani patuh terhadap aturan, baik aturan tertulis
maupun aturan tidak tertulis. Bila dilihat dari prosentase kedua aturan tersebut aturan tidak tertulis lebih tinggi dibanding dengan aturan tertulis baik di
Kelurahan Selopuro maupun di Desa Belikurip. Hal ini menunjukkan bahwa anggota komunitas yang lain lebih mematuhi nilai, norma, kesepakatan dan
kebiasaan yang ada dimasyarakat dibanding mematuhi peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri terkait pemanfaatanpenebangan pohon.
Tingkat sangsi yang diterima anggota komunitas yang lain atas pelanggaran terhadap aturan tertulis dan aturan tidak tertulis di Kelurahan Selopuro dan Desa
Belikurip adalah tergolong tinggi masing-masing sebesar 100. Hal ini menunjukkan bahwa anggota komunitas yang lain tidak pernah mendapat sangsi
apapun, walaupun melakukan pelanggaran. Pelanggaran yang dilakukan petani adalah pelanggaran terhadap aturan tertulis, sedangkan terhadap aturan tidak
tertulis sebagian besar 100 dan 87 petani tidak melakukan pelanggaran mematuhi aturan tidak tertulis. Hal ini menunjukkan bahwa anggota komunitas
yang lain lebih mematuhi nilai, norma, kesepakatan dan kebiasaan yang ada dimasyarakat dibanding mematuhi peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Wonogiri terkait pemanfaatanpenebangan pohon.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa tingkat anggota mengetahui aturan aturan tertulis dan aturan tidak tertulis di Kelurahan Selopuro
dan Desa Belikurip adalah tergolong tinggi masing-masing sebesar 100 dan 77 Tabel 19. Hal ini menunjukkan bahwa anggota mengetahui aturan aturan
tertulis dan aturan tidak tertulis di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip melalui pertemuan kelompok yang rutin dilaksanakan baik melalui pertemuan
mingguan maupun pertemuan bulanan. Selain adanya aturan terkait pengelolaan hutan rakyat, juga terdapat aturan
dalam pertemuan kelompok dan aturan bagi pendatang baru. Tingkat keberadaan aturan dalam pertemuan kelompok dan aturan bagi pendatang baru di Kelurahan
Selopuro dan Desa Belikurip adalah tergolong tinggi masing-masing sebesar 100 dan 83, 100 dan 60. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan aturan
kelompok dan aturan bagi pendatang baru diketahui dan dipatuhi oleh anggota kelompok. Aturan dalam pertemuan kelompok yaitu bahwa setiap anggota
diharuskan menghadiri pertemuan dan tidak dapat hadir 2 kali pertemuan berturut- turut tanpa pemberitahuan, simpanan pokok dihapus dan keluar dari kelompok.
Berdasarkan wawancara dengan responden di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip bahwa anggota komunitas selalu hadir dalam pertemuan kelompok,
seandainya tidak bisa hadir karena berhalangan seperti sakit atau lagi berada di luar kota maka mewakilkan pada anggota keluarga. Begitu juga aturan bagi
pendatang baru, bahwa bagi anggota masyarakat pendatang baru dari luar dusun atau luar Kelurahan Selopuro sudah sekaligus menjadi anggota KPSKT dan
wajib mematuhi aturan-aturan yang ada. Sedangkan di Desa Belikurip bagi anggota masyarakat pendatang baru dari luar dusun atau luar desa tidak harus
menjadi anggota KTHR kalau tidak memilikimengelola lahan pertanian atau hutan rakyat, namun bagi pendatang baru memilikimengelola lahan pertanian
atau hutan rakyat wajib mematuhi aturan-aturan yang ada. Berdasarkan uraian diatas, secara keseluruhan bahwa tingkat aturan modal
sosial di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip Kecamatan Batuwarno dan
Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa petani mengetahui, paham, patuh terhadap aturan, baik aturan tertulis berupa peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri
terkait aturan dan prosedur pemanfaatanpenebangan pohon yang boleh ditebang, maupun aturan tidak tertulis berupa nilai, norma, kesepakatan dan tata kelakuan
lainnya yang biasa menjadi pedoman bertindak petani dalam pengelolaan hutan rakyat. Tingkat pengetahuan, pemahaman dan kepatuhahan petani terhadap aturan
yang tinggi, berpengaruh pada tingkat pelanggaran terhadap aturan dan sangsi yang diterima atas pelanggaran aturan pun sedikit.
Tingkat aturan modal sosial di Kelurahan Selopuro lebih tinggi skor 1.955 dibanding di Desa Belikurip skor 1.895. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan, pemahaman dan kepatuhahan petani terhadap pelaksanaan aturan aturan tertulis dan aturan tidak tertulis di Kelurahan Selopuro lebih tinggi
dibanding di Desa Belikurip, begitu pula dengan tingkat pelanggaran terhadap aturan di Kelurahan Selopuro lebih tinggi dibanding di Desa Belikurip. Namun,
tingkat sangsi atas pelanggaran terhadap aturan, baik di Kelurahan Selopuro maupun di Desa Belikurip masing-masing sama yaitu tergolong tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa petani tidak pernah mendapat sangsi apapun, walaupun melakukan pelanggaran. Pelanggaran yang dilakukan petani adalah pelanggaran
terhadap aturan tertulis, sedangkan terhadap aturan tidak tertulis sebagian besar 100 dan 87 petani tidak melakukan pelanggaran mematuhi aturan tidak
tertulis. Hal ini menunjukkan bahwa petani lebih mematuhi nilai, norma, kesepakatan dan kebiasaan yang ada dimasyarakat dibanding mematuhi peraturan
yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri terkait pemanfaatanpenebangan pohon.
Berdasarkan Tabel 19 tingkat aturan dalam kategori tinggi. Aturannorma sosial menggariskan suatu keharusan, larangan, pantangan, tanggung jawab,
kewajiban, hak dan peranan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Norma sosial dapat menjadi modal utama dalam pembangunan hutan rakyat
karena jika dalam suatu komunitas, norma tumbuh dan dipertahankan secara kuat akan memperkuat masyarakat dalam ikatan modal sosial yang kuat
Hasbullah 2006.
5.1.1.3. Unsur Jaringan
Jaringan sebagai pola pertukaran dan interaksi sosial yang terus berkembang merupakan perwujudan penting dari modal sosial, baik jaringan
formal maupun informal. Sebagai sebuah bentuk organisasi sosial, jaringan mewakili kategori modal sosial struktural
. Jaringan ini menekankan bahwa
jaringan dihadirkan oleh “harapan bersama” atas manfaatkeuntungan. Namun
sebenarnya jaringan ini dapat berkelanjutan lebih karena harapan akan timbal balik resiprositas. Hal ini menunjukkan bahwa ada dominasi kognitif yang
penting dalam jaringan yang didorong oleh proses mental dan bukan hanya dari apa yang dipertukarkan Uphoff 2000. Penentuan jaringan yang diuraikan
disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Distribusi tingkat jaringan responden dengan para pihak yang
mendukung pengelolaan hutan rakyat.
