ini dipandang memiliki nilai ekonomis penting. Kelima jenis kerapu tersebut, selain dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, baik di rumah-rumah, restoran
mewah, mau pun di hotel-hotel berbintang, juga diekspor ke beberapa negara. Kelima jenis kerapu tersebut adalah sebagai berikut Ghufran 2001.
1 Kerapu Bebek Cromileptes altivelis Kerapu bebek sering disebut sebagai kerapu tikus, di pasaran Internasional
dikenal dengan nama polka-dot grouper, namun ada pula yang menyebutnya hump-backed rocked
. Ikan kerapu bebek ini berbentuk pipih dan warna dasar kulit tubuhnya abu-abu dengan bintik-bintik hitam di seluruh permukaan tubuh.
Kepala berukuran kecil dengan moncong agak meruncing. Kepala yang kecil mirip bebek menyebabkan jenis ikan ini populer disebut kerapu bebek, namun ada
pula yang menyebutnya sebagai kerapu tikus, karena bentuk moncongnya yang meruncing menyerupai moncong tikus Gambar 1.
Gambar 1. Ikan Kerapu Bebek Sumber: http:www.fishyforum.comt1081
Ikan kerapu bebek dikategorikan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0,5 kg
–2 kg per ekor. Selain dijual sebagai ikan konsumsi, ikan kerapu bebek juga dapat dijual sebagai ikan hias dengan nama grace kelly. Ikan
kerapu bebek memiliki bentuk sirip yang membulat. Sirip punggung tersusun dari 10 jari-jari keras dan 19 jari-jari lunak. Pada sirip dubur, terdapat 3 jari-jari keras
dan 10 jari-jari lunak. Ikan ini bisa mencapai panjang tubuh 70 cm atau lebih, namun yang dikonsumsi, umumnya berukuran 30 cm
–50 cm. Kerapu bebek tergolong ikan buas yang memangsa ikan-ikan dan hewan-hewan kecil lainnya.
Ikan kerapu bebek merupakan salah satu ikan laut komersial yang mulai dibudidayakan baik dengan tujuan pembenihan mau pun pembesaran.
2 Kerapu Sunu Pliectropomus maculatus Ikan kerapu sunu biasanya disebut sebagai ikan sunuk atau ikan lodi. Ada
dua jenis kerapu sunu yang dikenal sebagai ikan laut komersial, yaitu jenis Plectropoma maculatus
atau populer dengan sebutan spotted coral trout dan jenis Plectropoma leopardus
atau populer dengan sebutan leopard coral trout. Ikan kerapu sunu memiliki tubuh agak bulat memanjang, dengan jari-jari keras pada
sirip punggungnya. Warna tubuh sering mengalami perubahan tergantung pada kondisi lingkungan. Perubahan warna tubuh terjadi terutama jika ikan dalam
keadaan stres. Tubuh sering berwarna merah atau kecokelatan, sehingga kadang juga disebut kerapu merah atau kasai makot Gambar 2.
Gambar 2. Ikan Kerapu Sunu Sumber: http:www.fishyforum.comt1081
Pada tubuhnya terdapat bintik-bintik berwarna biru, dengan tepi gelap dan ada enam pita berwarna gelap, kadang-kadang tidak nampak. Kerapu sunu jenis
P.maculatus , mempunyai bintik yang tidak seragam, sedangkan jenis
P.Leopardus , mempunyai bintik-bintik yang seragam.
3 Kerapu Lumpur Epinephelus suillus Disebut sebagai kerapu lumpur, karena ikan ini betah hidup di dasar
perairan. Nama lain dari jenis kerapu ini adalah kerapu balong, estuary grouper, atau sering pula disebut kerapu hitam, walaupun sebenarnya memiliki warna dasar
abu-abu dan berbintik-bintik. Kerapu lumpur ini terdiri atas beberapa macam, namun yang bernilai ekonomis tinggi dan telah umum dibudidayakan adalah
Epinephelus suillus dan Epinephelus malabaricus. Jenis E. suillus memiliki tubuh
berwarna abu-abu gelap dengan kombinasi bintik cokelat dan lima garis menyerupai pita gelap samar yang memanjang pada tubuhnya Gambar 3.
