Sajak “Masjid yang Menangis” (MyM)

4.1.1 Sajak “Masjid yang Menangis” (MyM)

Sungguh beruntung aku jadi masjid tumbuh di tengah-tengah orang kaya

Aku selalu dimanjakan, tubuhku bagus dan megah keramik selalu diganti setiap lima tahun sekali

Lampu-lampu diganti setahun sekali dengan lampu ratusan watt menjadi ribuan watt Taman bagus, seperti di surga pengeras suara nyaring menjangkau cakrawala

Tetapi yang membuatku menangis orang-orang miskin takut mendekatiku Ketika masjid dibangun, rumah-rumah mereka makin reot ketika masjid megah, nasib mereka makin payah

Ketika masjid makin bercahaya rumah orang-orang miskin makin gelap gulita.

Sajak di atas berjudul “Masjid yang Mena- ngis”. Kata Masjid adalah rumah atau bangun-

an tempat beribadah umat Islam, sedangkan kata ‘menangis’ berarti melahirkan perasaan sedih, kecewa, menyesal, dan sebagainya, de- ngan mengucurkan air mata (KBBI, 2008). Jadi judul sajak ini mengandung arti ‘masjidyang sedang bersedih, kecewa, dan mengucurkan air mata’.

Secara heuristitik, keseluruhan (bait I—V) sajak MyM dapat dibaca sebagai berikut. Si aku lirik beruntung menjadi masjid berada di te- ngah-tengah tempat tinggal orang-orang kaya/ /aku selalu diperlakukan dengan kasih sayang, bangunanku terawat baik, megah, keramik dan lampu-lampu yang ratusan watt selalu digan- ti//dengan dihiasi taman layaknya hidup di alam ‘surga’/akhirat tempat manusia meng- enyam kebahagiaan/dengan sarana pengeras suara ‘nyaring menjangkau cakrawala’ terde- ngar jelas sampai dikejauhan (di mana-mana)/ /tetapi yang membuat aku bersedih, orang- orang miskin tidak ada yang berani mendekati aku. Ketika masjid dibangun dengan megah dan banyak disinari cahaya lampu, rumah orang-orang miskin itu makin reyot ‘rusak he- bat dan akan roboh’, kehidupan mereka makin susah, dan rumah orang-orang miskin itu ma- kin gelap gulita karena tidak ada lampu yang menerangi//.

Secara hermeneutik, dalam sajak MyM ter- bangun adanya gambaran sebuah masjid yang menangis (masjid dikiaskan sebagai aku lirik) menyaksikan ketidakpedulian manusia yang terjadi dalam masyarakat. MyM adalah perso- nifikasi yang berfungsi untuk mengekspresikan realitas mengenai perilaku sosial individu yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Bait perta- ma dan kedua “sungguh beruntung aku jadi mas- jid/aku selalu dimanjakan, tubuhku bagus dan me- gah/, menunjukkan adanya personifikasi yang berfungsi menegaskan arti; menganggap mas- jid seperti manusia yang memiliki keberuntung- an dan suka dimanjakan. Personifikasi ini ber- fungsi membangun keutuhan ekspresi puitik.

Bait kedua tersebut berkoherensi dengan bait ketiga, “taman bagus seperti di surga, pe- Bait kedua tersebut berkoherensi dengan bait ketiga, “taman bagus seperti di surga, pe-

sesama manusia atau bahkan terhadap wong Penyimpangan arti yang disebabkan oleh cilik. Perhatian mereka membuat orang-orang

penggunaan kontradiksi, misalnya juga tam- miskin merasa dihargai sehingga tidak merasa pak pada sajak MyM di atas. Hal itu dipertegas takut bergaul dan melakukan salat berjamaah dalam bait lima dan enam. Ketika masjid diba- di masjid yang notabene dibangun olehorang- ngun/rumah-rumah mereka makin reot/ketika mas- orang kaya. jid megah, nasib mereka makin payah//Ketika mas-

