Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dsignifikan terhadap model pembelajaran yang diberikan. Rekapitulasi penghitungan Uji-t dapat dilihat pada lampiran 18. 8

C. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keterampilan memecahkan masalah pada siswa dengan menggunakan model PBL. Pada awal pembelajaran, dilakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Berdasarkan hasil pretest tersebut, diketahui bahwa kelompok eksperimen dan kontrol memiliki kemampuan awal sama, hal tersebut dapat terlihat dari perhitungan uji-t yang dilakukan. Pada kedua kelompok tersebut, diketahui bahwa kemampuan awal siswa terhadap materi keanekaragaman hayati dan terhadap keterampilan masalah siswa masih tergolong rendah hal tersebut dikarenakan siswa belum mengetahui materi yang akan diajarkan tersebut. hal ini diperkuat pula dengan adanya perhitungan uji-t pada pretest siswa, bahwa siswa tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau dapat dikatakan kemampuan yang dimiliki cenderung sama. Perolehan pretest pada kelompok eksperimen dan kontrol termasuk kategori kurang dengan perolehan 24.32 dan 21.60. Perolehan ini disebabkan oleh belum terbiasanya siswa mengerjakan soal memecahkan masalah sehingga perolehan skor yang dimiliki tergolong kurang baik. Siswa cenderung lebih sering mengerjakan soal pilihan ganda dan esai yang cenderung menuntut siswa menjawab berdasarkan ingatannya saja sehingga siswa cenderung kurang dapat memecahkan masalah yang dapat bersifat aplikatif. Pemberian pretest dilanjutkan dengan penerapan model pembelajaran dan diakhiri dengan pemberian posttest. Setelah pemberian model pembelajaran, hasil posttest yang dimiliki oleh kedua kelompok sama-sama mengalami peningkatan hasil skor keterampilan memecahkan masalah, namun pada kelompok eksperimen memiliki peningkatan yang lebih baik. Berdasarkan hasil data posttest yang diperoleh, bahwa rata-rata kelas kelompok eksperimen dan kontrol adalah 66.65 dengan kategori baik dan 59.44 dengan kategori cukup. Dengan demikian, terjadi peningkatan nilai keterampilan memecahkan masalah pada kedua kelompok 8 Lampiran 18 Perhitungan Uji-t Pretes dan Postes tersebut setelah diberikan pembelajaran materi keanekaragaman hayati dan pemberian model pembelajaran PBL pada kelompok eksperimen. Peningkatan posttest ini sejalan dengan hasil pada uji-t yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Pengaruh PBL terhadap keterampilan memecahkan masalah juga diungkapkan oleh Savory. Savory menyatakan bahwa “PBL is an instructional learner-centered that empowers learners to conduct research, an integrated theory and practice, and apply kownledge and skill to delvelop a viable solution to defined problem” 9 selain savery, Dewi telah melakukan penelitian terhadap kemampuan pemecahan masalah dan dalam hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa PBL memberikan pengaruh terhadap pemecahan masalah 10 . Kedua hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, sehingga perolehan posttest kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Keterampilan memecahkan masalah terdiri dari lima aspek. Kelima aspek tersebut dilakukan penghitungan untuk mengetahui pencapaian pada setiap indikator dan dilanjutkan dengan mengkategorikan hasil tersebut. Pada kedua kelompok, pencapaian aspek tertinggi yaitu aspek merumuskan masalah dan aspek terendah adalah aspek menerapkan kesimpulan. Perolehan aspek merumuskan masalah yang dimiliki oleh kelompok eksperimen sebesar 85.41 dan kelompok kontrol sebesar 73.96 hal tersebut menunjukkan bahwa siswa dapat menganalisis sebuah permasalahan dari soal yang diberikan dan menyadari adanya sebuah permasalah dari soal