No Para Pihak
Tingkat Jaringan Kelurahan Selopuro
Desa Belikurip Lemah
Sedang Kuat
Lemah Sedang
Kuat
A Internal kelompok
a Sanak
family keluarga
0 0 100 0 0 100 b
Tetangga 0 0 100 0 0 100
c Sesama
petani dalam
kelompok 0 0 100 0 23 77
d Tokoh
masyarakat 0 0 100 0 7 93
e Tokoh
agama 0 0 100 0 7 93
B Eksternal kelompok
a Sesama petani di luar kelompok
13 87
17 83
b Sesama petani di luar kelurahandesa 0 37
63 0 27 73
c FKPS
50 40 10 100 0 0
d TPKS
77 23 0 100 0 0 e
Gapoktan 0 47
53 0 30 70
f PKL
Kehutanan 67 27 7 87 13 0
g PPL
Pertanian 37 60 3 13 60 27
h LSM
17 77 7 100 0 0 i
LurahKepala Desa
27 43 30 0 83 17 j
Pemerintah Kabupaten Wonogiri 67
23 10
100 k
Dephut 60 33 7 67 33 0
l Pedagang pengumpul pengepullocal
30 67 3 50 43 7
Berdasarkan Tabel 20 tingkat keeratan hubungan antara petani dengan internal kelompok keluarga, tetangga, sesama petani dalam kelompok tani, tokoh
masyarakat dan tokoh agama adalah tergolong kuat masing-masing sebesar 100 seluruh indikator di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip sebesar
100, 100, 77, 93 dan 93. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan dengan internal kelompok di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip
sering melakukan hubunganinteraksi melalui pertemuankunjungankomunikasi koordinasitransaksikerjasama dengan keluarga, tetangga, sesama petani dalam
kelompok tani, tokoh masyarakat dan tokoh agama baik melalui pertemuan rutin mingguan, bulanan maupun melalui pertemuan insidentil.
Tingkat keeratan hubunganinteraksi dengan eksternal kelompok di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip dalam pengelolaan hutan rakyat adalah
tergolong kuat masing-masing sebesar 87 dan 83, dan 63 dan 73. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan antara petani dengan sesama
petani di luar kelompok tani, di luar komunitasdiluar desa sering melakukan hubunganinteraksi melalui pertemuankunjungankomunikasikoordinasi
transaksikerjasama dengan sesama petani di luar kelompok tani dan sesama petani di luar komunitasdiluar desa melalui pertemuan rutin bulanan maupun
melalui pertemuan insidentil. Tingkat keeratan hubungan antara petani dengan ekternal lain di
Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip dalam pengelolaan hutan rakyat yang tergolong kuat adalah dengan Gapoktan masing-masing sebesar 53 dan 70.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan dengan Kelompok Tani di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip sering melakukan
hubunganinteraksi melalui pertemuankunjungankomunikasikoordinasi transaksikerjasama melalui pertemuan rutin yang dilaksanakan tiap bulan pada
tanggal 15. Sedangkan tingkat keeratan hubungan dengan ekternal lainnya sebagian besar tergolong sedang.
Tingkat intensitas hubunganinteraksi antar petani dengan internal kelompok keluarga, tetangga, sesama petani dalam kelompok tani, tokoh
masyarakat dan tokoh agama adalah tergolong kuat masing-masing sebesar 100 seluruh indikator di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip sebesar
100, 100, 77, 93 dan 93. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat intensitas hubungan dengan internal kelompok di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip
sering lebih dari tiga kali dalam sebulan melakukan hubunganinteraksi melalui pertemuan kunjungan komunikasi koordinasi transaksi kerjasama dengan
keluarga, tetangga, sesama petani dalam kelompok tani, tokoh masyarakat dan tokoh agama baik melalui pertemuan rutin mingguan, bulanan maupun melalui
pertemuan insidentil.
Tingkat intensitas hubunganinteraksi dengan eksternal kelompok di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip dalam pengelolaan hutan rakyat adalah
tergolong kuat masing-masing sebesar 87 dan 83, dan 63 dan 73. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat intensitas hubungan antara petani dengan sesama
petani di luar kelompok tani dan di luar komunitasdiluar desa sering lebih dari tiga kali dalam sebulan melakukan hubunganinteraksi melalui pertemuan
kunjungankomunikasikoordinasitransaksikerjasama rutin bulanan maupun melalui pertemuan insidentil.
Tingkat intensitas hubungan antara petani dengan ekternal lain di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip dalam pengelolaan hutan rakyat yang
tergolong kuat adalah dengan Gapoktan masing-masing sebesar 53 dan 70. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan dengan Kelompok Tani
di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip sering melakukan hubunganinteraksi melalui pertemuan kunjungan komunikasi koordinasi
transaksi kerjasama melalui pertemuan rutin yang dilaksanakan tiap bulan pada tanggal 15.
Tingkat jumlah pihak dalam menjalin hubunganinteraksi dengan internal sesama petani dalam kelompok tani di Kelurahan Selopuro dan di Desa
Belikurip adalah tergolong luas masing-masing sebesar 100. Begitu pula dalam menjalin hubunganinteraksi dengan eksternal sesama petani di luar
kelompok tani dan sesama petani di luar komunitaskelurahandesa adalah tergolong luas masing-masing sebesar 73 dan 60 dan 53 dan 30. Namun
lain halnya dalam menjalin hubunganinteraksi dengan eksternal pihak lain adalah tergolong sempit masing-masing sebesar 50 dan 70. Hal ini
menunjukkan bahwa petani menjalin hubungan dengan internal kelompok di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip sering melakukan hubunganinteraksi
melalui pertemuankunjungankomunikasi koordinasitransaksikerjasama dengan keluarga, tetangga, sesama petani dalam kelompok tani, tokoh masyarakat dan
tokoh agama di luar kelompok baik melalui pertemuan rutin mingguan, bulanan maupun melalui pertemuan insidentil. Namun dalam menjalin hubungan dengan
eksternal pihak lainnya sebagian besar tidak pernah melakukan hubungan
interaksi melalui pertemuankunjungankomunikasikoordinasitransaksi kerjasama.
Tingkat jumlah organisasi yang diikuti petani di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip adalah tergolong luas masing-masing sebesar 100 dan 90.
Hal ini menunjukkan bahwa petani mengikuti kelompokorganisasi sosial lebih dari 3 organisasi. Organisasi yang ada dan diikuti oleh petani di Kelurahan
Selopuro dan di Desa Belikurip adalah koperasi di tingkat RT, Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga PKK, Paguyuban Keluarga Berencana PKB, Karang
Taruna, Kelompok Tani KT dan Komunitas Petani Sertifikasi KPS di tingkat lingkungan; Lembaga Pemberdayaan Masyarakat LPM, Gabungan Kelompok
Tani GAPOKTAN dan Forum Komunitas Petani Sertifikasi FKPS di tingkat kelurahan, dan Tempat Pengelolaan Kayu SertifikasiTPKS yang merupakan unit
usaha dari 2 dua FKPS Selopuro dan Sumberejo. Berdasarkan uraian diatas, secara keseluruhan bahwa tingkat jaringan
modal sosial di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip Kecamatan Batuwarno
dan Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri tergolong sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat keeratan dan intensitas hubunganinteraksi antara petani dengan internal kelompok keluarga, tetangga, sesama petani dalam
kelompok tani, tokoh masyarakat dan tokoh agama dan dengan eksternal sesama petani di luar kelompok tani, di luar komunitasdiluar desa di Kelurahan
Selopuro dan di Desa Belikurip dalam pengelolaan hutan rakyat sering dilakukan melalui pertemuankunjungan komunikasikoordinasitransaksikerjasama rutin
setiap minggu, bulan ataupun insidentil. Namun tingkat keeratan dan intensitas dalam menjalin hubunganinteraksi dengan eksternal pihak lain adalah tergolong
lemah. Tingkat jaringan modal sosial di Kelurahan Selopuro lebih tinggi
dibanding di Desa Belikurip. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keeratan dan intensitas hubunganinteraksi antara petani dengan internal, eksternal dan pihak
lain di Kelurahan Selopuro lebih kuat dibanding di Desa Belikurip, begitu pula dengan tingkat jumlah pihak dalam menjalin hubunganinteraksi dengan internal,
eksternal dan organisasi yang diikuti petani di Kelurahan Selopuro lebih luas dibanding di Desa Belikurip. Namun, tingkat keeratan dan intensitas dalam
menjalin hubunganinteraksi dengan eksternal pihak lain di Desa Belikurip lebih lemah dibanding dengan Kelurahan Selopuro. Begitu pula dengan tingkat jumlah
pihak dalam menjalin hubunganinteraksi dengan pihak lain di Desa Belikurip lebih sempit dibanding dengan Kelurahan Selopuro.
