Pengertian Hutan dan Hutan Rakyat
nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar, b nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu
tertentu, dan c nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun perwakilan masyarakat.
Hutan berdasarkan statusnya menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang
berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan yang dimaksud hutan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
Menurut Zain 1998 hutan milik ialah hutan yang tumbuh atau ditanam di atas tanah milik, yang lazimnya disebut hutan rakyat dan dapat dimiliki oleh orang
baik sendiri maupun secara bersama atau badan hukum. Unsur-unsur hutan rakyat dicirikan antara lain :
1. Hutan yang diusahakan sendiri, bersama orang lain atau badan hukum.
2. Berada di atas tanah milik atau tanah hak lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan. 3.
Dapat dimiliki berdasarkan penetapan Menteri Kehutanan. Bagi perorangan atau kelompok non badan hukum dalam kegiatan pengusahaan
hutan rakyat, dihadapkan pada berbagai kendala antara lain : 1.
Ketentuan batas pemilikan tanah. 2.
Ketersediaan sarana dan prasarana pengusahaan hutan. 3.
Tingkat kemampuan teknis pengelolaan hutan terbatas. 4.
Keterbatasan daya pemasaran produk hasil hutan. 5.
Jangka waktu untuk memperoleh hasil hutan rakyat cukup lama. Antara penanaman dan pengolahaneksploitasi diperlukan waktu 15 - 20 tahun.
Kemudian menurut Departemen Kehutanan Republik Indonesia 2004 yang dimaksud usaha tanaman kehutanan adalah kegiatan yang menghasilkan
produk tanaman kehutanan kayu dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijualditukar atau memperoleh pendapatankeuntungan atas resiko usaha. Sebuah
rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga kehutanan RTK apabila rumah tangga tersebut memeliharamenguasai tanaman kehutanan. Hasil
pendataan Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan menunjukan bahwa jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman kehutanan hutan rakyat cukup besar
yaitu sekitar 3,43 juta. Adapun jenis-jenis tanaman kehutanan yang banyak diusahakan pada
hutan rakyat menurut Syahadat 2006, diantaranya adalah : Jati Tectona grandis
, Mahoni Swietenia macrophylla, Sengon Albizia falcataria Akasia Acacia mangium, Sonokeling Dalbergia latifolia, Petai Parkia speciosa,
Nangka Artocarpus integra, Gamal Inocarpus edulis, Mindi Melia azedarach
, Cemara Causarina equisetifolia, Suren Toona sureni, Mangga Mangifera indica, Melinjo Gnetum gnemon, Kelapa Cocos nucifera, Kemiri
Aleurites moluccana, Pinang Casearia coriacea, Mete Daemonorops niger, Rambutan Nephelium lappaceum, Durian Durio zibethinus, Bambu
Gigancochloa apus, Sungkai Heterophrogma macrolobum, Karet Ficus elastica
, Kopi Abelmoschus esculentus, Kapuk Ceiba pentandra, Ampupu Ecalyptus urophylla, Johar Cassia siamea, Cempedak Artocarpus
champedon , Angsana Pterocarpus indica, Nyatoh Palaquium javense, Enau
Arenga pinnata, Asam Tamarindus indica, Kaliandra Calliandra calotyrsus, Matoa Pometia pinnata dan Sonokrit Dalbergia sisso.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 45 ayat 4 menyebutkan kawasan
apabila digunakan untuk kegiatan hutan rakyat secara ruang dapat memberikan manfaat :
a. Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektoral dan sub sektor
serta kegiatan ekonomi sekitarnya. b.
Meningkatkan fungsi lindung c.
Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam d.
Meningkatkan kesempatan kerja e.
Meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerah setempat f.
Meningkatkan pendapatan daerah dan nasional g.
Meningkatkan ekspor h.
Mendorong perkembangan usaha dan peran serta masyarakat terutama di daerah setempat.
Herawati 2005 menyatakan salah satu aspek penting dalam kegiatan hutan rakyat adalah penentuan jenis pohon. Kegagalan penentuan jenis pohon
dapat mendatangkan kerugian, baik kerugian ekonomi maupun kerugian lingkungan. Penentuan jenis pohon memerlukan pertimbangan yang menyeluruh
dan rasional. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia 1995 menyatakan beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jenis pohon adalah kesesuaian
lahan dan iklim, keinginan masyarakat, manfaat yang tinggi dan serbaguna bagi masyarakat, nilai ekonomi, akses pasar, daur pendek sehingga cepat tumbuh dan
cepat manghasilkan, fungsi perlidungan tanah dan air, daya permudaan yang tinggi, dan penguasaan teknik budidaya oleh masyarakat.
Menurut Hardjanto 2003 dalam Fauziyah dan Diniyati 2006 dikemukakan bahwa pola pembangunan hutan rakyat terdiri dari dua bentuk yaitu
: hutan rakyat tradisional dan hutan rakyat inpres. Hutan rakyat tradisional merupakan cara penanaman hutan pada tanah milik yang diusahakan oleh
masyarakat itu sendiri tanpa adanya campur tangan pemerintah. Sedangkan hutan rakyat inpres adalah hutan rakyat yang penanamannya murni dilakukan di tanah
terlantar dan pembangunannya diprakarsai oleh proyek bantuan penghijauan dari pemerintah.
Berdasarkan jenis tanamannya, hutan rakyat terbagi atas tiga bentuk ; 1 hutan rakyat murni monoculture, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu
jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam secara homogen atau monokultur; 2 hutan rakyat campuran polyculture, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai
jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran; dan 3 hutan rakyat wana tani agroforestry, yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi
anatara tanaman kehutanan dengan cabang usahatani lainnya seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan lain-lain yang dikembangkan
secara terpadu.