tersebut. Kelompok eksperimen menggunakan model PBL dan dibantu dengan LKS berbasis PBL untuk menguatkan pemecahan masalah yang dimiliki siswa. Hasil LKS juga menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan dalam menganalisis sebuah permasalahan yang terbukti dari hasil perhitungan aspek keterampilan 9 Jhon R. Savery, Overview Of Problem-Based Learning: Definition and Distinctions Vol. I, UK, Perdu Universitry, 2006, h.12 10 P.S.U. Dewi, I.W. Sadia, dan K.Suma, Pengaruh Model Problem-Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Melalui Pengendalian Bakat Numerik Siswa SMP, e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan IPA, Vol.4, 2014 memecahkan masalah bahwa aspek merumuskan masalah merupakan aspek tertinggi pada kedua pertemuan. Aspek kedua yaitu membuat hipotesis. Aspek ini merupakan aspek tertinggi kedua setelah aspek merumuskan masalah. Pada aspek membuat hipotesis, kelompok eksperimen juga memiliki perolehan persentase yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen diperoleh hasil sebesar 78.29 sedangkan kelompok kontrol diperoleh hasil sebesar 68.83. Tingginya hasil persentase aspek membuat hipotesis menunjukan bahwa siswa sudah mampu untuk membuat sebuah jawaban sementara atas permasalahan yang dianalisis pada aspek merumuskan masalah. Aspek membuat hipotesis sangat erat kaitannya dengan aspek merumuskan masalah sehingga keduanya saling berkaitan, guna menentukan langkah yang selanjutnya akan digunakan oleh siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Hasil aspek membuat hipotesis, sejalan dengan hasil perhitungan LKS yang juga menunjukkan bahwa aspek membuat hipotesis merupakan aspek tertinggi kedua setelah merumuskan masalah. Pada aspek merumuskan masalah dan membuat hipotesis, siswa tidak mengalami kesulitan dalam menentukannya. Hal ini terlihat pada lembar observasi kegiatan siswa yang menunjukkan bahwa siswa pada kelompok eksperimen tidak mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan yang terdapat pada LKS PBL. Aspek tertinggi ketiga yaitu menguji hipotesis. Pada aspek ini siswa dituntut untuk dapat mengumpulkan dan menganalisis data yang mereka miliki selama proses pembelajaran ataupun diluar pembelajaran dan membuat keterkaitan antara data yang diperoleh dengan rumusan masalah dan hipotesis. Aspek menguji hipotesis, kelompok eksperimen memperoleh hasil sebesar 56.85 sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh hasil sebesar 50. Kedua kelompok tersebut masih terkategori sedang dalam aspek menguji hipotesis namun aspek menguji hipotesis kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol, hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelompok ekperimen mampu menganalisis data-data yang relevan dalam mendukung hipotesis yang telah dibuat oleh siswa. Dengan demikian, kelompok eksperimen lebih dapat mengaitkan pengetahuan yang mereka miliki dengan lingkungan sekitar. Penggunaan LKS PBL juga membantu siswa dalam menambahkan wawasan yang dimiliki oleh siswa, karena proses eksplorasi yang terjadi pada saat mencari sumber yang relevan sehingga pengetahuan siswa menjadi lebih luas dan materi keanekaragaman hayati memiliki keterkaitan yang sangat luas dalam bidang ilmu biologi, oleh sebab itu perolehan menguji hipotesis pada kelompok eksperimen lebih baik. Dari proses pengujian hipotesis yang terjadi, akan membentuk sebuah pola bagi siswa dalam menemukan fakta-fakta pendukung dan dapat berpikir ilmiah dengan melalui tahap-tahap tersebut. Aspek keempat yaitu merumuskan kesimpulan. Pada aspek ini kelompok ekperimen dan kontrol memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan aspek menguji hipotesis. Pada aspek