Berdasarkan uraian diatas, modal sosial struktural disusun oleh unsur peranan, unsur aturan dan unsur jaringan. Tingkat modal sosial kategori struktural
pada komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip
tergolong tinggi. 5.1.2.
Modal Sosial Kognitif
Modal sosial kategori kognitif datang dari proses mental yang menghasilkan gagasanpemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi.
Norma, nilai, sikap, dan kepercayaan memunculkan dan menguatkan saling ketergantungan positif dari fungsi manfaat dan mendukung MBCA Uphoff
2000. Lebih lanjut Uphoff 2000, menjelaskan bahwa terdapat dua orientasi, yaitu orientasi ke arah pihakorang lain dan orientasi mewujudkan tindakan.
Norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang diorientasikan kepada pihak lain, bagaimana seseorang harus berfikir dan bertindak ke arah orang lain.
Kepercayaan trust dan pembalasan reciprocation merupakan cara membangun hubungan dengan orang lain. Sedangkan tujuan membangun hubungan sosial
adalah solidaritas. Kepercayaan trust dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan belief untuk membuat kerjasama dan kedermawanan efektif.
Solidaritas juga dibangun berdasarkan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk membuat kerjasama dan kedermawanan.
Penentuan modal sosial kognitif di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip digunakan dua variabel yaitu unsur kepercayaan dan unsur solidaritas.
5.1.2.1. Unsur Kepercayaan
Kepercayaan atau “keyakinan pada kejujuran, kebaikan dan keterampilan” dari individu atau kelompok lain, secara potensial mempengaruhi anggota untuk
terlibat dalam tindakan kolektif karena kepercayaan itu mengurangi ketidakpastian tentang kemungkinan perilaku orang lain atau terhadap imbalan
dari sebuah kolaborasi kepercayaan memastikan individu akan mendapatkan
sesuatu dari orang lain. Penentuan kepercayaan yang diuraikan berikut ini dinilai dengan 10 sepuluh indikator sebagaimana disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21. Distribusi responden menurut tingkat kepercayaan kepada para pihak, fungsi aturan dan jaringan
No Indikator kepercayaan
Tingkat Kepercayaan Kelurahan Selopuro
Desa Belikurip Tidak
Percaya Ragu
-ragu Percaya
Tidak Percaya
Ragu- ragu
Percaya
1 Kepercayaan responden terhadap:
A Pihak Informal
individu
a Sesama petani
100 3
97 b Tokoh
masyarakat 100
7 93
c Tokoh agama
100 3
97 d Pedagang
pengumpul pengepullocal 7 10 83
50 50
B Pihak Formal
lembaga
a KTHRKPS 100
7 93
b FKPS
83 7 10 100 0 0 c
TPKS 90
10 0 100 0 0
d Gapoktan 3
97 20
80 e
PKL Kehutanan
67 0 33 87 0 13 f
PPL Pertanian
13 0 87 13 20 67 g
LSM 17 73 10 100 0
h LurahKepala Desa
3 3
93 3
97 i
Pemerintah Kabupaten Wonogiri 20
67 13
17 60
23 j
Dephut 20 7 73 67 0 33
2 Kepercayaan responden terhadap
fungsi aturan tertulis 10 57 33
7 43 50
3 Kepercayaan responden terhadap
fungsi aturan tidak tertulis 0 3 97 7 7 87
4 Kepercayaan responden terhadap para
pihak dalam membangun jaringan
A Internal kelompok
a Sanak family keluarga
100 100
b Tetangga 100
100 c
Sesama petani dalam kelompok 100
7 93
d Tokoh masyarakat
100 7
93 e Tokoh
agama 100
3 97
B Eksternal kelompok
a Sesama petani di luar kelompok
7 93
10 90
b Sesama petani di luar kelurahandesa 0 27 73
27 73 c
FKPS 50 40 10 100 0
d TPKS
77 23
0 100 0 0 e Gapoktan
10 90
20 80
f PKL
Kehutanan 67 3 30 87 0 13
g PPL
Pertanian 37 0 63 13 33 53
h LSM
17 20 63 100 0 i
LurahKepala Desa
27 3 70 0 3 97
j Pemerintah Kabupaten Wonogiri
67 33
17 43
40 k
Dephut 60 0 40 67 3 30
l Pedagang pengumpul pengepullocal
30 3 67 50 0 50 5
Kepatuhan dan kemampuan anggota petani lain dalam melaksanakan
aturan tertulis aturan penebangan pohon
10 53 37 7
43 50 6 Kepatuhan
dan kemampuan anggota
petani lain dalam melaksanakan aturan tidak tertulis aturan
penanaman dan pengamanan hutan rakyat
0 0 100 7 7 87
7 Manfaat hutan rakyat
100 100
No Indikator kepercayaan
Tingkat Kepercayaan Kelurahan Selopuro
Desa Belikurip Tidak
Percaya Ragu
-ragu Percaya
Tidak Percaya
Ragu- ragu
Percaya
8 Kepercayaan terhadap para pihak
yang mempunyai kemauan dan kemampuan dalam menjaga
kelestarian hutan rakyat
A Pihak Informal
individu
a Sesama petani
3 97
3 97
b Tokoh masyarakat
100 7
93 c Tokoh
agama 13
87 3
97 d Pedagang
pengumpul pengepullocal 30 67
3 50
43 7
B Pihak Formal
lembaga
a KTHRKPS 10
90 7
93 b
FKPS 23 60 17 100 0
c TPKS
90 10
0 100 0 0 d Gapoktan
17 83
20 80
e PKL
Kehutanan 13 70 17 87
0 13 f
PPL Pertanian
13 67 20 13 20 67 g LSM
7 50
43 100
h LurahKepala Desa
100 3
97 i
Pemerintah Kabupaten Wonogiri 17
83 10
67 23
j Dephut 57
43 67
33 9
Kepercayaan terhadap warga masyarakat memiliki kemampuan
untuk bekerjasama dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat
0 0 100 0 10 90
10 Kepercayaan terhadap warga
masyarakat bersedia untuk saling menguatkan hubungan sosial
0 0 100 0 13 87
Berdasarkan Tabel 21, sebagian besar 100 petani percaya terhadap peran dan posisi pihak petani, tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam
pengelolaan hutan rakyat di Kelurahan Selupuro, begitu pula petani di Desa Belikurip sebagian besar 93-97 percaya terhadap peran dan posisi pihak
petani, tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pengelolaan hutan rakyat. Tingkat kepercayaan petani terhadap pedagang lokalpedagang pengumpul
pengepul di Kelurahan Selupuro sebagian besar 83 percaya, begitu pula petani di Desa Belikurip sebagian sebesar 50 percaya terhadap pedagang
lokalpedagang pengumpul pengepul. Kepercayaan petani terhadap pedagang lokalpedagang pengumpul pengepul di Kelurahan Selupuro dan di Desa
Belikurip karena pedagang lokalpedagang pengumpul pengepul yang selama ini membeli pohonkayu dari hutan rakyat. Padahal yang seharusnya berperan dalam
tata niaga kayu hutan rakyat adalah TPKS, karena TPKS selama ini tidak berfungsi maka sebagian besar 90 tingkat kepercayaan petani terhadap TPKS
tidak percaya.
