Letak dan Luas Wilayah

Tabel 13. Ketersediaan Sarana dan prasarana di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip No. Saranaprasarana Jenis Kel. Selopuro Desa Beliurip Jumlah unit Jumlah unit 1 Perhubungan Jalan aspal Jalan batu Jalan tanah 8 km 0,7 km 0 km 12 km 7 km 0 km Jembatan 1km 1 km 2 Pendidikan TK TPA SD 2 buah 3 buah 2 buah 4 buah 1 buah 3 Tempat ibadah Masjid Mushola Gereja 3 buah 3 buah 1 buah 3 buah 8 buah 1 buah 4 Sosial Balai desa Poskamling 1 buah 4 buah 1 buah 4 buah 5 Lapangan olahraga Sepak bola Bulu tangkis Meja pingpong Bola voli 1 buah - buah - buah 6 buah 1 buah 1 buah 2 buah 5 buah 6 Kesehatan Puskesmas pembantu Poliklinikbalai pengobatan Posyandu Bidan desa Dukun terlatih 1 buah 1 buah 5 buah - buah - 1 unit 10 unit 1 orang 1 orang Sumber: Potensi Kelurahan Selopuro, Maret 2012 dan Potensi Desa Belikurip, 2011 Berdasarkan Tabel 13 terlihat belum adanya SMP dan SMA di desa ini, bukan berarti membuat masyarakat kurang berminat untuk melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang tersebut, walaupun membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk biaya transportasi dan akomodasi ke luar desa. Justru salah satu yang mendorong keinginan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi adalah karena kemampuan perekonomian mereka yang lebih baik dengan adanya hutan rakyat yang telah dikelola masyarakat. Harapan masyarakat jika anak-anaknya mampu meneruskan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi maka penghidupan anak-anaknya dapat lebih baik dibandingkan orang tuanya. Kegiatan-kegiatan rutin seperti pengajian, arisan, koperasi dan kegiatan olahraga, baik di tingkat desa maupun dusun juga turut membantu proses terjadinya tukar menukar pengalaman dan informasi berusaha tani di masyarakat.

4.4. Organisasi dan Struktur sosial masyarakat Kelurahan Selopuro dan

Desa Belikurip Uraian mengenai struktur sosial masyarakat dimaksudkan untuk memberikan konteks sosial bagi perilaku komunitas yang akan diuraikan dan dijelaskan pada bab selanjutnya. Struktur sosial yang digambarkan mencakup sistem kekerabatan dan budaya, struktur komunitas dan lembaga-lembaga sosial.

4.4.1. Sistem Kekerabatan

Masyarakat Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip sebagian besar 97 penduduknya mengidentifikasikan diri sebagai orang Jawa. Sistem kekerabatan pada masyarakat Selopuro dan Belikurip dibangun berdasarkan dua jalur, yaitu perkawinan dan keturunan. Pada jalur keturunan mereka menggunakan dua garis, yaitu garis laki-laki dan perempuan. Berdasarkan system ini orang jawa membangun kerabat dari jalur laki-laki suami dan jalur perempuan istri secara seimbang. Keluarga pihak laki-laki suami maupun pihak perempuan istri menjadi kerabat anak-anak mereka. Dengan demikian perkawinan bagi orang Jawa bertujuan untuk membangun hubungan sosial antar keluarga. Berdasarkan ikatan kekerabatannya, masyarakat mengenal kelompok-kelompok yang menggambarkan jauh-dekatnya hubungan kekerabatan. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip membangun jaringan sosial tidak selalu atas dasar ikatan kekerabatan. Hubungan-hubungan kekerabatan mungkin dijadikan dasar bagi individu-individu untuk bertindak dalam lapangan tertentu dan situasi tertentu. Namun dalam lapangan yang berbeda dan situasi yang berbeda individu- individu yang sama menggunakan dasar hubungan yang lain, misalnya pertemanan friendship atau ketetanggaan. Konteks situasional adalah krusial bagi tindakan individu-individu dalam kehidupan sehari-hari Suhardjito 2002. Dalam bab-bab selanjutnya dijelaskan pola-pola hubungan antar individu yang tidak semata-mata didasarkan pada ikatan kekerabatan.

4.4.2. Budaya

Masyarakat di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip relatif homogen karena sebagian besar 97 penduduknya adalah penduduk setempat sehingga kultur Jawa merupakan kultur yang mendominasi kehidupan bermasyarakat dua lokasi tersebut. Bahasa sehari-hari yang biasa digunakan adalah bahasa Jawa. Dalam hal kerukunan hidup beragama pun setiap individu di dua lokasi tersebut memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Kerukunan beragama tampak ketika masyarakat saling mengunjungi ketika perayaan hari raya lebaran atau hari raya natal bahkan dalam satu keluarga terdapat anggota keluarga yang memiliki agama yang berbeda dan tetap hidup rukun sebagai suatu keluaga. Budaya kerjasama dan solidaritas terutama keeratan saling terlibat dalam membantu berbagai kegiatan sosial di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip masih kuat. Hal tersebut ditunjukkan dalam berbagai kegiatan sosial seperti gotong royong dalam kegiatan kebersihan lingkungan pembersihan jalan, parit dan kuburan, pembuatan rumah, hajatan baik jagong manten maupun sunatan, menengok orang sakit dan melayat orang yang meninggal. Kekuatan keeratan hubungan tersebut tidak hanya dengan sesama kelompok, namun dengan di luar kelompok, bahkan diluar komunitasdesa pun masih kuat. Selain kegiatan gotong royong, kegiatan terkait hutan rakyat pun masih kuat. Hal ini ditunjukkan dengan bersedia saling membantu dalam memberikan bibit dan saling mengawasi dalam pengaman menjaga keberadaan dan kelestarian hutan rakyat dari pencurianperusakan. Pengelolaan hutan rakyat oleh keluarga petani berjalan lebih baik karena budaya mengelola hutan sudah tumbuh dan menguat sebagai hasil dari proses yang panjang dari kesadaran keluarga akan kebutuhan ekologi, sosial dan ekonomi. Walaupun kontribusi peran dari berbagai pihak LSM, pemda, pemerintah nasional, lembaga-lembaga lainnya saat ini masih kurang dirasakan keluarga petani dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat. 4.4.3. Struktur Komunitas Lapisan sosial tertinggi di Kelurahan Selopuro dan Desa Belikurip diduduki oleh pemimpin formal lurahkepala desa dan ketua kelompok dan pemimpin informal tokoh agama. Lapisan kedua tertinggi diduduki oleh masyarakat yang bekerja di sector formal PNS. Lapisan selajutnya diduduki oleh masyarakat yang aktif terlibat dalam kegiatan masyarakat, dan lapisan berikutnya adalah golongan masyarakat yang mempunyai kekayaan pedagang, petani kaya. Lapisan paling bawah ditempati oleh masyarakat pada umumnya.