Gambar 3. Ikan Kerapu Lumpur Sumber: http:www.fishyforum.comt1081
Kerapu lumpur banyak dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan benihnya paling mudah diperoleh di laut, terutama pada musim-musim tertentu
sedangkan jenis E. malabaricus, memiliki tubuh dengan warna dasar abu-abu agak muda dengan bintik hitam kecil. Habitat ikan kerapu lumpur ada di kawasan
terumbu karang, perairan berpasir, dan bahkan hutan mangrove, serta muara- muara sungai. Kerapu lumpur ukuran konsumsi biasanya memiliki bobot tubuh
berkisar antara 400 g –1.200 g per ekor.
4 Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Bentuk kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus mirip dengan kerapu
lumpur, tetapi dengan badan yang agak lebar. Masyarakat Internasional mengenalnya dengan sebutan flower atau carpet cod Ghufran 2001. Ikan
kerapu macan memiliki mulut lebar serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas dan sirip ekor yang umumnya membulat rounded. Warna dasar sawo
matang, perut bagian bawah agak keputihan dan pada badannya terdapat titik berwarna merah kecokelatan, serta tampak pula 4-6 baris warna gelap yang
melintang hingga ekornya. Badan ditutupi oleh sisik kecil, mengkilat dan memiliki ciri-ciri loreng Antoro et al. 2004. Gambar ikan kerapu macan dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Ikan Kerapu Macan Sumber: http:www.fishyforum.comt1081
Usaha budidaya kerapu pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pembenihan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan adalah kegiatan
produksi yang menghasilkan benih ikan ukuran 5-7 cm yang biasa disebut dengan fingerling
. Kegiatan pembenihan sampai dengan fingerling berkisar antara 3-4 bulan tergantung dari jenis ikan kerapu. Kegiatan pembenihan sampai dengan
fingerling ini merupakan kegiatan yang cukup menarik, terutama untuk
menghasilkan benih dari berukuran 2 - 3 cm menjadi berukuran 5 - 7 cm. Jangka waktu yang tidak begitu lama sekitar 20 - 30 hari, perbandingan harga benih yang
berukuran 2 - 3 cm dengan yang berukuran 5 - 7 cm meningkat sampai sekitar 100 yang memberikan keuntungan sekitar 70 . Kegiatan pembenihan ini dapat
dilakukan di dalam tangki budidaya berkapasitas 1 - 2 m
3
atau dalam keramba jaring apung dimensi 1,5 m x 1,5 m x 1,5 m dan mesh size 3 - 4 mm dengan
kepadatan 300-500 ekor per m
3
. Pakan yang diberikan sebaiknya pelet kering dengan kadar protein sekitar 40 Nainggolan et al. 2003.
Pembesaran jenis kerapu sampai dengan berukuran konsumsi berkisar antara 7-10 bulan, tergantung dari jenis ikan kerapu yang dibesarkan untuk ikan
kerapu macan dibutuhkan waktu sekitar 7 bulan dan untuk ikan kerapu tikus sekitar 10 bulan. Pembesaran kerapu untuk menjadi kerapu muda ukuran 100 g
per ekor dari ukuran fingerling diperlukan waktu 3 - 4 bulan pada ikan kerapu macan dan 7-10 bulan pada ikan kerapu tikus. Pembesaran ikan kerapu biasanya
dilaksanakan dengan menggunakan Keramba Jaring Apung KJA atau di dalam tangki pembesaran dengan sistem air mengalir Nainggolan et al. 2003.
Pakan yang diberikan dapat berupa ikan rucah atau pelet. Usaha pembesaran ikan kerapu di lapangan yang dilakukan masyarakat cukup
bervariasi. Ada yang membesarkan dari fingerling sampai dengan menjadi ukuran konsumsi, ada pula yang membesarkan dari fingerling sampai dengan ukuran 100
g per ekor ikan kerapu muda dan dari ikan kerapu muda sampai ukuran konsumsi sekitar 500-1.200 g per ekor. Pemeliharaan dari ukuran 100 g per
ekor sampai dengan lebih besar dari 500 g per ekor memerlukan waktu 3 - 5 bulan untuk ikan kerapu macan dan 8-10 bulan untuk ikan kerapu tikus Nainggolan et
al. 2003.