Tingkat kepercayaan petani terhadap pihak formal sebagian besar 63-100 percaya, kecuali pada pihak FKPS, PKL dan Perhutani sebagian besar
67-83 petani di Kelurahan Selopuro tidak percaya. Ketidakpercayaan petani di Kelurahan Selopuro terhadap lembaga tersebut karena selama ini belum dirasakan
manfaat dari masing-masing perannya. Sedangkan di Desa Belikurip tingkat kepercayaan petani terhadap peran dan posisi PKL, LSM dan Dephut sebagian
besar 67-100 tidak percaya karena selama ini lembaga tersebut belum ada perannya, sedangkan lembaga yang ada dan berperan di Desa Belikurip adalah
pihak perhutani berperan dalam melaksanakan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM, namun tingkat kepercayaan petani terhadap
Perhutani sebagian besar 77 masih ragu-ragu karena dari program PHBM yang dilaksanakan belum ada hasil yang nyata dari kegiatan
pemanfaatanpenebangan pohon. Komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan di Desa
Belikurip yakin bahwa aturan-aturan yang ada dapat berfungsi untuk keberlanjutan kelestarian hutan rakyat, namun tingkat kepercayaannya berbeda-
beda. Tingkat kepercayaan terhadap aturan tertulis sebagian besar 100 dan 97 petani percaya bahwa aturan tertulis yang mengatur petani dalam
pemanfaatan pemanenan hutan berupa peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri dapat berfungsi untuk keberlanjutan kelestarian
hutan rakyat. Begitu pula terhadap aturan tidak tertulis sebagian besar 100 dan 93 petani percaya bahwa aturan tidak tertulis berupa kesepakatan dan
kebiasaan yang ada dimasyarakat dapat berfungsi untuk keberlanjutan kelestarian hutan rakyat. Namun petani hutan rakyat di Desa Belikurip masih ada yang ragu-
ragu 3 dan 7 terhadap fungsi aturan, baik aturan tertulis maupun aturan tidak
tertulis dapat berfungsi untuk keberlanjutan kelestarian hutan rakyat.
Tingkat kepercayaan petani terhadap fungsi aturan tertulis peraturan pemerintah yang tinggi menunjukkan bahwa petani mengetahui dan paham
terhadap aturan tersebut, namun pengetahuan dan pemahaman petani tersebut belum dapat dipatuhi dalam pelaksanaannya karena sebagian besar 100 petani
memanfaatkanmenebang pohon berdasarkan tebang butuh, sehingga aturan- aturan yang ada didalamnya sering dilanggar. Lain halnya dengan aturan tidak
tertulis kesepakatan dan kebiasaan yang sudah membudaya, selain petani
mengetahui dan paham terhadap aturan tersebut, petani juga patuh dalam melaksanakan aturan tersebut. Hal ini karena aturan tidak tertulis sudah menjadi
kebiasaan yang membudaya dan dapat dirasakan manfaatnya oleh petani. Sedangkan aturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah belum terinternalisasi
sebagai nilai-nilai yang diakui, dipatuhi, dan dijadikan pedoman bertindak petani, dan belum terbukti dapat berfungsi untuk mengelola dan melestarikan hutan
rakyat dengan baik. Aturan tidak tertulis yang berlaku baik pada Komunitas di Kelurahan
Selupuro dan di Desa Belikurip adalah berupa cara usage, kebiasaan folkways, dan tata kelakuan mores yang merupakan budaya yang sudah berlaku secara
turun temurun dan terinternalisasi dalam masyarakat. Aturan-aturan tidak tertulis yang merupakan kebiasaan yang sudah membudaya diantaranya adalah: a setiap
anggota diharuskan menghadiri pertemuan; b tidak dapat hadir 2 kali pertemuan berturut-turut tanpa pemberitahuan, simpanan pokok dihapus dan keluar dari
kelompok; c setiap tebang satu harus ada penggantinya yang sudah tumbuh; d setiap tebangan jangan sampai merusak pohon yang ada disekitarnya; e setiap
melakukan kegiatan penebangan wajib ijin kepada kepala lingkungan atau kepala kelurahan; f setiap musim penghujan diharuskan menanam pohon pada tanah
yang masih kosong; g tidak dibenarkan mengembala ternak di areal hutan rakyat.
Kepatuhan seseorang terhadap aturan dapat diperlemah atau dikuatkan oleh kepatuhan orang lain terhadap aturan tersebut. Oleh karena itu penting untuk
meninjau kepercayaan seseorang bahwa orang lain mematuhi aturan. Tingkat kepercayaan responden terhadap anggota komunitas yang lain dapat mematuhi
aturan tertulis di Kelurahan Selupuro berbeda-beda, yaitu sebagian besar 53 ragu-ragu, 37 percaya dan 10 tidak percaya dan di Desa Belikurip sebagian
besar 50 percaya, 43 ragu-ragu dan 7 tidak percaya. Tingkat kepercayaan responden terhadap anggota komunitas yang lain dapat mematuhi aturan tidak
tertulis di Kelurahan Selupuro sebagian besar 100 percaya, Sedangkan di Desa Belikurip berbeda-beda yaitu sebagian besar 87 percaya dan 7 ragu-ragu dan
tidak percaya. Berdasarkan Tabel 21, tingkat kepercayaan petani terhadap keeratan
hubungan dengan internal kelompok keluarga, tetangga, sesama petani dalam
kelompok tani, tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagian besar 100 seluruh indikator di Kelurahan Selopuro percaya terhadap keeratan hubungan
dengan keluarga, tetangga, sesama petani dalam kelompok tani, tokoh masyarakat dan tokoh agama begitu pula di Desa Belikurip dengan tingkat kepercayaan
sebesar 100, 100, 93, 93 dan 97. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap keeratan hubungan dengan internal kelompok di Kelurahan
Selopuro dan di Desa Belikurip sering melakukan hubunganinteraksi melalui pertemuankunjungankomunikasikoordinasitransaksikerjasama dengan
keluarga, tetangga, sesama petani dalam kelompok tani, tokoh masyarakat dan tokoh agama baik terjalin dengan baik melalui pertemuan rutin mingguan,
bulanan maupun melalui pertemuan insidentil. Tingkat kepercayaan terhadap keeratan hubunganinteraksi dengan
eksternal kelompok di Kelurahan Selopuro dan di Desa Belikurip dalam pengelolaan hutan rakyat sebagian besar petani percaya dengan tingkat
kepercayaan sebesar 93 dan 90, dan 73 dan 73. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan antara petani dengan sesama petani di luar
kelompok tani, di luar komunitasdiluar desa sering melakukan hubunganinteraksi melalui pertemuankunjungankomunikasikoordinasi
transaksikerjasama dengan sesama petani di luar kelompok tani dan sesama petani di luar komunitasdiluar desa terjalin dengan baik melalui pertemuan rutin
bulanan maupun melalui pertemuan insidentil. Berdasarkan Tabel 19, sebagian besar 87-100 responden percaya
bahwa pihak informal seperti petani, tokoh masyarakat dan tokoh agama mempunyai kemauan dan kemampuan dalam menjaga kelestarian hutan rakyat di
Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip. Begitu pula sebagian besar 83-100 responden percaya terhadap pihak formal seperti: kelompok tani, Gapoktan,
kelurahandesa, kecamatan dan pemerintah kabupaten mempunyai kemauan dan kemampuan dalam menjaga kelestarian hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan
di Desa Belikurip. Namun kepercayaan responden terhadap pihak formal lainnya adalah ragu-
ragu dan tidak percaya, begitu pula terhadap pedagang lokal pengepul di Kelurahan Selupuro sebagian besar 67 ragu-ragu dan di Desa Belikurip
sebagian besar 50 tidak percaya, karena pedagang lokal pengepul dalam melakukan pembelian pohonkayu dari hutan rakyat tidak mempertimbangkan
aturan terkait diameter pohon yang harus ditebang. Petani komunitas hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan di Desa
Belikurip memiliki pengetahuan tentang manfaat hutan rakyat dan percaya bahwa hutan rakyat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat. Seluruh
responden 100 percaya bahwa hutan rakyat memberikan manfaat bagi kehidupan, apabila hutan rakyat tidak ada maka keberlangsungan hidup
masyarakat terganggu. Kepercayaan dan keyakinan tersebut didasarkan serta dikuatkan oleh pengalaman hidup masyarakat yang selama ini sudah merasakan
manfaat dari keberadaan hutan rakyat. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terhadap keberadaan hutan rakyat yaitu manfaat ekologi, manfaat ekonomi, dan
manfaat sosial budaya. Manfaat ekologi dari hutan rakyat yang dirasakan oleh masyarakat yaitu
dapat memperbaiki kondisi lingkungan, iklim, dan perlindungan koservasi tanah dan air, dimana yang dulunya kondisi lingkungan gersang sekarang menjadi sejuk
dan yang dulunya sulit mendapatkan air sekarang mudah mendapatkan air. Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat yaitu adanya peningkatan
pendapatan masyarakat dari penjualan kayu, dimana yang dulunya pendapatannya dari hasil pertanian atau salah satu jenis usaha, sekarang ada penambahan dari
hasil penjualan kayu. Selain manfaat ekologi dan ekonomi, masyarakat juga merasakan manfaat sosial yaitu adanya kesadaran masyarakat dalam menanam
dan mengamankan hutan rakyat lebih tinggi, padahal dahulu kesadaran masyarakat dalam menanam dan mengamankan hutan kurang bahkan hutan
negara pun dirusak. Selain itu adanya kunjungan tamu dari luar kota atau luar negeri baik untuk penelitian, studi banding dan tujuan lainnya sehingga
menambah informasi dan pengetahuan masyarakat. Manfaat hutan rakyat yang dirasakan masyarakat dapat menguatkan
kepercayaan anggota komunitas yang lain untuk menjaga kelestarian hutan rakyat diperkuat oleh tingkat kepercayaannya bahwa anggota komunitas lain dapat
bekerjasama dalam menjaga kelestarian hutan rakyat. Sebagian besar 100 dan 90 responden pada komunitas Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip
percaya dan 10 responden ragu-ragu bahwa warga masyarakat memiliki kemampuan untuk bekerjasama dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat.
Kemampuan kerjasama antar warga komunitas dalam pengelolaan hutan rakyat yang tinggi, dilandasi oleh nilai-nilai, sikap, dan keyakinan yang melekat
pada masing-masing individu petani sehingga dapat menguatkan hubungan sosial pada kedua komunitas tersebut. Sebagian besar 100 dan 870 responden pada
komunitas Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip percaya dan 13 responden ragu-ragu bahwa warga masyarakat bersedia untuk saling menguatkan hubungan
sosial. Hal ini dipertegas oleh Uphoff 2000 bahwa kepercayaan trust dan pembalasan reciprocation merupakan cara untuk membangun hubungan dengan
orang lain. Kepercayaan trust dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan keyakinan belief untuk membuat kerjasama efektif.
Berdasarkan uraian diatas, secara keseluruhan bahwa tingkat kepercayaan
modal sosial di Kelurahan Selopuro tergolong tinggi dan tingkat kepercayaan modal sosial di Desa Belikurip tergolong sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kepercayaan reponden terhadap peran dan posisi para pihak yang terlibat, aturan aturan tertulis dan aturan tidak tertulis, jaringan, kepatuhan dan
kemampuan anggota masyarakat dalam melaksanakan aturan aturan tertulis dan aturan tidak tertulis, manfaat hutan rakyat, kepatuhan dan kemampuan para pihak
dalam menjaga kelestarian hutan rakyat, warga masyarakat lain memiliki kemampuan untuk bekerjasama dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat, dan
tingkat kepercayaan terhadap warga masyarakat bersedia untuk saling
menguatkan hubungan sosial di Kelurahan Selopuro tergolong tinggi dan di Desa Belikurip tergolong sedang dalam pengelolaan hutan rakyat.
5.1.2.2. Unsur Solidaritas
Solidaritas merupakan wujud perhatian dan kepedulian dari petani baik terhadap internal kelompok maupun eksternal kelompok. Penentuan solidaritas
yang diuraikan berikut ini dinilai dengan 2 dua indikator sebagaimana disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22. Distribusi responden menurut tingkat solidaritas dalam pengelolaan hutan rakyat
No Aktivitas
Pengelolaan Hutan Rakyat Tingkat Solidaritas
Kelurahan Selopuro Desa Belikurip
Lemah Sedang
Kuat Lemah
Sedang Kuat
A Keeratan hubungangan saling terlibat
dalam membantu: 1
Kegiatan memberi benih bibit dengan: a
internal kelompok sesama petani dalam kelompok tani
0 0 100
13 3 83
b eksternal kelompok sesama petani di
luar kelompok tani 0 0
100 13 3
83 c
eksternal kelompok sesama petani di luar komunitaskelurahandesa
0 23 77
13 3 83 2
Kegiatan pengamanan hutan rakyat dengan:
a internal kelompok sesama petani
dalam kelompok tani 0 0 100 0 17 83
b eksternal kelompok sesama petani di
luar kelompok tani 0 0 100 0 17 83
c eksternal kelompok sesama petani di
luar komunitaskelurahandesa 0 0 100 0 17 83
B Intensitas saling terlibat dalam membantu:
1 Kegiatan memberi benih bibit dengan:
a internal kelompok sesama petani
dalam kelompok tani 0 0
100 13 3
83 b
eksternal kelompok sesama petani di luar kelompok tani
0 0 100
13 3 83
c eksternal kelompok sesama petani di
luar komunitaskelurahandesa 0 23
77 13 3 83
2 Kegiatan pengamanan hutan rakyat
dengan: a
internal kelompok sesama petani dalam kelompok tani
0 0 100 0 17 83 b
eksternal kelompok sesama petani di luar kelompok tani
0 0 100 0 17 83 c
eksternal kelompok sesama petani di luar komunitaskelurahandesa
0 0 100 0 17 83
Berdasarkan Tabel 22, tingkat keeratan hubungan saling terlibat dalam membantu kegiatan pengelolaan hutan dengan internal kelompok sesama petani
dalam kelompok tani dan dengan eksternal kelompok sesama petani di luar kelompok tani, sesama petani di luar komunitaskelurahandesa di Kelurahan
Selopuro tergolong kuat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar 77-100 keeratan hubungan responden dengan sesama petani dalam kelompok tani dan
sesama petani di luar kelompok tani sering terlibat dalam membantu saling memberi benihbibit dan dalam kegiatan mengamankan hutan rakyat di Kelurahan
Selopuro. Keeratan hubungan responden dengan sesama petani di luar komunitaskelurahandesa sebesar 77 kuat dan 23 sedang.
