90 Karang Matahora menjadi ZPB. Hasil yang diharapkan dalam tahapan ini adalah
kesepakatan konservasi yang dapat meliputi : a. Peengelolaan dalam wilayah kadie dilakukan dengan sistem adat kadie.
b. Pembagian peran kelompok masyarakat adat dan pemerintah dalam pengelolaan wilayah tangkap tradisional yang dimanfaatkan masyarakat
lintas kadie seperti di atol Kaledupa, Kapota, Moromaho sehubungan dengan karang atol tersebut sebagian menjadi ZPB dan ZPr.
c. Legitimasi pengelolaan berdasarkan adat kadie oleh pemerintah. Melihat faktanya bahwa sebagian besar wilayah adat kadie adalah ZPL maka
secara operasional pengaturan adat atas wilayah tersebut seharusnya dapat dilakukan. Teori-teori desentralisasi dan perundang-undangan seperti UU Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau keci, Undang-Undang Perikanan dan zonasi TNW sendiri merupakan justifikasi terhadap pengaturan dengan kearifan adat.
5.6.5 Proses Legalitas
Status hukum kesepakatan pengelolaan dengan kearifan adat dalam kerangka kolaborasi pengelolaan TNW sangat penting bagi masyarakat dan pemerintah agar
menjadi kepatuhan bagi semua pihak termasuk pihak-pihak pengguna sumberdaya seperti nelayan luar dan pengusaha.
5.6.7 Strategi Pengelolaan
Strategi pengelolaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah kolaborasi sistem formal dan sistem tradisional. Kolaborasi sistem yang dicapai
melalui perpaduan sistem hukum adat dan hukum negara ialah apabila sumber daya tidak diatur dalam adat maka hukum negara dapat mengisi pengaturannya.
Sebaliknya pada wilayah yang memiliki kearifan adat maka hukum adat yang mengaturnya. Apabila sistem formal dan sistem tradisional sama-sama dapat
berfungsi maka pada operasionalnya mengutamakan hukum adat karena kearifan
91 lokal tersebut sesuai pengetahuan, kondisi, pengalaman dan sejarah masyarakat Uluk
et al 2001. Seperti dijelaskan pada bagian awal bahwa Kepulauan Wakatobi menjadi
taman nasional sekaligus kabupaten dan secara historis merupkan wilayah adat dari kadie-kadie, pada saat ini secara kelembagaan pengurus kawasan adalah TNW dan
Pemkab Wakatobi. Sedangkan peranan kelembagaan adat pudar seiring melemahnya peran lembaga sara kadie. Tetapi dalam praktek hidup sehari-hari sumber daya milik
kadie seperti tanah, hutan dan laut tetap dianggap milik sara merupakan justifikasi pemilikan bersama masyarakat desa atau gabungan desa bekas wilayah kadie.
Pada beberapa kasus pengurus atau penegak prinsip-prinsip sumberdaya milik sara adalah pemerintah desa atau gabungan pemerintah desa bekas kadie atas nama
sara. Model pembuatan keputusan untuk kasus semacam itu adalah musyawarah bersama diwakili kepala desa, kepala kampung dan tokoh-tokoh masyarakat.
Contohnya isu alih fungsi tanah adat untuk bangunan pemerintah pada bekas kadie Liya maka 5 kepala desa menfasilitasi pertemuan musyawarah adat yang dihadiri
tokoh-tokoh adat dan masyarakat untuk membahasnya. Tempat musyawarah balai adat kadie yang disebut baruga, tempat yang pada
masa sara kadie digunakan hanya untuk musyawarah sara. Kebiasaan representasi diri dari pemerintah desa dan tokoh-tokoh masyarakat sebagai sara seperti ini
terjadi setelah secara kelembagaan sara kadie bubar tahun sekitar 1970. Keputusan musyawarah bersama tersebut disebut peraturan adat.
Untuk mengetahui kondisi kelembagaan dalam kawasan TNW saat ini dapat dilihat dalam tabel 8 yang menguraikan peran penting tiga komponen institusi yang
memiliki kewenangan dalam kawasan TNW saat ini yaitu Pemkab, TNW dan sara kadie. Batas yurisdiksi kadie, Pemkab melalui desa dan TNW melaui SPTN
sebagai berbeda-beda baik wilayah maupun kewenangan.
