94
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai “Kajian Strategi Pengelolaan Sumberdaya Laut oleh Masyarakat Adat dalam Taman Nasional Wakatobi” dapat disimpulkan sebagai
berikut : a. Dalam sistem tradisional sumberdaya laut adalah milik bersama
communal property right. Secara formal menjadi milik sara kadie, dengan kewenangan desentralistik dari sara kesultanan mengatur
pemanfaatan sumberdaya laut berdasarkan pendekatan pembagian ruang yakni ruang pemanfaatan, perlindungan baik berdasarkan penetapan sara
maupun sistus keramat. Terdapat juga lokasi pemanfaatan terbatas dengan pembatasan alat tangkap dan pemanfaatan melalui izin pada sara. Selain
itu pengaturan berdasarkan alat tangkap terdiri dari alat tangkap yang hanya dapat digunakan nelayan lokal dan alat tangkap yang boleh
digunakan nelayan luar, dimaksudkan untuk melindungi nelayan kampung yang memiliki peralatan terbatas dari persaingan dan konflik ruang. Yang
dimaksud nelayan luar dalam sistem tradisional adalah nelayan luar kadie. Meskipun sumberdaya adalah milik bersama, sara kadie dapat
memberikan kuasa pengelolaan kepada kelompok masyarakat atau individu atas wilayah laut tertentu untuk alat tangkap ompo dan katondo,
dimana lokasi tersebut tidak dapat digunakan nelayan lain sampai pengelolanya menyerahkan kembali kepada sara.
b. Dalam sistem zonasi TNW, wilayah ulayat kadie Liya, mandati, Wanci, Kapota umumnya menjadi ZPL yang berarti hanya dapat dimanfaatkan
nelayan lokal Wakatobi, selain itu sebagian kecil 1,7 karang di wilayah ulayat tersebut merupakan ZPr dan ZPB 1,2. Lokasi ZPr
berada di pantai Kampung Sousu Pulau Wangi-Wangi bagian timur secara
95 tradisional juga dimanfaatkan terbatas yakni nelayan luar tidak dapat
menggunakan alat tangkap yang dapat menangkap ikan dalam jumlah banyak, dimasudkan sebagai lokasi cadangan perikanan warga kampung
Sousu saat ombak musim timur tiba. Sedangkan ZPB berada di sekitar lagun Kampung Bontu Matahora dimana lokasi tersebut menjadi Daerah
Perlindungan Laut DPL Desa Matahora dan juga dilindungi secara adat. c. Perbedaan utama pengelolaan sistem formal dan sistem tradisional adalah
lembaga pengelola, kewenangan dan luas wilayah. Dalam sistem formal Balai TNW memiliki kewenangan menjalankan hukum yang dibuat
pemerintah pusat dengan wilayah mencakup seluruh kawasan sedangkan dalam sistem tradisional sara kadie berwenang membuat dan menjalankan
peraturan adat dan wilayah yurisdiksinya lebih kecil, hanya sebatas wliayah kadie. Wilayah Karang Kaledupa, Kapota dalam sistem
tardisional dikelola dengan sistem huma. Pemilik huma memiliki kuasa po adati yi pasi adat istiadat di karang atol yang dapat menentukan
pengaturan wilayah tangkap, izin, penggunaan alat bagi pengguna sumberdaya resources use.
d. Strategi pengelolaan TNW yang tepat adalah kolaborasi sistem formal dan sistem tradisional yakni memasukkan prinsip-prinsip pengelolaan
tradisional masyarakat adat ke dalam prinsip-prinsip pengelolaan formal TNW. Bentuknya pengelolaan kolaborasi adalah pembagian ruang
yurisdiksi yakni wilayah adat kadie dikelola dengan kelembagaan adat dan diluar itu diberlakukan pengelolaan dengan sistem formal. Lokasi huma
yang berimpit dengan ZPB Karang Kaledupa dan ZPr Karang Kapota dikelola dengan memfungsikan secara bersama sistem huma dan sistem
formal. Pelanggaran pengelolaan yang bersifat pidana seperti destruktif fishing, pencurian, pencemaran, diselesaikan dengan hukum formal TNW
dan sengketa perdata seperti pelanggaran dan perebutan wilayah tangkap diselesaikan dengan hukum adat. Meskipun wilayah ulayat dikelola
96 dengan adat tetapi secara keseluruhan baik wilayah ulayat kadie maupun
luar ulayat kadie tetap dalam prespektif TNW, artinya peraturan TNW melegitimasi peraturan adat yang mengatur wilayah ulayat kadie.
6.2 Saran