2. 3. Rumput Laut
Rumput laut seaweed merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang dipanen dari laut. Dari segi morfologisnya, rumput laut tidak
memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai bentuk yang mirip, walaupun sebenarnya
berbeda, yaitu berbebtuk thallus. Budidaya rumput laut di Indonesia banyak dilakukan karena memiliki manfaat antara lain; sebagai pupuk organik, bahan
baku industri makanan dan kosmetik, sampai obat-obatan. Nontji 1993. Ada beberapa jenis rumput laut yang dianggap potensial. Rumput laut
potensial yang dimaksud disini adalah jenis-jenis rumput laut yang sudah diketahui dapat digunakan diberbagai industri sebagai sumber karagin, agar-agar
dan alginat. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin, agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama
polisakarida agar-agar keduanya merupakan rumput laut merah Rhodophyceae. Alginofit adalah rumput laut coklat Phaeophyceae yang mengandung bahan
utama polisakarida alginat. Selain itu ada juga jenis alga hijau Chlorophyceae kebanyakan bermanfaat sebagai makanan manusia, pakan hewan dan obat
Atmadja 1989. Rumput laut di Indonesia sekarang sudah merupakan komoditi ekspor,
terlihat dari semakin meningkatnya nilai ekspor terutama jenis Rhodophyceae dan Chlorophyceae
. Potensi ini ditunjang oleh keadaan wilayah perairan dan sediaan alami yang cukup banyak serta lahan budidaya yang luas. Di Indonesia rumput
laut yang bernilai ekonomis penting adalah Rhodophyceae, namun Chlorophyceae
dan Phaeophyceae juga mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan. Banyak jenis rumput laut di Indonesia, yang masih belum dikenal. Cara yang perlu
dilakukan yaitu; pengenalan jenis dan pengetahuan tentang nama-nama setempat di perairan laut Indonesia, paling tidak untuk mengetahui keberadaan dan sebaran
jenisnya. Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma.
Karaginan ada tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa
karaginan dikenal dengan tipe cottonii dan lambda karaginan. Ketiga macam karaginan ini dibedakan karena sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan
berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak. Kappa karaginan jeli bersifat kaku dan keras. Sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli, tetapi berbentuk
cair yang viscous. Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum merupakan rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku industri di
dalam negeri maupun untuk ekspor. Sedangkan E. edule hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Sebaliknya
Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum dibudidayakan oleh masyarakat
pantai. Dari kedua jenis tersebut Eucheuma cottonii yang paling banyak dibudidaya, karena permintaan pasar sangat besar. Gambar 5 merupakan jenis-
jenis rumput laut Eucheuma.
a Eucheuma cottonii b Eucheuma spinosum
c Eucheuma serra d Eucheuma edule
Gambar 5. Rumput Laut Jenis Eucheuma Sumber : www.scribd.comdoc4889138.
Hypnea adalah jenis ganggang talus parasit yang kurang lebih terdiri dari 52
spesies. Hypnea merupakan sejenis talus dengan ciri garis-garis pada sekujur ranting dan jari-jari yang lebih halus. Beberapa spesies pada Hypnea ini contoh:
musciformis memiliki lekukan yang dapat tersisip menjadi lapisan terbawah dalam setiap carangsulur dalam setiap rambatannya. Seluruh lapisan warna
Hypnea berkisar antar coklat muda hingga merah gelap. Memiliki panjang tubuh
antara 10-30cm, dan dapar berkontraksi hingga 50cm. Hypnea sp sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha budidaya. Hypnea biasanya
dimanfaatkan oleh industri agar. Gambar 6 merupakan jenis ganggang talus parasit jenis Hypnea.
Gambar 6.
Ganggang Talus Parasit Jenis
Hypnea Sumber : indonetwork.web.idalloffers.
