1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi merupakan era persaingan bebas yang terjadi di berbagai bidang kehidupan. Persaingan bebas ini, mempengaruhi adanya perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK. Perkembangan IPTEK terjadi begitu pesat. Perkembangan IPTEK menuntut Sumber Daya Manusia SDM yang ada
untuk mampu bersaing di era globalisasi. Di era globalisasi ini, terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang menyebabkan SDM berusaha untuk
menggali informasi pengetahuan yang ada, sehingga dapat menjelaskan suatu gejala alam atau masyarakat secara sistematis dan dapat meningkatkan mutu
kehidupan manusia. Hal tersebut juga sesuai pada UU No. 18 tahun 2002 dimana ilmu pengetahuan merupakan rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dan
dikembangkan secara sistematis untuk menjelaskan gejala alam yang dapat menghasilkan nilai bagi kelangsungan dan peningkatan mutu kehidupan manusia.
1
Dengan demikian, perkembangan IPTEK mendorong SDM yang ada untuk mampu bersaing secara bebas dan terbuka dalam menghadapi era globalisasi ini.
Adanya penyelenggaraan pendidikan, mampu menciptakan SDM sebagai peserta didik yang mampu bersaing, karena pendidikan merupakan wadah bagi
peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dan keterampilan dasar yang dimiliki. Sisdiknas No.2 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi
dirinya dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara.”
2
Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan sains yang mempersiapkan peserta didik
1
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor
18 tahun
2002 online:
http:www.dpr.go.iddokjdihdocumentuuUU_2002_18.pdf
2
Undang-Undang SISDIKNAS
No.2 Tahun
2003 Online:
http:usu.ac.idpubliccontentfilessisdiknas.pdf
untuk memiliki pemahaman tentang sains melalui pengembangan keterampilan berpikir sehingga peserta didik dapat mengatasi permasalahan di lingkungannya.
3
Peserta didik yang mampu bersaing adalah peserta didik yang memiliki keterampilan berpikir yang baik. Keterampilan berpikir thinking adalah proses
mental seorang yang lebih dari sekedar mengingat dan memahami.
4
Sehingga keterampilan berpikir membuat peserta didik mampu bernalar secara logis,
sistematis, kritis, cermat, kreatif, mampu mengkomunikasikan gagasan dan terampil dalam memecahkan masalah.
5
Keterampilan memecahkan masalah sangat dibutuhkan peserta didik untuk dapat memecahkan permasalahan
dilingkungannya. Faktanya, hasil pencapaian keterampilan memecahkan masalah yang
dimiliki oleh siswa di Indonesia masih rendah. Hal tersebut terbukti dari pencapaian Programme for Internatinational Student Assesment PISA yang
diikuti oleh peserta didik Indonesia selama empat periode 2000,2003,2006,2009. Selama empat periode tersebut, Indonesia mengalami penurunan skor rata-rata
dari setiap mata pelajaran yang diujikan. Mata pelajaran terendah dalam perolehan hasil PISA yaitu mata pelajaran sains.
6
Padahal mata pelajaran sains dianggap penting, sehingga PISA memasukkan mata pelajaran tersebut agar dapat
mengukur pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahami fakta yang terjadi dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi
pada suatu lingkungan.
7
Lingkungan merupakan kondisi sekitar yang dapat menstimulus siswa untuk memecahkan permasalahan yang berkembang. Permasalahan adalah sebuah hal
yang menimbulkan keraguan. Dewey dalam Orlich menyatakan bahwa permasalahan memberikan suatu keraguan dan ketidakpastian. Dewey
3
Nuryani Y. Rustaman, Perkembangan Penelitian Pembelajaran Inkuiri dalam Pendidikan Sains, Jurnal Seminar Nasional II Himpunan Ikatan Sarjana dan Pemerhati
Pendidikan IPA Indonesia FMIPA UPI, h.3
4
Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana Prenada, 2005
5
Agus Jauhari, Pengaruh Pembelajaran Pemecahan Masalah Secara Kelompok Kooperatif Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah, Jurnal Pendidikan Fisika FPMIPA UPI,
Vol.15 tahun 2010, h.13
6
http:litbang.kemdikbud.go.idindex.phpsurvei-internasional-pisa
7
Ibid.
berpendapat bahwa, permasalahan dapat menjadi suatu kajian yang tepat dalam proses pembelajaran. Permasalahan yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran harus berkaitan dengan kebudayaan di masyarakat dan relevan dengan kehidupan peserta didik.
