Pengukuran Modal Sosial TINJAUAN PUSTAKA
pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir dari pengelolaan hutan rakyat ini adalah
peran kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilikpengusahanya secara terus menerus selama daur.
Satuan periode waktu terbesar yang dipakai dalam mengukur kesinambungan hasil adalah jangka waktu 1 tahun. Hal ini dimaksudkan agar
pendapatan dari hutan rakyat dapat memberikan tambahan terhadap pendapatannya pada setiap periode waktu yang relative pendek, maksimum untuk
setiap periode 1 tahun sepanjang daur Lembaga Penelitian IPB 1990. Selanjutnya lembaga penelitian IPB 1990 menjelaskan bahwa. Pengaturan
hasil pada hutan rakyat menggunakan metode jumlah batang atau manajemen pohon, yaitu pengelolaan pohon demi pohon dari berbagai struktur tanaman yang
terdapat pada lahan milik yang bertujuan untuk kelestarian pendapatan bagi setiap petani hutan rakyat.
Sistem pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh masyarakat memiliki performansi atau kinerja. Performansi hutan rakyat yang dimaksud adalah
produktivitas, keberlanjutan, keadilan dan efesiensi. Mengacu pada Conway 1987 dalam Suharjito et al. 2000 produktivitas didefinisikan sebagai out-put
produk bernilai perunit sumber daya. Keberlanjutan didefinisikan sebagai kemampuan suatu agroekosistem untuk menjaga produktivitas dari waktu ke
waktu. Keadilan didefinisikan sebagai pemerataan distribusi produk dari agroekosistem diantara yang berhak menerima manfaat dan dengan terdefinisinya
property rights dengan baik maka akan tercapai efesiensi.
Menurut Suharjito et al. 2000 performansi tersebut antara lain dipengaruhi oleh : 1 sistem pengelolaan, yaitu sistem penguasaan dan pengambilan
keputusan apakah secara individual atau komunal. Sistem penguasaan dan pengambilan keputusan pengelolaan mempengaruhi responsibilitas terhadap
ekonomi pasar dan model ekonomi sosialnya; 2 Orientasi usaha, apakah sub- sisten atau komersial. Tingkat sub-sisten dan komersialisasi merupakan ukuran
responsibilitas terhadap ekonomi pasar; 3 Jenis dan keragaman produk yang dikonsumsi atau dipasarkan merupakan respon terhadap kebutuhan pasar yang
sekaligus mempengaruhi performansi pengelolaannya.
Performansi praktik-praktik pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di Indonesia, seperti dikenal istilah hutan rakyat; hutan
desa; hutan kebun; wanatani; atau menggunakan istilah daerah seperti mamar di Nusa Tenggara Timur, limbo di Kalimantan Timur, tembawang di Kalimantan
Barat, repong di Lampung, dan tombak di Tapanuli Utara sebagai bukti kongkrit keberhasilan pengelolaan sumber daya alam berupa hutan dan lahan dengan
berbasiskan pada masyarakat Suharjito et al. 2000. Hutan rakyat pada umumnya dilakukan secara individu perorangan pada
lahan miliknya sehingga cenderung menyebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan dan keragaman pola usaha taninya. Petani hutan rakyat biasanya tergabung
dalam suatu wadah kelompok tani. Kelompok tani ini bisa dibentuk oleh pemerintah, bisa dibentuk oleh lembaga swadaya masyarakat dan bisa juga
terbentuk berdasarkan atas kebutuhan dan kepentingan bersama dari beberapa anggota masyarakat. Kelompok tani ini akan berjalan sesuai dengan kebutuhan
dan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat seperti penanaman, pemeliharaan, penebangan dan pemasaran. Untuk menjamin
kelestarian hasil hutan rakyat, maka diperlukan penguatan kelembagaan yang akan membentuk aturan internal yang mengatur sistem dalam pengelolaan hutan
rakyat Hindra 2006. Perkembangan hutan rakyat di setiap tempat dipengaruhi oleh kebiasaan
budaya dan pengetahuan lokal. Suharjito et al. 2000 menyebutkan keberadaan hutan rakyat tidaklah semata-mata akibat interaksi alami antara komponen botani,
mikroorganisme, mineral tanah, air, udara, melainkan adanya peran manusia dan kebudayaannya. Kreasi budaya yang dikembangkan dalam interaksinya dengan
hutan ini berbeda-beda antara kelompok masyarakat. Hasil budaya ini terwujud dalam pola tanam yang bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya, dari suatu
kelompok masyarakat ke kelompok masyarakat lainnya. Paradigma pembangunan kehutanan yang terjadi di Indonesia mengalami
perubahan, dari paradigma pembangunan negara ke pembangunan berbasis masyarakat Suharjito et al. 2000, dari pembangunan berbasis ekonomi ke
pembangunan integrasi ekonomi, ekologi dan sosial budaya yang berbasis kesejahteraan dan kelestarian ekosistem Darusman 2002; Awang 2004. Dalam
paradigma baru ini pemerintah semakin memperhatikan pembangunan hutan rakyat, hal ini didorong karena hutan rakyat sangat menguntungkan ditinjau dari
aspek ekonomi, ekologi maupun sosial budaya. Hutan rakyat sebagai model pengelolaan hutan yang lebih bersifat
individual harus dikembangkan dengan jalan membangun jejaring kerja secara kolektif. Pola jejaring kerja yang dikembangkan oleh petani hutan rakyat adalah
membangun hubungan kemitraan antara petani dengan petani, petani dengan kelompok tani, petani dengan lembaga penyedia modal dan petani dengan
pedagang. Selain itu yang menunjukkan kesejahteraan sosial petani hutan rakyat adalah tidak adanya konflik antar petani menyangkut batas-batas lahan hutan
rakyat. Batas-batas lahan yang jelas dan tata aturan serta norma hubungan yang sudah melembaga dalam kaitan dengan pengelolaan hutan rakyat merupakan
modal sosial yang menjaga keharmonisan hubungan antar petani Awang et al. 2007; Fauzi 2009.