Asal-mula Jagad Dayak Ngaju

4.3 Asal-mula Jagad Dayak Ngaju

Cerita rakyat terakhir yang saya pilih da- lam makalah ini berasal dari pulau Kalimantan,

9 Dalam bukunya Theory of Literature (1956).

Cerita Asal Mula: Sebuah Kajian Folklor 361

tepatnya Kalimantan Tengah. Di sana berdiam subsuku Dayak Ngaju. Sama seperti cerita rak- yat yang berasal Bugis dan Batak, mereka pun membagi semesta menjadi tiga. Ceritanya pun sangat menarik. Berikut ringkasan ceritanya, yang saya sarikan dari buku Scherer (1963).

Pada mulanya segala sesuatu berada dalam moncong ular air yang melingkar. Ha- nya ada sebuah kolam tempat mandi sang bu- lan, Jata Winata dan tempat para putri Maha- tala menyegarkan diri. Lalu muncul Gunung Emas dan Gunung Manikam. Penguasa Gu- nung Emas adalah burung enggang, Ranying Mahatala Langit, sedang penguasa Gunung Manikam adalah Raja Tempon Hawan, pe- nguasa langit.

Gunung Emas dan Gunung Manikam ber- gerak-gerak dan sering berbenturan. Dari benturan itu terciptalah awan, gunung- gunung, matahari dan ikan ila-ilai langit, makhluk Didis Mahandera (bermata per- mata dan berludah air kehidupan) dan hiasan kepala dari emas yang bergerak di angkasa.

Mahatala Langit merentangkan tangannya membayangi laut, lalu air menetes dari jari- jarinya, muncullah kilat, Jala Wanita, dan anting-anting berbentuk bulan yang kemu- dian bergoyang-goyang di telinga Putri Se- long Langit. Mereka diayun-ayun angin pemurah. Lalu Jala Wanita melempar ting- gi-tinggi manikam yang kemudian men- jadi bumi. Bersamaan pada saat itu Maha- tala Langit mengangkat jari-jemarinya yang berhiaskan emas, maka terciptalah sungai dan gunung. Setelah itu diangkat- nya hiasan kepalanya yang menjelma jadi Pohon Hayat, daunnya emas dan buah- nya bersinar laksana gading putih. Putri Selong Langit memetik buah dan kuncup- nya, kemudian mencampurnya dengan air kehidupan, lalu terciptalah Andong Nya- ho (pohon di Dunia Atas, asal muasal padi).

Putri Selong Langit memiliki burung eng- gang betina, karena lapar ia bertengger di pucuk Pohon Hayat. Melihat burung itu

sendirian, Ranying Mahatala Langit meng- angkat tinggi pisau belati emas dan mun- cullah burung enggang jantan di ujung- nya. Burung enggang jantan tersebut ter- bang ke Pohon Hayat dan mulai makan dengan rakus. Kedua burung itu berkelahi. Kaki enggang betina menyepak, jatuhlah tonjolan-tonjolan yang bersinar, lalu me- muai dan memanjang kemudian menjelma menjadi seorang wanita, Putri Kahukup Bungking.

Dua burung tersebut terus saja berkelahi. Pohon Hayat hancur. Tak disangka kapal ular air sudah ada di samping mereka. Di sanalah Putri Kahukup Bungking menye- lamatkan diri. Enggang jantan menyam- bar leher enggang betina dan mematah- kannya. Lalu keluarlah lumut bersinar putih jatuh dari leher itu, menjelma men- jadi seorang laki-laki, Manyemei Limut Ga- ring Balua Unggom Tingang. Merekalah kakek-nenek orang Dayak Ngaju. Dengan kapal ular air mereka berlayar dan men- cipta hingga bumi layak untuk dihuni.

Dalam imajinasi saya yang berdenyar- denyar, saya membayangkan sebuah film keti- ka menulis ulang versi ringkasnya—dari ring- kasan juga, yang ditulis Scherer dalam buku- nya. Dari ketiga cerita yang dipilih dalam ma- kalah ini, kisah awal-mula dari Dayak Ngaju ini yang paling “complicated” dan detail. Ma- nusia, hewan dan tumbuhan serta banyak “makhluk” yang dihadirkan untuk melengkapi kisah ini, sungguh karikatural. Siapapun pen- cerita awalnya, ia memiliki imajinasi yang sangat unik sekaligus misterius. Burung yang hadir dalam cerita di atas menjadi simbol Kalimantan sekarang, hampir bisa kupastikan cerita ini urun banyak mempengaruhi kepu- tusan itu. Batik corak burung enggang bahkan menjadi seragam wajib bagi pegawai negeri di sana. Yang menarik lainnya adalah pohon ha- yat. Jika saya tak salah, relief-relief candi juga ada beberapa yang di satu panelnya berisi ten- tang pohon hayat, pohon kehidupan, sebut saja Candi Banyunibo dan Candi Mendut.

PROSIDING

Bagi suku Dayak Ngaju keberadaan An- dong Hayat menunjukan Dunia Tengah, yaitu bumi yang kita diami sekarang. Sebelumnya kronologis penciptaan dilakukan di Dunia Atas, sedang Dunia Bawah adalah dunia sete- lah meninggal. Ketiga tingkat dunia ini sama- sama dimiliki oleh tiga suku yang kisah asal- mula saya pakai, jika menurut pada William R. Bascom, fungsinya adalah sebagai sistem proyeksi, yakni folklor sebagai alat pencermin

angan-angan suatu kolektif 10 . Tiga tingkat du-

nia itu ada dalam angan-angan tiga kelompok masyakarat tersebut.