8
Dengan demikian, belajar melalui permasalahan dan menyelesaikan permasalahan tersebut, dapat dilakukan selama proses belajar
mengajar pada mata pelajaran biologi. Biologi merupakan mata pelajaran yang relevan berkaitan dengan
lingkungan sekitar. Biologi menurut Badan Satuan Nasional Pendidikan BSNP adalah mata pelajaran yang berawal dari suatu proses penemuan dengan
mengembangkan keterampilan berpikir analitis, induktif, dan deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan peristiwa sekitar.
9
Mata pelajaran biologi dianggap tepat, untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan
menjadikan masalah sebagai fokus pembelajaran. Permasalahan yang terdapat dalam pelajaran biologi khususnya mengenai
keanekaragaman adalah punahnya spesies. Berdasarkan laporan WWF menunjukan bahwa, dalam 3,5 dekade terakhir, seluruh dunia mengalami
kepunahan 1000 kali lebih cepat dibandingkan kepunahan secara alami.
10
Keanekaragaman hayati memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan, papan, sandang, kesehatan, budaya, dan sumber plasma nutfah yang
berguna bagi manusia dan keberlangsungan hidup spesies-spesies yang ada didalam ekosistem.
11
Oleh sebab itu, konsep keanekaragaman hayati dianggap penting untuk menghadapi krisis keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas merupakan keseluruhan, baik bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat, yang dapat ditemukan pada tingkat gen,
spesies, ataupun tingkat ekosistem.
12
Bahasan yang terdapat dalam konsep
8
Donald C. Orlich et all, Teaching Strategies A Guide to Effective Instruction, USA:Wadsworth Cenage Learning, h.302
9
BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: BSNP, 2006, h.451
10
http:www.wwf.or.id?17020keragaman-hayati-dalam-ancaman diakses pada 23
April 2016
11
Sri Pujianto, Biologi SMA Kelas X, Solo: PT. Tiga Serangkai, 2009, h.452
12
Yanti Herlanti dan Arif Priadi, Biologi SMA kelas X Kurikulum 2013, Jakarta: Yudisthira, 2014, h.23
keanekaragaman yaitu, 1 tingkatan keanekaragaman hayati, 2 flora dan fauna khas Indonesia, 3 peran keanekaragaman hayati terhadap manusia, dan 4 peran
manusia terhadap keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu melalui pembelajaran biologi, siswa dapat menyadari tentang betapa pentingnya untuk menjaga dan
melestarikan keanekaragaman hayati dan dapat memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi pada keanekaragaman.
Permasalahan keaneakaragaman yang dihadapi dapat diajarkan melalui model Problem Based Learning PBL. PBL merupakan model pembelajaran
yang didasarkan pada permasalahan.
13
Masalah dijadikan titik awal untuk mengintegrasikan pengetahuan.
14
Pada model PBL, siswa diminta untuk menemukan masalah, menghubungkan dengan bidang ilmu lainnya, dan
memberikan solusi. Model PBL meminta siswa untuk menginvestigasi dan menemukan solusi atas permasalahan yang disajikan.
15
Dengan model PBL siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan tidak hanya menjelaskan permasalahan
yang terjadi, namun siswa dapat memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Penggunaan model PBL dalam pembelajaran, dapat memberikan pengaruh
terhadap keterampilan memecahkan masalah pada siswa, khususnya mengatasi permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati. Model
PBL mampu meningkatkan kecakapan pemecahan masalah dan meningkatkan pengetahuan yang relevan dengan dunia praktik.
16
Kecakapan tersebut juga mampu membangun kecakapan mengatur diri sendiri self directed, berpikir
secara metakognitif dan kecakapan menggali informasi, yang semuanya sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
17
13
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011, h.91
14
Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar, Jogjakarta: Diva Press, 2013, h.283
15
Richard Arrens Learning To Teach, New York, Mc.Graw-Hill,2007, h.381
16
Taufik Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, Jakarta, Prenada Media, 2009, h.27
17
Ibid., h.28-29
B. Identifikasi Masalah