Tingkat keeratan hubungan saling terlibat antara responden dengan internal dan eksternal kelompok dalam membantu kegiatan pengelolaan hutan di
Desa Belikurip berbeda-beda, yaitu sebesar 83 kuat, 4 sedang dan 13 lemah
dalam membantu saling memberi benihbibit, sedangkan dalam kegiatan mengamankan hutan rakyat di Desa Belikurip masing-masing sebesar 83 kuat dan
17 sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar 83 keeratan hubungan responden dengan sesama petani dalam kelompok tani, sesama petani
di luar kelompok tani dan sesama petani di luar komunitaskelurahandesa sering terlibat dalam membantu saling memberi benihbibit dan dalam kegiatan
mengamankan hutan rakyat di Desa Belikurip. Namun sebesar 4 jarang terlibat dan 13 tidak pernah terlibat dalam membantu saling memberi benihbibit, serta
17 jarang terlibat dalam kegiatan mengamankan hutan rakyat. Berdasarkan Tabel 22, tingkat intensitas hubungan saling terlibat dalam
membantu kegiatan pengelolaan hutan dengan internal kelompok sesama petani dalam kelompok tani dan dengan eksternal kelompok sesama petani di luar
kelompok tani, sesama petani di luar komunitaskelurahandesa di Kelurahan Selopuro tergolong kuat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar 77-100
intensitas hubungan responden dengan sesama petani dalam kelompok tani dan sesama petani di luar kelompok tani sering terlibat dalam membantu saling
memberi benihbibit dan dalam kegiatan mengamankan hutan rakyat di Kelurahan Selopuro. Keeratan hubungan responden dengan sesama petani di luar
komunitaskelurahandesa sebesar 77 kuat dan 23 sedang. Tingkat intensitas hubungan saling terlibat antara responden dengan
internal dan eksternal kelompok dalam membantu kegiatan pengelolaan hutan di Desa Belikurip berbeda-beda, yaitu sebesar 83 kuat, 4 sedang dan 13 lemah
dalam membantu saling memberi benihbibit, sedangkan dalam kegiatan mengamankan hutan rakyat di Desa Belikurip masing-masing sebesar 83 kuat dan
17 sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar 83 intensitas hubungan responden dengan sesama petani dalam kelompok tani, sesama petani
di luar kelompok tani dan sesama petani di luar komunitaskelurahandesa sering terlibat dalam membantu saling memberi benihbibit dan dalam kegiatan
mengamankan hutan rakyat di Desa Belikurip. Namun sebesar 4 jarang terlibat dan 13 tidak pernah terlibat dalam membantu saling memberi benihbibit, serta
17 jarang terlibat dalam kegiatan mengamankan hutan rakyat.
Tingkat unsur solidaritas modal sosial di Kelurahan Selopuro dan Desa
Belikurip tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keeratan
hubungan dan intensitas hubungan saling terlibat dalam membantu kegiatan pengelolaan hutan, tingkat saling terlibat di Kelurahan Selopuro dan di Desa
Belikurip tergolong tinggi. Tingkat modal sosial kategori kognitif yang disusun
oleh unsur kepercayaan dan solidaritas pada komunitas petani hutan rakyat di
Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip tergolong tinggi.
Berdasarkan uraian diatas dan hasil analisis modal sosial, bahwa tingkat modal sosial komunitas hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
Kecamatan Batuwarno dan Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Perbandingan tingkat modal sosial komunitas petani hutan rakyat lestari di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
No. Modal Sosial
Tingkat Modal Sosial Kelurahan Selopuro
Desa Belikurip Skor Skor
A Kategori
Struktural 1 Unsur
peranan 3.152
2.864 2 Unsur
Aturan 1.955
1.895 3 Unsur
Jaringan 2.636
2.539
Jumlah 1+2+3 7.743
7.298
B Kategori Kognitif
1 Unsur kepercayaan
3.851 3.535
2 Unsur Solidaritas
1.066 996
Jumlah 1 + 2 4.917
4.531
Jumlah A + B 14.157
12.211
Berdasarkan Tabel 23, tingkat modal sosial komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip Kecamatan Batuwarno dan Kecamatan
Baturetno Kabupaten Wonogiri secara umum tergolong tinggi.
Apabila kedua lokasi tersebut dibandingkankan, maka tingkat modal sosial di Kelurahan Selopuro lebih tinggi dibanding modal sosial di Desa Belikurip.
Tingkat modal sosial komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan Selopuro lebih
tinggi 14.157 dibanding tingkat modal sosial di Desa Belikurip 12.211 baik
kategori struktural maupun kategori kognitif.
5.2. Performansi Hutan Rakyat
Performansi hutan rakyat digunakan untuk menjelaskan pengaruh tingkat modal sosial terhadap pengelolaan hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa
Belikurip. Performansi hutan rakyat dijelaskan berdasarkan produktivitas, keberlanjutan, keadilan dan efisiensi dalam pengelolaan hutan rakyat.
5.2.1. Produktivitas Hutan Rakyat
Hutan rakyat yang dibangun di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip berada di tegalan dan pekarangan. Luas total dari masing-masing lahan hutan
rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip, yaitu: pekarangan 96,22 Ha dan tegalan 166,55 Ha, pekarangan 145 Ha dan tegalan 250 Ha.
Jumlah pohon yang dimiliki oleh petani hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip tergolong tinggi. Seluruh petani hutan rakyat di dua lokasi
penelitian menyatakan bahwa jumlah pohon yang ada di lahan masing-masing petani bejumlah diatas 400 pohonha. Pernyataan tersebut dikuatkan dengan hasil
pengukuran lapangan di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip disajikan pada Tabel 24 dan Tabel 25.
Tabel 24. Kerapatan pohon pohonha hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
No. LokasiJenis
Pohon Kelurahan Selopuro
Desa Belikurip Jumlah Pohon
Jumlah Pohon Pohonha Pohonha
a. Pekarangan Jati
940 1.560
Mahoni 847
790 Total
Pekarangan 1.850
2.491 b. Tegalan
Jati 1.256
2.369 Mahoni
1.478 342
Total Tegalan
2.784 2.863
Total Jati
2.196 3.930
Total Mahoni
2.325 1.132
Total seluruhnya
4.521 4.062
Berdasarkan Tabel 24, jumlah pohon di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip yaitu masing-masing jenis sebesar 2.196 batangha dan 3.930 batangha
jenis jati, 2.325 batangha dan 1.132 batangha jenis mahoni. Bila dibandingkan dengan pernyataan Awang 2001 bahwa dalam pengelolaan hutan rakyat
konvensional yang biasa digunakan sebagai standar hutan rakyat yang baik adalah 400 pohonha. Apabila lebih besar dari 400 pohonha terdapat di lapangan, maka
hutan rakyat tersebut adalah baik dan sebaliknya kalau kurang dari 400 pohonha maka hutan rakyat itu kurang baik. Merujuk pada pernyataan tersebut maka
potensi kerapatan pohon di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip tergolong
tinggi .
Tabel 25. Volume pohon m
3
ha hutan rakyat hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
No. LokasiJenis
Pohon Kelurahan Selopuro
Desa Belikurip Volume Pohon
Volume Pohon
m
3
ha m
3
ha
a. Pekarangan Jati
111.55 113.28
Mahoni 27.45
11.04 Total
Pekarangan 139,00
124,32 b. Tegalan
Jati 82.19
62.42 Mahoni
62.63 16.27
Total Tegalan
144,82 78,69
Total Jati
193.74 175.70
Total Mahoni
90.08 27.31
Total seluruhnya
283,82 203,01
Berdasarkan Tabel 25, volume pohon di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip yaitu masing-masing jenis sebesar 193,74 m
3
ha dan 175,70 m
3
ha jenis jati, 90,08 m
3
ha dan 27,31 m
3
ha jenis mahoni. Bila dibandingkan volume pohon 283,82 m
3
hadi Kelurahan Selopuro lebih tinggi dibanding
volume pohon 203,01 m
3
ha di Desa Belikurip.
5.2.2. Keberlanjutan
Upaya yang dilakukan oleh komunitas petani hutan rakyat untuk mempertahankan dan meningkatkan keberlanjutan hutan rakyat adalah
penanaman kembali untuk mengganti pohon yang ditebang dengan menerapkan metode jumlah pohon atau manajemen pohon, yaitu usaha-usaha untuk
pengelolaan pohon demi pohon dari berbagai struktur tanaman. Seluruh 100 petani hutan rakyat di dua lokasi penelitian melakukan penanamanperemajaan
dan pemeliharaan tanaman kembali. Dengan demikian tingkat usaha yang dilakukan petani untuk
mempertahankan keberadaan hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip tergolong tinggi.