Rumput laut untuk bahan membuat agar Gracilaria sp adalah rumput laut yang termasuk pada kelas alga merah Rhodophyta dengan nama daerah yang
bermacam-macam, seperti: sango-sango, rambu kasang, janggut dayung, dongi- dongi, bulung embulung, agar-agar karang, agar-agar jahe, bulung sangu dan lain-
lain. Rumput laut marga Gracilaria banyak jenisnya, masing-masing memiliki sifat-sifat morfologi dan anatomi yang berbeda serta dengan nama ilmiah yang
berbeda pula, seperti: Gracilaria confervoides, Gracilaria gigas, Gracilaria verucosa
, Gracilaria lichenoides, Gracilaria crasa, Gracilaria blodgettii, Gracilaria arcuata
, Gracilaria taenioides, Gracilaria eucheumoides, dan banyak
lagi. Beberapa ahli menduga bahwa rumput laut marga Gracilaria memiliki jenis yang paling banyak dibandingkan dengan marga lainnya.
Rumput laut Gracilaria umumnya mengandung ager atau disebut juga agar- agar sebagai hasil metabolisme primernya. Agar-agar diperoleh dengan
melakukan ekstraksi rumput laut pada suasana asam setelah diberi perlakuan basa.
Agar-agar diproduksi dan dipasarkan dalam berbagai bentuk, yaitu: agar-agar tepung, agar-agar kertas dan agar-agar batangan dan diolah menjadi berbagai
bentuk penganan kue, seperti pudding dan jeli atau dijadikan bahan tambahan dalam industri farmasi. Kandungan serat agar-agar relatif tinggi, karena itu
dikonsumsi pula sebagai makanan diet. Melalui proses tertentu agar-agar diproduksi pula untuk kegunaan di laboratorium sebagai media kultur bakteri atau
kultur jaringan. Gambar 7 menampilkan jenis-jenis rumput laut Glacilaria.
a Glacilaria sp b Gracilaria verucosa
c Gracilaria blodgettii d Gracilaria corticata
e Gracilaria eucheumoides
Gambar 7. Jenis Rumput Laut Glacilaria Sumber : www.scribd.comdoc4889138.
Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat menentukan berhasil tidaknya usaha budidaya bila kegiatan budidaya rumput laut dilakukan. Jika ingin
memperoleh hasil yang memuaskan dari usaha rumput laut, hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya rumput laut Aslan 1998.
Selain pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut, metode penanaman perlu juga diperhatikan. Menurut Aslan 1998, terdapat tiga metode penanaman
rumput laut berdasarkan posisis tanam terhadap dasar perairan, yaitu: 1 metode dasar bottom method ; ii metode lepas dasar off bottom method dan iii
metode apung floating metod. Syamsudin 2004, menyatakan bahwa pemilihan metode budidaya rumput
laut memiliki korelasi terhadap produktivitas dan pertumbuhan thallus rumput laut yang dibudidayakan. Ini didasarkan dengan hasil penelitian yang dilakukan
dengan membandingkan produktivitas 3 tiga metode budidaya rumput laut, yaitu metode tali rawai long line, metode lepas dasar dan metode dasar. Selanjutnya
dikatakan bahwa metode tali rawai long line merupakan metode budidaya rumput laut yang paling produktif dengan laju pertumbuhan harian thallus rata-rata 7,67
per hari, metode lepas dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata 7,54 per hari dan metode dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata sebesar
2,12 per hari. Dengan menggunakan metode tali rawailong line dan lepas dasar pada
kedalaman yang sesuai, thallus rumput laut yang dibudidayakan dapat mencapai berat 4 -5 kali lipat dari berat awal thallus. Dapat dikatakan bahwa untuk
mencapai produktivitas yang tinggi, budidaya rumput laut disarankan, dilakukan dengan metode tali rawai long line dan metode lepas dasar pada kedalaman yang
sesuai.
2.4 Syarat-Syarat Pemilihan Lokasi
Ketepatan lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam usaha budidaya ikan kerapu. Beberapa kegagalan usaha budidaya terjadi karena lokasi
yang dipilih kurang cocok. Pencapaian produksi jenis komoditas budidaya laut secara optimal memerlukan kecermatan dalam penentuan lokasi budidaya yang
akan dikembangkan serta kecocokan metoda yang digunakan. Pemilihan lokasi untuk budidaya ikan kerapu di laut harus mempertimbangkan aspek teknis dan
non teknis. Dari segi aspek teknis hal-hal yang harus diperhatikan meliputi:
a. Perairanlokasi yang dipilih harus terlindung dari pengaruh anginmusim dan gelombang, hal ini untuk mengamankanmelindungi salinitas budidaya.