Dalam sajak MyM terbangun citra manu- jid makin bercahaya/rumah orang-orang miskin sia yang dirundung sedih merasakan ketim- makin gelap gulita//. Sajak tersebut juga sarat pangan taraf kehidupan yang ada di tengah dengan penggunaan ironi sehingga menyebab- masyarakat. Ketimpangan taraf kehidupan kan kontradiksi. Kalimat “Ketika masjid diba- yang ada di masyarakat membuat si aku lirik ngun”, “Ketika masjid megah”, dan “Ketika merasa bersedih dan kecewa karena tidak ada masjid makin bercahaya”, yang semula berko- kepedulian sosial masyarakat kelas atas (orang- notasi positif atau dapat dikatakan sebagai se- orang kaya) terhadap masyarakat kelas bawah mangat dalam menjalankan kebaikan, menjadi (orang-orang miskin). berkonotasi negatif/kurang baik. Hal itu dapat

Model dalam sajak itu adalah ‘orang- dilihat dari kalimat “rumah mereka makin orang miskin takut mendekatiku’. Baris sajak reot”, “nasib mereka makin payah”, “rumah ini menjadi model karena segala bentuk peris- orang-orang miskin makin gelap gulita”. Peng- tiwa yang terjadi bersumber dari aku yang me- gunaan ironi di atas merupakan salah satu sa- nangis, sedih, dan kecewa. Model itu diekspan- rana atau alat untuk menyampaikan kritikan si ke dalam wujud varian-varian yang menye- kepada para penyandang dana (orang-orang bar ke seluruh sajak, yaitu (1) ketika masjid di- kaya) agar juga memberikan sebagian hartanya bangun, rumah-rumah mereka makin reot, (2) untuk kaum fakir miskin.

ketika masjid megah, nasib mereka makin kesu- Berdasarkan uraian dalam pembacaan litan, (3) rumah orang-orang miskin makin hermeneutik yang disertai ketidaklangsungan gelap gulita. ekspresi, dapat dikemukakan bangunan kesa-

Setelah diketahui model dan varian-va- tuan imajiner sajak MyM sebagai berikut. Sajak riannya, matriks sajak MyM ini dapat ditentu- MyM melukiskan kesedihan/kekecewaansi kan, yaitu kesedihan dan kekecewaan si aku aku melihat ketidakpedulian sosial masyarakat lirik akibat tidak ada kepedulian sosial masya- kelas atas (orang-orang kaya) terhadap masya- rakat kelas atas (orang-orang kaya) terhadap rakat kelas bawah (orang-orang miskin). Ke- masyarakat kelas bawah (orang-orang miskin). tidakpedulian sosial itulah yang melahirkan Ketidakpedulian sosial masyarakat kelas atas perasaan sedih dalam diri manusia (si aku lirik). terhadap kelas bawah serta ketakutan mereka

Makna sajak MyM intinya adalah kritik memasuki masjid milik orang kaya tersebut terhadap masyarakat kelas atas yang kurang membuat si aku menangis.

PROSIDING

Alquran surah Al-Baqarah ayat 215 men- Ketika masjid dibangun, rumah-rumah jadi hipogram potensial sajak MyM. Makna

mereka makin reot

sajak itu merupakan hasil kontemplasi penyair ketika masjid megah, nasib mereka makin terhadap makna Surah Al-Baqarah ayat 215,

payah

seperti tampak berikut ini. Ketika masjid makin bercahaya

“Mereka bertanya kepadaMu (Muham- rumah orang-orang miskin makin gelap mad) tentang apa yang harus mereka

gulita.

infakkan. Katakanlah harta apa saja yang

kamu infakkan hendaklah diperuntuk-

Penyair menghayati makna yang terkan- kan bagi kedua orang tua, kerabat, anak

dung dalam ayat-ayat Alquran dan dapat me- yatim, orang-orang miskin, dan orang

ngetahui akibatnya jika manusia melanggar- yang dalam perjalanan”. Dan kebaikan nya. Surat Al-Baqarah ayat 215 sengaja diambil apa saja yang kamu kerjakan, maka sesung-

guhnya Allah Maha Mengetahui” oleh penyair dan diekspresikan untuk disim- pangi dalam sajak MyM. Penyimpangan dari ayat Alquran itu dalam rangka memberikan

