Adanya Sumber Dana dari Pemerintah Pusat dan Provinsi Adanya Penangkar Bibit Daerah

Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kayu sengon banyak digunakan untuk peti kemas, pulp, perabot rumah tangga, bahan bangunan. Kayu jati, mahoni dan kayu keras lainnya lebih digunakan untuk perabot rumah tangga dan bahan bangunan rumah yang tergolong mewah. Hasil penting lain dari hutan rakyat adalah kayu bakar yang banyak dikonsumsi oleh industri-industri kecil seperti industri genteng dan bata, industri makanan. Disamping itu, rumah tangga di pedesaan Jawa sebagian besar masih menggunakan kayu bakar. Berdasarkan Sensus Pertanian 1983, sekitar 93 persen rumah tangga petani menggunakan kayu bakar dengan rata-rata konsumsi setiap rumah tangga 6,69 kg per hari. Sebagian besar 61,4 persen rumah tangga yang membudidayakan pohon lebih mengutamakan hasilnya sebagai kayu bakar, diikuti oleh buah-buahan 43,6 persen dan kayu pertukangan 30,6 persen. Berdasarkan uraian diatas, sangat jelas bahwa pembangunan hutan rakyat memiliki peluang prospek ekonomi yang cukup baik mengingat kebutuhan permintaan kayu akan terus meningkat baik permintaan pasar dalam negeri maupun luar.

B. Ancaman

1. Pemeliharaan Hutan Rakyat Kurang Intensif

Pemeliharaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani masih kurang intensif. Masih banyak petani hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta yang melakukan pemeliharaan seperti pemupukan, pembersihan lahan dan penyulaman hanya satu kali setelah waktu penanaman. Secara teknis, pemeliharaan yang kurang intensif dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman di lokasi hutan rakyat kurang baik. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa faktor pemupukan dan pembersihan lahan merupakan faktor teknis yang berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta. Omon dan Priadjati 2004 mengungkapkan bahwa saat ini program rehabilitasi dan regenerasi hutan tampaknya belum berhasil dengan baik, khususnya di luar Jawa. Kemungkinan ketidakberhasilan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kualitas bibit yang rendah, pemeliharaan kurang intensif, kekeringan, kebakaran dan rendahnya rasa memiliki. Sedangkan Fauziyah dan Diniyati 2006 menyatakan, petani hutan rakyat cenderung memposisikan pohon yang ada di lokasi hutan rakyat sebagai “tabungan” dan tidak sebagai sumber pendapatan utama, dimana pada saat dibutuhkan dapat ditebang dan dijual, atau yang lebih dikenal dengan “daur butuh”. Cara pandang ini sangat berpengaruh terhadap pengelolaan hutan rakyat itu sendiri, dimana jika pohon dipandang sebagai sumber pendapatan utama maka pengelolaannya akan lebih intensif.

2. Masih Adanya Tanah Guntai

Yang dimaksud dengan tanah guntai adalah tanah yang letaknya berada di dalam daerah atau wilayah Kabupaten Purwakarta tetapi pemiliknya adalah penduduk luar daerah seperti Bandung, Jakarta, Bekasi dan Subang. Tanah tersebut biasanya dititipkan kepada penduduk pribumi atau petani penggarap. Tanah guntai ini sebagian besar berada di Kecamatan Campaka, Cibatu, Bungursari, Babakan Cikao, Bojong, Kiarapedes dan Wanayasa. Tanah-tanah guntai tersebut sebenarnya merupakan lahan yang cukup potensial sebagai lokasi hutan rakyat, tetapi petani penggarap sebagian besar tidak tertarik untuk menanam tanaman hutan rakyat, hal ini disebabkan petani