5.2.3. Keadilan
Pada komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip terdapat aturan tertulis Peraturan Daerah Kabupaten Wonogiri dan
aturan tidak tertulis nilai, norma, kesepakatan dan tata kelakuan lainnya yang menjadi pedoman bertindak petani dalam pengelolaan hutan rakyat. Tingkat
keadilan manfaat menurut jenis aturan dalam pengelolaan hutan rakyat disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Tingkat keadilan manfaat menurut jenis aturan dalam pengelolaan hutan rakyat
No Jenis Aturan
Tingkat Keadilan Kelurahan Selopuro
Desa Belikurip Rendah
Sedang Tinggi
Rendah Sedang
Tinggi 1
Aturan tertulis
20 27 53 40 13 47 2
Aturan tidak tertulis -
- 100
- -
100
Berdasarkan Tabel 26, tingkat manfaat aturan tertulis yang mengatur anggota kelompok dalam megelola hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa
Belikurip berbeda-beda. Sebagian besar besar 53 responden di Kelurahan Selopuro merasakan manfaat aturan tertulis tinggi, 27 sedang dan 20 rendah,
sedangkan di Desa Belikurip sebagian besar besar 47 responden merasakan manfaat aturan tertulis tinggi, 13 sedang dan 40 rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa manfaat aturan tertulis berupa peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri yang dituangkan dalam: 1 Peraturan Bupati
Wonogiri No. 1 Tahun 2007 Tentang Retribusi Ijin Pengangkutan Kayu Rakyat di Kabupaten Wonogiri; 2 Surat Bupati Wonogiri Perihal Pengendalian
Penebangan dan Peredaran Kayu Rakyat; 3 Sekretariat Daerah Kabupaten Wonogiri No.522.438.25 Perihal Pembentukan Tim Pelayanan Izin Menebang
Pohon Milik Rakyat Tingkat Kecamatan, dirasakan oleh petani berbeda-beda yaitu ada yang merasa aturan tertulis sudah adil, kurang adil bahkan tidak adil.
Tingkat manfaat aturan tidak tertulis yang mengatur anggota kelompok dalam megelola hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip sebagian
besar besar 100 responden merasakan manfaat aturan tidak tertulis tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat aturan tidak tertulis berupa nilai, norma,
kesepakatan dan tata kelakuan lainnya yang menjadi pedoman bertindak petani dalam pengelolaan hutan rakyat yang mengatur anggota kelompok dalam
megelola hutan rakyat dirasakan petani aturan tidak tertulis sudah adil. Berdasarkan Tabel 26, bila dilihat dari prosentase kedua aturan tersebut
aturan tidak tertulis lebih tinggi dibanding dengan aturan tertulis baik di Kelurahan Selopuro maupun di Desa Belikurip. Hal ini menunjukkan bahwa
petani lebih merasa adil dengan manfaat aturan tidak tertulis, sehingga petani lebih mematuhi nilai, norma, kesepakatan dan kebiasaan yang ada dimasyarakat
dibanding mematuhi peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri terkait pemanfaatanpenebangan pohon. Alasan tidak patuh mentaaati
aturan tersebut, karena sebagian besar petani memanenmenjual pohon ketika dalam keadaan mendesak saja 100, jadi jika ada kebutuhan mendesak dan
harus menunggu pohon sampai sesuai persyaratan aturan tersebut, siapa yang akan menanggung kebutuhan petani. Selama ini pemerintah mengeluarkan
aturan, namun tidak mengatasi kebutuhan petani. Lain halnya, kalau dengan mengeluarkan aturan tersebut pemerintah pun dapat mengatasi kebutuhan-
kebutuhan petani tersebut, seperti adanya bantuan ternak, modal bergilir, insentif bagi yang mempertahankan hutannya dan bantuan lain sesuai kebutuhan petani,
maka petani pun akan mematuhi aturan tertulis yang dikeluarkan pemerintah tersebut.
5.2.4. Efisiensi
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip relatif kecil, seluruh 100 responden dalam pengelolaan hutan
rakyat kurang dari 20 dari nilai produksi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi dalam pengelolaan hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa
Belikurip tergolong tinggi.
Tingkat efisiensi yang tinggi dalam pengelolaan hutan rakyat tersebut disebabkan oleh biaya in-put yang rendah dalam sistem pengelolaan waktu,
modal, tenaga kerja, keamanan. Selain itu, adanya komponen-komponen
property right dalam pengelolaan hutan rakyat seperti hak kepemilikan,
penguasaan dan pengelolaannya yang jelas. Faktor-faktor tersebut akan dapat menjelaskan perbandingan antara out-put dan in-put.
Hutan rakyat yang sudah terbangun sekarang dalam pengelolaannya tidak membutuhkan banyak waktu untuk pemeliharaan, karena benihbibit pohon-
pohon tumbuh sendiri secara alami dari proses penyerbukan dan kalau sudah tumbuh petani jarang melakukan pemeliharaan pemupukan, pendangiran,
penyiangan dan penjarangan sehingga korbanan waktu dan biaya yang diperlukan juga efisien dan murah.
Keamanan dalam pengelolaan hutan rakyat sangat tidak berpengaruh terhadap biaya produksi sehingga pengelolaan hutan rakyat relatif efisien. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya tingkat solidaritas yang tinggi terkait tingkat keeratan hubungan dan intensitas saling terlibat dalam membantu kegiatan pengelolaan
hutan dalam hal kesediaan saling memberi benihbibit dan saling mengawasi dalam mengamankan kelestarian hutan rakyat.
Efisiensi pada hutan rakyat dapat terlihat dari jelasnya hak-hak kepemilikan, penguasaan, pengelolaan atau terdefinisinya dengan baik komponen-komponen
property right . Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tietenberg 1992 dalam
Suharjito 2000 bahwa pengelolaan suatu sumberdaya berada pada tingkat yang paling efisien dan karenanya sustainable, apabila struktur property rightnya
terdefinisi dengan baik. Berdasarkan uraian diatas, bahwa performansi disusun oleh produktivitas,
keberlanjutan, keadilan dan efisiensi. Tingkat performansi pada komunitas petani
hutan rakyat di Kelurahan Selupuro dan di Desa Belikurip tergolong tinggi dengan skor masing-masing sebesar 400 dan 392. Apabila kedua lokasi tersebut
dibandingkankan, maka tingkat performansi hutan rakyat di Kelurahan Selopuro
lebih tinggi dibanding di Desa Belikurip.
Adapun rekapitulasi tingkat performansi hutan rakyat disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27. Perbandingan tingkat performansi hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
No. Performansi Hutan
Rakyat Tingkat Performansi Hutan Rakyat
Kelurahan Selopuro Desa Belikurip
Skor Skor
1 Produktivitas 90
90 2 Keberlanjutan
90 90
3 Keadilan 160
152 4 Efisiensi
90 90
Jumlah 1+2+3+4 400
392
5.3. Pengaruh Modal Sosial terhadap Performansi Hutan Rakyat di
Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip
Untuk mengetahui pengaruh modal sosial terhadap performansi hutan rakyat pada Komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan Selopuro dan Desa
Belikurip, digunakan analisis regresi linier berganda. Persamaan regresi dengan metode Enter disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28. Persamaan regresi pengaruh modal sosial terhadap performansi hutan rakyat di Kelurahan Selopuro.