ini, kelompok ekperimen memperoleh hasil sebesar 60.63 sedangkan kelompok kontrol memperoleh hasil sebesar 55.68. Aspek merumuskan masalah menuntut siswa untuk dapat merumuskan pemecahan masalah, membuat hubungan antara permasalahan, hipotesis, data atau informasi yang dimiliki dan menjadikannya sebuah kesimpulan dalam permasalahan tersebut. Pada umumnya siswa menganggap aspek merumuskan masalah sama dengan aspek menerapkan kesimpulan sehingga terdapat siswa yang membuat jawaban rumusan kesimpulan menjadi satu dengan menerapkan kesimpulan. Sehingga perlunya penegasan yang diberikan kepada siswa untuk membedakan antara aspek merumuskan kesimpulan dan menerapkan kesimpulan tersebut berbeda sehingga pada saat pelaksanaan dapat meminimalisir adanya miskonsepsi mengenai kedua aspek tersebut, namun walaupun telah diberikan penegasan, masih terdapat siswa yang menyamakan antara kedua aspek tersebut. Perolehan Aspek merumuskan kesimpulan ini, hasil LKS cukup baik dan terjadi peningkatan dari pertemuan satu ke pertemuan dua. Dengan kata lain, penggunaan LKS ini sangat membantu siswa dalam memahami perbedaan antara merumuskan dan menerapkan kesimpulan. Aspek terakhir yaitu menerapkan kesimpulan pada kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol dengan perolehan 52.07 pada kelompok eksperimen dan 46.31 pada kelompok kontrol. Kedua kelompok memiliki selisih sebesar 5.67, selisih tersebut memang tidak terlalu besar namun hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model PBL memiliki hasil yang lebih baik. Aspek menerapkan kesimpulan merupakan aspek terendah dikarenakan siswa kurang dapat menghubungkan kesimpulan yang diajukan dan membuat sebuah terapan kesimpulan yang dapat diterapkan oleh siswa dalam kehidupan nyata sehingga aspek ini mengalami keterbatasan dalam merekam penerapan kesimpulan. Dalam penerapan kesimpulan ini, diperlukan materi pembelajaran yang sudah sering ditemui oleh para siswa dalam lingkungannya. Salah satunya adalah keanekaragaman hayati, karena baik secara langsung ataupun tidak, siswa setiap hari berinteraksi dengan lingkungan hidup sekitar sehingga dengan penerapan kesimpulan ini diharapkan siswa dapat menerapkan hal-hal yang berdampak positif bagi lingkungannya. Penggunaan LKS dalam proses pembelajaran pada kelompok eksperimen, sangat membantu dalam menerapkan langkah-langkah pembelajaran model PBL dan menurut sanjaya, PBL juga sangat membantu untuk mengarahkan aktivitas siswa untuk menyelesaikan masalah yang juga menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran. 11 Sehingga pada saat pembelajaran, siswa tidak hanya sekedar mendengar, mencatat, dan kemudian menghafal materi namun siswa lebih banyak menggunakan langkah yang sistematis yang menyebabkan terlatihnya keterampilan berpikir siswa dan dapat mengambil keputusan. Hal tersebut dipertegas pula oleh Puspasari bahwa pemecahan masalah merupakan kemampuan yang dimiliki oleh suatu individu dengan cara berpikir sistematis sehingga mampu memperkirakan akibat dari keputusan yang diambil. 12 Proses pembelajaran menggunakan model PBL ini dilakukan sebanyak dua pertemuan sehingga kelompok eksperimen lebih terbiasa dengan model pembelajaran yang berbasis masalah dan terbiasa pula untuk menggunakan keterampilan berpikirnya dengan menghubungkan materi-materi yang berada dilingkungannya serta relevan. 