intensif, 2 masih adanya tanah guntai, dan 3 kurangnya regenerasi petani hutan rakyat.
A. Peluang
1. Adanya Sumber Dana dari Pemerintah Pusat dan Provinsi
Program pembangunan hutan rakyat memerlukan dana yang cukup besar. Kebutuhan dana tersebut mulai dari perencanaan, persiapan, penyediaan bibit
tanaman, pelaksanaan penanaman, pemeliharaan tanaman sampai pengawasan. Peluang dana untuk pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Purwakarta berasal
dari dua sumber. Pertama, Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional APBN dalam bentuk Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
GNRHL. Kedua, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD Provinsi Jawa Barat dalam bentuk Kegiatan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis GRLK.
Pada tahun 2004 Kabupaten Purwakarta mendapatkan anggaran untuk kegiatan GNRHL sebesar Rp 3.885.810.000,- dan kegiatan GRLK sebesar Rp
75.000.000,-. Pada tahun 2005 anggaran untuk kegiatan GNRHL sebesar Rp 2.607.015.000,- dan untuk kegiatan GRLK sebesar Rp 800.000,-. Pada tahun 2006
anggaran untuk kegiatan GNRHL sebesar Rp 3.916.937.000,- dan kegiatan GRLK sebesar Rp 1.400.000.000,-
2. Adanya Penangkar Bibit Daerah
Bibit tanaman merupakan material pokok kegiatan yang sangat diperlukan dalam pembangunan hutan rakyat. Petani hutan rakyat biasanya tidak
mengusahakan bibit tanaman sendiriswadaya, tetapi membeli atau disediakan
oleh pihak lain yang mengusahakan budidaya bibit tanaman atau biasa disebut penangkar bibit.
Di Kabupaten Purwakarta terdapat 13 penangkar bibit tanaman, yang tersebar di 6 enam kecamatan ; Kecamatan Bojong, Kiarapedes, Darangdan,
Sukasari, Maniis dan Tegalwaru. Jenis bibit tanaman yang dibudidayakan terdiri dari jenis kayu-kayuan dan buah-buahan.
Adanya penangkar bibit tanaman di dalam daerah Kabupaten Purwakarta merupakan suatu peluang yang dapat mendukung keberhasilan pembangunan
hutan rakyat. Bibit yang berasal dari dalam daerah lebih terjamin kualitasnya, mudah aksesibilitasnya dan lebih sesuai dengan keadaan lingkungan lokasi
penanaman.
3. Prospek Ekonomi Hutan Rakyat Cukup Baik
Kebutuhan kayu untuk bahan baku industri di Indonesia mencapai 50-60 juta meter kubik per tahun, dimana sekitar 25 juta meter kubik untuk keperluan
industri pulp dan kertas. Sebagian besar pasokan kayu tersebut sampai saat ini masih bergantung pada hutan alam, padahal kemampuan penyediaan kayu bulat
dari hutan alam untuk tahun 2006 hanya sekitar 8,2 juta meter kubik. Oleh karena itu, pembangunan hutan tanaman harus ditingkatkan dan dipercepat untuk dapat
mengatasi kesenjangan antara kebutuhan dan pasokan kayu bulat. Pembangunan hutan tanaman oleh rakyat mempunyai arti penting karena dapat mengurangi
masalah kekurangan bahan baku industri kayu Justianto, 2007. Ameglia 2007 menyebutkan budidaya kayu baru berkembang dua tiga
dekade kini karena adanya pasar : untuk peralatan rumah tangga, peti kemas, pulp, dan lain-lain penggunaan. Hal ini sangat mudah ditemukan mulai dari Jawa