: koefisien Xj pada kendala riil ke-k : sasarantujuan target ke-i
: jumloah sumberdaya k yang tersedia : jumlah unit deviasi yang kekurangan - terhadap tujuan ke-i gi
: jumlah unit deviasi yang kekurangan + terhadap tujuan ke-i gi : faktor prioritas ordinal ke- k
: bobot relatif dari dan
dalam urutan prioritas ke-k i
: 1,2,3….., m, nomor fungsi kendala j
: 1,2,3….., n, nomor peubah keputusan
k : 1,2,3….., p, urutan prioritas dari fungsi kendala
Jadi penggunaan model LGP tersebut bermanfaat dan dapat diterapkan untuk berbagai bidang kajian yang berbeda-beda. Pada penelitian ini aplikasi LGP
tersebut digunakan untuk mengoptimalkan pemanfaatan perairan dengan pertimbangan faktor ekologi, ekonomi dan sosial masyarakat. Namun karena
sistem perikanan di daerah tropis sangatlah kompleks, maka teknik optimasi yang dapat digunakan untuk sumberdaya yang didukung oleh banyak tujuan adalah
linier goal programming Wiyono 2001. Hal tersebut merupakan suatu
pendekatan optimasi lahan secara komprehensif dan aplikasi LGP yang diujicobakan dalam suatu penelitian.
2.8. Analisis Kelayakan Usaha
Peluang daerah untuk memaksimalkan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut kian terbuka dengan lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah yang telah di revisi dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004. Dalam pasal 10 Undang-Undang tersebut secara jelas diatur kewenangan
daerah untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konversi dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut desentralisasi pembangunan perikanan sebatas 12
mil laut untuk tingkat propinsi dan 4 mil laut dari 12 mil laut untuk tingkat KabupatenKota yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan atau ke arah
perairan kepulauan. Hal ini tentu saja memberikan peluang yang besar kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan sumberdaya pesisir dan laut
demi mempercepat pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah Sambut 2004.
Berdasarkan penjabaran diatas, dalam kaitannya dengan kegiatan usaha budidaya perikanan, maka keberhasilan usaha budidaya perikanan pada akhirnya
akan dinilai dari besarnya pendapatan usaha yang diperoleh atau lebih dikenal dengan istilah keuntungan. Pendapatan usaha budidaya adalah selisih antara
penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual produksi, sedangkan biaya
merupakan semua pengeluaran yang dipergunakan dalam kegiatan usaha. Berdasarkan sifatnya, biaya digolongkan dalam dua jenis yaitu biaya tetap fixed
cost dan biaya tidak tetap variabel cost. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya
tidak tergantung dengan banyak sedikitnya jumlah barang yang diproduksi. Dalam hal ini, pembudidaya harus tetap membayar berapapun jumlah komoditi yang
dihasilkan dari kegiatan usahanya. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah apabila ukuran usahanya berubah, seperti biaya input produksi
Soekartawi 1986. Jika ingin mengetahui apakah usaha budidaya yang dilakukan menguntungkan
atau tidak, dapat diukur dengan menggunakan indikator perimbangan antara penerimaan dan biaya. Berdasarkan pengukuran tersebut, jenis usaha dapat
dikelompokan menjadi 2 bagian yaitu : 1 jenis usaha yang bersifat tahunan, dan 2 jenis usaha yang bersifat musiman. Jenis usaha musiman biasanya memiliki
karakteristik antara lain : 1 memiliki periode produksi lebih dari satu kali dalam setahun, 2 umumnya memerlukan modal yang relatif kecil, dan 3 biasanya
diusahakan dalam skala kecil dengan teknologi yang sederhana. Menurut Effendi dan Oktariza 2006, untuk melihat keuntungan relatif suatu usaha dalam satu
tahun terhadap biaya yang digunakan dalam kegiatan tersebut digunakan analisis Revenue Cost Ratio
RC. Suatu usaha dikatakan layak bila RC lebih besar dari 1 RC 1. Hal ini menggambarkan semakin tinggi nilai RC maka tingkat
keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi pula. Selain analisis RC yang digunakan dalam analisis usaha, dapat dihitung pula
analisis Break Event Point BEP. Effendi dan Oktariza 2006, mengemukakan bahwa analisis BEP merupakan alat analisis untuk mengetahui batas nilai
produksi atau volume produksi suatu usaha mencapai titik impas tidak untung dan tidak rugi. Usaha dinyatakan layak bila nilai BEP produksi lebih besar dari
jumlah unit yang sedang diproduksi saat ini. Sementara BEP harga harus lebih rendah daripada harga yang berlaku saat ini.
Menurut Kadariah 2001 dalam mengevaluasi proyek biasanya digunakan dua macam analisis, yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Dalam analisis
finansial proyek dilihat dari sudut badan atau orang yang menanam modalnya di dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek, sedangkan
analisis ekonomi, proyek dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Kini yang diperhitungkan adalah analisis total, atau produktivitas atau keuntungan
yang didapat dari semua sumber yang dipakai dalam proyek, tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber yang dipakai dan siapa yang dalam
masyarakat yang menerima hasil dari proyek tersebut. Hasil dari hal ini disebut social returns
atau the economic returns dari proyek. Setelah disadari bahwa banyak kegiatan yang menimbulkan adanya
manfaat maupun biaya yang timbul karena adanya aspek lingkungan yang harus diperhitungkan, maka analisis biaya dan manfaat diperluas menjadi analisis
kelayakan dengan memasukan dimensi biaya dan manfaat. Bagi pemegang kebijakan policy makers, yang penting adalah mengarahkan pembangunan
sumber-sumber yang langka kepada proyek-proyek yang dapat memberikan hasil yang paling baik bagi perekonomian sebagai keseluruhan, yang menghasilkan
social return dan economic return yang tinggi.
Kadariah 2001, mengemukakan kriteria yang digunakan dalam evaluasi usaha yang bersifat tahunan adalah sebagai berikut: 1 memiliki periode produksi
yang lebih lama, kurang lebih 1 tahun atau lebih, 2 umumnya memerlukan modal dan investasi cukup besar dan 3 diusahakan dalam skala besarproyek.
Selanjutnya dikatakan bahwa dalam rangka mencari satu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya suatu usaha tahunan, dikembangkan melalui pendekatan
analisis beberapa indeks invesment criteria. Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari proyek. Setiap kriteria
mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai kelayakan proyek sering digunakan lebih dari satu kriteria. Dari beberapa kriteria yang ada, tiga
diantaranya yang biasa digunakan adalah; 1 NPV, 2 Net BC dan 3 IRR.
2.9. Kebijakan Investasi