b. Pergerakan air harus cukup baik dengan kecepatan arus antara 20 - 40 cmdetik, apabila kecepatan arus kurang mengakibatkan penyediaan air
kurang dan O
2
yang dipasok juga akan berkurang dan sebaliknya apabila kecepatan arus cukup besar pertumbuhan ikan akan terganggu sebab energi
yang didapatkan dari makanan banyak keluar untuk melawan arus. c. Lokasi harus bebas dari pengaruh pencemaran atau polusi baik limbah industri
maupun limbah rumah tangga. d. Lokasi juga harus bebas dari hama, yang meliputi antara lain ikan-ikan besar
dan buas, binatang yang selain berpotensi dapat mengganggu predator. e. Hal yang sangat penting lokasi harus memenuhi persyaratan kualitas air yang
baik untuk pertumbuhan ikan seperti : - Salinitas berkisar antara 25 - 31 ppt.
- Suhu air berkisar antara 28 – 32
C. - O
2
oksigen 5 ppm. - Nitrat 0.9
– 3.2 mgl dan phospat 0.2 – 0.5 mgl f. Mempermudah kelancaran kegiatan yang berhubungan dengan usaha budidaya
yang meliputi sarana jalan, telpon, listrik, sumberdaya manusia, pakan, pasar, ketersediaan bimbingan harus dalam jumlah yang cukup memadai serta
bahan-bahan untuk komoditi budidaya mudah diperoleh. Kordi 2005. Menurut Achmad 2008 persyaratan non teknis yang perlu mendapat
perhatian dalam pemilihan lokasi budidaya adalah sebagai berikut: a. Keterlindungan, untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan biota
laut, diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan di peraian teluk dan
perairan yang terlindung atau terhalang oleh pulau di depannya. b. Keamanan lokasi. Masalah pencurian dan sabotase mungkin saja dapat terjadi
pada lokasi tertentu sehingga upaya pengamanan, baik secara perorangan maupun kelompok harus dilakukan. Sebaiknya dilakukan upaya pendekatan
dan hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar lokasi budidaya.
c. Konflik kepentingan. Pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik dengan kepentingan lain. Beberapa kegiatan perikanan penangkapan ikan,
pemasangan bubu, dan bagan serta kegiatan bukan perikanan pariwisata, perhubungan laut, industri dan taman laut dapat dipengaruhi negative
terhadap aktifitas budidaya laut. d. Aspek peraturan dan perundang-undangan, untuk menguatkan keberlanjutan
usaha budidaya laut, pemilihan lokasi tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah serta mengikuti tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah
daerah BAPEDA serta dinas kelautan dan perikanan setempat. Kondisi dasar perairan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas air
diatasnya. Dasar perairan yang mengalami pelumpuran, bila terjadi gerakan air oleh arus maupun gelombang akan membawa partikel dasar ke permukaan
Upwelling yang akan menyebabkan kekeruhan, sehingga penetrasi cahaya matahari menjadi berkurang dan partikel lumpur ini berpotensi menutup insang
ikan. Arus air sangat membantu pertukaran air dalam keramba, membersihkan timbunan sisa-sisa metabolism ikan dan membawa oksigen terlarut yang
dibutuhkan ikan. Sebaliknya apabila kecepatan arus tinggi akan sangat berpotensi merusak konstruksi keramba serta dapat menyebebkan stress pada ikan, selera
makan ikan akan berkurang dan energi banyak yang terbuang Achmad 2008 Kecerahan air merupakan ukuran trasparansi perairan yang ditentukan
secara visual dengan menggunakan secchi disk. Peraiaran dengan tingkat keceraha sangat tinggi jernih sangat baik bagi lokasi budidaya laut. Kecerahana yang
dipersyaratkan adalah 3 meter Akbar dan Sudaryanto 2002. Kekeruhan atau turbiditas disebabkan oleh adanya partikel tersuspensi dan terlarut dalam air,
seperti jasad renik, lumpur, bahan organik, tanah liat dan zat koloid serta benda terapung lainnya yang tidak mengendap dengan segera. Kekeruhan dapat
mempengaruhi pernapasan ikan , proses fotosintesa dan produktivitas primer. Pada budidaya ikan, nilai kekeruhan turbidity berkisar antara 2-30 NTU
Nephleloletric Turbudity Unit . Padatan tersuspensi yang tinggi akan mengganggu pernapasan ikan karena partikel-partikel tersebut dapat menutupi
insang. Padatan tersuspensi perairan untuk usaha budidaya laut adalah berkisar antara 5-25 ppm Akbar dan Sudaryanto 2002.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, letak lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari
badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi perairan. Peningkatan suhu udara disekitar perairan mengakibatkan peningkatan
viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti gas-gas O
2
, CO
2
, N
2
, CH
4
dan sebagainya Effendi 2003. Suhu perairan sangat penting didalam memepengaruhi pertumbuhan ikan budidaya. Suhu optimal untuk pertumbuhan
kerapu sekitar antara 27-29 C Akbar dan Sudaryanto 2002.
Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter utama bagi kehidupan hewan perairan. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari proses
fotosintesis fitoplanton pada siang hari. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah kenaikan suhu air, respirasi khususnya pada
malam hari dan masuknya limbah pencemar baik anorganik maupun organic yang mudah urai ke lingkungan laut. Kandungan oksigen terlarut untuk
menunjang usaha budidaya yang baik adalah berkisar antara 5-8 ppm Akbar dan Sudaryanto 2002.
Nitrogen di dalam air terdiri dari bermacam-macam senyawa, namun yang bersifat tosik terhadap ikan dan organism lainnya hanya 3 tiga senyawa yaitu
ammonia NH
3
-N, nitrit NO
2
-N dan nitrat NO
3
-N. Senyawa ini selain berasar dari atmosfir juga banyak berasal dari sisa makanan, organisme yang mati dan
hasil ekskresi metabolisme hewan akuatik. Ammonia dan nitrit merupakan senyawa nitrogen yang paling toksik, sedangkan nitrat hanya bersifat toksik pada
konsentrasi yang tinggi. Nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan ion ferro dalam hemoglobin menjadi ion ferri yang merubah heimoglobin menjadi
meteoglobin yang merupakan parameter penting dalam budidaya ikan karena nitrit merupakan bentuk oksidasi terbanyak dari nitrogen dalam air. Konsentrasi
ammonia dan nitrat untuk keperluan budidaya adalah 1 ppm. Akbar dan
Sudaryanto 2002. Lokasi yang tepat akan mendukung kesinambungan usaha dan target
produksi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih lokasi untuk budidaya ikan kerapu ini adalah faktor resiko seperti keadaan angin dan
gelombang, kedalaman perairan, bebas dari bahan pencemar, tidak mengganggu alur pelayaran; faktor kenyamanan seperti dekat dengan prasarana perhubungan
darat, pelelangan ikan sumber pakan, dan pemasok sarana dan prasarana yang diperlukan listrik, telpon, dan faktor hidrografi seperti selain harus jernih, bebas
dari bahan pencemaran dan bebas dari arus balik, dan perairannya harus memiliki sifat fisik dan kimia tertentu kadar garam, oksigen terlarut. Tonnek et al.
1994. Tidak semua wilayah pantai cocok untuk budi daya kerapu, oleh karena itu
penentuan lokasi harus memperhitungkan beberapa faktor penting antara lain : a. Terlindung dari gelombang besar dan badai, sebab ikan mudah menjadi stres
dan menurunkan selera makan apabila terus menerus dihantam gelombang. b. Terlindung dari ancaman predator yaitu hewan buas laut ikan butal dan ikan
besar lainnya dan burung laut. c. Terlindung dari ancaman pencemaran buangan limbah industri, limbah
pertanian dan limbah rumah tangga, d. Terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan
riak-riak gelombang juga buangan kapal minyak solar dll akan mencemari area pemeliharaan. Sunyoto 1993.
2.5. Kesesuaian Perairan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya. Termasuk didalamnya akibat dari kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun pada masa sekarang seperti reklasi daerah-daerah pantai,
penebangan hutan dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam
konsep lahan ini Harjowigeno dan Widiatmaka 2001. Kesesuaian lahan adalah kecocokan adaptability suatu lahan untuk tipe
penggunaan lahan tertentu. Penggunaan lahan secara umum adalah penggolongan penggunaan lahan seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang
rumput, kehutanan atau daerah rekreasi. Perkembangan penguasaan dan penggunaan lahan erat kaitannya dengan perkembangan populasi manusia dan
tingkat kebudayaannya dalam upaya manusia mempertahankan kehidupannya.
Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem di suatu wilayah apalagi bila wilayah tersebut merupakan
pulau kecil. Dalam aktivitas budidaya laut istilah kesesuaian lahan dipadankan dengan kesesuaian perairan, secara umum kualitas perairan untuk budidaya laut
dan pariwisata dianalisis dengan menggunakan pedoman pada baku mutu air laut yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup melalui SK Menteri
Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004, dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Baku Mutu Air Laut untuk Budidaya
No Parameter
Satuan Budidaya Laut
1 Kecerahan
M Coral:5
a
mangrove; - lamun: 3
a
2 Suhu
C alami
1b
3 Salinitas
00
alami
1c
4 pH
- 7
– 8,5 5
DO mgl
5 6
Nitrat mgl
0,008 7
Fosfat mgl
0,015 8
BOD
5
mgl 20
9 TSS
mgl Coral:20
e
mangrove; 80
e
lamun: 20
e
Sumber : Kepmen Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004
Keterangan
: Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saatsiang,
malam dan musim. a = diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 0,2 satuan pH
b = diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 5 salinitas rata-rata musiman
c = diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 2 C dari suhu alami
d = diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 10 kedalaman euphotic lapisan paling atas dari tubuh air yang menerima cukup
cahaya untuk fotosintesis e = diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan 10 konsentrasi
rata-rata musiman. Kesesuaian suatu ruang untuk kegiatan tertentu akan dapat berkurang
bahkan menjadi tidak sesuai jika kemampuan sistem yang ada di dalamnya tidak mampu lagi untuk menanggung bebab kegiatan yang dilakukan diatasnya. Oleh
karena setiap sistem miliki ambang batas atau kemampuan mendukung atau daya dukung yang ada di suatu sistem tertentu.
2.6. Daya Dukung Perairan
Konsep daya dukung perairan telah cukup lama dikenal dan dikembangkan dalam lingkungan budidaya perikanan, seiring dengan peningkatan
pemahaman akan pentingnya pengelolaan lingkungan budidaya untuk menunjang kontinuitas produksi. Dalam perencanaan atau desain suatu sistem produksi
budidaya perikanan, nilai daya dukung dimasukan sebagai faktor penting untuk dapat menjamin siklus produksi dalam waktu yang lama Poernomo 1997.
Pengertian daya dukung lingkungan perairan adalah suatu yang berhubungan erat dengan produktifitas lestari perairan tersebut. Artinya daya
dukung lingkungan sebagai nilai mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen parameter dalam suatu kesatuan ekosistem
Poernomo 1997. Daya dukung lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lain dan keseimbangan antar keduanya Undang-Undang nomor 32. Tahun 2009. Menurut Clark 1996 daya dukung merupakan konsep yang tepat dalam
memanfaatkan sumberdaya secara terbatas. Untuk menentukan batas pembangunan sumberdaya dan kontrol pengembangan yang sangat objektif,
digunakan metode analisis daya dukung. Daya dukung lingkungan perairan untuk menunjang budidaya ikan laut di
KJA dan merupakan ukuran kuantitatif yang akan memperlihatkan berapa jumlah ikan pada lokasi budidaya yang boleh dipelihara dalam luasan area yang telah
ditentukan tanpa menimbulkan degradasi lingkungan dan ekosistem sekitarnya, Piper et al 1982 diacu dalam Meade 1989 atau jika telah ditentukan banyaknya
ikan budidaya dalam satu keramba jaring apung, estimasi ini akan menunjukan berapa unit keramba jaring apung yang boleh dipelihara dalam luasan area yang
telah ditentukan. Ha tersebut berlaku juga pada terapan budidaya rumput laut. Daya dukung lingkungan dibagi menjadi 2, yakni 1 daya dukung
ekologis ecological carring capacity dan 2 daya dukung ekonomis economic carring capacity
Scones 1993 diacu dalam Soselisa 2006. Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum organisme pada suatu lahan yang dapat