Modal Sosial Persamaan Regresi
R
Struktural S, Kognitif K
Y = 3,314 + 3,119 S – 2,02 K 0,539
Peranana P, Aturan A,
Jaringan J Y = -0,412 + 0,666 P + 7,701 A – 0,196 J
0,881
Kepercayaan K, Solidaritas S
Y = 1,915 + 0,299 K + 1,932 S 0,443
Keterngan : Sangat nyata pada α 0,01 nyata pada α 0,05
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel modal sosial masyarakat Kelurahan Selopuro baik modal sosial struktural maupun modal sosial kognitif
berpengaruh sangat nyata terhadap performansi hutan rakyat. Dengan demikian, maka hipotesis pertama diterima yaitu, bahwa performansi hutan rakyat secara
nyata dipengaruhi oleh modal sosial struktural dan modal sosial kognitif.
Modal sosial struktural memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap performansi hutan rakyat dibanding modal sosial kognitif. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa modal sosial struktural, dengan adanya peranan para pihak baik pihak informal maupun pihak formal, adanya aturan baik aturan tertulis
maupun aturan tidak tertulis normakebiasaanbudaya dan adanya jaringan sosial yang luas sangat berpengaruh dalam pengelolaan hutan rakyat terutama menjaga
performansinya. Begitupula dengan modal sosial kognitif, bahwa dengan adanya tingkat kepercayaan petani terhadap peranan para pihak baik pihak informal
maupun pihak formal, kepercayaan terhadap fungsi aturan, kepercayaan dalam menjalin hubungan yang tinggi dan tingkat solidaritas yang kuat berpengaruh
dalam pengelolaan hutan rakyat terutama menjaga performansinya. Variabel modal sosial struktural yang berpengaruh sangat nyata adalah
variabel peranan dan variabel aturan. Hal ini menunjukkan bahwa peranan para pihak baik pihak informal maupun pihak formal dalam pengelolaan hutan rakyat
sangat berpengaruh terhadap performansi hutan rakyat. Semakin tinggi peranan petani dalam mengelola hutan rakyat dan didukung oleh peranan lembaga terkait
yang tinggi maka semakin baik performasinya. Begitupula dengan adanya aturan, bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan, pemahaman dan kepatuhan komunitas
petani terhadap fungsi aturan dalam pengelolaan hutan rakyat, maka semakin mendukung dalam menjaga performansi hutan rakyat. Namun tingkat jaringan
tidak berpengaruh, hal ini menunjukkan bahwa jaringan tidak berpengaruh nyata karena hubungan sosial yang spesifik dalam pengelolaan hutan rakyat masih
terbatas pada kekeluargaan, sedangkan hubungan sosial yang spesifik dengan pihak luar masih sempit.
Variabel modal sosial kognitif yang berpengaruh nyata adalah variabel variabel solidaritas. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat solidaritas petani saling
membantu dalam memberi bibit dan saling mengawasi mengamankan hutan rakyat berpengaruh terhadap performansi hutan rakyat. Semakin tinggi tingkat
solidaritas dalam saling memberi bibit dan saling mengamankan hutan rakyat maka semakin baik performasi hutan rakyat.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa variabel modal sosial masyarakat Desa Belikurip baik modal sosial struktural maupun modal sosial
kognitif tidak berpengaruh terhadap performansi hutan rakyat. Dengan demikian, bahwa performansi hutan rakyat tidak dipengaruhi oleh modal sosial struktural
dan modal sosial kognitif. Persamaan regresi dengan metode Enter disajikan pada Tabel 29.
Tabel 29. Persamaan regresi pengaruh modal sosial terhadap performansi hutan rakyat di Desa Belikurip.
Modal Sosial Persamaan Regresi
R
Struktural S, Kognitif K
Y = 5,120 + 0,446 S – 0,874 K 0,192
TN
Peranana P, Aturan A,
Jaringan J Y = 4,505 + 1,091 P + 0,436 A – 0,646 J
0,221
TN
Kepercayaan K, Solidaritas S
Y = 5,155 + 1,299 K - 1,632 S 0,302
TN
Keterngan : TN : Tidak Nyata
Berdasarkan Tabel 29 modal sosial masyarakat tidak berpengaruh nyata terhadap performansi hutan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa performansi
hutan rakyat pada Komunitas Petani Desa Belikurip tidak dipengaruhi oleh modal sosial baik modal sosial struktural maupun modal sosial kognitif.
Berdasarkan uraian diatas bahwa modal sosial masyarakat Kelurahan Selopuro berpengaruh nyata terhadap pengelolaan hutan rakyat terutama dalam
menjaga performasinya. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan hutan rakyat di Kelurahan Selopuro pada awalnya dibangun atas dasar kesadaran petani yang
dilakukan secara bersama-sama pada lahan masing-masing rumah tangga individu dan mendapat dukungan dan bimbingan dari PKL. Sedangkan di Desa
Belikurip, bahwa modal sosial masyarakat tidak berpengaruh nyata terhadap pengelolaan hutan rakyat terutama dalam menjaga performasinya. Hal ini
menunjukkan bahwa pembangunan hutan rakyat di Desa Belikurip pada awalnya tidak dibangun atas dasar kesadaran petani yang dilakukan secara bersama-sama,
namun dibangun atas dasar masing-masing rumah tangga individu.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Modal sosial pada komunitas petani hutan rakyat di Selopuro dan Belikurip yang diukur dengan unsur-unsurnya: peranan roles, aturan rules,
jaringan sosial sosial networks, kepercayaan trust dan solidaritas solidarity
tergolong tinggi. Performansi hutan rakyat di Selopuro dan Belikurip yang diukur
dengan unsur-unsurnya: produktivitas, keberlanjutan, keadilan dan efisiensi
tergolong tinggi. Tingkat modal sosial di Kelurahan Selopuro lebih tinggi
dibanding dengan modal sosial di Desa Belikurip. Begitupula performansi hutan rakyat di Kelurahan Selopuro lebih tinggi dibanding dengan performansi hutan
rakyat di Desa Belikurip. Modal sosial masyarakat Kelurahan Selopuro berpengaruh nyata terhadap
pengelolaan hutan rakyat terutama dalam menjaga performasinya. Modal sosial struktural lebih tinggi dibanding modal sosial kognitif. Sedangkan di Desa
Belikurip, bahwa modal sosial masyarakat tidak berpengaruh nyata terhadap pengelolaan hutan rakyat terutama dalam menjaga performasinya. Pembangunan
hutan rakyat di Kelurahan Selopuro pada awalnya dibangun atas dasar kesadaran petani yang dilakukan secara bersama-sama pada lahan masing-masing rumah
tangga individu dan mendapat dukungan dan bimbingan dari PKL. Sedangkan pembangunan hutan rakyat di Desa Belikurip pada awalnya tidak dibangun atas
dasar kesadaran petani yang dilakukan secara bersama-sama, namun dibangun atas dasar masing-masing rumah tangga individu.
Modal sosial yang tinggi telah memfasilitasi terbangunnya performansi hutan rakyat yang lebih baik, dicirikan oleh tingkat produktivitas hutan rakyat
yang tinggi, berlangsungnya pengelolaan hutan rakyat yang berkelanjutan, manfaat aturan dalam pengelolaan yang adil dan biaya pengelolaan hutan rakyat
yang efisien. Modal sosial yang kuat akan mendorong performansi yang lebih baik.
6.2. Saran
Modal sosial pada komunitas petani hutan rakyat di Kelurahan Selopuro tergolong tinggi, namun dalam mendorong keberlanjutan pengelolaan hutan
rakyat perlu adanya peningkatan peran dan posisi para pihak terutama pihak pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, memfasilitasi
perluasan jaringan sosial untuk memperoleh infomasi, dan penguatan aturan yang berlaku pada masyarakat, sehingga diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap
peranan dan jaringan meningkat.