Surat Al-Baqarah ayat 215 di atas, meru- kritik atau menyadarkan manusia untuk suka

pakan anjuran untuk menafkahkan harta de- berderma atau manafkahkan hartanya untuk

ngan cara yang baik, misalnya memberikan membantu orang-orang miskin.

kepada kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam per-

Berdasarkan uraian di atas, sajak MyM merupakan transformasi dari Surat Al-Baqarah

jalanan. Islam bukanlah agama yang memerin- tahkan untuk hanya beribadah saja kepada ayat 215 yang diekspresikan dengan cara

bertentangan. Dengan demikian, makna sajak Allah tanpa memikirkan kehidupan di dunia,

begitupun sebaliknya tidak juga hanya menge- MyM dapat dipahami secara keseluruhan sete- lah sajak tersebut dijajarkan dengan surat Al-

jar kehidupan di dunia saja tetapi setiap ibadah harus seimbang antara dunia ‘hablumminannas’ Baqarah ayat 215 tersebut. Selain itu, sajak

MyM dapat dikatakan merupakan bentuk per- hubungan manusia dengan manusia lain dan

akhirat ‘hablumminallah’ hubungan manusia sonifikasi yang dihadirkan Mustofa untuk mengekspresikan realitas sosial melalui tema

dengan Allah. Untuk itu, setiap akhir bulan Ro- madhan sebelum salat Idul Fitri, umat Islam religi.

diwajibkan untuk melaksanakan zakat fitrah

4.1.2 Sajak “Di Manakah Waktu” (DMW)

yang merupakan peningkatan hubungan ma-

di manakah waktu?

nusia dengan sesama. siapa yang menguburnya? Apabila diamati, ada yang disimpangi oleh penyair dalam sajakMyM dengan Surat

anak-anak disesatkan oleh belantara gambar Al-Baqarah ayat 215 tersebut.Dalam Surat Al-

hadir di ruang tamu

Baqarah ayat 215, anjuran untuk menafkah- ini sungguh penjara yang menyihir kan harta untuk orang-orang miskin, dalam sa-

kesadaran menjadi kealpaan yang sempurna jak MyM tampak diabaikan/dilupakan oleh

orang-orang kaya. Mereka (orang-orang kaya) pohon menjadi tidak penting itu, misalnya hanya menafkahkan hartanya

matahari menjadi tidak penting untuk kemegahan pembangunan masjid, se-

dangkan nasib orang-orang miskin di sekitar bukit, gunung, sungai menjadi tidak penting masjid tidak diperhatikan (tidak diberi bantu-

kambing, kumbang, kucing, kecoa tidak an). Hal itu tampak pada bait IV dan V berikut.

ada artinya

Makna Sajak-Sajak Musim Hujan Datang di Hari Jumat Karya Mustofa W. Hasyim

303

304

PROSIDING

bulan menjadi tidak penting bintang tak bermakna

segala bayang-bayang menjadi makhluk paling kesepian

di manakah waktu? siapakah yang menguburnya?

anak-anak dijejali seribu macam merk makanan tak bergizi permen perusak gigi dan mie yang menyuburkan kanker

dongengnya adalah kekerasan musiknya adalah goyang kemaluan

impian warna-warni menuju istana Dajjal menjagal segala bentuk kehendak dan cita- cita

di manakah waktu? siapa yang menguburnya? siapa? siapa?

Sajak di atas berjudul “Di Manakah Wak- tu?”. Judul sajak itu berupa kalimat tanya yang dapat diartikan, di manakah waktu itu berada? Waktu dapat diartikan kesempatan atau peluang (KBBI, 2008). Judul sajak itu mengisya- ratkan adanya ketidaktahuan manusia akan waktu. Judul itu dipertegas lagi dengan baris sajak berikutnya “siapa yang menguburnya?”, mengimplisitkan adanya pengabaian manusia akan pemanfaatan‘waktu’ kesempatan atau peluang hidup di dunia.