92 Tabel 8 : Analisis Kelembagaan Lokal
Aspek Kelembagaan Kadie
Pemerintah daerah Desa
TNW SPTN
Batas yurisdiksi Wilayah
1 kadie sekarang terdiri dari desa
dengan wilayah mulai dari darat, daerah
coastal dan pulau- pulau pendukung dan
daerah coastalnya. Wilayah desa terdiri
dari darat dan pesisir 1 STPN mengelola
pulau utama meliputi daerah coastal, laut
dalam dan karang atol Wilayah desa terdiri
dari wilayah darat saja
Kewenangan Menentukan aturan,
mengeluarkan izin, menegakan sanksi
Menjalankan peraturan daerah,
instruksi atasan, membuat perdes
bersama BPD Pengawasan,
monitoring, penegakan hukum
Property right Apa
Sumberdaya milik komunal
Sumberdaya milik negara dan milik
mperorangan Sumberdaya milik
negara
Siapa Secara formal dimiliki
sara Pemerintah dan
perorangan Pemerintah mewakili
negara
Rule of game Siapa sara
Pemerintah desa
SPTN
Peran Berwenang
membuat hukum adat pengelolaan
sumberdaya alam, patuh pada sara
kerajaan Layanan
administrasi kegiatan warga,
membuat perdes, menjalankan
peraturan daerah dan instruksi atasan
Menjalankan peraturan pengelolaan
TNW
Kadie yang saat ini terdiri dari beberapa desa memiliki kewenangan membuat aturan dan menegakkannya, sama dengan desa tetapi batas kewenangan desa hanya
dalam wilayah desanya. Artinya jika desa tersebut hanya merupakan salah satu dari beberapa desa yang merupakan bekas wilayah kadie maka aturan desa tentu tidak
berpengaruh pada desa lainnya. Kesulitannya adalah sangat mungkin akan terdapat aturan yang berbeda-beda untuk sumberdaya alam yang dimiliki bersama kelompok
adat kadie akibat pembuat aturan adalah desa yang berbeda-beda.
93 Baik kadie, desa dan SPTN sebagai unit pengelola wilayah terkecil memiliki
kewajiban menjalankan aturan dari instansi di atasnya, tetapi hal yang membedakan adalah SPTN tidak memiliki wewenang membuat aturan sebagaimana kadie dan desa.
Selain gap yurisdiksi, secara nyata terdapat 3 pihak yang memiliki peranan dalam pengelolaan dengan tugas dan kewenangan-kewenangan yang berbeda. Gap ini tidak
dapat diselesaikan dalam tingkat desa atau kadie. Kasepakatan yang harus dibangun pada level kabupaten adalah antara kadie mewakili wilayah adat dan gabungan desa
dalam wilayah kadie dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi, BTNWPHKA atau Menteri Kehutanan sebagai pihak yang membuat keputusan penetapan taman
nasional. Isi kesepakatan adalah tentang prinsip pengelolan TNW yang diadopsi dari sistem formal dan sistem tradisional.
94
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai “Kajian Strategi Pengelolaan Sumberdaya Laut oleh Masyarakat Adat dalam Taman Nasional Wakatobi” dapat disimpulkan sebagai
berikut : a. Dalam sistem tradisional sumberdaya laut adalah milik bersama
communal property right. Secara formal menjadi milik sara kadie, dengan kewenangan desentralistik dari sara kesultanan mengatur
pemanfaatan sumberdaya laut berdasarkan pendekatan pembagian ruang yakni ruang pemanfaatan, perlindungan baik berdasarkan penetapan sara
maupun sistus keramat. Terdapat juga lokasi pemanfaatan terbatas dengan pembatasan alat tangkap dan pemanfaatan melalui izin pada sara. Selain
itu pengaturan berdasarkan alat tangkap terdiri dari alat tangkap yang hanya dapat digunakan nelayan lokal dan alat tangkap yang boleh
digunakan nelayan luar, dimaksudkan untuk melindungi nelayan kampung yang memiliki peralatan terbatas dari persaingan dan konflik ruang. Yang
dimaksud nelayan luar dalam sistem tradisional adalah nelayan luar kadie. Meskipun sumberdaya adalah milik bersama, sara kadie dapat
memberikan kuasa pengelolaan kepada kelompok masyarakat atau individu atas wilayah laut tertentu untuk alat tangkap ompo dan katondo,
dimana lokasi tersebut tidak dapat digunakan nelayan lain sampai pengelolanya menyerahkan kembali kepada sara.
b. Dalam sistem zonasi TNW, wilayah ulayat kadie Liya, mandati, Wanci, Kapota umumnya menjadi ZPL yang berarti hanya dapat dimanfaatkan
nelayan lokal Wakatobi, selain itu sebagian kecil 1,7 karang di wilayah ulayat tersebut merupakan ZPr dan ZPB 1,2. Lokasi ZPr
berada di pantai Kampung Sousu Pulau Wangi-Wangi bagian timur secara