11 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta, Kencana Predana, 2006, h.214 12 Desi Dwi Puspasari, Hubungan Antara Kreativitas dan Kemampuan Memecahkan masalah pada Masa Awal Remaja, Jurnal Ilmiah Psiko-Edukasi Vol. 3 No.1, FKIP UniKa Atma Jaya, 2005 Dalam materi keanekaragaman hayati terdapat empat sub-konsep, yaitu tingkatan keanekaragaman hayati, keanekaragaman hayati khas Indonesia, peran keanekaragaman hayati dalam kehidupan manusia, dan peran manusia terhadap keanekaragaman hayati. Berdasarkan hasil pretest sub-konsep, baik kelompok eksperimen dan kontrol memiliki hasil dengan kategori cukup dan kurang, pada sub-konsep tingkatan keanekaragaman hayati, sedangkan pada ketiga sub-konsep lainnya sama-sama memiliki hasil kategori kurang dan sangat kurang. Hasil posttest masing-masing sub-konsep mengalami peningkatan pada kedua kelompok tersebut. Sub-konsep tertinggi yaitu pada sub-konsep keanekaragaman hayati khas Indonesia, hal tersebut disebabkan karena materi tersebut dapat ditemui pada lingkungan siswa sehingga siswa lebih mudah menganalisis permasalahan yang terjadi hingga menerapkan kesimpulan yang lebih aplikatif bagi lingkungan sekitarnya. Perolehan data posttest pada kedua kelompok, diketahui bahwa pada sub- konsep keanekaragaman hayati khas Indonesia memiliki hasil memecahkan masalah tertinggi, hal ini dikarenakan materi yang disajikan merupakan materi analisis yang paling sering dilihat melalui media televisi sehingga pengetahuan siswa mengenai sub-konsep tersebut lebih baik. Sub-konsep terendah yaitu, sub-konsep peranan keanekaragaman hayati dalam kehidupan manusia. Rendahnya sub-konsep tersebut dikarenakan rendahnya kesadaran siswa akan pentingnya keanekaragaman hayati yang ada di sekitarnya dan siswa cenderung tidak menghiraukan mengenai kondisi lingkungannya. Namun, hal tersebut dapat ditanggulangi dengan diberikannya pengetahuan kepada siswa mengenai aktivitas dan peranan yang dapat dilakukan manusia terhadap keanekaragaman hayati sehingga konsep pembelajaran keanekaragaman hayati cenderung dapat lebih aplikatif, terlebih siswa diminta untuk memecahkan sebuah permasalahan. Karena dengan memecahkan sebuah permasalahan siswa dapat menerapkan sebuah kesimpulan dilingkungan sekitarnya dan kesadaran siswa akan pentingnya menjaga keanekaragaman menjadi lebih baik. Penggunaan model PBL dalam penelitian ini, dapat memberikan pengaruh terhadap keterampilan memecahkan masalah pada siswa. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah mampu meningkatkan keterampilan memecahkan masalah. 13 Serta diperkuat pula dalam penelitian lain yang telah dilakukan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis siswa. 14 Sehingga PBL dirasa tepat dalam memberikan pengaruh terhadap keterampilan memecahkan masalah. Model PBL memberikan pengaruh terhadap keterampilan memecahkan masalah, model PBL juga dapat dikembangkan dengan tujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, belajar sebagai peran orang dewasa dengan melibatkan mereka dengan pengalaman dunia nyata dan menjadi pembelajar yang mandiri. 15 Serta Menjadikan pembelajar yang mandiri dengan mengembangkan kemampuan berfikirnya menjadikan proses pembelajaran lebih dapat dipahami oleh siswa. Penggunaan model PBL dalam proses pembelajaran, dapat menuntun siswa untuk menyelesaikan permasalahan menjadi lebih sistematis dan sejalan dengan aspek-aspek memecahkan masalah yang juga sistematis. Penggunan model ini, memberikan pengaruh yang positif pula terhadap aktivitas siswa didalam kelas. Hal tersebut terobservasi dalam aktivitas siswa yang dilaksanakan didalam kelas. Pada pertemuan pertama, siswa masih belum terbiasa untuk memecahkan sebuah permasalahan secara sistematis, namun pada pertemuan kedua terdapat perubahan yang terjadi pada aktivitas siswa. Siswa lebih dapat memahami bagaimana menggunakan langkah yang sistematis dalam memecahkan masalah dan melatih keterampilan berpikirnya untuk menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut. Penggunaan model PBL juga dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan berpikir, model PBL dapat menjadikan siswa bekerjasama dalam tim, 13 Brillian Rosy Triesnida, Penerapan PBL untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Memecahkan Masalah ,Prosiding Seminar Nasional Universitas Negeri Surabaya, 2015. 