Secara heuristitik, keseluruhan (bait I—

XII) sajak DMW,mengandung arti sebagai berikut. Di manakahkesempatan atau peluang hidup itu berada? Siapakah yang menyembu- nyikan/menghilangkannya?//anak-anak disesatkan oleh banyaknya gambar (inernet/ video) yang dipajang di ruang tamu//ini sung- guh merupakan tempat yang membuat orang tidak sadar (terpesona) sehingga orang yang semula sadar menjadi benar-benar lupa sega-

lanya//pohon dan matahariseolah menjadi ti- dak bermanfaat//bukit, gunung sungai dan kambing, kumbang, kucing, kecoa menjadi tidak penting dan tidak ada artinya//bulan dan bintang menjadi tidak penting dan tidak bermakna//semua angan menjadi hilang//di manakahkesempatan atau peluang itu ada? Siapa yang menyembunyikannya//anak-anak dijejali suguhan seribu macam merk makanan yang tidak menyehatkan, permen yang dapat merusak gigi dan mie yang dapat menyubur- kan penyakit kanker//anak-anak dibericerita tentang kekerasan (tidak mendidik), musiknya diiringi gerakan yang tidak sesuai dengan tun- tunan agama//sehingga membuahkan mimpi- mimpi semu danmenghambat semua harapan dan cita-cita//Di manakah kesempatan atau peluang hidup itu ada? Siapakah yang me- nyembunyikannya?, Siapa? Siapa?//.

Secara hermeneutik, judul sajak DMW mengarah pada proses pencarian kesempatan atau peluang hidup di dunia dengan sebaik- baiknya. Bait pertama, baris satu dan dua”di manakah waktu?, siapa yang menguburnya?” terdapat enjambement, yang berfungsi untuk mendapatkan efek estetis dan menegaskan arti. Bentuk personifikasi digunakan untuk mencip- takan keutuhan ekspresi puitik, yang mengang- gap waktu seperti manusia, dapat dicari dan dikubur atau disembunyikan. Bait pertama ini menandai adanya pengabaian manusia atas kesempatan atau peluang menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik-baiknya. Kesempatan untuk hidup di dunia telah disia-siakan hanya untuk menonton gambar/video di internet yang tidak mendidik dan menyesatkan pikiran.

Bait kedua berkoherensi dengan bait keti-

ga. ‘Pikiran anak-anak disesatkan oleh banyak- nya gambar (video, internet, dsb) yang ada di ruang tamu’. ‘ini sungguh penjara yang menyi- hir, kesadaran menjadi kealpaan yang sempur- na’. Bentuk personifikasi digunakan juga pada bait ketiga, yang menganggap ‘penjara seperti manusia, dapat membuat manusia terlena dan hilang kesadarannya. Bait keempat, lima,

Makna Sajak-Sajak Musim Hujan Datang di Hari Jumat Karya Mustofa W. Hasyim 305

enam, dan tujuh juga menunjukkan adanya koherensi. Ketidaksadaran anak-anak karena terlena oleh ‘gambar-gambar’ menjadikan se- gala bentuk keindahan ciptaan Tuhan (pohon, matahari, bukit, gunung, sungai, kambing, ku- cing, kecoa, bulan, bintang) yang ada di muka bumi menjadi tidak penting, tidak ada artinya/ bermakna, dan bahkan ‘segala bayang-bayang, menjadi makhluk paling kesepian’ semua cita- cita dan harapan menjadi sirna. Bait keempat, lima, enam dan tujuh tersebut mengisyaratkan adanya manusia yang melupakan ‘waktu’ ka- rena terlena oleh perkembangan zaman. Keti- daksadaran akan ‘waktu’ itu menjadikan mere- ka lupa akan keberadaan Tuhan serta lupa un- tuk mensyukuri nikmat dan karunia yang dibe- rikan Tuhan.

Bait kedelapan merupakan bentuk repitisi dari bait pertama. Bentuk repitisi itu digunakan untuk menegaskan kalimat yang penting yang mengimplikasikan pencarian adanya ‘waktu’ peluang/kesempatan hidup di dunia dengan sebaik-baiknya secara terus-menerus. Bait ke- sembilan, sepuluh dan kesebelas menandai adanya dampak negatif pengaruh globalisasi di tengah masyarakat. ‘Anak-anak diberi su- guhan seribu macam merk makanan yang tidak menyehatkan dan permen yang dapat meru- sakkan gigi serta mie yang dapat memperparah penyakit kanker. Anak-anak dijejali cerita yang tidak mendidik, musiknya pun tidak sesuai de- ngan tuntunan agama. Bermacam-macam im- pian kehidupan semu tersebut pada akhirnya akan menghambat/menghilangkan segala ha- rapan dan cita-cita generasi muda menuju ke- hidupan yang lebih baik.

