Monea’a Nu Sara

55 struktur sistem jaringan makanan yang menjamin keseimbangan antara yang ditangkap dan stok yang tertinggal Widodo dan Suadi 2006. Sistem wehai diberlakukan untuk waktu yang ditentukan lamanya oleh sara kadie. Untuk memberikan tanda kepada masyarakat umum bahwa wehai sudah diberlakukan, sara mengutus pangalasa salah satu unsur dalam anggota sara untuk memasang janur pada ujung ranting kayu yang bersilangan dimana 3 kaki ranting menancap membentuk segitiga diatas tanah. Ranting kayu berjanur tersebut diletakkan pada dua tanjung sebagai batas wilayah lindung. Pembukaan wehai akan diumumkan oleh sara diikuti pembukaan tanda janur pada kedua tanjung. Sepanjang wehai belum dibuka, maka janur yang telah kering akan diganti dengan janur segar. Meskipun wehai merupakan sistem perlindungan tidak permanen buka-tutup tetapi lokasi pemberlakukan sistem tersebut bersifat permanen atau tetap pada tempat yang terdapat di perairan pesisir Liya yaitu Pantai Loponi, Hu Uno, Kolo Nu Pimpi, Hora, Bantea Yi Tonga. Di selatan pesisir Liya yakni Pulau Simpora lokasi, wehai adalah di Pantai One Tooge dan Kolo Nu Sori, dan di Pulau Kompona One Oroho lokasi wehai berada di pantai utara yakni di pesisir Wawosio. Anggota masyarakat yang melanggar lokasi wehai diberikan hukuman oleh sara yaitu hoko da’o ke te sara diri dan status yang bersangkutan dirusakkan oleh sara. Kelompok adat Wanci, Mandati dan Kapota tidak mengenal sistem wehai di laut. Wehai dalam masyarakat adat Wanci dan Mandati berlaku di darat pada kebun kelapa milik sara dan milik kaomu sebuah rumpun keluarga. Manfaat wehai laut adalah memberikan kesempatan kepada ikan untuk tumbuh besar dalam satu ekosistem alami, sehingga sangat membantu bagi konservasi sumberdaya alam hayati perairan. Melihat praktek dan properti yang digunakan seperti janur maka sistem ini mirip dengan sistem sasi yang dikenal masyarakat Maluku.

5.2.3 Monea’a Nu Sara

Monea’a nu sara bukanlah istilah baku untuk sebuah sistem pengelolaan. Kalimat tersebut diberikan untuk suatu tradisi pengelolaan ruang tertentu sebagai 56 tempat menangkap ikan jika kampung memiliki keperluan misalnya pada saat hajatan kampung. Istilah yang berbeda dengan arti yang sama yaitu te pake-peke’a nu sara, namo nu sara laguna yang digunakan sara. Lokasi monea’a nu sara biasanya berada pada laguna pesisir kampung. Motif perikanan pada sistem monea’a nu sara sama dengan wehai yakni penetapan wilayah tertentu sebagi daerah stokcing tetapi penerapannya berbeda pada mekanime terbuka dan tertutup. Pada hari biasa monea’a nu sara dapat dimanfaatkan masyarakat dengan peralatan tradisional seperti sarampa tombak yang lebih dari dua mata, pontu tombak yang memiliki 1 mata, panah, pancing tetapi tidak diperkenankan menggunakan bahan beracun dan jaring yang memungkinkan penangkapan ikan dalam jumlah besar. Dalam kelompok adat Kapota hasil tangkapan pada lokasi monea’a nu sara dibagi 3 bagian yaitu 1 bagian untuk nelayan, 1 bagian untuk pemilik sarana tangkap dan 1 bagian untuk sara. Bagian untuk sara biasanya dijual dan uangnya digunakan untuk kas masjid dan keperluan sara. Bentuk pengelolaan perikanan pada sistem monea’a ditekankan pada pembatasan alat tangkap, bukan kawasan perlindungan sebagaimana pada sistem wehai. Namun demikian urgensi sistem tradisional monea’a nu sara adalah meneguhkan pengelolaan sumberdaya yang tidak terbuka yang bermanfaat memberi perlindungan pada nelayan kecil yang peralatan dan armada tangkapnya hanya dapat menjangkau tempat terbatas dan pelestarian lingkungan. Pengaturan wilayah berdasarkan alat tangkap merupakan salah satu solusi untuk menata nelayan yang dipandang sangat penting, mengatasi konflik antar nelayan, meningkatkan kesejahteraan nelayan dan melestarikan sumberdaya alam Solihin et al 2005. Dalam wilayah Kadie Mandati, lokasi monea’a nu sara yang saat ini dikelola masyarakat kampung adalah namo Bontu di desa Matahora. Disamping itu pesisir Kampung Sousu tepatnya di Perairan Pulau Matahora dan Pulau Nua Ponda desa Matahora di kelola dengan pembatasan alat tangkap masal untuk nelayan luar kampung. Sistem tersebut dibangun untuk mempertahankan ketersediaan ikan, 57 sebagai antisipasi atas cuaca buruk yang menyebabkan nelayan kampung tidak dapat melaut ke tempat lain. Sebagian pesisir kampung Sousu dalam sistem zonasi menjadi ZPr dan sebagian pesisir Desa Matahora yakni namo Bontu menjadi ZPr. Pemerintah daerah melalui Coremap-DKP menjadikan wilayah tersebut Daerah Perlindungan Laut DPL. Pada wilayah Kadie Kapota monea’a nu sara tersebut berada di pesisir Kampung Padangkuku di sebelah utara Pulau Kapota, dan di pesisir Singgaleta, pantai timur yang berbatasan dengan kampung Kolo Liya.

5.2.4 Batoo dan Kota