14 I Wayan Redhana, Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Peningkatan Keterampilan PEmecahan Masalah dan Berpikir Kritis, E-Journal Universitas Pendidikan Ganesha 15 Muslimin Ibrahim dan M. Nur, Pembelajaran Berbasis Masalah Ed. I Cet. kedua, Surabaya: UNESA-University Press, kepemimpinan dan keterampilan sosial. 16 Keterampilan sosial ini merupakan keterampilan siswa untuk berinteraksi satu sama lain dalam sebuah kelompok yang didalamnya terdapat rasa saling menghargai perbedaan pendapat dan dapat menjadikan siswa memiliki kemampuan berkomunikasi yang lebih baik. Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa menjadi lebih aktif dan saling bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa siswa yang kurang antusias terhadap pembelajaran model PBL dan masih terdapat siswa yang menyerah untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang diberikan sehingga peneliti harus bertindak sebagai motivator untuk membangkitkan minat pada diri siswa. Pengukuran keterampilan pemecahan masalah dalam penelitian ini, tidak dapat mengukur kelima aspek keterampilan memecahkan masalah secara sempurna. Aspek keterampilan memecahkan masalah yang terukur adalah merumuskan masalah, membuat hipotesis, dan menguji hipotesis, sedangkan aspek menarik kesimpulan dan menerapkan kesimpulan tidak terukur secara sempurna. Hal tersebut berkaitan dengan kondisi siswa pada saat dilaksanakan penelitian ini. Kondisi siswa yang memiliki motivasi kurang, menyebabkan pengerjaan soal yang diberikan dikerjakan secara tidak maksimal sehingga pada kedua aspek terakhir tersebut tidak dapat terukur. Pengukuran keterampilan memecahkan masalah sebaiknya menggunakan satu soal yang mengukur salah satu aspek memecahkan masalah sehingga kelima aspek tersebut dapat terukur secara maksimal. 16 M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, Jakarta: Kencana, 2009, h.26-29 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu, terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran berbasis PBL terhadap keterampilan memecahkan masalah siswa pada konsep keanekaragaman hayati. Hal tersebut didasarkan pada hasil posttest melalui uji t dengan nilai t hitung = 2.747 dan t tabel = 1.993, sehingga H ditolak karena nilai t hitung t tabel . Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil keterampilan memecahkan masalah antara kelompok ekperimen dengan kontrol sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL memberikan pengaruh positif terhadap keterampilan memecahkan masalah.

B. Saran

Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa saran untuk perbaikan di masa mendatang yaitu sebagai berikut: 1. Untuk memastikan pengaruh penggunaan model PBL terhadap keterampilan memecahkan masalah, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di tempat yang berbeda. 2. Penggunaan waktu pembelajaran yang digunakan lebih banyak sehingga memperoleh hasil yang lebih maksimal. 3. Model PBL menjadikan masalah sebagai kunci dalam proses pembelajaran, oleh karena itu ketepatan pemilihan materi dirasa sangat perlu untuk mempermudah proses pembelajaran. Materi yang dapat dipilih adalah materi yang berkaitan dengan lingkungan sekitar sehingga lebih mudah dipahami. 4. Model PBL juga menuntut siswa untuk bekerja secara ilmiah dan fokus pada permasalahan, sehingga sebaiknya diterapkan pada siswa yang sudah terbiasa