Bait kedua belas, repitisi dalam bentuk ka- limat digunakan kembali untuk mengedepan- kan kalimat yang penting dalam bait itu. Selain itu, terdapat enjambement yang berfungsi me- negaskan makna dan menciptakan pola persa- jakan sehingga menimbulkan estetika bunyi. ‘Di manakah kesempatan atau peluang itu berada? Siapakah yang menyembunyikan- nya?, Siapa? Siapa?’ Ungkapan itu mengimpli-

kasikan kembalinya peluang atau kesempatan hidup di dunia pada kondisi yang lebih baik. Penyair mencoba mengajak pembaca untuk bersama-sama bertanggung jawab membawa anak bangsa (generasi muda) agar bisa menun- jukkan kemampuannya menuju kehidupan yang lebih baik.

Ditinjau dari tipografinya, sajak DMW, di setiap baitnya hanya menampilkan dua baris. Baris-baris dan bait itu merupakan paralelisme yang tersusun rapi. Adanya konsistensi baris dan bait itu menandaisikap mereka (anak-anak muda) yang mudah terpengaruh oleh glo- balisasi yang membawa dampak negatif bagi kelangsungan kehidupannya.

Berdasarkan uraian dalam pembacaan hermeneutik, dapat dikemukakan bangunan kesatuan imajiner sajak DMW sebagai berikut. Sajak DMW melukiskan penderitaan hidup manusia yang terpengaruh oleh perkembang- an zaman (globalisasi). Pengaruh globalisasi membawa dampak negatif bagi generasi muda sehingga mereka melupakan ‘waktu’ dan ke- sempatan untuk mendekatkan diri dengan Tu- han dan mensyukuri karunia-Nya.

Makna sajak DMW intinya adalah kegeli- sahan manusia (penyair) melihat generasi

muda (anak-anak) yang mudah terpengaruh oleh perkembangan zaman (globalisasi). Sema-

kin hari teknologi semakin canggih dan semakin praktis manusia dalam melakukan kegiatan-

nya. Teknologi tentunya memiliki dampak posi- tif dan negatif. Teknologi komunikasi seperti

handphone, internet dan lainnya memiliki dam- pak yang besar terhadap penggunanya. Selain

ketergantungan terhadap teknologi, hal-hal yang ‘negatif’ sering terjadi di kalangan remaja.

Hal itu disebabkan oleh beredarnya video-video yang seronok dengan mudah beredar di inter-

net yang merupakan sebuah sarana/media ko- munikasi. Kasus-kasus kenakalan remaja yang

sering terjadi di masyarakat merupakan dam- pak dari teknologi. Untuk itu, generasi remaja

hendaknya dapat memilah-milah akan sesuatu hal yang baik dan buruk dan sebaiknya yang hendaknya dapat memilah-milah akan sesuatu hal yang baik dan buruk dan sebaiknya yang

serta disuguhi musik yang erotis. Hal itu meng- Dalam sajak DMW terbangun citra manu- indikasikan bahwa jiwa dan rohani mereka

sia yang tidak memanfaatkan ‘waktu’ kesem- telah dicemari/dirusak oleh budaya asing yang patan hidup di dunia (pengabaian atas ‘waktu’ tidak sesuai dengan norma dan etika budaya kesempatan hidup di dunia) dengan sebaik- kita. baiknya. Pengaruh globalisasi membawa dam-

Setelah diketahui model dan varian-va- pak negatif bagi anak-anak muda sehingga riannya, matriks sajak DMW dapat ditentukan, membuat penyair merasa gelisah dan tidak yaitu penderitaan hidup manusia (anak-anak tahu apa yang harus diperbuatnya.

muda) akibat mudah terpengaruh oleh per- Model dalam sajak itu adalah ‘Siapakah kembangan zaman (globalisasi). Sajak DMW, yang menguburnya (waktu)?’. Baris sajak ini, intinya adalah merupakan sindiran terhadap selain puitis, juga karena segala bentuk peris- orang-orang yang tidak bisa memanfaatkan tiwa yang terjadi bersumber dari hilangnya waktu hidup di dunia dengan sebaik-baiknya. waktu atau kesempatan hidup mereka (anak- Akibatnya, mereka mudah terjerumus kedalam anak muda) di dunia tidak dimanfaatkan de- perbuatan sesat, suatu perbuatan yang tidak ngan sebaik-baiknya. Model itu kemudian di- diridhoi Tuhan. ekspansi ke dalam wujud varian-varian yang

Alquran surah Al-Ashr ayat 1—3, menjadi menyebar ke seluruh sajak, yaitu (1) anak-anak hipogram potensial sajak DMW. Makna sajak disesatkan oleh belantara gambar, hadir di itu merupakan hasil kontemplasi penyair ter- ruang tamu, (2) pohon menjadi tidak penting, hadap makna Surah Al-Ashr ayat 1—3, seperti matahari menjadi tidak penting, (3) bukit, gu- tampak berikut ini. nung, sungai menjadi tidak penting, kambing,

“Demi masa (waktu). Sesungguhnya ma- kumbang, kucing, kecoa tidak ada artinya, (4)

nusia itu benar-benar berada dalam ke- bulan menjadi tidak penting, bintang tak ber-

rugian, kecuali orang-orang yang beriman makna, (5) anak-anak dijejali seribu macam

dan orang-orang yang mengerjakan amal merk makanan tak bergizi, permen perusak

sholeh dan nasihat menasihati supaya me- gigi dan mie yang menyuburkan kanker, (6)

naati kebenaran dan menetapi kesabaran”. dongengnya adalah kekerasan, musiknya ada-

Ayat tersebut menerangkan bahwa manu- lah goyang kemaluan.

sia yang tidak dapat menggunakan masa (wak- Varian-varian tersebut melukiskan dam- tu) dengan sebaik-baiknya termasuk golongan

pak dari anak-anak yang mengabaikan ‘waktu’ yang merugi. Dengan kata lain, manusia harus kesempatan hidup di dunia dengan sebaik- dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik- baiknya akibatnya mereka terjerumus ke per- baiknya sehingga selalu dalam keadaan “sa- buatan negatif, yang tidak sesuai dengan ka- dar” bahwa setiap langkah yang dilakukan idah agama. Anggapan bahwa segala ciptaan merupakan perwujudan ibadah kepada Tu- Tuhan (matahari, bulan, bintang, bukit, gu- han. Untuk itu, pentingnya pembagian waktu nung, dsb.) tidak berarti dan tidak bermakna, agar manusia bisa mengerjakan segala urusan merupakan bukti bahwa mereka telah melupa- di dunia dan akhirat dengan teratur. Jika ma- kan karunia dan kekuasaan Tuhan. Mereka nusia tidak bisa memanfaatkan waktu dengan tidak menyadari bahwa apa yang ada di muka baik, ia akan dimanfaatkan oleh waktu. Jika bumi, termasuk manusianya, adalah benar-be- seseorang tidak lalai kepada Tuhannya, niscaya nar ciptaan Tuhan yang harus kita syukuri dan ia pun tidak diperbudak oleh waktu karena ia dijaga kelestariannya. Di samping itu, dalam sadar kapan saatnya memulai dan menghen- keseharian mereka dijejali makanan yang tidak tikan suatu pekerjaan.

PROSIDING

Apabila diamati, ada yang disimpangi Ashr ayat 1—3 tersebut. Selain itu, sajak DMW oleh penyair dalam sajak DMW dengan Surat dapat dikatakan merupakan bentuk personifi- Al-Ashr ayat 1-3. Dalam Surat Al-Ashr ayat kasi yang dihadirkan Mustofa untuk mengeks- 1-3, anjuran untuk memanfaatkan waktu de- presikan realitas sosial melalui tema religi. ngan sebaik-baiknya agar tidak termasuk orang